Sunday, November 30, 2025

Aksi Kapal Perang Jerman dalam Blokade Terhadap Inggris (1941)


Pada bulan Maret–April 1941, laut Atlantik Utara kembali menjadi panggung dari aksi dramatis armada permukaan Jerman dalam upaya memperketat blokade terhadap Inggris, terutama melalui operasi jelajah kapal tempur cepat Scharnhorst dan Gneisenau yang memburu jalur logistik vital Sekutu. Dalam salah satu episode paling menonjol, Gneisenau berhasil merampas kapal penumpang Norwegia Bianca (Oslo) yang berlayar di bawah kendali Sekutu. Sepanjang pelayaran ini, skuadron Jerman beberapa kali berkoordinasi secara langsung dengan U-boat Kriegsmarine di tengah samudra, menciptakan jaring pemburu mematikan bagi konvoi Inggris. Sejumlah kapal dagang Inggris - yang telah dipersenjatai untuk menghadapi ancaman serangan kapal selam dan kapal permukaan Jerman - berhasil ditenggelamkan setelah perlawanan singkat, sementara para awak yang selamat diangkat dari laut dan diambil sebagai tawanan perang.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No.557 - 7 Mei 1941

Seragam Hussar

 JERMAN

Hans-Joachim von Zieten (1699-1786) adalah salah satu komandan kavaleri paling legendaris dalam sejarah militer Prusia, yang namanya identik dengan ketangkasan, disiplin baja, dan serangan kilat yang menghancurkan musuh. Terlahir dari keluarga bangsawan kecil di Brandenburg, Zieten sempat diremehkan di awal kariernya karena posturnya yang kecil dan sifat keras kepalanya. Ia bahkan pernah diskors dari dinas militer, sebelum akhirnya justru membuktikan kemampuan dirinya sebagai seorang jenius perang di bawah kepemimpinan Raja Friedrich Agung. Sebagai komandan resimen hussar, ia terkenal karena taktik pengintaian cepat, serangan kilat, dan kemampuannya mengeksploitasi kelemahan musuh dalam Perang Silesia dan Perang Tujuh Tahun, terutama dalam pertempuran besar seperti Leuthen dan Torgau. Keberaniannya begitu dihormati hingga para prajurit menyebutnya “Zieten aus dem Busch” (Si Zieten dari Semak-Semak), karena kemunculannya yang selalu tiba-tiba dari balik medan hingga musuh nyaris tak sempat bereaksi.


Foto ini memperlihatkan kunjungan Kaiser Jerman Wilhelm II ke markas 1. Leib-Husaren-Regiment Nr. 1 di Danzig-Langfuhr, yang berlangsung di tahun 1912. Sang Kaisar berdiri di depan pintu, seperti biasa berpose dengan menekuk lengan kirinya yang berukuran lebih pendek dari lengan kanan. Di belakangnya berdiri Jenderal August von Mackensen, panglima pasukan kavaleri, sementara di samping kanan Kaisar adalah Kronprinz (Putra Mahkota) - yang sama-sama bernama Wilhelm - yang merupakan komandan dari 1. Leib-Husaren-Regiment Nr. 1. Dua orang gadis yang berdiri di tengah adalah, dari kiri ke kanan: putri sang Kaisar Prinzessin Viktoria Louise - yang merupakan perwira tituler Totenkopfhusaren - serta istri dari Kronprinz Wilhelm yang bernama Cecilie. Kaiserliche Armee (Angkatan bersenjata Kekaisaran Jerman) sendiri dilengkapi oleh tiga unit Hussar setingkat resimen, yaitu 1. Leib-Husaren-Regiment Nr. 1 dan Nr. 2 yang bermarkas di Danzig serta Braunschweigisches Husaren-Regiment Nr. 17 yang bermarkas di Brunswick. Simbol totenkopf (tengkorak) yang dikenakan oleh anggota-anggota unit Hussar ini kemudian ditiru oleh satuan SS (Schutzstaffel) dan sebagian resimen kavaleri Wehrmacht di era Nazi Jerman. BTW, Kaiser Wilhelm sengaja "mengusir" anak tertuanya untuk memimpin unit kavaleri di wilayah perbatasan demi untuk meredam kehebohan akibat serangkaian skandal perselingkuhan yang dilakukan oleh Kronprinz Wilhelm di Berlin!

---------------------------------------------------------------------------------------

INGGRIS


Charles William Vane, Marquess of Londonderry ke-3, KG, GCB, GCH, PC (lahir dengan nama Stewart; 1778-1854), adalah seorang bangsawan Anglo-Irlandia, tentara, dan politikus. Ia bertugas dalam Perang Revolusi Prancis, penumpasan Pemberontakan Irlandia 1798, dan Perang Napoleon. Ia menonjol sebagai seorang komandan kavaleri dalam Perang Semenanjung (1807–1814) di bawah Sir John Moore dan Duke of Wellington. Setelah mengundurkan diri dari jabatannya di bawah Wellington pada 1812, saudara tirinya Lord Castlereagh membantunya untuk memulai karier baru di bidang diplomatik. Stewart ditugaskan ke Berlin pada 1813, lalu menjadi duta besar di Austria, di mana Castlereagh menjadi utusan Inggris dalam Kongres Wina. Ia menikahi Lady Catherine Bligh pada 1804 dan kemudian, pada 1819, Lady Frances Vane-Tempest, seorang pewaris kaya, lalu mengubah nama belakangnya mengikuti nama istrinya, sehingga menjadi Charles Vane. Pada tahun 1822, ia menggantikan saudara tirinya sebagai Marquess of Londonderry ke-3, mewarisi tanah-tanah di utara Irlandia, di mana reputasinya menjadi buruk karena dikenal sebagai seorang tuan tanah yang tak kenal ampun selama berlangsungnya Kelaparan Besar. Reputasi yang sama juga tercermin dalam perannya sebagai seorang pengusaha tambang batu bara di tanah istrinya di County Durham, dimana ia menentang keras Undang-Undang Tambang yang baru pada tahun 1842, dan bersikeras atas haknya untuk terus menggunakan tenaga kerja anak-anak.


Pangeran Albert (1819-1861), suami Ratu Victoria, mengenakan seragam resimennya sendiri (11th Hussars), yang ikut berpartisipasi dalam "The Charge of the Light Brigade" (Serangan Brigade Ringan) yang terkenal. Ia dianugerahi kehormatan untuk boleh mengenakan celana merah marun untuk 11th Light Dragoons, setelah unit ini menjadi pengawal dalam pernikahannya dengan Ratu Victoria pada tahun 1840 (merah marun adalah warna seragam pribadinya). Pangeran Albert juga ditunjuk sebagai Kolonel Kehormatan resimen kavaleri ringan tersebut, yang kemudian berganti nama menjadi 11th Prince Albert's Own Hussars setelah kematian sang pangeran pada tahun 1861.


Foto dari Foto Cornet Henry John Wilkin yang sedang menunggang kuda dengan posisi menghadap ke kanan sebagian (1855). Ia mengenakan seragam militer lengkap dari resimennya, 11th Hussars, termasuk topi beruang dengan bulu hias. Tangan kanannya bertumpu pada pinggangnya, sementara tangan kirinya memegang tali kekang. Di sebelah kanan terdapat tenda, dan di belakang terlihat lereng bukit. Cornet Wilkin bertugas sebagai Dokter Bantu di Resimen 11th Hussars selama berlangsungnya Perang Krimea (1853-1856). Ia ikut serta dalam "The Charge of the Light Brigade" (Serangan Brigade Ringan) yang terkenal, yang merupakan bagian dari Pertempuran Balaclava. Sebagai seorang dokter bedah, ia tidak diharapkan untuk ikut menyerang bersama dengan regunya, namun ia tetap melakukannya. Wilkin bertugas di Krimea dari pendaratan pertama hingga akhir perang, dan kemudian bertugas bersama Resimen ke-7 Hussars di India, di mana ia terluka parah dalam pertempuran di Lucknow pada tahun 1857.



Pada tahun 1895, di usia 21 tahun, Winston Churchill memperoleh pangkat pertamanya—Cornet (setara dengan Letnan Dua), di 4th Queen’s Own Hussars Regiment, sebuah resimen kavaleri ringan Angkatan Darat Inggris. Tahap awal karier militernya ini sangat krusial: ia mulai mengenal dinas militer aktif, perjalanan ke luar negeri, peperangan, dan wawasan politik yang kemudian membentuk karakternya saat setelah menjadi politisi dan negarawan. Churchill lulus dari Royal Military College di Sandhurst pada tahun yang sama (1895), setelah hampir tidak diterima meskipun beberapa kali mencoba. Baru beberapa waktu ditugaskan, ia sudah mencari kesempatan untuk merasakan kancah pertempuran dan menonjolkan dirinya, baik sebagai prajurit maupun sebagai penulis. Ambisi besar untuk mengukir nama bagi dirinya sendiri sudah terukir jelas dari dini.

