Monday, March 2, 2009

Fallshirmjäger, Sejarah Pasukan Parasut Jerman 1935-1945

Sekolah pelatihan Fallschirmjäger (Fallschirmjäger Schule), kawah candradimuka pasukan parasut terbaik di dunia!


Prajurit Fallschirmjäger dengan seragam terjun payung lengkap


Fallschirmjäger menanti keberangkatan menuju medan tempur di Norwegia, bulan April 1940


Generaloberst Kurt Student, sang bapak pasukan parasut Jerman, menginspeksi pasukan Fallschirmjäger kesayangannya


Prajurit Fallschirmjäger dalam pertempuran Kreta tahun 1941 dengan senjata lengkap dan granat tangan khas Jerman, Potato-Smasher


Pasukan Fallschirmjäger menaiki beramai-ramai truk Inggris hasil tangkapan setelah pertempuran Kreta yang dimenangkan dengan berdarah-darah


Pasukan Fallschirmjäger dalam jaket musim dingin mereka


Perwira Fallschirmjäger yang juga seorang Ritterkreuzträger (pemegang Salib Kstaria) dalam balutan seragam tropis, sedang menganugerahi anak buahnya dengan Eiserne Kreuz II klasse


Fallschirmjäger SS berbangga dengan hasil buruan mereka, seragam kebesaran dari pemimpin Partisan, Josif Broz Tito


Fallschirmjäger SS dalam balutan seragam kamuflase yang sangat kontras dengan pemandangan di belakangnya!


Para prajurit Fallschirmjäger memeriksa, dengan penuh rasa ingin tahu, senapan mesin Thompson SMG rampasan dari Inggris


Fallschirmjäger, dalam wajah kelelahan tapi tetap bersemangat tinggi, berpose di antara reruntuhan puing biara Monte Cassino yang dihancurkan Sekutu di Italia


Penghargaan-penghargaan yang bisa didapatkan seorang Fallschirmjäger. Prajurit Fallschirmjäger yang meraih penghargaan tertinggi adalah General der Fallschirmtruppe Hermann Bernhard Ramcke, yang dianugerahi Brillanten oleh Adolf Hitler, satu dari hanya 27 orang saja di seluruh angkatan bersenjata Jerman!


Konsep dari pasukan lintas udara sendiri telah ada jauh pada masa Greek City States di era Peloponnesian War di tahun 460 Sebelum Masehi, yaitu saat Sparta memiliki ide untuk menurunkan Hoplites-nya dari angkasa dan mendarat di belakang kolom-kolom Hoplites-nya Athena yang sedang bermanuver. Ide seperti ini di dapat mereka dari legenda Yunani kuno yaitu Bellerophon dan Icarus. Namun tentu saja masa itu masih sebatas angan-angan, karena untuk terbang saja belum ada alat yang dapat menunjang konsep mereka secara nyata.

Alat terjun dari udara yang umum disebut parachute atau payung, secara nyata dipakai dalam  peperangan adalah saat Great War (Perang Dunia I, 1914 - 1918), namun payung tersebut masih berupa alat penyelamat bagi serdadu pengintai dari balon udara.
Payung pun juga telah dipakai secara terbatas sebagai alat transportasi untuk menurunkan bantuan amunisi, meriam ringan, senapan mesin dan peralatan militer lainnya.
Sedangkan bagi para pilot Biplane pada masa itu, payung merupakan barang haram karena para pilot tempur yang mayoritas berasal dari golongan aristokrat mengutamakan sifat ksatria untuk tidak meninggalkan pesawatnya, selain faktor dari ruang kokpit yang tidak menunjang di bawanya payung sebagai alat keselamatan.


Perang Dunia I ditandai dengan belum adanya inovasi strategy untuk meredam machine-gun dan artilley barrage saat masing-masing pihak melakukan serangan dengan human wave selain faktor teknologi yang belum memadai untuk membuat jalannya peperangan menjadi lebih mobile sesuai kebutuhan masa itu. Jalannya peperangan menjadi statis dengan mengandalkan parit-parit pertahanan, namun patut dicatat beberapa penerapan strategy baru seperti unit elit infantri Jerman (Sturmtruppen) yang tidak mengandalkan jumlah tapi mengandalkan kecepatan bermanuver dan berinfiltrasi ke belakang garis pertahanan lawan untuk memutus jalur perbekalan dan merebut titik strategis sampai tugasnya digantikan oleh unit-unit dari pasukan induk yang maju menyerang dengan human wave. Selain itu di bulan Juli 1917, tank dalam jumlah besar pertama kali dipergunakan di medan tempur saat Battle of Ypres.
Saat Amerika terjun di dalam kancah Perang Dunia I di pertengahan tahun 1917 dan menghadapi kerasnya pertempuran dan kebuntuan yang di alami, Brigadier General Billy Mitchell di pertengahan tahun 1918 memberikan masukan untuk menerjunkan 1st Infantry Division (Big Red One) dari udara ke belakang garis pertahan Jerman di Metz, namun sayang konsepnya tidak pernah terealisir karena beberpa faktor seperti terbatasnya pesawat pengangkut, doktrin dan pelatihan yang memadai.

Di pertengahan tahun 1920'an, Italia bereksperimen dengan pasukan payung, namun konsep tersebut juga belum di praktekan secara nyata dalam operasi-operasi militer mereka atau dengan dukungan doktrin-doktrin tempur yang matang, walaupun terbentuk unit pasukan payung dari Divisi Folgore dan Nembo di tahun 1927.

Penerapan konsep pasukan payung secara nyata dan dalam skala besar pertama dilakukan oleh Rusia di tahun 1932, dimana terbentuk sebuah unit yang independen yaitu Vozdushno-Desantnye Vojska (VDV) atau Pasukan Lintas Udara Desant.
Di tahun 1933 dan 1934 Rusia memberikan pertunjukan udara di Moscow dengan atraksi penerjunan pasukan payung. Kembali saat musim panas di tahun 1935 dekat Kiev, Rusia memberikan atraksi terjun payung pasukannya secara masal sebanyak 6.000 pasukan.
Saat atraksi terjun payung tersebut, Herman Göring menyaksikan dengan penuh terpesona dan ingin mengembangkan di negaranya sendiri, yaitu Jerman, permasalahannya pada saat itu adalah Treaty of Versailles yang membatasi ruang gerak militer mereka.

Selain itu Rusia juga melakukan investigasi untuk pengiriman artileri berat medan, kendaraan lapis baja dan light tank melalui payung.
Setelah episode pembersihan perwira-perwira tinggi yang dianggap tidak setia kepada Partai Komunis di bawah pimpinan Iosif Stalin pada masa itu di tahun 1937, kembali pasukan payung Rusia hanya sebagai konsep tanpa dukungan doktrin-doktrin untuk pasukan payung yang lebih matang.

Selama Perang Dunia II, Rusia hanya melakukan dua kali operasi lintas udara, yaitu:

1)    Antara bulan Desember 1941 sampai Maret 1942, dimana sekitar 10.500 pasukan payung di terjunkan di garis belakang Jerman untuk merebut target-target strategis dan menunjang pergerakan pasukan induk, namun mengalami kegagalan dan sangat mudah di hancurkan lawannya.

2)    3 Brigade pasukan lintas udara dan 3 Brigade pasukan pendarat dengan Gliders pada tanggal 24 September 1943 diterjunkan di sepanjang sungai Dnieper dekat Kremenchug, sekitar 30 km di belakang pertahanan Jerman. Kembali operasi ini di gagalkan oleh Jerman dimana pasukan payung Rusia hanya dapat sedikit membantu pergerakan pasukan induknya.  
 

Sejarah Terbentuknya Fallschirmjäger (Pasukan Terjun Payung)

Ada baiknya menoleh ke belakang saat Jerman menyatakan ketidaksanggupannya untuk terus berperang dalam Perang Dunia I (1914 - 1918) dan meminta armistice (gencatan senjata) kepada Sekutu pada tanggal 3 Oktober 1918.
Maka terciptalah Treaty of Versailles pada tanggal 7 Mei 1919, dimana di dalamnya banyak terdapat pasal-pasal menekan yang dipaksakan oleh Inggris, namun banyak ditentang oleh Perancis, karena Perancis tidak ingin Inggris terlalu kuat pengaruhnya di Eropa maupun dunia. Selain itu, Presiden Amerika kala itu yaitu Woodrow Wilson, tidak mau menanda tangani Treaty tersebut.

Adapun garis besar dari Treaty of Versailles adalah sebagai berikut:

-     Jerman harus menarik mundur pasukannya dari Perancis, Belgia, Luksemburg dan Prusia Timur (telah dilakukan saat setelah permintaan gencata senjata di hutan Compiegne, November 1918).

- Menyerahkan sebagian wilayahnya seperti: Rheinland, Sudentenland, sebagian Prusia Timur (menjadi bagian dari Polandia) dan menyerahkan seluruh koloni-koloninya di Afrika dan Pasifik kepada Sekutu.

-     Menyerahkan kembali propinsi Alsace dan Loraine yang di dapat Jerman dari perang Prusia -Perancis di tahun 1871.

-     Menyerahkan 5.000 artillery, 25.000 machine-gun, 5.000 lokomotif, 5.000 truk, 15.000 gerbong, 1.700 pesawat tempur / pembom, seluruh sisa kapal selam dan kapal perang Jerman harus dikirim ke Scapa Flow (pangkalan AL Inggris) untuk dibagi-bagikan kepada Sekutu.

-     Ganti rugi sebesar 5 milyar dolar dalam bentuk emas atau setara mulai bulan Mei 1921.

-     Tidak boleh memiliki tank, pesawat tempur / pembom dan kapal perang (Capital Ships), industri militer Jerman akan diawasi secara ketat.

-     Di ijinkan memiliki 100.000 tentara (Reichswehr, pertahanan negara).

Dengan pembatasan dari Treaty tersebut, berarti Jerman setelah Perang Dunia I diharamkan memiliki Angkatan Udara beserta segala komponen-komponen pendukungnya.

Namun secara diam-diam, Jerman dan Rusia yang juga di rugikan dengan adanya Treaty tersebut akibat Revolusi Bolshevik, pada akhir tahun 1920'an melakukan kerjasama untuk percobaan-percobaan dan tempat pelatihan pasukan payung di perbatasan antara Jerman dan Rusia (Soviet) yaitu di Lupesk. 

Selain itu, olahraga Gliding baik layang gantung dan pesawat luncur tanpa mesin merupakan olahraga populer di Jerman dan tidak menyalahi Treaty of Versailles. Dari olahraga dan persatuan Gliding Jerman, di kemudian hari membantu secara langsung terbentuknya Luftwaffe (Angkatan Udara) dengan menyediakan calon-calon penerbangnya, baik penerbang pesawat dengan mesin atau tanpa mesin untuk kebutuhan militer.

Hermann Göring seorang Fighter Ace di masa Perang Dunia I yang memperoleh Pour le Merite (Blauer Max) sebagai tanda jasa kepahlawanannya, selain membangun kembali Angkatan Udara setelah penolakan Jerman atas Treaty, adalah tokoh yang mendorong terbentuknya pasukan payung Jerman di kemudian hari.
Dengan posisinya sebagai Kepala Kepolisian propinsi Prussia di tahun 1933, Göring membentuk Luftaufsicht (unit udara yang terlatih) dari Polizeiabteilung (detasemen polisi) "Wecke" di Berlin, untuk operasi-operasi khusus kepolisian menumpas kegiatan komunisme di Jerman, pembentukan inipun juga tidak menyalahi Treaty, karena unit ini berada di bawah kepolisian dan bukan militer yang di batasi.

Dengan naiknya Adolf Hitler sebagai Kanselir Jerman di bulan Januari 1933 dan penolakan Jerman atas Treaty of Versailles di bulan Maret 1935 dengan terciptanya wajib militer, mengganti Reichswehr dengan Wehrmacht (Angkatan Bersenjata) dan pengiriman pasukan untuk mengambil kembali Rheinland di tahun 1936, maka terbukalah peluang Göring untuk mengembangkan Luftwaffe (Angkatan Udara) termasuk Fallschirmjäger.

Konsepnya terus berkembang dan memberikan masukan kepada Oberkommando der Wehrmacht (Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata) bahwa pasukan payung adalah tepat dengan kemajuan teknologi dan memasuki era perang modern, dengan konsep-konsep seperti:
-    Diterjunkan di garis belakang pertahanan lawan sekaligus membuyarkan konsentrasi lawan di garis depan.
-    Merebut dan mempertahankan target-target strategis seperti jembatan, jalan-jalan utama / persimpangan, pelabuhan, lapangan terbang, sampai digantikan posisinya oleh pasukan induk.
-    Memutus rantai supply lawan, misi sabotase atau menghancurkan instalasi komunikasi / militer.
-    Pasukan payung untuk Light Infantry.
-    Pasukan yang di daratkan dengan Glider untuk Heavy Infantry dengan peralatan dan persenjataan berat.
-    Guna menunjang konsep di atas, hanya dibutuhkan unit-unit pasukan dalam operasi skala kecil namun terarah guna menunjang operasi besar / induknya.

Pada tanggal 1 April 1935, unit kepolisian "Wecke" berubah nama menjadi ''Regiment General Göring'', dan efektif mulai 1 Oktober 1935, melalui Reichminister der Luftfahrt und Oberbefehlshaber der Luftwaffe (Kementrian Udara), ''Regiment General Göring'' di limpahkan dari Kepolisian kepada Luftwaffe yang juga berada di bawah komando Reichmarschall Hermann Göring.
Orang-orang dari ''Regiment General Göring'' menjadi unit pertama yang memperoleh pelatihan di Doberitz dan Altengrabow untuk membentuk Fallschirmschützen Bataillon (Batalyon Senapan Pasukan Payung).

Di pertengahan tahun 1936, Oberkommando des Heeres (komando tertinggi Angkatan Darat) membuka pendaftaran sukarelawan untuk Schwere-Fallschirm-Infanterie Kompanie (Kompi Payung untuk Infantri Berat) yang akan dilatih di Stendal, sekitar 90 km dari Berlin.

Selanjutnya, di awal tahun 1937, dibentuklah Fallschirmschule (Sekolah Terjun Payung untuk Militer) di Stendal dan mulai di produksi Glider yaitu Deutsches Forschunginstitut Fur Segelflug (DFS-230) untuk kebutuhan militer.
Battle Order semakin berkembang dengan pengangkatan Generalmajor Kurt Student sebagai Inspekteur der Fallschirm-und-Luftlandetruppen (Inspektur Pasukan Payung dan Pendarat), dimana Fallschirmschützen Bataillon menjadi: I Bataillon, 1 Fallschirmjäger Regiment (I / FJR1) dan Schwere-Fallschirm-Infanterie Kompanie diserap oleh Luftwaffe menjadi: II Bataillon, 1 Fallschirmjäger Regiment (II / FJR1) dan direstui membentuk batalyon ketiga (III / FJR1) dalam resimen pertama pasukan payung tersebut.

Selain itu Kurt Student mendapat tugas untuk mengembangkan pasukan payung dan membentuk 7 Flieger Division (Divisi Lintas Udara ke 7), sebenarnya angka 7 sebagai urutan divisi adalah untuk mengelabui pihak-pihak asing, karena tidak ada divisi lintas udara 1 sampai 6.

Struktur standar dari organisasi tempur (Battle Order) sebuah divisi payung Jerman selama Perang Dunia II adalah terdiri dari:
-    Satu Division HQ berikut divisional stafnya.
-    Satu Peleton kendaraan bermotor.
-    Satu Kompi Provost (Fallschirm-Feldgendarmerie Truppe).
-    Tiga Resimen Infantri Payung yang masing-masing terdiri dari tiga Batalyon.
-    Setiap Resimen dan Batalyon memiliki staf HQ dan masing-masing memiliki Signal Platoon (Peleton Sandi dan Komunikasi).
-    Setiap Batalyon memiliki tiga Kompi Light Infantry dan satu Kompi Heavy Infantry.
-    Sebuah Divisi juga memiliki satu Resimen Artileri, satu Batalyon Pionier (combat engineer, combat surveillance, demolition unit dan lainnya), satu Batalyon cadangan, satu Batalyon Panzerjäger (anti tank), satu Batalyon Fliegerabwehrkanone (anti pesawat), dan satu Batalyon Sandi, termasuk unit-unit bantuan lainnya seperti medik, pengamat cuaca, unit perbekalan dan lainnya.

Perbedaan mendasar untuk konsep pasukan payung Jerman selama Perang Dunia II antara Luftwaffe (AU) dengan Heeres (AD) adalah:
 
1)     Konsep Luftwaffe (Göring dan Student), pasukan payung di konsepkan sebagai pasukan komando, operasi dalam skala kecil dengan target-target strategis, namun diterjunkan bukan sebagai Line Infantry lintas udara yang digunakan untuk bertempur dengan Line Infantry lawan.
Ini terlihat dalam operasi seperti di Norwegia / Denmark, benteng Eben Emael, Kanal Corinth, Gran Sasso, Monte Rotondo, pulau Dodecanese dan lainnya.
Hanya satu pengecualian, yaitu Operatie Mercure di pulau Kreta, 20 Mei 1941, untuk yang pertama dan terakhir dalam skala besar dan sebagian operasinya sebagai Line Infantry biasa dengan lintas udara. 
 
2)     Konsep Heeres, pasukan payung di harapkan sebagai Line Infantry, pasukan diterjunkan secara massal di garis belakang lawan dan mengurung sambil bertempur tapi bukan untuk menguasai target-target strategis secara dadakan dan kemudian digantikan oleh pasukan induk.

Karena selama Perang Dunia II, peralatan yang dimiliki Jerman sendiri minim (pesawat-pesawat angkut pasukan payung untuk menunjang operasi skala besar), bahan bakar yang minim dan tumbuh menjadi 11 Divisi (sampai akhir PD II), Fallschirmjäger kukuh sebagai Elite Line Infantry seperti saat pertempuran-pertempuran di Leningrad, Monte Cassino, Normandy, Ardennes dan pada sektor-sektor operasi darat lainnya.
Walaupun terdapat perbedaan konsep antara Luftwaffe dengan Heeres, namun keduanya di praktekan secara nyata oleh mereka dan terbukti ampuh, serta menjadi acuan negara-negara lain termasuk Inggris dan Amerika yang baru mengembangkannya di tahun 1941 setelah menyaksikan suksesnya operasi-operasi Fallschirmjäger di tahun sebelumnya.


Seleksi dan Penerimaan

Baik pada era sebelum dan selama Perang Dunia II, seleksi dan penerimaan calon Fallschirmjäger dilakukan Luftwaffe dengan seleksi yang ketat dan tahapan yang berat, dengan pertimbangan bahwa konsep pasukan payung adalah baru dan akan menunjang era perang modern, serta diharapkan Fallschirmjäger yang terpilih sadar bahwa mereka adalah unit elit dan siap akan tugas-tugas berat yang akan diterima seorang sukarelawan di kemudian hari dengan doktrin tempur yang berbeda dari doktrin tempur infantri biasa.