---------------------------------------------------------------------------------------

PRANCIS


Antoine-Charles-Louis, Comte de Lasalle (1775-1809) adalah adalah salah satu jenderal kavaleri paling legendaris dan flamboyan dalam Perang Napoleon, yang dikenal karena keberanian cenderung nekatnya, gaya hidupnya yang identik dengan miras dan duel, serta semboyannya yang terkenal, “Seorang hussar yang tidak mati sebelum usia tiga puluh adalah bajingan,” yang ironisnya menjadi nubuat bagi dirinya sendiri. Lasalle meniti karier militer sejak masa Revolusi Prancis, dan menjelma sebagai komandan kavaleri ringan yang sangat ditakuti musuh karena pola serangan kilatnya yang agresif dan penuh keberanian, khususnya dalam perang melawan Austria dan Prusia. Ia menorehkan prestasi besar dalam pertempuran Austerlitz (1805) dan kampanye militer di Prusia (1806), di mana keberanian pasukan hussar yang dipimpinnya sering kali menjadi penentu dalam pertempuran. Kepribadiannya yang karismatik, temperamental, kontroversial tapi sangat setia pada Napoleon membuatnya dicintai pasukan dan dihormati oleh para jenderal lain. Namun, sesuai nasib yang seakan dipilihnya sendiri, Lasalle gugur pada usia 34 tahun dalam Pertempuran Wagram (1809). Pada hari kedua pertempuran besar melawan Austria tersebut, Lasalle memimpin serangan kavaleri dengan keberanian khasnya, menerjang hujan peluru di dataran Marchfeld untuk memecah formasi musuh dan menyelamatkan infanteri Prancis yang sedang tertekan. Di tengah kekacauan pertempuran, ketika ia sedang memimpin langsung anak buahnya di garis depan, sebuah bola meriam menghantamnya, menewaskannya seketika di atas pelana kuda. Kabar kematiannya mengguncang tentara Prancis, bahkan Napoleon sendiri sangat terpukul telah kehilangan salah satu komandan kavalerinya yang paling berani dan karismatik.



Joachim Murat (1767-1815) adalah salah satu tokoh paling menarik dan kontroversial dalam era Perang Napoleon, yang terkenal bukan hanya karena keberaniannya yang luar biasa di medan tempur, tetapi juga karena penampilannya yang mencolok dengan seragam hussar (kavaleri ringan) yang dipenuhi bulu, emas, dan warna-warna mencolok. Lahir dari keluarga Prancis sederhana, Murat naik ke puncak kekuasaan berkat bakat militernya yang brilian dan pernikahannya dengan Caroline Bonaparte, adik Napoleon, yang menjadikannya bagian inti dari dinasti kekaisaran. Sebagai komandan kavaleri, ia memainkan peran krusial dalam kemenangan-kemenangan besar seperti Austerlitz, Jena, dan Eylau, di mana serangan kavaleri massal yang ia pimpin sering kali memecah garis musuh dan menentukan arah pertempuran. Pada 1808 ia diangkat menjadi Raja Napoli, namun kesetiaannya yang goyah terhadap Napoleon pada tahun-tahun terakhir Kekaisaran berujung pada kejatuhannya sendiri. Setelah kekalahan Napoleon, Murat ditangkap oleh pasukan Bourbon dan dieksekusi oleh regu tembak pada tahun 1815. Detik-detik menjelang hukuman mati, ia menolak untuk mengenakan penutup mata dan dengan tenang memberikan perintah terakhir kepada regu tembak, yang sebagian adalah mantan anak buahnya: “Rekan-rekan, bila kalian masih menghargaiku, maka bidik jantungku tapi jangan wajahku... Tembak!” sebuah kalimat yang kemudian menjadi legenda.

---------------------------------------------------------------------------------------

RUSIA


Evgraf Davydov (1775-1823)  adalah salah satu tokoh kavaleri Rusia paling menarik pada era Perang Napoleon, seorang perwira karismatik dari Resimen Kirasir yang dikenal disiplin kerasnya, keberanian spontan, dan naluri taktis yang tajam. Lahir dari keluarga bangsawan militer, Davydov tampil menonjol dalam berbagai kampanye militer besar Kekaisaran Rusia, terutama pada perang 1805–1814, di mana ia berkali-kali memimpin serangan kavaleri berat yang menjadi penentu dalam memecah formasi musuh. Ia tampil gemilang di Austerlitz, Friedland, dan terutama selama Invasi Prancis ke Rusia tahun 1812, saat pasukan yang dipimpinnya berulang kali menghantam korps kavaleri Prancis dalam pertempuran sengit di Smolensk dan Borodino. Sosoknya juga sering dikaitkan dengan semangat perlawanan Rusia, karena hubungannya dengan sang sepupu terkenal, penyair-gerilyawan Denis Davydov. Begitu sengit dan beraninya Davydov dalam medan pertempuran, sehingga dia harus kehilangan lengan kanan dan kaki kirinya akibat luka parah yang membuatnya diamputasi, tapi tetap memutuskan untuk tetap aktif di militer sampai dengan kematiannya di tahun 1823!


Sumber :
www.instagram.com
www.militarypaintings.blogspot.com

Divisi SS Leibstandarte dalam Fase Akhir kampanye militer Jerman di Yunani (1941)


Pada fase akhir invasi Jerman ke Yunani pada bulan April 1941, SS-Division (mot.) Leibstandarte SS Adolf Hitler (LSSAH) memainkan peran penting sebagai ujung tombak gerak maju di wilayah Yunani barat dan Peloponnese. Setelah menembus pertahanan Sekutu di Yunani tengah dan bergerak cepat melalui daerah pegunungan Phocis, unsur-unsur LSSAH mencapai wilayah sekitar Teluk Patras, dan di sana melakukan pertemuan simbolis dengan pasukan Italia yang sebelumnya tertahan di garis depan Albania–Yunani, termasuk satuan-satuan di bawah Jenderal Carlo Rossi. Pertemuan ini menandai berakhirnya peran dominan Italia di sektor tersebut serta peralihan penuh inisiatif operasi kepada Jerman (sekaligus menunjukkan kontras tajam antara kampanye militer Italia yang tersendat dari sejak 1940 dengan laju serbuan mekanis Jerman yang sangat cepat dalam hitungan minggu!).

Dengan jembatan-jembatan utama di Teluk Patras dan Teluk Korintus banyak yang telah dihancurkan oleh pasukan Sekutu yang mundur, LSSAH terpaksa melakukan penyeberangan improvisasi melintasi perairan Teluk Patras menggunakan feri, kapal nelayan, serta sarana angkut darurat yang direbut di pelabuhan-pelabuhan kecil. Setelah menyeberang, satuan-satuan Leibstandarte bergerak cepat memasuki Peloponnese, di mana mereka melakukan link-up dengan pasukan payung Fallschirmjäger yang sebelumnya diterjunkan untuk mengamankan titik-titik strategis, termasuk jalur-jalur pendekatan dan lapangan terbang penting. Koordinasi antara pasukan bermotor SS di darat dan pasukan lintas udara ini memungkinkan Jerman menutup hampir semua rute mundur Sekutu di semenanjung tersebut.

Tahap akhir operasi ditandai oleh pengejaran agresif terhadap pasukan Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang mundur tergesa-gesa menuju pelabuhan-pelabuhan evakuasi seperti Kalamata, Patras, dan Navplion. LSSAH, dengan mobilitas tinggi dan dukungan artileri serta unsur pengintai bermotor, terus menekan unit penjaga belakang Sekutu, memaksa mereka meninggalkan sejumlah besar kendaraan, persenjataan, dan perbekalan. Walaupun sebagian besar pasukan Inggris berhasil dievakuasi oleh Angkatan Laut Kerajaan, tekanan beruntun dari Leibstandarte dan satuan-satuan Jerman lainnya menyebabkan ribuan tentara Sekutu tertangkap di Peloponnese. Operasi ini menutup kampanye militer di Yunani dengan kemenangan cepat bagi Jerman, sekaligus mengukuhkan reputasi LSSAH sebagai satuan serbu elit yang efektif selain dari unit standar Heer (Angkatan Darat).


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 557 - 7 Mei 1941

Saturday, November 29, 2025

Kapal Selam Jepang dalam Perang Dunia II


Satuan kapal selam Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun Sensuikan Butai) merupakan salah satu armada bawah laut paling inovatif namun juga paling kontroversial dalam Perang Dunia II, dengan strategi yang sangat berbeda dari Jerman dan Sekutu Barat. Jepang memandang kapal selam bukan terutama sebagai senjata perang dagang untuk menghancurkan logistik musuh, melainkan sebagai bagian dari armada tempur utama yang bertugas memburu kapal perang musuh, terutama kapal induk dan kapal perang Amerika Serikat. Sejak awal perang Pasifik, Jepang telah mengoperasikan puluhan tipe kapal selam dari kelas besar jarak jauh seperti I-class hingga kapal selam mini (Ko-hyōteki), yang digunakan dalam serangan mendadak di Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Kapal selam Jepang terkenal memiliki jangkauan operasi yang sangat jauh—bahkan mampu beroperasi hingga pesisir Amerika dan Samudra Hindia—serta dilengkapi torpedo Type 95 berbasis oksigen murni yang sangat cepat dan mematikan.

Yang paling mengesankan secara teknis adalah kapal selam raksasa kelas I-400 (Sentoku), kapal selam terbesar di dunia hingga era nuklir, yang dirancang sebagai “kapal induk bawah laut” dengan kemampuan membawa tiga pesawat pengebom lipat Aichi M6A Seiran! Kapal ini dibuat untuk melancarkan serangan strategis kejutan terhadap target jauh seperti Terusan Panama, namun rencana tersebut tidak pernah terealisasi karena situasi perang yang keburu memburuk bagi Jepang pada tahun 1945. Selain itu, Jepang juga mengembangkan berbagai jenis kapal selam khusus: kapal selam pengintai, kapal selam pengangkut logistik untuk garnisun terpencil, hingga kapal selam pembawa senjata rahasia. Dalam praktiknya, kapal selam Jepang lebih sering digunakan untuk pengintaian, serangan terbatas terhadap kapal perang, serta misi pasokan ke pulau-pulau yang telah terisolasi oleh blokade Sekutu.