Adapun tes seleksi dan penerimaan calon Fallschirmjäger dilakukan selama satu minggu dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (tidak terkecuali walaupun si calon berasal dari militer):
-    Batasan berat badan maksimal 85 kg, calon yang memiliki kelebihan berat diharuskan menurunkannya dalam tempo satu minggu selama proses seleksi, bila tidak berhasil menurunkan berat badannya walaupun lulus tes seleksi lainnya, si calon di beri kesempatan mengulang satu kali lagi dari mula tes seleksi dan penerimaannya. 
-    Selanjutnya program seleksi dan penerimaan untuk tes fisik dan mental, dan diselingi dengan tes medis.
-    Bila lulus tahapan sebelumnya, akan diberikan pengalaman terbang dengan Dornier 23, calon yang mengalami sakit atau mabuk udara akan di kembalikan ke tahap sebelumnya dan diberikan kesempatan satu kali lagi. Adapun alasannya bahwa kesiapan fisik untuk si calon tidak mengalami mabuk udara dikarenakan mabuk udara menyebabkan dehidrasi, dimana untuk seorang Fallschirmjäger dibutuhkan kesiapan fisik yang prima dan tetap waspada saat mendarat dengan payungnya.
-    Tahap pengujian selanjutnya, para calon diterjunkan dari menara dengan ketinggian 15 meter, pengujian ini untuk membuktikan apakah si calon takut akan ketinggian atau tidak.
-    Lari lintas alam berikut rintangan-rintangan buatan dengan hitungan waktu, yang dilakukan seorang diri, berpasangan dan berkelompok, kegunaannya untuk menguji agresifitas dan kemauan untuk bekerjasama, dimana hal ini akan sangat penting di kemudian hari saat di medan tempur.
-    Tes lain menguji kemampuan kualitas kepemimpinan untuk inisiatif dan imajinasi.
-    Panduan keahlian untuk pengenalan lapangan dan membongkar senjata (hasilnya diperiksa) dalam hitungan waktu.
-    Uji pengetahuan selain literasi dan kefasihan berbahasa, syarat utama si calon tidak buta huruf.
-    Ujian lisan dan tertulis mengenai Undang-Undang Militer, sejarah partai Nazi dan doktrinnya.
-    Terakhir, wawancara dengan seorang komandan batalyon, biasanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak.

 
Doktrin Tempur dan Pelatihan

Pasukan payung dikategorikan sebagai light infantry (jäger) dan tidak dilengkapi dengan persenjataan berat atau amunisi yang serba kecukupan karena berada di daerah lawan dan di luar jangkauan dukungan artileri serta jalur supply saat diterjunkan, maka penggantian atau pembebasan tugas dengan unit-unit dari pasukan induk harus dilakukan dengan cepat, terarah dan terkoordinasi.
Kelemahan pasukan payung adalah mereka diterjunkan dengan persenjataan (kecuali pistol ringan) dan peralatan yang terpisah, dimana senjata, amunisi dan peralatan akan diterjunkan terlebih dahulu dalam werkzügtasche (kontainer peralatan) sebelum penerjun pertama. Oleh sebab itu, kesiapan fisik dan mental untuk tetap waspada, cepat dan tangkas dari seorang Fallschirmjäger, sangat diperlukan.

Jika pasukan payung sangat rentan terhadap serangan balik dari lawan dengan kekuatan yang lebih besar berikut artileri dan tank, mengapa berani mengambil resiko? Inti dari jawabannya adalah: mayoritas pertempuran yang menentukan di menangkan melalui kombinasi unsur kecepatan, unsur dadakan dan kejutan, dan tidak perlu dengan superioritas dalam jumlah orang maupun peralatan.
Gerakan melambung untuk menjepit atau bahkan lebih hebat, bisa berada di belakang garis lawan sambil bertempur selalu merupakan yang terbaik, tercepat dan meminimkan kerugian untuk menang.

Dalam situasi normal di medan tempur, setiap prajurit menganggap apa yang berada di depannya adalah lawan dan apa yang berada di belakangnya adalah kawan. Pasukan payung merubah pemahamanan seperti itu dengan istilahnya vertikales umschlagen (vertical envelopment). Bahkan dengan jumlah yang sedikit didaratkan di belakang garis pertahanan lawan, setiap prajurit lawan akan tersita perhatiannya dengan menoleh ke belakang, daripada konsentrasi untuk apa yang berada di garis depannya. Pasukan cadangan lawan yang akan berguna untuk garis depan kemungkinan akan terserap penyalurannya untuk menumpas pasukan payung tersebut, terlebih bila target-target strategis direbut dan dikuasai oleh mereka.
Dan juga, tidak pernah ada pasukan cadangan yang cukup untuk menjaga seluruh daerah penting atau tempat-tempat strategis guna menghadapi pasukan payung, maka keuntungan untuk sementara waktu akan diperoleh pasukan payung.

Selain itu penajaman sifat setia kawan dan sifat ksatria saat di medan tempur, kedua sifat ini sangat diperlukan bagi setiap Fallschirmjäger, dimana mereka akan saling membutuhkan, saling melindungi, saling percaya dan memperlakukan lawannya dengan wajar, mengingat mereka diterjunkan dan bertempur jauh di dalam daerah lawan. Penajaman sifat setia kawan dimulai dan ditekankan pada Battle Order yang terkecil yaitu Zug (regu). 
Hal ini terbukti di kemudian hari, Fallschirmjäger mencatatkan nama mereka sebagai unit tempur sejati, elit dan bertarung dengan wajar. 
Namun terdapat satu pengecualian, bila mereka berhadapan dengan gerilyawan atau partisan, diharapkan mereka tidak mengenal belas kasihan, dan kerap terjadi, gerilyawan atau partisan yang tertangkap langsung di eksekusi. Dalam diri setiap tentara regular dari berbagai negara, gerilyawan atau partisan akan diperlakukan sama, karena mereka bertempur dengan cara yang dianggap tidak ksatria, setelah menyerang atau melakukan sabotase dan menimbulkan kerugian, gerilyawan / partisan akan berbaur dengan masyarakat sipil.
Hitler sendiripun menyumbangkan satu pasal di dalam "Sepuluh Perintah Fallschirmjäger": "berhadapan dengan tentara regular, bertempurlah dengan ksatria, berhadapan dengan gerilyawan, tidak ada belas kasihan!".

Di tahun-tahun pertama Perang Dunia II, doktrin dan pengetahuan seperti inilah yang dimiliki Jerman dan dikembangkan dengan sangat efektif dan efisien guna menunjang konsep Blitzkrieg (perang kilat), dimana Fallschirmjäger banyak memberikan inspirasi dan kontribusi.
Pada kenyataannya, sangat memberikan inspirasi kepada Inggris dan Amerika setelah suksesnya operasi-operasi militer yang dilakukan oleh Jerman, dimana mereka sebelumnya kurang apresiasi terhadap nilai lebih dari pasukan payung dan lambat mengembangkannya.

Secara ringkasnya dan juga untuk pemahaman dan memudahkan para prajuritnya untuk mengingat, doktrin tempur Fallschirmjäger diringkas menjadi: Licht und Geschwindigkeit (Light and Speed) dengan perintah-perintahnya sebagai berikut:

Zehn Gebote des Fallschirmjägers
(Sepuluh Perintah Fallschirmjäger)

1)    Du bist ein Auserwählter der Deutschen Armee!
(Kamu adalah orang pilihan sebagai prajurit Jerman!)
2)    Du wirst den Kampf suchen und Dich ausbilden, jede Art von Prüfung zu ertragen.
(Kamu akan mencari pertempuran dan akan terlatih dengan segala macam ujian)
3)    Für Dich, soll die Schlacht Erfüllung sein.
(Bagimu, pertempuran adalah pemenuhan)
4)    Pflege wahre Kameradschaft, denn durch die Hilfe Deiner Kameraden wirst Du siegen oder sterben!
(Setia pada kawanmu, karena dengan bantuan kawanmu kamu akan menang atau mati!)
5)    Hüte Dich vorm Reden! Sei nicht bestechlich! Männer handeln, während Frauen schwatzen. Reden kann Dich ins Grab bringen!
(Hati-hati dengan banyak bicara! Jangan mengoceh! Pria beraksi, sedangkan wanita banyak bicara. Banyak bicara akan membawamu ke liang kubur!)
6)    Sei ruhig und vorsichtig, stark und entschlossen! Tapferkeit und Begeisterung eines Angriffsgeistes wird Dich die Oberhand im Angriff behalten lassen.
(Tenang dan waspada, kuat dan penuh pertimbangan! Keberanian dan entusiasme dari sebuah semangat untuk menyerang akan mencegah kegagalan)
7)    Das Wertvollste angesichts des Feindes ist die Munition. Der jenige, der unnütz schießt, nur um sich beruhigen, verdient nicht den Namen "Fallschirmjäger".
(Hal yang paling berharga berhadapan dengan musuh adalah amunisi. Mereka yang menembak tidak beraturan akan merugikan diri sendiri, dan tidak layak disebut sebagai "Fallschirmjäger")
8)    Du kannst nur siegreich sein, wenn Deine Waffen gut sind. Achte darauf, daß Du Dich an das Gesetz hältst: "Erst meine Waffe und dann ich!".
(Kamu hanya dapat memperoleh kemenangan, jika senjatamu dalam kondisi bagus. Camkan ini sebagai hukum untukmu: "Pertama senjataku dan baru aku!")
9)    Gegen einen offenen Feind kämpfe mit Ritterlichkeit, gegen einen Partisanen gewähre kein Pardon!
(Berhadapan dengan tentara regular, bertempurlah dengan ksatria, berhadapan dengan gerilyawan, tidak ada belas kasihan!)
10)    Halte Deine Augen offen! Sei behende wie ein Windhund, so zäh wie Leder, so hart wie Kruppstahl, nur so wirst Du die Verkörperung des Deutschen Kriegers.
(Buka matamu lebar-lebar! Gesitlah seperti seekor Greyhound, tangguh seperti kulit, keras seperti baja Krupp, dan kamu akan menjadi prajurit Jerman sejati)
    