Pada tahap akhir perang, keterdesakan Jepang melahirkan senjata ekstrem berupa Kaiten, torpedo berawak yang dikendalikan pilot bunuh diri dari dalam, yang diluncurkan dari kapal selam induk. Kaiten digunakan dalam beberapa serangan terhadap armada Sekutu sejak tahun 1944, termasuk di perairan Filipina dan Okinawa, dengan hasil militer yang sangat terbatas tetapi korban jiwa yang besar di pihak Jepang. Selain Kaiten, Jepang juga mengoperasikan kapal selam mini untuk misi infiltrasi pelabuhan dan sabotase, meski efektivitasnya relatif rendah dibandingkan biaya dan risiko yang ditanggung awak.

Meskipun memiliki teknologi canggih dan awak yang terlatih, satuan kapal selam Jepang gagal memberikan dampak strategis besar seperti yang dicapai U-Boat Jerman di Atlantik. Kegagalan ini terutama disebabkan oleh doktrin yang keliru, kurangnya fokus pada perang logistik terhadap kapal pengangkut Sekutu, serta semakin unggulnya teknologi anti-kapal selam Amerika seperti radar, sonar, dan pengawalan konvoi terpadu. Pada akhir perang, lebih dari separuh armada kapal selam Jepang hancur bersama sebagian besar awaknya. Namun demikian, dalam sejarah perang laut, kapal selam Jepang tetap dikenang karena jangkauan operasinya yang luar biasa, desain inovatif seperti kelas I-400, serta penggunaan senjata ekstrem seperti Kaiten.


Sumber :
The World War II Foundation

Friday, November 28, 2025

Serangan Pasukan Parasut Dai Nippon ke Kilang Minyak Palembang (1942)


Serangan pasukan parasut Jepang ke kilang minyak Palembang pada bulan Februari 1942 merupakan salah satu operasi udara paling berani dalam kampanye penaklukan Hindia Belanda, dan dikenal sebagai bagian dari Operasi L untuk merebut sumber minyak vital di Sumatra.

Pada tanggal 14 Februari 1942, satuan lintas udara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (Teishin Shudan) diterjunkan langsung di sekitar kilang minyak Pladjoe (P1) dan Sungai Gerong (P2), fasilitas strategis milik Belanda yang menjadi jantung produksi bahan bakar di Asia Tenggara. Penerjunan ini direncanakan dengan sangat baik, dimana 425 prajurit dari Resimen Serbu Para ke-1 merebut landasan udara Palembang, sementara para penerjun payung dari Resimen Serbu Para ke-2 merebut kota dan kilang minyak pentingnya. Operasi ini juga mendapat dukungan serangan udara intensif, yang melumpuhkan pertahanan KNIL serta pesawat-pesawat Sekutu di sekitar Palembang. Meskipun pihak Belanda telah menyiapkan rencana bumi hangus dan berhasil merusak sebagian instalasi penting sebelum kilang jatuh ke tangan musuh, penerjunan pasukan dari udara benar-benar mengejutkan pertahanan setempat, karena merupakan operasi lintas udara besar pertama Jepang dalam Perang Dunia II.

Setelah pertempuran sengit melawan pasukan KNIL dan bantuan terbatas dari penerbang Sekutu, pasukan Jepang berhasil menguasai zona kilang dan jembatan-jembatan penting di Sungai Musi, lalu diperkuat oleh pendaratan pasukan laut beberapa hari kemudian. Kejatuhan Palembang bukan hanya mempercepat runtuhnya pertahanan Hindia Belanda di Sumatra, tetapi juga memberi Jepang akses langsung terhadap pasokan minyak yang sangat dibutuhkan untuk menopang mesin perangnya di Pasifik.


Sumber :
Look in the Past War Archives

Pertempuran Stettin dan Ritterkreuzträger Willy Schmückle (1945)


Pertempuran memperebutkan pangkal jembatan Stettin (Stettiner Brückenkopf) pada bulan Maret 1945 merupakan bagian penting dari ofensif besar Tentara Merah di wilayah Pomerania dan garis pertahanan terakhir Jerman di sepanjang Sungai Oder menjelang runtuhnya Reich Ketiga. Setelah keberhasilan Soviet menembus pertahanan Jerman dalam Operasi Pomerania Timur, pasukan Front Belorusia ke-2 di bawah Marsekal Konstantin Rokossovsky berupaya menguasai dan memperluas pangkal jembatan di tepi barat Oder guna membuka jalan langsung ke Stettin—pelabuhan strategis dan gerbang menuju Mecklenburg serta Berlin dari arah utara. Pangkal jembatan ini dipertahankan dengan gigih oleh unsur-unsur dari 3. Panzerarmee Jerman, sisa-sisa unit infanteri yang telah hancur, Volkssturm, artileri benteng, serta sejumlah kecil kendaraan lapis baja, yang bertempur dalam kondisi kekurangan amunisi dan logistik akibat serangan udara dan artileri Soviet yang berlangsung terus-menerus. Pertempuran berlangsung sengit di medan rawa, kanal, dan desa-desa yang hancur, dengan pertempuran infanteri jarak dekat dan serangan artileri berat yang menghancurkan garis pertahanan Jerman sedikit demi sedikit. Pada akhir Maret 1945, keunggulan mutlak Soviet dalam jumlah pasukan, tank, dan dukungan udara memaksa Jerman mundur, sehingga pangkal jembatan Stettin berhasil diamankan dan diperluas oleh Tentara Merah, membuka jalur langsung bagi penyerbuan terakhir ke wilayah Jerman utara dan mempercepat jatuhnya Stettin ke tangan Soviet pada bulan April 1945.

Dalam pertempuran ini, Fahnenjunker-Oberfeldwebel Willy Schmückle (Chef 6.Kompanie / II.Bataillon / Fahnenjunker-Regiment 1241 / Panzergrenadier-Division "Kurmark") dianugerahi medali bergengsi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 15 Maret 1945, sebagai penghargaan atas kepahlawanannya. Ketika situasi militer Jerman sudah hampir sepenuhnya runtuh di Stettin. Saat itu Schmückle, yang memimpin satuan tempur lapis baja dan infanteri improvisasi (Kampfgruppe), menonjol karena kepemimpinan langsung di garis depan, keberanian pribadi dalam menahan serangan tank dan infanteri Soviet yang berulang-ulang, serta kemampuannya mempertahankan posisi penting meskipun dalam kondisi kekurangan amunisi, bahan bakar, dan tanpa dukungan memadai. Dalam beberapa aksi, ia dilaporkan memimpin pertahanan jarak dekat, mengoordinasikan tembakan antitank, dan beberapa kali menggagalkan terobosan Soviet ke arah Stettin. Atas rangkaian aksi heroik tersebut, ia direkomendasikan oleh komando 3. Panzerarmee untuk mendapatkan Ritterkreuz, yang kemudian mendapat persetujuan dari OKW (Oberkommando der Wehrmacht).


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Festung Königsberg (1945)


Festung (Benteng) Königsberg di tahun 1945 merupakan salah satu episode paling tragis dari runtuhnya pertahanan Jerman di Front Timur, ketika Königsberg (ibu kota Prusia Timur) dikepung dan diserbu oleh Tentara Merah dalam operasi militer yang berlangsung dari akhir Januari s/d 9 April 1945, yang membuat kota ini terisolasi dari wilayah utama Reich selama berbulan-bulan lamanya. Königsberg dipertahankan sebagai “benteng” atas perintah Hitler, di bawah komando General der Infanterie Otto Lasch, yang memimpin sekitar 100.000 prajurit Wehrmacht, SS, Volkssturm, serta puluhan ribu warga sipil yang terperangkap di dalamnya, sementara Gauleiter Prusia Timur, Erich Koch, justru meninggalkan wilayah tersebut lebih awal demi menyelamatkan diri, sebuah tindakan yang kemudian banyak dikritik sebagai bentuk pengabaian terhadap penduduk yang ia pimpin.

Serangan besar penghabisan Soviet dimulai pada tanggal 6 April 1945 dengan artileri berat, pemboman udara intensif, dan serbuan infanteri dari tiga arah yang secara sistematis menghancurkan garis pertahanan luar, benteng abad ke-19, serta kawasan perkotaan Königsberg, hingga perlawanan Jerman runtuh dalam pertempuran jalanan yang brutal. Menyadari bahwa perlawanan lebih lanjut hanya akan menyebabkan pembantaian sia-sia terhadap pasukan dan warga sipil yang tersisa, Jenderal Lasch akhirnya memutuskan untuk menyerah pada tanggal 9 April 1945 tanpa persetujuan Hitler, sebuah keputusan yang menyelamatkan ribuan nyawa tetapi membuatnya dijatuhi hukuman mati secara in absentia oleh rezim Nazi.