Setelah lulus tahapan seleksi penerimaan yang cukup berat, rekrut Fallschirmjäger selain menerima doktrin-doktrin tempur di atas, kembali akan menerima pelatihan fisik dan mental yang lebih berat selama 8 minggu di boot-camp Stendal, dengan tahapan sebagai berikut:
-    Latihan fisik yang berkelanjutan mulai pagi, siang dan malam hari, tujuannya agar para rekrut benar-benar terbentuk fungsinya sebagai light infantry. Kecepatan adalah segalanya dan harus dapat dipertahankan semaksimal mungkin bagi si rekrut dan kawan-kawannya.
-    Bersamaan dengan itu, hari demi hari, di isi dengan pelatihan memahirkan penggunaan sangkur, sesi pertarungan tanpa senjata dan instruksi-instruksi penggunaan / pemeliharaan senjata.
-    Pelatihan penggunaan granat tangan baik Stielgranate M24 maupun Eiergranate M39 dan senapan standar Wehrmacht yaitu Mauser Gewehr 98 dan Kar98.
-    Selanjutnya kemahiran penggunaan segala persenjataan dan peralatan militer kala itu seperti pistol, sub-machine-guns, machine-guns, mortir dan ranjau, namun tidak hanya keluaran pabrik Jerman, rekrut juga berlatih menggunakan persenjataan asing yang mungkin akan dipergunakan di kemudian hari. Hal ini wajib dilakukan karena mereka akan terjun jauh di daerah lawan dan membawa amunisi yang terbatas dan sangat dimungkinkan mereka kehabisan amunisi, dan akan memakai senjata-senjata lawan saat bertugas.
-    Pelatihan strategi dan penerapannya di lapangan, di mulai dari tingkatan Zug (regu) sampai tingkatan Kompanie (kompi) dan sampai keseluruhan Bataillon (batalyon) yang sebagai basic fighting unit. Pada tahapan ini, akan lebih banyak rintangan-rintangan baik buatan maupun alami, pertahanan buatan, ladang ranjau serta kawat berduri.
-    Selanjutnya, 16 hari pelatihan terjun dan pendaratan dengan alat-alat seperti trampolin, tali gantung, serta latihan mengembang dan mengudara. Rekrut di latih secara intensif untuk melakukan pengemasan payungnya sendiri secara berpasangan, di kebanyakan negara lain, hal ini dilakukan oleh para spesialis.
-    Rekrut di wajibkan untuk memenuhi 6 kali penerjunan sebelum berhak menerima Fallschirmschützenabzeichen (lencana terjun).
-    Selanjutnya, di wajibkan untuk melakukan 5 kali penerjunan dengan ketinggian yang berbeda, dalam kecepatan angin yang berbeda dan penerjunan yang terakhir dalam kondisi jarak pandang / penglihatan yang sulit, bila ini terpenuhi akan menerima Fallschirmschützenschein (sertifikat terjun).
-    Akhirnya, pemberian penghargaan berupa insignia Fallschirmjäger berwarna perak dan keemasan serta ucapan selamat dari instruktur, lantas berbaris keluar dari boot-camp dengan berparade penuh kebanggaan di kota Stendal untuk bergabung ke dalam batalyon tempat bertugasnya si Oberjäger (prajurit satu), sambil terus berlatih menjaga Light and Speed nya.


Perlengkapan, Payung, Persenjataan dan Alat Transportasi

Perlengkapan dan penampilan Fallschirmjäger di mulai dari kepala sampai kaki sebagai berikut:
-    Helm terjun yang dipakai adalah modifikasi Stalhelme M35, dimana tepiannya (pelindung telinga dan batang leher)  di buang untuk mengurangi tekanan angin saat terjun selain meminimalkan cedera yang mungkin terjadi akibat tepian yang tajam saat hentakan pertama pada waktu penerjunan. Helm terjun ini diberi insignia dengan tiga warna nasional di sisi kanan dan simbol Luftwaffe di sisi kiri. 
Awalnya helm tejun ini berwarna biru keabuan, namun karena pengalaman di medan tempur, seperti di Afrika Utara dan Tunisa, helm ini diberi warna hijau tua dan kuning tua dengan insignia yang di hilangkan.
-    Perlengkapan kepala lainnya yaitu Fliegermütze (topi miring), Einsheitsmütze (topi lapangan) dan Schirmütze (topi perwira), selain itu untuk keperluan musim dingin di Rusia, dikeluarkan topi panjang dari bahan wol tebal berikut pelindung telinga dan lehernya.
-    Baju dalam dari linen, kaus kaki dari wol, baju terusan yang semuanya standar Luftwaffe, namun ada satu pengecualian yang diproduksi khusus untuk Fallschirmjäger di teater Afrika Utara yaitu selendang sutra berwarna cerah.
-    Jaket dan baju juga standar Luftwaffe yang berwarna hijau, seperti Fliegerbluse (baju dinas) atau Tuchrock (jaket lapangan yang berkantung empat). Tuchrock diberikan sabuk di pinggang dan pada semua jenjang kepangkatan, umumnya memakai tambahan sarung pistol, di luar jaket seorang Fallschirmjäger memakai Fallschirmkittel (jubah terjun) yang terbuat dari katun tebal. Fungsi utama dari Fallschirmkittel adalah menghindari tersangkutnya bagian-bagian dari Tuchrock, sabuk dan sarung pistol pada tali pengait dan tali payung saat hentakan awal pada penerjunan. 
Untuk keperluan musim dingin, khususnya saat operasi di Rusia, diproduksi mantel tebal dari wol berikut sarung tangan tebal.
-    Di tahun 1942 saat dimana divisi-divisi Fallschirmjäger yang telah terbentuk lebih banyak beroperasi di darat daripada operasi penerjunan, di keluarkan Kampfjacke (jaket tempur) yang terbuat dari campuran rayon dan katun dengan kamuflase bercorak serpihan (splinter camouflage), secara resmi menggantikan Fallschirmkittel di medan tempur dalam operasi darat. 
-    Celana tempur (Hosen) berwarna hijau yang lebih tua dari baju atasannya, nyaman digunakan dan mudah untuk pergerakan karena cukup longgar dengan dua kantong samping dan dua kantong di pinggul.
-    Knieauflage (pelindung lutut) yang dipakai saat terjun dan umumnya dilepas setelah mendarat karena menghambat pergerakan.
-    Yang membedakan Fallschirmjäger dengan kesatuan Jerman lainnya selain Fallschirmkittel adalah Handschuhe (sarung tangan) berwarna hitam terbuat dari kulit lembut dan Fallschirmschnürschuhe (sepatu terjun) berwarna hitam terbuat dari kulit dengan solnya terbuat dari karet, serta mudah dan nyaman untuk pergerakan. Sepatu terjun ini kemudian di adopsi oleh Inggris untuk perlengkapan pasukan lintas udara mereka yang di dapat dari Fallschirmjäger yang tertawan saat Operatie Weserübung, 9 April 1940 di Norwegia. 

Payung yang digunakan Jerman sebelum dan di awal Perang Dunia II adalah Rückenfallschirm Zwangsauslösung 1 (RZ1, kemasan ransel payung untuk dibuka) yang berasal dari desain sipil untuk kebutuhan olahraga.
RZ1 memiliki bentuk kanopi (setengah bulatan), terbuat dari bahan sutra berwarna putih keabuan dan terdiri dari 28 tepian berikut talinya dengan total permukaan selebar 56 meter persegi.
Kekurangan dari RZ1 di modifikasi dan diperbaiki dengan RZ16 yang mulai dipakai pada permulaan tahun 1940, lantas RZ20 dengan 20 tepian dan RZ36 dimana kanopi nya lebih menyerupai bentuk segitiga daripada setengah bulatan yang dapat mengurangi goncangan awal pada pembukaan payung, situasi saat mengudara dan pendaratan yang lebih lembut.
Tali pengait (static lines) untuk menarik kemasan ransel payung saat terjun sepanjang 9 meter, yang memungkinkan sang penerjun sudah berada pada posisi vertikal untuk mengudara dan mendarat pada jarak 25 meter sampai 30 meter setelah hentakan tali pengait dan berarti dapat diterjunkan / beroperasi pada ketinggian 100 meter.  

Senapan, pistol dan senapan mesin ringan / berat yang dipergunakan oleh Fallschirmjäger adalah yang umum dipakai oleh Angkatan Bersenjata lainnya sesuai masa produksinya, seperti:
-    MP 38 / 40, Gewehr 43, Kar98K, StG44, MG 15 / 34 / 42, pistol seperti Luger, Walther P38 dan Sauer 38H, selain itu khusus untuk kebutuhan Fallschirmjäger dibuatkan bandolier yang bergelantung melingkar dari leher sampai pinggul sebagai tempat ekstra amunisi dan Werkzügtasche (kontainer untuk senjata, amunisi dan peralatan).
-    Satu senapan yang khusus dibuatkan untuk pasukan payung Jerman di Perang Dunia II adalah FG42 (Fallschirmjäger Gewehr) dan diproduksi oleh Rheinmettel-Borsig AG, mulai dipergunakan untuk operasi di Gran Sasso untuk misi penyelamatan Mussolini di bulan September 1943. Senapan ini dapat difungsikan dengan semi automatic dan fully automatic, kaliber 7.92 mm, berat 4.5 kg, panjang 94 cm dengan jarak tembak maksimal 1.100 meter. Dilengkapi pula dengan teropong bidik, bipod kecil yang dapat dilipat dan bayonet untuk pertarungan jarak dekat.
Senapan ini difungsikan untuk seorang Fallschirmjäger sebagai sharpshooter (penembak jitu) dalam satu Zug (regu).