Jatuhnya Königsberg menandai kehancuran simbolik pusat Prusia Timur, membuka jalan bagi pendudukan Soviet, serta mengakhiri eksistensi kota Jerman tersebut, yang kemudian diubah menjadi Kaliningrad sebagai bagian dari Uni Soviet pascaperang.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Thursday, November 27, 2025

Festung Breslau (1945)


Festung (Benteng) Breslau di tahun 1945 merupakan salah satu episode paling getir dan berdarah dari pertahanan terakhir Jerman di Front Timur, ketika kota Breslau (kini Wrocław, Polandia) dinyatakan sebagai “benteng” yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan atas perintah Hitler dan dipimpin oleh Gauleiter Silesia, Karl Hanke. Sejak bulan Januari 1945, ketika Tentara Merah melancarkan ofensif besar menuju Sungai Oder, Hanke memerintahkan evakuasi paksa sebagian penduduk sipil dalam kondisi musim dingin yang brutal, yang menyebabkan ribuan korban jiwa di perjalanan, sementara ribuan lainnya justru dipaksa tinggal untuk membantu pertahanan. Breslau dikepung sepenuhnya oleh pasukan Front Ukraina Pertama Soviet sejak bulan Februari 1945, namun Hanke bersama garnisun Wehrmacht, SS, Volkssturm, dan pemuda Hitlerjugend tetap bertahan di tengah kota yang telah hancur akibat tembakan artileri dan serangan udara tanpa henti. Infrastruktur porak poranda, persediaan makanan dan obat-obatan menipis, namun pasukan bertahan Breslau terus mengobarkan perlawanan super fanatik. Satu hari sebelum Jerman secara resmi menyerah pada tanggal 7 Mei 1945, barulah Breslau menyerah kepada pasukan Soviet pada 6 Mei 1945 setelah 2 bulan 24 hari bertahan, yang menjadikannya salah satu benteng terakhir yang jatuh ke tangan musuh. Karl Hanke sendiri melarikan diri dengan pesawat kecil, namun kemudian tertangkap dan tewas di tangan partisan Ceko. Pertempuran Festung Breslau menewaskan 6.000 prajurit dan 80.000 warga sipil Jerman, sementara pihak penyerang Soviet sendiri kehilangan 60.000 prajuritnya yang tewas, luka dan ditawan.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Evakuasi Penduduk Prusia Timur Menggunakan Kapal Laut Kriegsmarine (1945)


Evakuasi penduduk Prusia Timur melalui laut oleh Kriegsmarine pada musim semi 1945 merupakan salah satu operasi penyelamatan manusia terbesar dalam sejarah, yang dilakukan di tengah runtuhnya pertahanan Jerman akibat serbuan besar-besaran Tentara Merah dalam Ofensif Prusia Timur. Jutaan warga sipil—terutama perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia—melarikan diri dari kekerasan, pembalasan, dan kehancuran dengan menumpang kapal perang, kapal penumpang, kapal kargo, hingga kapal nelayan yang berlayar dari pelabuhan seperti Königsberg, Danzig, dan Gotenhafen menuju Jerman bagian barat. Operasi ini sering dikaitkan dengan Operasi Hannibal, di mana dalam kondisi cuaca dingin ekstrem, kekurangan bahan bakar, serta serangan udara dan laut Soviet, lebih dari dua juta orang berhasil dievakuasi, meskipun ribuan lainnya tewas dalam tragedi tenggelamnya kapal-kapal seperti Wilhelm Gustloff, Steuben, dan Goya.


Sumber:
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Wednesday, November 26, 2025

Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) No. 710 - 12 April 1944


Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) adalah judul dari seri film berita terpadu yang dirilis di bioskop-bioskop Jerman Nazi dari bulan Juni 1940 hingga akhir Perang Dunia II, dengan edisi terakhir yang diterbitkan pada tanggal 22 Maret 1945. Produksi film berita yang terkoordinasi ini dibuat sebagai instrumen penting untuk distribusi massal propaganda Nazi di masa perang.

Isi dari Die Deutsche Wochenschau No. 710 - 12 April 1944 :

00:41 - Ulang tahun ke-65 dari penyair August Hinrichs.
01:51 - Prajurit-prajurit Jerman yang terluka menonton pertunjukan di Teater Petani Schliersee.
03:14 - Pertunjukan balet Kroasia di Wina, Austria.
04:03 - Perlombaan lari lintas alam di Kolberg.
05:02 - Sekolah memahat kayu untuk anak-anak di Pirna, Elbe.
06:15 - Propaganda untuk tidak sembarangan berbicara di tengah peperangan.
06:33 - Lahan pertanian rusak yang telah diperbaiki diberikan kembali ke petani di Lorraine, Prancis.
07:15 - Sindiran kepada musuh yang mengklaim bisa mengganti kerusakan karya seni dengan uang.
09:07 - Oberst Heinz Trettner menganugerahkan medali kepada para prajuritnya di Nettuno, Italia.
10:03 - Kegiatan para awak Flak 88 di Italia saat bersantai dan tidak ada tugas.
11:39 - Kerjasama pesawat pengintai Junkers Ju 88 dan meriam artileri berat di Anzio, Front Italia.
14:50 - Serangan pasukan Jerman melintasi danau Pleipus yang membeku di Narva.
16:43 - Kapal Kriegsmarine berduel artileri dengan pos meriam Soviet di lepas pantai Narva.
17:45 - Wawancara Generalleutnant Kurt Dittmar dengan Major Hans-Ulrich Rudel.
20:25 - Aksi pesawat serang-darat Henschel Hs-129 saat menghancurkan tank-tank Soviet.


Sumber :
Bundesarchiv via XX History Footage
www.archive.org

Monday, November 24, 2025

Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) No. 623 - 12 Agustus 1942


Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) adalah judul dari seri film berita terpadu yang dirilis di bioskop-bioskop Jerman Nazi dari bulan Juni 1940 hingga akhir Perang Dunia II, dengan edisi terakhir yang diterbitkan pada tanggal 22 Maret 1945. Produksi film berita yang terkoordinasi ini dibuat sebagai instrumen penting untuk distribusi massal propaganda Nazi di masa perang.

Isi dari Die Deutsche Wochenschau No. 623 - 12 Agustus 1942 :

00:52 - Albert Kesselring menginspeksi unit Luftwaffe di Italia Selatan yang akan menyerbu Malta.
04:06 - Kondisi Benteng Atlantik Wall di sepanjang pantai Eropa Utara dan Prancis.
06:49 - Kereta api pribadi Reichsmarschall Hermann Göring dalam perjalanan ke Timur.
07:32 - Upacara medali di Führerhauptquartier untuk jagoan udara Viktor Bauer dan Erwin Clausen.
08:09 - Perjalanan inspeksi Jenderal Hiroshi Oshima, Duta Besar Jepang untuk Jerman, ke Front Timur.
08:54 - Situasi pertempuran terkini di Volkhov, sektor utara Front Timur.
08:54 - Georg von Küchler bertemu dengan Walter Graf von Brockdorff-Ahlefeldt di Volkhov.
16:51 - Situasi pertempuran terkini di sektor tengah Front Timur.
19:57 - Pemberian medali kepada awak anti-tank yang menghancurkan 11 tank Soviet.
20:26 - Situasi pertempuran terkini di sektor selatan Front Timur selama berlangsungnya Fall Blau.
23:03 - Aksi Divisi Grossdeutschland dalam gerak maju antara Don dan Kuban.
27:48 - Gerak maju menuju Manyish, perbatasan antara Eropa dan Asia.



Sumber :
Bundesarchiv via XX History Footage
www.archive.org

Sunday, November 23, 2025

Ernst Tiburzy, Peraih Ritterkreuz Pertama dari Volkssturm (1945)


Ernst Tiburzy (1911-2004) adalah seorang Volkssturmführer Jerman yang dikenal karena keberaniannya dalam Pertempuran Königsberg pada bulan Januari 1945, ketika pasukan Soviet mendekati Prusia Timur. Meski hanya memimpin satuan Volkssturm yang sebagian besar terdiri dari warga sipil dan pria berusia lanjut, Tiburzy menunjukkan ketangguhan luar biasa dengan memanfaatkan taktik bertahan kota yang agresif, termasuk penggunaan Panzerfaust dalam jarak dekat untuk menahan serangan kendaraan lapis baja. Dalam salah satu aksi paling terkenal, ia berhasil menghancurkan tiga tank Soviet dengan tangannya sendiri, sebuah pencapaian langka bagi pasukan Volkssturm yang minim pelatihan. Atas tindakannya yang dianggap luar biasa tersebut, Tiburzy dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 10 Februari 1945 sebagai Major dan Bataillonsführer Volkssturm-Bataillon 25/82 / Festung Königsberg, menjadikannya salah satu dari hanya empat orang anggota Volkssturm yang menerima penghargaan bergengsi tersebut.

Berikut ini adalah cuplikan koran lokal (tertanggal 3 Maret 1945) yang menjelaskan mengapa Tiburzy dianugerahi Ritterkreuz:

“Peraih Ritterkreuz pertama dari Volkssturm:

Setelah pihak Bolsewik menembus pertahanan Jerman di wilayah Königsberg, komandan Batalyon Volkssturm, SA-Hauptsturmführer Tiburzy (yang sebelumnya terluka parah selama kampanye militer di Front Timur), kemudian memimpin serangan balasan dengan pasukan penyerbu berjumlah kecil. Prajurit-prajurit Volkssturm berhasil merebut parit pertahanan musuh dengan bermodalkan Panzerfaust dan granat tangan. Dalam prosesnya, Tiburzy menghancurkan dua tank Soviet T-34 menggunakan Panzerfaust. Dua hari kemudian, saat pihak Soviet melancarkan serangan baru terhadap posisi pertahanan Volkssturm dengan menggunakan gabungan tank dan infanteri, Tiburzy memimpin batalyonnya untuk melancarkan serangan balasan atas inisiatif sendiri. Dalam pertempuran yang terjadi, ia secara pribadi menghancurkan tiga tank T-34 tambahan dalam pertempuran jarak dekat, sementara situasi berhasil dipulihkan kembali. Karena alasan inilah, Hauptsturmführer Tiburzy dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes oleh sang Führer.”


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945
www.tracesofwar.com

Baukommando Becker / Sturmgeschütz-Abteilung 200 (1944)


Alfred Becker (1899-1981) adalah seorang insinyur dan perwira artileri Wehrmacht. Selama Perang Dunia II, ia dikirim ke Prancis dan membentuk sebuah unit terkenal “Baukommando Becker”, yang mengubah tank dan traktor Prancis bekas menjadi penghancur tank dan artileri swagerak.