Alat transportasi untuk misi lintas udara dan penerjunan adalah:
-    Junker JU-52 dengan sebutannya "Tante Ju", yang dapat mengangkut 18 Fallschirmjäger dengan seorang absetzer (pengamat terjun), total bobot pesawat: 11 ton, dengan mesin berkekuatan 725 tenaga kuda, bermesin BMW radial piston enginees, kecepatan maksimal 280 km perjam dan saat mendarat dengan kecepatan 80 km perjam yang berarti secara teknis dapat mendarat di lapangan yang pendek.
-    Deutsches Forschunginstitut Fur Segelflug (DFS-230) mulai di produksi di awal tahun 1937 oleh Gottaer Waggonfabrik AG, sampai selesai perang telah di produksi sebanyak 1.500 Gliders. DFS-230 (light assault glider) berikut varian-variannya menjadi andalan Luftwaffe untuk melakukan pendaratan heavy infantry berikut peralatannya, selain faktor biaya produksi yang murah juga faktor kemudahan untuk mengendalikannya saat mengudara dan mendarat.
Selain seorang pengemudi yang juga seorang Fallschirmjäger yang terlatih (dilatih pula setelah momentum pendaratan sebagai protektor serangan dengan menembakkan light machine-gun MG 15 dari atas ruang kemudinya), DFS-230 dapat mengangkut sampai 12 Fallschirmjäger.
Saat takeoff, badan pesawat dilengkapi dengan dua roda tambahan yang akan terlepas secara otomatis saat mengudara, dan saat pendaratan adalah momentum yang berbahaya bila sang pengemudi kurang berpengalaman. Untuk mengurangi kecepatan saat pendaratan, semacam "kayu gelincir untuk pendaratan" (wooden landing skid) yang melekat permanen di bawah badan pesawat dan berfungsi sebagai rem, kerap ditambahkan dengan kawat berduri.
Total bobot Glider sekitar 1 ton dengan panjang 12 meter dan rentang sayap 24 meter, kecepatan maksimal sekitar 200 km perjam dan pada saat penarikan dengan pesawat penarik seperti JU-52, kecepatan 160 km perjam.
-    Gotha GO-242 (medium assault glider) dengan kapasitas 21 Fallschirmjäger berikut peralatannya. Dipergunakan pertama kali untuk operasi di Mediterania dan Afrika Utara, pesawat penariknya adalah Heinkel 111. Panjang badan Glider 17 meter dengan rentang sayap 28 meter.
Di tahun 1944 diproduksi dalam skala kecil yaitu GO-244 dengan dua mesin, namun karena target mudah bagi pesawat pemburu lawan dan ongkos produksi yang cukup mahal, GO-244 digunakan hanya sebagai pesawat pelatihan untuk Fallschirmjäger di boot-camp dan misi-misi pengiriman amunisi dan perbekalan di garis belakang.
-    Messerschmitt Me 321 - Gigant (heavy assault glider) di konsepkan setelah suksesnya operasi militer di Perancis dan negara-negara dataran rendah (Juni 1940). Pada saat perancangan, pesawat angkut ini di rencanakan untuk dapat mengangkut 100 Fallschirmjäger, dengan panjang badan pesawat 31 meter dan rentang sayap 60 meter. Gigant sampai akhir Perang Dunia II belum pernah dipergunakan untuk operasi lintas udara, hanya dipergunakan di belakang garis pertahanan untuk pengiriman perbekalan.


Sebagian dari Operasi Fallschirmjäger Selama Perang Dunia II 

Misi Penerjunan / Lintas Udara:

•    Sturmgruppe Granit di Benteng Eben Emael, 10 Mei 1940

Rencana Jerman untuk Blitzkrieg front Barat (dengan operasi Fall Gelb) di awal Perang Dunia II, untuk menyerang dan menundukkan Perancis dan negara-negara dataran rendah akan dilaksanakan setelah menundukkan Polandia (September 1939) yang sebagai daerah netral untuk berhadapan dengan Rusia.

Pola strategi besarnya hampir sama dengan strategi saat Perang Dunia I yaitu Schlieffen Plan namun telah di revisi atas usulan Generaloberts Erich von Manstein, yaitu:
-    Armee Gruppe B melakukan sapuan dari sayap kanan melewati Belanda, Belgia dan Luksemburg (negara-negara dataran rendah) untuk memancing pasukan utama Perancis dan British Expeditionary Forces membantu Belanda dan Belgia.
-    Armee Gruppe A sebagai serangan utama dan dari tengah akan memotong dan mengurung pasukan Perancis dan British Expeditionary Forces melalui hutan Ardennes, menyebrangi sungai Meuse dan dari kota Sedan menuju daerah pantai di kota-kota Boulogne, Calais dan Dunkirk di tepian English Channel dan Laut Atlantic.
-    Armee Gruppe C sebagai pancingan agar pasukan-pasukan Perancis tetap mematung di garis pertahanan / benteng-benteng Maginot. 

Jerman, baik di awal maupun selama Perang Dunia II, lebih mengandalkan strategi, organisasi tempur (Battle Order) yang lebih modern, efektif dan efisien serta penguasaan medan, daripada banyaknya jumlah peralatan dan pasukannya.  
Struktur serangan dari operasi Fall Gelb (kasus kuning) di pecah-pecah ke dalam operasi-operasi yang lebih kecil dan independen namun penuh koordinasi di antara Battle Order nya.

Target-target strategis dan penting (dengan urutan teratas) di Belgia untuk sebagian pelaksanaan operasi Fall Gelb yang harus direbut dan diamankan adalah:
1)     Jembatan Vroenhoven.
2)     Benteng Eben Emael.
3)     Jembatan Veldwezelt.
4)     Jembatan Kanne.
Dimana selanjutnya jembatan-jembatan tersebut akan digunakan oleh 6. Armee (Angkatan Darat ke 6) untuk penetrasi lebih jauh ke daratan utama Belgia.

Alasan mengapa Benteng Eben Emael secara militer dianggap sebagai target kedua terpenting dikarenakan hal-hal sebagai berikut:

1)    Memiliki 2 meriam kaliber 120mm dengan jarak tembaknya mencapai 18 km dan dapat berotasi 360 derajat dalam kubah baja kokoh, serta 16 meriam kaliber 75mm jangkauan tembak sampai 8 km (4 di antaranya juga dalam kubah baja yang dapat menembak ke segala arah), dimana meriam-meriam tersebut dapat melindungi kota Maastricht di Utara dan kota Vise di Selatan.
Selain itu, memiliki 12 meriam kaliber 60mm, 24 heavy machine-gun, 6 light machine-gun, 4 kanon penangkis serangan udara kaliber 60mm dan 6 lampu sorot.
     Meriam-meriam ini, terutama yang berkaliber 120mm, dapat digunakan pasukan Belgia utk menghancurkan ketiga jembatan penting di atas dan menghambat gerak maju pasukan Jerman.

2)    Benteng ini mulai dibangun pada tahun 1932 dan selesai tahun 1935 dengan biaya sekitar 24 juta Francs kala itu, dibangun karena pengalaman buruk Belgia terhadap Jerman saat Perang Dunia I.
Dibangun pada bukit berbatuan Granit dengan ketinggian 50 meter dari permukaan laut dan terlindungi oleh faktor alam serta pertahanan buatan, berada di tepian Albert Canal pada bagian Utara dan sungai Meuse di bagian Timur, jebakan / parit tank selebar 20 meter dengan panjang 1.500 meter serta kawat berduri di bagian Barat dan Selatan, dan hanya memiliki satu pintu masuk. Panjang benteng keseluruhan yang membentuk segitiga sekitar utara-timur 900 meter dan timur-selatan 700 meter, dengan kedua sisi yang paling lebar 300 meter dan berada di atas tanah seluas 5 hektar.
Memiliki 2 lantai menembus dalam bukit (berada di atasnya Pillboxes, Casemates, Bunkers dengan periskop intip dan Cupolas, berikut variasi atap-atap dengan ketinggian 5 meter). Kedua lantai bawah bukit dan atap-atap tersebut dihubungkan dengan tangga, dimana terdapat dua tangga utama, dua lift dan koridor sepanjang 4.5 km di bawah bukit (transportasi para perwira di dalam benteng memakai sepeda).
Sama dengan Perancis dengan Benteng Maginot-nya, Belgia masih menganut pola Sitzkrieg (perang duduk dan menunggu) atau Trench War (perang parit) karena belum memiliki inovasi strategy untuk meredam senapan mesin dan hantaman artileri berat saat pergerakan militer yang lebih mobile dan elastic dalam pola-pola serangan maupun pertahanan mereka.
Benteng Eben Emael sangat well-situated, well-armed dan well-defended strongpoint, sangat sulit ditembus / direbut dari segala arah, begitulah keyakinan petinggi-petinggi militer Belgia, serdadu-serdadu Belgia, rakyat Belgia dan pengamat militer kala itu.

3)    Memiliki sebuah garnisun berkekuatan 1.200 serdadu (sekitar 500 serdadu bertugas melayani meriam-meriam tersebut) di dalam Benteng Eben Emael, yang dapat bertambah dengan infantry support dari barak-barak di luar Benteng yang terlindungi pula oleh faktor alam dan buatan, sehingga mereka dapat bertahan selama beberapa minggu walaupun terkepung, karena memiliki 6 generator sebagai pembangkit listrik sendiri.
    
Bila Jerman melakukan penyerangan atau perebutan target-target strategis tersebut dilakukan dengan cara frontal assault, sangat besar kemungkinan jembatan-jembatan penting di sungai Meuse dan Albert Canal akan rusak atau hancur seluruhnya karena diledakkan oleh pasukan Belgia guna menghambat laju serangan pasukan Jerman.
Terutama Benteng Eben Emael, frontal assault sama saja bunuh diri atau akan mengorbankan ribuan serdadu dan peralatan untuk merebutnya.
Meriam-meriam dengan kaliber tersebut yang dimiliki Eben Emael pada permulaan Perang Dunia II cukup mutakhir, mengingat panzer-panzer (tank) Jerman yang berjumlah 2.800 panzer pada permulaan perang, 90% kanonnya berkaliber 50mm dan 37mm, sedangkan howitzer-nya berkaliber 98mm & 105mm.

Penggodokan serangan ke Belgia yang dimulai pada bulan November 1939, dilakukan para petinggi militer Jerman dimana salah satu penggagasnya adalah Generalmajor Kurt Student.
Cara apa yang harus dilakukan dan bagaimana, bila dengan pasukan payung, bagaimana cara agar tetap menjaga unsur kecepatan, dadakan dan komando terarah, akhirnya diputuskan bahwa serangan pembuka ke target-target strategis akan dilakukan oleh Fallschirmjäger tetapi tidak dengan terjun payung, namun dengan pesawat tanpa mesin tanpa suara, yaitu Glider DFS-230, alasannya:
-     Menjaga unsur kecepatan, dadakan dan koordinasi serangan pasukan kecil tersebut.
-     Ketepatan mendarat pasukan payung kurang akurat, melebar dan serdadunya tersebar.
-     Pasukan diterjunkan dengan payung, mendarat dengan senjata dan peralatan yang terpisah, setelah mendarat mereka harus melepas payung terlebih dahulu lantas mencari kontainer peralatan dan regunya.
-    Kontainer peralatan tidak dapat membawa peralatan untuk heavy infantry seperti: ekstra stielgranate, flame-thrower, demolition-charge, hollow-charge, bangalores, heavy machine-gun MG 34 dan assault-ladder (tangga untuk menyerang), yang akan sangat berguna untuk merebut dan mempertahankan target-target jembatan, terutama Benteng Eben Emael dalam tempo singkat.

Hauptmann (Kapten) Walter Koch ditugaskan sebagai operator lapangan dalam serangan ke target-target di Belgia tersebut, dimana dia memilih orang-orangnya dari I Bataillon, 1 Fallschirmjäger Regiment (I / FJR1) dan Oberleutnant (Letnan Satu) Rudolf Witzig dari II Pionier Bataillon, 1 Fallschirmjäger Regiment (II / FJR1), kemudian pasukan ini disebut dengan Sturmabteilung Koch (Detasemen Serangan Koch).

Battle Order dari Sturmabteilung Koch yang terbentuk dengan perincian urutannya: Target = Kode Unit Tempur = Jumlah Gliders = Jumlah Serdadu):
1)     Jembatan Vroenhoven = Sturmgruppe Beton = 11 Gliders = 5 perwira, dengan 129 serdadu (Kapten Koch berada disini).
3)    Benteng Eben Emael = Sturmgruppe Granit = 11 Gliders = 2 perwira, dengan 85 serdadu (Letnan Witzig berada disini).
Jumlah Glider sama dengan Beton tapi perwira dan serdadunya lebih sedikit, karena peralatan yang dibawa seperti: ekstra stielgranate, flame-thrower, demolition-charges, hollow-charges, bangalores, tangga dan heavy machine-gun).
3)     Jembatan Veldwezelt = Sturmgruppe Stahl = 10 Gliders = 1 perwira, dengan 91 serdadu.
4)     Jembatan Kanne = Sturmgruppe Eisen = 10 Gliders = 2 perwira, dengan 88 serdadu.

Pelatihan secara intensif dan amat rahasia Sturmgruppe Granit dilakukan di Hidelsheim hampir selama 6 bulan (mulai November 1939) dengan menggunakan bunker-bunker buatan dan pengenalan medan melalui maket-maket untuk penentuan regu yang mengamankan 31 Werks (target) di atas benteng, serta pencarian informasi dari perusahaan dan orang-orang yang pernah mengerjakan proyek pembuatan benteng, agar diperoleh detail benteng tersebut.
Bukan hanya serdadu, pengemudi atau pilot-pilot Glider juga dilatih secara intensif pada sebuah benteng Ceko yang hampir mirip dengan Eben Emael, terutama untuk pengaturan pendaratan atau memendekkan rentang pendaratan yang dibuatkan tambahan gulungan kawat yang berfungsi sebagai tambahan rem pada "kayu gelincir untuk pendaratan" (wooden landing skid).

Rencana serangan Sturmgruppe Granit pada benteng Eben Emael:
1)     Gliders akan ditarik JU-52 mulai pukul 04.30 pagi hari pada tanggal 10 Mei 1940 dan dari dua lapangan terbang di luar kota Koln: Ostheim dan Butzweilerhof.
2)     Selama perjalanan menuju sasaran, tidak ada penggunaan radio komunikasi, unsur kejutan dadakan dan kesenyapan harus tetap terjaga.
3)     JU-52 akan terbang dengan kecepatan 140 km perjam, dipandu dengan flare path sepanjang 20 km dari bawah, mulai Aachen menjelang perbatasan Jerman-Belgia, serta untuk memandu pelepasan Gliders. 
4)     Gliders akan terlepas dari JU-52 saat masih dalam wilayah Jerman, untuk menghindari kecurigaan dari suara mesin JU-52 dan dari ketinggian 2.500 meter dengan jarak tersisa ke benteng Eben Emael sejauh 35 km dengan kecepatan terbang Gliders 124 km perjam.  
5)     Sebelas Gliders akan mendarat di atas benteng, saat matahari mulai terbit di belakang mereka pada pukul 05.30, sehingga serdadu-serdadu jaga Belgia akan kesilauan dan tidak menyangka akan kedatangan tamu tak diundang yang modern tanpa suara, dari atas dan dari arah terbit matahari.
6)    Sebelas Gliders berisi 11 regu dengan tugas masing-masing regu yang sudah terarah begitu mereka mendarat dan keluar dengan cepat dari Gliders untuk mengambil posisi serta melumpuhkan seluruh arsenal / meriam-meriam berikut machine-gun support nya.
7)    Tugas-tugas Fallschirmjäger terbagi dalam 31 Werks (target). Satu Glider berisi sang komandan Sturmgruppe Granit yaitu Letnan Witzig dengan pasukan cadangannya, Trupp 11.
8)    Operasi direncanakan memakan waktu sekitar 4 jam (berikut kemungkinan menahan serangan balik pasukan Belgia dari luar benteng atau dari dalam benteng) dan setelah itu pada pukul 10.00, akan digantikan oleh 51. Pionier Bataillon dari 6. Armee yang akan melewati Jembatan Kanne yang diamankan Sturmgruppe Eisen.
9)    5 menit setelah pendaratan Gliders (pukul 05.35) Armee Gruppe B (6. Armee ke Belgia) akan memulai serangan ke negara-negara dataran rendah.

Secara umum, rencana pertahanan Belgia adalah sebagai berikut:
1)     Menunggu, terutama keyakinan mereka yang tinggi akan keampuhan benteng Eben Emael yang tidak dapat / sukar ditembus dari segala arah. Kecuali dari atas dengan lintas udara, begitu rencananya Jerman.
2)     Menghancurkan 3 jembatan penghubung ke daratan utama Belgia begitu tahu ada serangan.
3)     Meriam-meriam jarak jauhnya dari Benteng Eben Emael akan mengganggu pergerakan bala tentara Jerman, terutama saat membuat pontoon bridge atau memperbaiki jembatan rusak dan menyebrangi sungai Meuse dan Albert Canal.
4)     Bertahan selama mungkin untuk menunggu bantuan dari bala tentara Perancis dan British Expeditionary Forces.