Karena hampir seluruh produksi tank Jerman selama Perang Dunia II dikirim ke Front Timur, pasukan pendudukan Jerman di Barat hampir tidak memiliki tank berkualitas yang tersedia. Becker dan unitnya, Sturmgeschütz-Abteilung 200 (Detasemen Senjata Serbu 200), sebagian besar menggunakan sasis tank ringan Prancis seperti Hotchkiss H39 dan Somua FCM 36, yang dilengkapi dengan meriam buatan Jerman seperti 7,5cm PaK 40, 10,5cm leFH 18, dan senjata lainnya, untuk memberikan pasukan pendudukan yang ditempatkan di Prancis setidaknya beberapa bentuk perlindungan tambahan. Semua mesin perang hasil modifikasi ini ditempatkan di 21. Panzer-Division, terutama StuG-Abt.200.

Secara keseluruhan, unit Becker memproduksi sekitar 1.800 kendaraan perang yang telah dimodifikasi, meskipun ini juga termasuk banyak truk dan kendaraan setengah roda yang tidak dipersenjatai. Sebagian besar mesin perang hasil modifikasi ini nantinya menjadi korban dalam pertempuran di Normandia pada musim panas 1944. Becker sendiri ditangkap oleh Sekutu di Belgia pada bulan November 1944.

Meskipun laporan pertempuran mengenai unit-unit bersenjatakan mesin perang hasil modifikasi ini terbilang langka dan sulit ditemukan - sehingga efektivitas tempurnya sulit dinilai - tapi mereka relatif terkenal di kalangan sejarawan Perang Dunia II, karena penampilan uniknya yang tidak dijumpai di unit-unit lainnya.

Ini adalah video yang dibuat oleh anggota Sturmgeschütz-Abteilung 200, yang menampilkan proses konversi, tank-tank yang sudah selesai, serta latihan perang menggunakannya.


Sumber :
German WWII Archive

Kunjungan Rommel ke Markas 21. Panzer-Division di Prancis (1944)


Pada hari Selasa tanggal 30 Mei 1944, setelah menyaksikan demonstrasi proyektor asap dan peluncur roket multi-peluru kaliber 80mm di pantai Riva-Bella, Caen (Prancis), pada sore harinya Generalfeldmarschall Erwin Rommel (Oberbefehlshaber Heeresgruppe B und Generalinspekteur der Küstenbefestigungen West) melanjutkan kunjungannya dengan memeriksa mesin-mesin perang milik 21. Panzer-Division di hutan Bois de Lébisey, Hérouville-Saint-Clair (6 km sebelah utara Caen), dan merupakan kunjungan kedua Rommel ke divisi tersebut setelah kunjungan pertamanya di Rouen pada tanggal 18 Mei 1944. Kunjungan ini dilakukan sebagai bagian dari upayanya untuk memperkuat pertahanan Pasukan Jerman di Prancis, menjelang invasi Sekutu yang ia yakini sudah sangat dekat waktunya

Dalam kunjungan ini, Rommel memfokuskan inspeksinya ke deretan artileri swagerak milik Sturmgeschütz-Abteilung 200, yang merupakan bagian dari 21. Panzer-Division. Komandan detasemen ini, Major Alfred Becker (1899-1981), adalah seorang insinyur jenius yang ahli memodifikasi mesin-mesin perang peninggalan Prancis dan memadukannya dengan senjata buatan Jerman, sehingga menciptakan mesin perang baru yang tak dimiliki oleh divisi-divisi lain di seantero Wehrmacht dan Waffen-SS.

Selain itu, Rommel juga meninjau langsung posisi artileri tersembunyi, jaringan parit yang digali untuk memperkuat pertahanan statis, serta penempatan tank-tank dari jenis Panzer IV yang disamarkan dengan dedaunan. Ia juga berdiskusi dengan komandan Divisi Panzer ke-21, Generalmajor Edgar Feuchtinger, dan para komandan resimen/batalyon mengenai kesiapan tempur mereka, khususnya soal respons cepat terhadap pendaratan Sekutu di pesisir Normandia. Rommel menekankan pentingnya menghancurkan pasukan musuh di pantai, sebelum mereka mampu membentuk jembatan pasukan, sembari mengkritik kekurangan amunisi, mobilitas yang terbatas, serta ketergantungan pada unit-unit statis yang tidak cukup berkualitas. Kunjungan tersebut memperlihatkan keprihatinan Rommel atas lemahnya koordinasi antara Luftwaffe, Wehrmacht, dan benteng-benteng pantai, sekaligus menegaskan bahwa 21. Panzer Division—satu-satunya divisi panzer yang ditempatkan dekat pantai Normandia—akan memegang peranan besar dalam menahan serbuan Sekutu yang akhirnya benar-benar datang hanya berselang seminggu kemudian, pada tanggal 6 Juni 1944.


Sumber :
German WWII Archive

Upacara Medali terakhir Hitler, dalam Film Downfall dan Aslinya

Upacara penganugerahan terakhir Hitler ini diselenggarakan di taman Reichskanzlei (Kekanseliran) yang terletak di Voßstraße di Berlin, dan para penerimanya adalah anggota unit tempur Hitlerjugend-SS yang menerima Eisernes Kreuzes dari tangan Panglima Hitlerjugend, Reichsjugendführer Artur Axmann, dan kemudian mendapat ucapan selamat dari Sang Führer. Selain film, terdapat juga enam buah foto dari upacara yang tercatat sebagai PENAMPILAN RESMI TERAKHIR HITLER UNTUK KAMERA. Sebagai fotografernya adalah asisten dari fotografer pribadi Hitler, Heinrich Hoffmann, dan kini foto-fotonya berada di arsip koleksi Dr. Gustav Wrangel.

Dikabarkan bahwa para anak muda tersebut berdiri selama kurang lebih sejam demi menunggu Sang Führer untuk menginspeksi mereka. Tak ada data jelas apakah para bocah-bocah pemberani ini kemudian selamat dari peperangan yang brutal. Yang jelas, salah seorang di antaranya, Armin Lehmann, berhasil selamat dan kemudian menuliskan pengalamannya di masa perang dalam sebuah buku. Lehmann tetap tinggal di Berlin sebagai staff dari Artur Axmann dengan tugas sebagai pengantar berita antara markas Axmann dengan Führerbunker. Dia juga tinggal di ruang radio Kriegsmarine untuk mengantarkan pesan-pesan radio. Setelah perang dia tinggal di Amerika Serikat. Satu yang perlu diketahui dari keterangan yang diberikan oleh Armin Lehmann: TIDAK ADA satupun foto yang diketahui - yang memperlihatkan acara tatap-muka Hitler dengan HJ - yang bertanggal 20 April 1945 (ulang tahun Hitler), seperti salah kaprah yang beredar luas. Semua foto dan video yang tersisa memperlihatkan acara pada tanggal 19 Maret di Ehrenhof, Reichskanzlei. Memang ada keterangan bahwa Hitler mengadakan pula acara tatap muka yang sama pada tanggal 20 April 1945 - dimana kedua upacara ini sering tertukar tempat dan membuat orang bingung - tapi satu yang pasti: upacara tanggal 20 April 1945 tidak melibatkan satu orang fotografer atau kameraman pun!

Yang menarik adalah, Lehmann mengenang bahwa dia terkejut melihat penampilan Hitler dalam upacara ini. Sang Führer tampak terlihat ringkih, lemah dan bungkuk. Tangan kirinya bergetar hebat sehingga dia menutupinya dengan selalu menyilangkannya di belakang. Dia gemetaran bukan karena takut akan pasukan Rusia yang sudah mengelilinginya, melainkan karena akibat dari gejala Parkinson yang dideritanya, yang semakin menghebat setelah peristiwa 20 Juli 1944 (Pemberontakan Stauffenberg dkk). Ini juga yang tampaknya menjadi penyebab mengapa Hitler memutuskan untuk tetap tinggal di Berlin dan tidak melarikan diri. Kesehatannya begitu buruk sehingga diragukan dia bisa bertahan apabila harus berjalan jauh atau bersembunyi di tempat sempit demi menghindari kejaran pasukan musuh.

Cuplikan Terbaik Film 'The Brest Fortress' (2010)

The Brest Fortress / Fortress of War (2010) adalah film perang Rusia-Belarus yang merekonstruksi secara dramatis dan emosional pertempuran heroik di Benteng Brest pada Juni 1941, saat pasukan Soviet yang terkejut oleh serangan awal Operasi Barbarossa mempertahankan posisi mereka melawan serbuan Wehrmacht yang jauh lebih kuat. Disutradarai Alexander Kott, film ini menonjol berkat penggambaran detail atmosfer pertempuran jarak dekat, kehancuran yang realistis, serta fokus pada tiga titik pertahanan utama—Benteng Kobrin, Barak Timur, dan Gerbang Terowongan—yang dipertahankan para serdadu, termasuk tokoh nyata seperti Mayor Gavrilov, Letnan Fomin, dan Sersan Kizhevatov. Dengan sudut pandang narasi seorang anak musik resimen yang menyaksikan langsung kegigihan para pembela, film ini menekankan keberanian tragis para prajurit yang bertahan hingga detik terakhir, sekaligus menghadirkan kisah kepahlawanan yang tetap dikenang dalam sejarah Front Timur.