Hasil di peroleh saat operasi yang dilakukan oleh Sturmgruppe Granit:
1)     Glider yang mengangkut Letnan Witzig sang komandan dari Sturmgruppe Granit dan Trupp 11 (regu cadangan), tali penariknya mengalami kerusakan, terlepas dan melakukan pendaratan darurat masih di sekitar Koln.
2)     Glider yg mengangkut Trupp 2 juga mengalami gangguan sehingga mendarat di Duren dekat dengan perbatasan Jerman-Belanda.
3)    Berarti hanya 9 Gliders yang mendarat di benteng dengan 55 serdadu dan 9 pilot berfungsi sebagai serdadu begitu mendarat dengan menembakkan light machine-gun M15 dari atas jendela kokpit untuk covering fire.
4)     Glider pertama yang mendarat di benteng dan mengangkut Trupp 8, mendarat pada pukul 05.24, di bawah hujan tembakan senjata penangkis serangan udara yang terlambat mengetahuinya, lalu diikuti segera dengan Glider yang mengangkut Trupp 5 dan seterusnya.
5)     Karena Letnan Witzig berhalangan hadir saat operasi, seharusnya komandan pengganti adalah Leutnant Egon Delica, tetapi Glider nya yang mengangkut Trupp 1 mendarat sekitar 200 meter dari sasaran pendaratan karena remnya terlalu berfungsi dan ditembaki oleh heavy machine-gun dari Casemate 18. Oberfeldwebel (Sersan-Mayor) Helmut Wenzel dari Trupp 4 berinisiatif bahwa Letnan Delica tidak dapat mengambil alih posisi Letnan Witzig, maka dia menyalakan radio komunikasi untuk kontak dengan Kapten Koch di Vroenhoven, memberitahu posisi / situasi, mengontak pembom tukik Stuka untuk menyerang posisi pasukan pendukung Belgia di luar bentang yang mulai menyusun serangan balik ke pintu masuk benteng, mengatur serangan secara keseluruhan Trupp di atas benteng dan selanjutnya juga meminta tambahan amunisi.
6)     Sekitar 20 menit dari seluruh pendaratan 9 Gliders, target-target utama seperti meriam kaliber 120mm dan kaliber 75mm berikut machine-gun support nya telah dilumpuhkan, dimana meriam-meriam tersebut belum sempat bereaksi menembakkan pelurunya untuk menghantam tiga target dari jembatan-jembatan penting tersebut.
7)     Sturmgruppe Eisen di bawah komando Oberleutnant Schachter yang bertugas merebut Jembatan Kanne mengalami perlawanan hebat, dimana dia sendiri terluka serius, dan pasukan Belgia sempat meledakkan / merusakkan jembatan (perlu perbaikan kurang lebih setengah hari baru bisa dipakai kembali), berarti serdadu pengganti Sturmgruppe Granit di benteng Eben Emael yaitu 51. Pionier Bataillon akan terhambat sekitar 12 jam.
Pertempuran di Jembatan Kanne sendiri berlangsung sengit, sampai pasukan induk ikut membantu Sturmgruppe Eisen dan baru selesai pertempurannya pada sore hari.
8)     Letnan Witzig dan Trupp 11 mendarat di benteng dengan Glider lain dari Koln pada pukul 08.30, Serma Wenzel memberikan laporan situasi bahwa semua target utama sudah dilumpuhkan, dan tinggal menahan serangan balik dari pasukan Belgia, baik dari dalam maupun luar benteng dan menunggu pasukan pengganti dari 51. Pionier Bataillon yang terhambat dan kemungkinan akan tiba pagi esok harinya pada tanggal 11 Mei.
Yang dilakukan Letnan Witzig setelah menerima laporan situasi dari Serma Wenzel adalah memerintahkan agar dikibarkan bendera Jerman sebagai tanda bahwa Eben Emael telah dikuasai.
9)     Pasukan Belgia di dalam benteng tidak dapat berbuat banyak, karena mereka tidak bisa naik ke atap benteng, ditahan dengan tembakan gencar dari heavy machine-gun MG34, dilempari granat "potato masher" dan disembur-sembur flame-thrower nya Sturmgruppe Granit. Dari dalam benteng, pasukan Belgia juga tidak bisa keluar, karena ditembaki dari atas. Pasukan dari luar benteng beberapa kali melakukan serangan balik, namun disapu dengan MG34 dari atas benteng, kejadian ini berlangsung sampai dini hari tanggal 11 Mei.
10)     Malam hari Trupp 2 yang melakukan pendaratan darurat di Duren sampai di Eben Emael, dimana mereka menaiki truk, lantas bergerak jalan kaki menghindari rintangan-rintangan benteng dan naik ke atas benteng, memberikan bukti bahwa pertahanan dan koordinasi serangan pasukan Belgia dari luar benteng sudah mengendor dan tidak terkoordinasi.
11)    Pasukan Belgia menembakkan mortir dan light howitzer dari luar benteng, konon sekitar 2.300 peluru high-explosive dimuntahkan, namun hasilnya nihil karena Sturmgruppe Granit sudah berada pada posisi well-fortified.
12)    Pagi hari pada pukul 07.00 tanggal 11 Mei 1940, pasukan 51. Pionier Bataillon dengan menggunakan perahu karet mulai menyebrangi Albert Canal, lantas bergabung bersama-sama Sturmgruppe Granit untuk melakukan pengamanan di dalam dan di luar benteng.
13)    Pada pukul 12.00, Major Jottrand, komandan garnisun Belgia memberi tanda morse dengan ketok-ketok pintu besi di tingkat 1 sampai tiga kali, menyatakan bahwa mereka siap menyerah.
14)    Major Jottrand keluar ke atas benteng ditemani ajudannya dengan bendera putih, ditemui oleh Letnan Witzig, saling memberi hormat militer, dan Major Jottrand menyerahkan benteng Eben Emael.
15)    Korban Sturmgruppe Granit, 6 tewas dan 18 terluka, lebih dari 1.000 serdadu Belgia menyerahkan diri dengan korban tewas dan terluka sekitar 400 serdadu, dimana mayoritas korban berasal dari luar benteng.
16)    Semua perwira dari Strurmabteilung Koch menerima Ritterkreuz (Knight Cross) begitu pula Serma Wenzel dan semua serdadu Fallschirmjäger menerima Iron Cross kelas 1.

Keberhasilan Blitzkrieg dan Sturmabteilung Koch, terutama Sturmgruppe Granit di benteng Eben Emael, membuka mata militer dunia dan merubah total konsep perang pada masa itu yang masih mengandalkan numerical superiority, manuver massal yang lamban, serangan dengan human wave, konsep fortification dan static defense.

Hal-hal yang menarik diketahui selama dan setelah operasi Benteng Eben Emael:
-    Oberjäger Ernst Grechza dari Trupp 5 merupakan satu-satunya serdadu dari Strurmabteilung Koch yang hanya menerima Iron Cross kelas 2. Sebelum berangkat pada 10 Mei pagi hari, ia mengisi kantin minumnya dengan Rum dan bermaksud untuk diberikan kepada rekannya yang terluka nanti di Eben Emael. Namun, ia tidak sanggup menahan godaannya untuk minum rum tersebut sendirian dan kebanyakan minum sampai mabuk. Ia kedapatan sedang duduk merosot  di dekat kubah meriam 120mm, dimana kubah tersebut sedang berputar dan masih berfungsi, lantas ia ditarik oleh Serma Wenzel menjauh dari kubah.
-    Pasukan Belgia yang tertawan dipindahkan dari Eben Emael ke Dortmund, dimana mereka disembunyikan dan diisolasi sementara dari tawanan perang lainnya. Karena mereka sebagai saksi atas dua senjata rahasia dan baru yang digunakan Jerman yaitu Glider dan hollow-charge. Hitler memerintahkan semua keberhasilan dari hollow-charge di Eben Emael di tutup semen, untuk menyembunyikan bukti dari senjata baru rahasianya. Ini dilakukan sebelum tamu-tamu dari negara lain dipersilahkan mengunjungi Eben Emael dua bulan kemudian.
-    Satu serdadu tawanan Belgia di kemudian hari secara sukarela mendaftar, lulus seleksi dan diterima menjadi serdadu dari Waffen-SS divisi ke 27 Langemarck dan tewas di front Rusia.

•    Operatie Hannibal merebut jembatan di Corinth Canal, Yunani, 26 April 1941

Italia terpaksa meminta bantuan Jerman setelah serangannya dan berusaha merebut Yunani yang diinginkan Mussolini terusir secara memalukan dari tanah Yunani, dimana sebelumnya pula, saat Italia menyerang Yunani di bulan Oktober 1940, Mussolini tidak berkoordinasi dengan Hitler.

Setelah operasi militer yang dilakukan Jerman untuk membantu Italia memperlihatkan hasil yang gemilang dimana pasukan Yunani, Inggris dan Australia melakukan gerak mundur dari daratan utama Yunani ke Selatan ke daratan / semenanjung Peloponnese, Hitler pada tanggal 20 April 1941 menginginkan agar pasukan tersebut terpotong, terkurung dan menyerah, dengan cara merebut jalan serta satu-satunya jembatan di Corinth Canal yang menghubungkan daratan utama Yunani dengan semenanjung Peloponnese, dan menamakan operasi tersebut dengan Operatie Hannibal.
Corinth Canal merupakan jalur air yang membelah Yunani antara daratan utama dengan semenanjungnya, dimana medannya sulit karena faktor alam dengan perbukitan terjal berikut jurang-jurang dan batu karang di sisi kanan kiri dari jalur air tersebut.
Ini merupakan satu-satunya operasi lintas udara yang tidak diketahui Generaloberts Kurt Student sebagai komandan tertinggi dari seluruh unit Fallschirmjäger, dimana semua perintah operasi berasal dari Oberkommando der Wehrmacht kepada Generaloberts Alexander Lohr, komandan Luftlotte IV untuk operasi Luftwaffe di daerah Balkan.
Diputuskan untuk menggunakan Fallschirmjäger dari resimen kedua (FJR2) dari General Wilhelm Sussmann yang pada saat itu berada pada posisi di Plovdiv untuk merebut pulau Lemnos.

Siang hari pada tanggal 26 April 1941 meluncurlah enam Gliders ditarik JU-52 dari sebuah lapangan terbang di daratan utama Yunani menuju  target yaitu jembatan di Corinth Canal, dimana penumpangnya adalah 54 serdadu dari Fallschirm-Pionier Kompanie, Regiment 2 di bawah komando Oberleutnant Häffner berikut seorang jurnalis militer Jerman yaitu Von der Heide.
Pertahanan di sekitar jembatan di lakukan sebuah kompi dari pasukan Australia bersama dengan pasukan Yunani berikut tiga tank dan beberapa meriam penangkis serangan udara Bofors.
Dalam sepuluh menit setelah pendaratan, Fallschirmjäger berhasil melumpuhkan pertahanan dan berhasil menjinakkan beberapa bahan peledak yang terpasang pada jembatan tersebut.
Secara bersamaan saat beberapa Fallschirm-Pionier sedang menjinakkan bahan peledak yang terpasang di jembatan, pasukan pertahanan dari lawan melakukan serangan balik dari satu sisi jembatan, tembak menembak senapan ringan terjadi dan sebuah ledakan hebat merusakkan jembatan yang berasal dari bahan peledak yang sedang dijinakkan dan menewaskan beberapa Fallschirm-Pionier berikut sang wartawan perang.
Ada beberapa perkiraan mengapa ledakan tersebut sampai terjadi, di antaranya berasal dari penangkis serangan udara Bofors yang masih aktif dan tembakannya tepat menghantam peledak yang masih melekat di jembatan, serta saksi mata dari Fallschirmjäger yang melihat dua perwira Inggris berlari mendekati bahan peledak tersebut sambil menembakkan pistolnya beberapa saat sebelum ledakan terjadi.
Beberapa saat sebelum ledakan terjadi, Fallschirmjäger dari batalyon pertama (I / FJR2) dan kedua (II / FJR2) dari resimen kedua (FJR2), melakukan penerjunan dari JU-52 ke sektor Corinth.
Batalyon pertama di bawah komando Hauptmann Kroh diterjunkan di utara jembatan dan batalyon kedua di bawah komando Major Pietzonka di selatan jembatan.
Dalam beberapa menit, 11 meriam penangkis serangan udara berhasil di lumpuhkan kompi kelima dari batalyon kedua, kompi-kompi yang lain mengamankan kota Corinth dan melumpuhkan garnisun pertahanan yang terdapat di dalamnya.

Walaupun jembatan tersebut sempat mengalami kerusakan, pada hari yang sama para Fallschirm-Pionier berhasil memfungsikan kembali jembatan tersebut.