PASUKAN BRANDENBURGER MENYUSUP KE STASIUN KERETA API BREST


PASUKAN INFANTERI JERMAN BERGERAK MEMASUKI BENTENG BREST


SANDERA


TANK JERMAN VS INFANTERI RUSIA


UPAYA MENEROBOS KEPUNGAN JERMAN


DIBOM DAN DIBAKAR


PERLAWANAN RUSIA BERAKHIR

Sunday, November 16, 2025

Pelatihan Panzerfaust untuk Warga Sipil Jerman (1945)


Pada tahun 1945, ketika situasi Perang Dunia II semakin memburuk bagi Jerman, rezim Nazi mulai menggelar program darurat pelatihan Panzerfaust bagi warga sipil—termasuk anggota Volkssturm, remaja Hitlerjugend, hingga pria lansia yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman militer—untuk menghadapi maju­nya pasukan Sekutu dan Soviet di semua front. Pelatihan ini berlangsung secara tergesa-gesa di kota-kota yang terancam, biasanya dilakukan di lapangan terbuka atau halaman sekolah, dengan instruktur dari Wehrmacht yang memberikan penjelasan singkat tentang cara menggunakan Panzerfaust—senjata anti-tank sekali pakai yang sederhana namun berdaya hancur tinggi. Para peserta diajarkan teknik membidik, jarak tembak efektif sekitar 30–60 meter, prosedur keselamatan agar tidak terkena semburan balik roket, serta taktik penyergapan tank musuh dari sudut bangunan atau reruntuhan kota. Meskipun pelatihan ini digambarkan propaganda sebagai “pertahanan rakyat terakhir,” kenyataannya banyak peserta yang nyaris tidak siap menghadapi pertempuran nyata, sehingga program ini mencerminkan putus asa­nya Jerman pada bulan-bulan terakhir perang dan tragisnya upaya memobilisasi penduduk sipil dalam kancah peperangan yang hampir pasti akan berakhir dalam waktu dekat dengan kekalahan.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Egon Aghta, Master Penjinak Bom (1945)

Hauptmann Egon Aghta (1918-1945) dikenal sebagai seorang master penjinak bom Jerman yang bekerja pada masa Perang Dunia II, menjalankan tugas yang menuntut keberanian luar biasa di tengah meningkatnya intensitas pengeboman Sekutu. Sebagai anggota tim penjinak bahan peledak, ia kerap beroperasi di kawasan industri dan pemukiman yang hancur, di mana bom-bom tak meledak—termasuk model berpenunda waktu dan pemicu sensitif—menjadi ancaman mematikan bagi warga sipil maupun pasukan. Dalam tugasnya, Agtha harus mengandalkan ketelitian teknis, pemahaman mendalam terhadap mekanisme sekering musuh, serta ketenangan mutlak saat bekerja hanya beberapa sentimeter dari potensi ledakan besar. Sosoknya kemudian dikenal sebagai representasi pekerja teknis yang berhadapan langsung dengan risiko ekstrem setiap hari, mencerminkan bahwa garis depan perang tidak hanya berada di parit, tetapi juga di antara puing-puing kota yang masih menyimpan bahaya tersembunyi.


Biografinya bisa dilihat DISINI.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 755 - 22 Maret 1945

Friday, November 14, 2025

"Straßen machen Freude" (Jalan Membawa Bahagia), Film Propaganda Jerman tentang Autobahn (1939)

Film pendek propaganda Jerman “Straßen machen Freude” (Jalan Membawa Bahagia) diproduksi pada tahun 1939 dan disutradarai oleh Richard Scheinpflug atas arahan dari Kementerian Propaganda yang dipimpin oleh Joseph Goebbels. Film ini menyoroti proyek pembangunan Reichsautobahn, jaringan jalan raya monumental yang menjadi simbol kemajuan ekonomi dan kebanggaan nasional Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler.

Berlawanan dengan anggapan umum, Nazi tidak membangun sistem jalan tol pertama di Eropa atau bahkan di Jerman. Fasis Italia sudah memiliki sistem jalan tol modern pada awal tahun 1930-an, dan jalan tol pertama di Jerman adalah yang saat ini menjadi Federal Autobahn 555, yang menghubungkan kota Köln dan Bonn dan diresmikan pada bulan Agustus 1932.

Meskipun demikian, pihak Nazi secara besar-besaran memprioritaskan pembangunan jalan tol di seluruh Jerman, dan hingga pecahnya Perang Dunia II, 3.300 kilometer panjang jalan tol telah dibangun. Banyak dari jalan-jalan ini masih digunakan (meskipun telah direnovasi) dalam jaringan jalan tol modern negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Austria, Ceko, dan Polandia.  

Alasan utama Hitler dalam membangun jalan-jalan ini adalah untuk mengurangi pengangguran massal di Jerman, dengan mempekerjakan ratusan ribu orang dalam proses pembangunannya (ada juga argumen lain yang mengklaim bahwa pembangunan Autobahn memiliki alasan militer; meskipun sebagian besar sejarawan tidak sependapat dengan hal tersebut).

Propaganda Nazi, seperti yang terlihat dalam film ini, secara intensif menampilkan jaringan jalan Autobahn, dengan menggambarkannya sebagai sarana untuk menjelajahi keindahan Jerman dan merayakannya sebagai salah satu puncak pencapaian pemerintahan Nazi Jerman.


Sumber :
Bundesarchiv via German WWII Archive

Thursday, November 13, 2025

Video Tawanan Perang Jerman di Berlin (Mei 1945)


Pada bulan Mei 1945, setelah pertempuran sengit yang menghancurkan ibu kota Reich Ketiga, ribuan tentara Jerman menyerah kepada pasukan Soviet di Berlin dalam salah satu adegan paling dramatis di akhir Perang Dunia II. Diperkirakan lebih dari 134.000 hingga 150.000 prajurit Jerman, termasuk anggota Wehrmacht, SS, Polizei dan Volkssturm, menyerah di dalam dan di sekitar kota, dengan banyak di antaranya yang berada dalam kondisi kelaparan, kelelahan, serta kekurangan amunisi.

Tentara Soviet menahan mereka di berbagai titik pengumpulan tawanan di Tiergarten, Tempelhof, dan kawasan sekitar Reichstag sebelum dikirim ke kamp tawanan di Uni Soviet. Fakta menariknya, sebagian besar tawanan ini tidak segera dipulangkan—banyak yang tetap ditahan selama bertahun-tahun di kamp kerja paksa (gulag), dengan ribuan di antaranya nantinya tewas akibat penyakit dan kelaparan.

Tuesday, November 11, 2025

Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) No. 703 - 23 Februari 1944


Die Deutsche Wochenschau (Berita Mingguan Jerman) adalah judul dari seri film berita terpadu yang dirilis di bioskop-bioskop Jerman Nazi dari bulan Juni 1940 hingga akhir Perang Dunia II, dengan edisi terakhir yang diterbitkan pada tanggal 22 Maret 1945. Produksi film berita yang terkoordinasi ini dibuat sebagai instrumen penting untuk distribusi massal propaganda Nazi di masa perang.

Isi dari Die Deutsche Wochenschau No. 703 - 23 Februari 1944 :

00:43 - Profesor Adolf Butenandt, peneliti hormon terkemuka Jerman.
01:39 - Pelantikan presiden baru Akademi Jerman, Arthur Seyß-Inquart, di Münich.
02:37 - Produksi wine untuk konsumsi prajurit Wehrmacht.
04:05 - Pertandingan tinju antara Karel Sys vs Pierre van Deuren di Brussels, Belgia.
05:03 - Pusat rekreasi untuk pilot tempur Luftwaffe di Tegernsee
07:00 - Kapal-kapal perusak Jerman melindungi perahu nelayan Prancis dari serangan musuh.
09:03 - Kondisi logistik di sektor selatan Front Italia
10:13 - Gerak mundur pasukan Jerman di sektor utara Front Timur.
12:56 - Serangan balasan pasukan Jerman di Kirovograd.
14:59 - Pasukan Jerman dan Rumania bertempur melawan Tentara Merah di Semenanjung Krimea.


Sumber :
Bundesarchiv via XX History Footage
www.archive.org

Sunday, November 9, 2025

Cuplikan Terbaik Film 'Revolution' (1985)

Revolution (1985) adalah film epik sejarah garapan Hugh Hudson yang dibintangi oleh Al Pacino, Donald Sutherland, dan Nastassja Kinski, berlatar pada masa Revolusi Amerika akhir abad ke-18. Film ini mengikuti kisah Tom Dobb (diperankan Pacino), seorang pemburu kulit sederhana dari New York yang secara tidak sengaja terseret dalam pergolakan perang setelah putranya dipaksa bergabung dengan milisi revolusioner. Melalui pandangan Dobb, penonton menyaksikan kekacauan, penderitaan, dan ketidakpastian yang melingkupi perjuangan kemerdekaan, ditampilkan dengan gaya visual suram khas Hudson. Meskipun ambisius secara artistik dan menampilkan performa emosional Pacino, Revolution gagal di box office dan menuai kritik karena dialog yang kaku serta penyutradaraan yang dianggap terlalu dingin; namun, film ini kemudian memperoleh penilaian ulang sebagai potret gelap dan realistis tentang dampak perang terhadap rakyat kecil dalam sejarah Amerika.


DIPAKSA BERGABUNG MENJADI TENTARA AMERIKA


REDCOAT INGGRIS MENGHANCURKAN PERTAHANAN AMERIKA


TENTARA INGGRIS MEMASUKI KOTA NEW YORK


MENJADI UMPAN PERBURUAN PERWIRA INGGRIS


DIBURU SUKU INDIAN SURUHAN INGGRIS


BERANGKAT MENUJU MEDAN PERANG PENENTUAN


BERTEMU MUSUH BEBUYUTAN DI YORKTOWN


INGGRIS MENYERAH DI YORKTOWN

Sunday, November 2, 2025

Penandatanganan Menyerahnya Prancis Di Compiègne (1940)


Pada tanggal 22 Juni 1940, di hutan Compiègne, Prancis secara resmi menyerah kepada Jerman dalam sebuah upacara yang penuh simbolisme dan perhitungan historis. Adolf Hitler dengan sengaja memilih lokasi - dan bahkan gerbong kereta yang sama, tempat Jerman menandatangani kekalahannya pada akhir Perang Dunia I di tahun 1918 - sebagai bentuk pembalasan yang telak terhadap penghinaan masa lalu. Delegasi Prancis dipimpin oleh Jenderal Charles Huntziger, sementara pihak Jerman diwakili oleh Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef der Oberkommando der Wehrmacht) dan staf tinggi Wehrmacht lainnya. Hitler sendiri menyempatkan untuk hadir pada awal pertemuan di tanggal 21 Juni, berdiri diam dengan ekspresi dingin saat teks perjanjian dibacakan, lalu meninggalkan tempat sebelum penandatanganan dilakukan, sebagai isyarat bahwa keputusan akhir sudah tidak dapat diganggu gugat.

Perjanjian itu menetapkan pembagian wilayah Prancis: bagian utara dan barat termasuk Paris ditempati oleh Jerman, sedangkan bagian selatan dibiarkan di bawah pemerintahan kolaborator Vichy yang dipimpin oleh Marsekal Pétain. Bagi Jerman, momen Compiègne adalah kemenangan moral dan politik yang luar biasa—sebuah pembalasan sejarah atas penghinaan 1918, sementara bagi Prancis, hari itu menandai runtuhnya kebanggaan nasional dan berakhirnya Republik Ketiga setelah enam minggu perang yang menghancurkan.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Parade Militer 30. Infanterie-Division di Paris (1940)


Pada tanggal 14 Juni 1940, hari ketika pasukan Jerman memasuki Paris, 30. Infanterie-Division di bawah komando Generalleutnant Kurt von Briesen menggelar upacara penganugerahan medali dan parade militer yang megah di bawah Arc de Triomphe, simbol kebanggaan militer Prancis yang kini berada di tangan pasukan Wehrmacht. Di tengah suasana hening namun penuh ketegangan, pasukan infanteri Jerman berbaris rapi melewati Champs-Élysées, dengan iringan musik militer yang menggema di udara. Beberapa saat sebelumnya, di bawah lengkung monumen Arc de Triomphe yang dulu dibangun untuk menghormati kemenangan Napoleon, Von Briesen memimpin upacara penganugerahan Eisernes Kreuz I.Klasse (Salib Besi Kelas Pertama) kepada para prajuritnya yang telah menunjukkan keberanian dan kepemimpinan luar biasa selama kampanye kilat menuju ibu kota Prancis.

Sebenarnya, saat Divisi Infanteri ke-30 mendekati Paris dari arah utara, tujuannya adalah hanya untuk melewati kota tersebut, demi melanjutkan memburu pasukan Prancis yang mundur ke arah selatan. Tapi ketika Briesen mendengar berita bahwa Paris dinyatakan sebagai "Kota Terbuka", dia memutuskan untuk mengirim unit kecil ke perbatasan kota tersebut untuk mengecek kebenarannya. Unit tersebut kembali dan melaporkan bahwa tidak ada perlawanan sama sekali yang dijumpai, sementara militer Prancis semuanya telah pergi! Pada saat itulah Von Briesen memutuskan untuk merubah arah gerakan pasukannya dan mengambil jalur berbeda yang menembus kota Paris. Ketika dia sampai di Champs-Élysées, sang jenderal memerintahkan agar diadakan "parade kecil-kecilan", sehingga jadinya 30. Infanterie-Division memasuki Champs-Élysées dengan diiringi oleh band, sementara sang Divisionskommandeur sendiri memberi hormat sambil menunggang kuda. Kejadian tersebut mendapat liputan luas, dan sering disalahpahami sebagai parade kemenangan pasukan Jerman setelah pasukan Prancis menyerah, padahal pada kenyataannya itu hanyalah sebuah gerak maju "berkelas" divisi Briesen, dengan mampir sebentar di kota Paris sebelum melanjutkan mengejar pasukan Prancis yang mundur!


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Pertemuan antara Hitler dan Mussolini di Münich (1940)


Pada tanggal 18 Juni 1940, di tengah kemenangan besar Jerman atas Prancis, Adolf Hitler dan Benito Mussolini mengadakan pertemuan penting di Münich. Mussolini tiba di stasiun kereta api Münich dengan kereta kepresidenannya, disambut langsung oleh Hitler yang mengenakan seragam abu-abu lapangan, diiringi musik militer dan barisan kehormatan Wehrmacht. Keduanya kemudian berkendara bersama melewati jalan-jalan Münich yang dipenuhi oleh warga yang bersorak, melambaikan bendera Jerman dan Italia, menandai persekutuan yang kini berada di puncak kejayaannya. Setelah itu, Hitler dan Mussolini muncul di balkon Führerbau, bangunan monumental yang dahulu menjadi simbol Partai Nazi di Königsplatz, untuk menyapa rakyat dan memperlihatkan citra persatuan Poros Berlin–Roma. Di dalam ruang pertemuan Führerbau, kedua diktator membahas situasi diplomatik yang muncul setelah permintaan gencatan senjata resmi dari Prancis. Hitler, yang sudah memperoleh kemenangan total, menjelaskan kepada Mussolini bahwa ia bermaksud memberi syarat yang keras namun tidak sepenuhnya menghancurkan Prancis, sementara Duce berharap mendapat bagian wilayah di Mediterania dan Alpen.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Hitler Menerima Berita tentang Menyerahnya Prancis di Führerhauptquartier Felsennest (1940)


Bertempat di Führerhauptquartier Felsennest pada tanggal 22 Juni 1940, Adolf Hitler menerima kabar resmi tentang menyerahnya Prancis, sebuah momen yang menjadi puncak dari seluruh kampanye kilat yang ia rancang sendiri sejak awal Mei sebelumnya. Di ruang peta markas bawah tanah yang sempit namun dipenuhi suasana tegang, para perwira Wehrmacht melaporkan bahwa delegasi Prancis telah menandatangani gencatan senjata di Compiègne pada 22 Juni. Hitler, yang selama berminggu-minggu mengikuti setiap pergerakan pasukan di Prancis dengan intens, tampak tenang namun penuh dengan kepuasan—sebuah kemenangan besar yang menebus kehinaan Jerman pada tahun 1918. Setelah menerima laporan akhir dan menyampaikan ucapan selamat kepada para jenderal terdekatnya seperti Brauchitsch, Keitel dan Jodl, Hitler meninggalkan Felsennest untuk melakukan kunjungan simbolis ke rumah sakit lapangan di wilayah Eifel, tempat ia menjumpai para prajurit yang terluka dalam penyerbuan ke Barat. Di sana, ia berbicara singkat kepada para prajuritnya, menyampaikan rasa terima kasih atas pengorbanan mereka bagi Reich, dan menegaskan bahwa kemenangan atas Prancis adalah hasil dari keberanian mereka di garis depan—sebuah adegan yang kemudian direkam oleh kamera propaganda untuk menampilkan citra “pemimpin yang dekat dengan pasukannya”, di saat Jerman mencapai puncak kejayaannya.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Korps Panzer Guderian Mengejar Pasukan Prancis di Loire (1940)


Pengejaran tentara Prancis di Loire oleh pasukan Panzer Jerman dari Korps Guderian pada bulan Juni 1940 menjadi salah satu fase penutup dari kampanye kilat Wehrmacht di Prancis. Setelah menembus garis pertahanan Prancis di utara dan menghancurkan kekuatan Sekutu di wilayah Somme, XIX. Armeekorps (motorisiert) di bawah komando General der Panzertruppe Heinz Guderian bergerak cepat ke arah selatan menuju lembah Loire. Tujuannya adalah mencegah pasukan Prancis yang mundur untuk membentuk garis pertahanan baru di sepanjang sungai tersebut. Dalam operasi ini, Jerman mengerahkan satuan Sturmartillerie—unit artileri serbu dengan kendaraan lapis baja Sturmgeschütz III (StuG III)—sebagai ujung tombak serangan, untuk menembus titik-titik pertahanan dan menghancurkan posisi senjata antitank musuh. Pertempuran di sepanjang jembatan dan jalan menuju Loire berlangsung singkat namun intens. Pesawat Stuka dari Luftwaffe mendukung gerak maju tank-tank Panzer III dan IV dengan membombardir posisi pasukan Prancis yang masih bertahan. Dalam waktu singkat, barisan mekanis Prancis yang terdiri dari tank-tank Somua S35, Hotchkiss H39, serta kendaraan lapis baja ringan, hancur berserakan di tepi jalan dan ladang-ladang. Banyak unit Prancis terpaksa menyerah setelah kehabisan bahan bakar dan amunisi akibat serangan udara yang tak kenal henti dan kecepatan manuver pasukan Guderian. Setelah pertempuran usai, pemandangan di sepanjang Loire memperlihatkan bangkai tank-tank Prancis yang terbakar dan senjata artileri yang ditinggalkan. Pasukan Panzer Jerman kemudian beristirahat di sekitar daerah yang telah dikuasai, membersihkan kendaraan mereka dan menikmati makanan ransum di bawah langit musim panas Prancis.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Menyerahnya 500.000 Tentara Prancis yang Mempertahankan Garis Maginot (1940)


Setelah Paris jatuh dan Prancis memutuskan untuk mengajukan gencatan senjata, pasukan-pasukan di sektor timur laut—yang masih bertahan di benteng-benteng beton Maginot Line—mendapati diri mereka terjebak dan terputus dari pemerintahan pusat. Tentara Jerman, melalui serangkaian operasi artileri, serangan udara, dan pengepungan darat yang dipimpin oleh Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb (Oberbefehlshaber Heeresgruppe C) dan General der Infanterie Eugen Ritter von Schobert (Kommandierender General VII. Armeekorps), berhasil mengepung seluruh kompleks pertahanan dari Lorraine hingga Alsace. Ketika Prancis menandatangani perjanjian gencatan senjata di Compiègne pada tanggal 22 Juni 1940, garnisun Maginot akhirnya diperintahkan untuk menyerah pula, dengan jumlah tawanan mencapai setengah juta orang—salah satu penyerahan terbesar dalam sejarah modern Eropa!


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Pasukan Jerman Menguasai Verdun (1940)


Setelah jatuhnya kota Paris pada tanggal 14 Juni 1940, pasukan Jerman melanjutkan operasi besar untuk menembus sisa garis pertahanan Prancis di sektor timur, termasuk kompleks benteng legendaris Verdun—tempat pertempuran sengit antara Prancis dan Jerman yang terjadi selama Perang Dunia I. Di bawah komando General der Infanterie Eugen Ritter von Schobert, Korps ke-7 Wehrmacht melancarkan serangan terkoordinasi dengan dukungan Luftwaffe dan artileri berat. Benteng-benteng yang dahulu dianggap tak tertembus - seperti Douaumont dan Vaux - dibombardir hingga pertahanan Prancis runtuh. Pada pertengahan bulan Juni 1940, pasukan Schobert berhasil menembus garis luar Verdun dan menduduki bunker-bunker utama tanpa perlawanan berarti, karena sebagian besar garnisun telah dievakuasi atau menyerahkan diri. Setelah kemenangan yang gemilang tersebut, Jenderal Schobert berdiri di atas salah satu bunker utama sebagai simbol penguasaan kembali atas lokasi bersejarah yang pernah menjadi medan penderitaan bagi pasukan Jerman pada tahun 1916. Tak lama setelahnya, General der Infanterie Ernst Busch (Oberbefehlshaber 16. Armee) memimpin parade kemenangan pasukan Jerman di Monumen Verdun.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Jerman Menguasai Kembali Alsace-Lorraine (1940)


Pada bulan Juni 1940, setelah jatuhnya Paris dan runtuhnya pertahanan utama Prancis, pasukan Jerman melancarkan operasi untuk menguasai kembali wilayah Alsace-Lorraine, daerah yang sejak lama menjadi simbol sengketa antara Prancis dan Jerman sejak Perang 1870–1871. Di bawah komando Heeresgruppe C pimpinan Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb, pasukan Wehrmacht bergerak cepat melintasi Sungai Rhine dan memasuki kota-kota penting seperti Volmar (Colmar), Strasbourg, dan Metz, yang menjadi jantung budaya dan sejarah kawasan tersebut. Kota Strasbourg, yang terletak di tepi Rhine, direbut dengan sedikit perlawanan setelah pasukan Prancis mundur ke arah selatan; bendera swastika kembali berkibar di atas gedung pemerintahan dan katedral gotiknya yang megah, yang menandai berakhirnya kekuasaan Prancis selama dua dekade. Di Volmar, pasukan infanteri Jerman disambut dengan keheningan—banyak penduduk Alsace yang berbahasa Jerman yang menunjukkan sikap ambigu: antara lega dan takut atas kembalinya dominasi Reich. Sementara itu di Metz, kota benteng bersejarah yang dipenuhi oleh arsitektur bergaya Gothic dan Romanesque, pasukan Prancis menghancurkan dan membakar depot minyak besar di pinggiran kota agar tidak jatuh ke tangan musuh. Ledakan dan kobaran api besar terlihat hingga beberapa kilometer jauhnya, yang menciptakan pemandangan dramatis ketika unit-unit Panzer dan infanteri bermotor Jerman mendekati kota. Meski beberapa benteng tua di sekitar Metz sempat memberikan perlawanan sporadis, pasukan penyerbu segera menaklukkan seluruh wilayah tersebut dalam waktu yang cukup singkat.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Penyerbuan Jerman ke Garis Maginot (1940)


Di hari jatuhnya kota Paris ke tangan pasukan Jerman pada tanggal 14 Juni 1940, Wehrmacht melancarkan operasi besar untuk menembus Garis Maginot, benteng pertahanan Prancis yang selama bertahun-tahun dianggap tak tertembus. Operasi ini menjadi bagian dari fase akhir Kampanye militer di Prancis, di mana pihak Jerman berusaha menghancurkan sisa perlawanan Prancis di wilayah timur laut negara tersebut. Di bawah koordinasi Heeresgruppe C pimpinan Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb, serangan dimulai dengan serangan udara intensif oleh pesawat-pesawat pembom Heinkel He 111 dan Junkers Ju 87 Stuka yang menargetkan kubu beton, pos artileri, dan jalur komunikasi di sepanjang sektor Saar dan Alsace. Sementara langit dikuasai oleh Luftwaffe, di darat artileri berat kaliber besar, termasuk mortir raksasa dan meriam 420 mm “Dicke Bertha” peninggalan Perang Dunia I yang telah dimodifikasi, menggempur kubu-kubu utama Maginot seperti di Lauter, Bitche, dan Neuf-Brisach. Setelah bombardemen yang menghancurkan, infanteri Jerman bersama unit Sturmpionier (zeni tempur) bergerak maju menyeberangi Sungai Rhine dengan menggunakan perahu karet dan ponton, seringkali di bawah tembakan balasan pasukan Prancis. Dalam waktu beberapa hari, mereka berhasil menembus sejumlah sektor pertahanan utama dan memaksa garnisun Maginot untuk menyerah satu demi satu. Serangan ini membuktikan bahwa garis pertahanan statis seperti Maginot tidak akan mampu menahan "perang bergerak" (Blitzkrieg) yang menjadi ciri khas Jerman dalam Perang Dunia II. Menjelang akhir bulan Juni 1940, seluruh sistem pertahanan Maginot di timur laut Prancis hancur atau jatuh ke tangan Jerman.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Saturday, November 1, 2025

Operasi Kapal-Kapal Kriegsmarine di Laut Utara (1940)


Pada bulan Juni 1940, di tengah keberhasilan Jerman dalam invasi ke Prancis, Kriegsmarine melancarkan operasi besar di Laut Utara di bawah pimpinan Admiral Wilhelm Marschall (Befehlshaber der Schlachtschiffe). Operasi ini melibatkan dua kapal tempur utama, Scharnhorst dan Gneisenau, yang ditugaskan untuk menyerang jalur pelayaran Inggris dan mengganggu evakuasi pasukan Sekutu dari Norwegia. Pada 8 Juni 1940, armada Marschall menemukan dan menyerang kapal induk Inggris HMS Glorious, yang sedang dalam perjalanan pulang ke Inggris bersama dua kapal perusak pengawalnya, HMS Ardent dan HMS Acasta. Dalam pertempuran sengit yang berlangsung singkat namun mematikan, meriam utama Scharnhorst dan Gneisenau menghujani Glorious hingga tenggelam, menjadikannya salah satu dari sedikit kapal induk Sekutu yang dihancurkan oleh kapal permukaan selama Perang Dunia II. Kedua kapal perusak Inggris turut tenggelam setelah sebelumnya melakukan perlawanan heroik, bahkan Acasta sempat mengenai Scharnhorst dengan torpedo yang menimbulkan kerusakan serius. Dalam operasi yang sama, armada Jerman juga berhasil menenggelamkan kapal tanker minyak Inggris Oil Pioneer dan kapal penumpang besar Orama, yang dialihfungsikan untuk transportasi militer. Meskipun aksi ini menunjukkan kemampuan ofensif tinggi armada kapal Jerman di awal perang, namun juga menimbulkan ketegangan internal di tubuh Kriegsmarine, karena Laksamana Marschall bertindak di luar perintah langsung sehingga menerima teguran keras dari markas besar Angkatan Laut. tetap saja, keberhasilan operasi ini tetap tercatat sebagai salah satu kemenangan laut paling menonjol bagi pihak Jerman di tahun 1940, dan menegaskan ancaman nyata kapal-kapal permukaan Kriegsmarine terhadap dominasi laut Inggris di awal Perang Dunia II.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Thursday, October 30, 2025

Cuplikan Terbaik Film 'Hamburger Hill' (1987)

Hamburger Hill (1987) adalah film perang Amerika yang disutradarai oleh John Irvin, menggambarkan pertempuran brutal yang terjadi di Bukit 937, atau yang dikenal sebagai “Hamburger Hill,” selama Perang Vietnam pada Mei 1969. Film ini mengikuti sekelompok prajurit dari Divisi Lintas Udara ke-101 yang berjuang menghadapi pasukan Vietnam Utara dalam kondisi hutan lebat, hujan deras, dan medan yang mematikan. Dengan pendekatan realistis dan tanpa glorifikasi, Hamburger Hill menyoroti kelelahan fisik dan mental para prajurit, serta absurditas perang yang menelan banyak korban demi tujuan strategis yang minim. Melalui penampilan kuat dari aktor seperti Dylan McDermott dan Don Cheadle, film ini menjadi salah satu representasi paling keras dan jujur tentang penderitaan tentara Amerika di Vietnam.


PERTEMPURAN PEMBUKA



PENGENALAN MUSUH SEJAK DINI


DISERANG DI MARKAS SENDIRI


BERANGKAT MENUJU A SHAU (HAMBURGER HILL)


PERTEMPURAN PERTAMA DI A SHAU


PERTEMPURAN KEDUA DI A SHAU


FRIENDLY FIRE


DIWAWANCARAI WARTAWAN PERANG


BERTEMPUR DI TENGAH HUJAN DAN LUMPUR


PERTEMPURAN DI PUNCAK HAMBURGER HILL


ENDING