Selama operasi yang singkat tersebut, Fallschirmjäger dari resimen kedua berhasil menawan sekitar 12.000 serdadu Inggris, Australia dan Yunani yang sedang bergerak mundur menuju semenanjung Peloponese.
Siang keesokan harinya pada tanggal 27 April, batalyon ketiga dari resimen kedua (III / FJR2) diterjunkan untuk mengamankan daerah sekitar Corinth dan menumpas perlawanan-perlawanan sporadis yang masih dilakukan lawannya.
Dalam Operatie Hannibal, Fallschirmjäger menderita kerugian 63 serdadu tewas, 16 hilang dan 174 terluka.

•    Operatie Eiche untuk misi penyelamatan Mussolini, 12 September 1943

Setelah kekalahan berturut-turut Italia di bawah kepemimpinan Mussolini di berbagai medan tempur Perang Dunia II, seperti di Perancis Selatan (pegunungan Alpen), Afrika Utara, Yunani dan Mediterania, rakyat Italia mengalami krisis kepercayaan terhadap Benito Mussolini, dimana selanjutnya Mussolini diturunkan dari kekuasaannya sebagai Perdana Mentri oleh Raja Victor Emmanuel pada tanggal 25 Juli 1943 dan digantikan posisinya oleh Marshal Pietro Badoglio.

Kekhawatiran Hitler kemudian, Italia akan menyerah kepada Sekutu dan terbuka front di selatan Eropa yang memudahkan Sekutu untuk melakukan serangannya. Jika Mussolini berhasil di selamatkan dari kurungannya dan ditaruh kembali untuk memerintah pemerintahan boneka di Italia Utara, maka pasukan-pasukan Italia yang loyal kepada Mussolini akan tetap berpihak kepada Jerman.

SS-Hauptsturmführer (Kapten dari Waffen-SS) Otto Skorzeny adalah orang yang secara pribadi dipilih oleh Hitler untuk memimpin operasi di lapangan, namun Skorzeny tetap berada di bawah komando Luftwaffe, serta menerima perintah dari Generaloberst Kurt Student selama berlangsungnya operasi.
Permasalahan pertama dari operasi tersebut adalah mencari lokasi yang tepat dimana Mussolini berada. Setelah penangkapannya, Mussolini digelandang ke tempat yang tidak diketahui dan setelah beberapa hari baru diketahui berada di pulau Ponza, di lepas pantai barat daratan "sepatu bot" Italia.
Selama persiapan dan investigasi untuk operasi penyelamatan di pulau tersebut, ternyata Mussolini telah dipindahkan lagi pada tanggal 7 Agustus 1943 ke pulau La Maddalena di utara pulau Sardinia.
Kembali persiapan dilakukan sesuai dengan target operasi di pulau tersebut, namun tidak lama kemudian, sumber-sumber intelejen mengatakan bahwa Mussolini kembali dipindahkan pada tanggal 27 Agustus ke tempat yang tidak diketahui secara pasti.
Petunjuk yang sudah ada kembali usang, tinggallah misteri kemana dilarikannya Mussolini, sampai akhirnya tertangkap oleh Jerman melalui signal radio dengan frekwensi tinggi bahwa Mussolini dipindahkan ke puncak Gran Sasso d'Italia yang berada pada pegunungan Appenine dengan ketinggian sekitar 2.100 meter dari permukaan laut dan berada sekitar 140 km di utara kota Roma. 
Pada puncak Gran Sasso terdapat hotel Campo Imperatore yang di bangun untuk tempat peristirahatan dan tamasya ski, dimana akses untuk menuju hotel tersebut hanya dapat menggunakan cable car (kereta gantung) yang menelusuri lereng pegunungan dari lembah di bawahnya.
Segala rencana dipersiapkan termasuk mengamankan stasiun kereta gantung di lembah Gran Sasso, guna mencegah bantuan lawan yang datang dan akan menggunakan kereta gantung. Jika Mussolini di tahan di Gran Sasso, besar kemungkinan pasukan penjaganya tidak terlalu banyak.

Pada tanggal 10 September 1943, Skorzeny berikut ajudannya dan perencana serangan dari Luftwaffe melakukan pengintaian dan pengenalan medan dari udara dan tampaklah sebuah padang rumput tidak terlalu luas namun ideal untuk serangan / pendaratan yang berada beberapa meter di depan hotel tersebut. Sekarang tinggal bagaimana metode serangan yang akan digunakan, Skorzeny memutuskan tidak akan menggunakan serangan dengan penerjunan pasukan melalui payung, mengingat kurang luasnya tempat dan pasukan payung akan tersebar, maka serangan dengan Glider adalah yang paling tepat.

Ditetapkan akan dipergunakan 12 unit DFS-230 yang terisi penuh dengan:
-    Fallschirmjäger dari 1. Kompanie, 1. Bataillon dari 7. Regiment (I / FJR7) di bawah komando Oberleutnant Georg von Berlepsch.
-    Serta beberapa serdadu dari unit Waffen-SS nya Skorzeny yaitu Greif Kommando dari Friedenthal Bataillon.

Pasukan yang tersisa dari I / FJR7 di bawah komando Major Otto-Harald Mors akan melakukan perjalanan darat dan menguasai lapangan terbang yang terdekat di Aquila dan stasiun kereta gantung di lembah Gran Sasso. Unit lain dari Waffen-SS nya Skorzeny ditugaskan untuk membebaskan keluarga dari Mussolini, yaitu istri dan anak-anaknya di Villa Rocca di dekat kota Caminate yang terpencil dan terasing.

Siang hari pada tanggal 12 September 1943, JU-52 berikut Gliders yang ditariknya diberangkatkan dari lapangan terbang Practica de Mare di dekat kota Roma, dengan sekitar 1 jam perjalanan menuju Gran Sasso. Ikut dalam operasi ini seorang perwira tinggi Italia yang pro Jerman yaitu General Soletti, yang mungkin akan berguna nantinya dalam proses negosiasi bila operasi tersebut menjadi pertarungan berdarah.
Gliders nomor 11 dan 12 tidak berhasil mengudara karena rusak saat takeoff, hal ini terjadi karena beberapa saat sebelum waktu pelaksanaan operasi, lapangan terbang ini menjadi target Carpet Bombing Sekutu dari udara. Skorzeny yang berada pada Glider nomor 3 berada di depan, setelah sebelumnya Gliders nomor 1 dan 2 berikut pesawat penariknya menghilang di awan tebal pegunungan dan tersesat dalam setengah perjalanan menuju Gran Sasso, mengingat selama perjalanan, radio komunikasi antar pesawat dan penghubung daratnya di haramkan, maka hanya tinggal 8 Gliders untuk misi ini.
Saat mendekati Gran Sasso pun pandangan masih kurang sempurna akibat awan tebal pegunungan, beruntung masih dapat dikenali berkat pengintaian sebelumnya yang dilakukan oleh Skorzeny dimana mereka bersiap melepaskan tali pengait dari pesawat penarik.
Saat mendekati target pendaratan di padang rumput di depan hotel, baru tampak oleh mereka bahwa padang rumput tersebut terdapat berbatuan besar yang tidak tampak di ketinggian saat pengintaian. Maka mendaratlah mereka dengan kerasnya beberapa meter di depan hotel, rintangan dari berbatuan tersebut justru membantu penghentian lajunya Gliders saat pendaratan.
Skorzeny memimpin pasukannya ke dalam hotel, melumpuhkan perlawanan yang ada di pintu masuk hotel dan langsung bergerak cepat menuju ruangan dimana Mussolini berada dan dijaga oleh dua perwira Carabinieri (polisi militer Italia).
Skorzeny menawarkan tidak perlu ada perlawanan dan dalam hitungan menit, komandan dari garnisun penjaga Mussolini menyatakan menyerah dan berjanji tidak akan ada perlawanan dari pasukannya.
Seluruh kompleks hotel tersebut jatuh ke tangan Jerman dalam tempo yang sangat cepat dan tanpa pertumpahan darah. Sangat cepatnya waktu pengambilalihan hotel dan mengamankan Mussolini ditandai dengan Gliders nomor 6 dan 7 baru akan melakukan pendaratan, setelah itu Glider nomor 8 melakukan pendaratan dan menghantam sebuah batu besar dan melukai para penumpang di dalamnya.

Permasalahannya kemudian bagaimana membawa Mussolini terselamatkan keluar dari Gran Sasso, dimana terdapat tiga cara untuk membawa Mussolini, yaitu:
1)    Jalan darat menuju kota Roma dan harus menggunakan kereta gantung dari Gran Sasso menuju stasiun di lembah yang telah di amankan Major Mors dan Fallschirmjäger, namun cara ini beresiko tinggi, mengingat gerilyawan dan tentara yang menentang Mussolini berada di sepanjang perjalanan menuju kota Roma.
2)    Membawa Mussolini ke lapangan terbang di Aquila yang menurut perhitungan seharusnya telah diamankan oleh Fallschirmjäger dan menerbangkannya dari sana.
3)    Skorzeny memutuskan mengambil cara ketiga yaitu menerbangkan langsung Mussolini dari Gran Sasso dengan pesawat intai Feisler Storch yang di awaki oleh Hauptmann Gerlach (pilot pribadi Kurt Student) yang melakukan  penerbangan pengamatan selama berlangsungnya operasi. Gerlach melakukan improvisasi pendaratan dan bersiap membawa muatan berharga yang harus di terbangkannya keluar dari Gran Sasso. Saat bersiap untuk tinggal landas, Gerlach juga melukakan improvisasi, dimana pasukan komando Jerman diperintahkan untuk menahan Feisler Storch beberapa saat sampai di dapat kecepatan maksimal untuk tinggal landas di padang sempit tersebut.

Wartawan-wartawan perang Jerman diperbolehkan menuju ke puncak setelah pertarungan berlangsung dengan memakai kereta gantung, mereka merekam dan mencatat kejadian-kejadian yang telah terjadi, tercetak banyak dokumentasi foto berwarna dan film dokumenter berwarna untuk kebutuhan propaganda Jerman saat itu.
Mussolini dan Skorzeny bergerak menuju Feisler Storch dimana dalam kondisi normal hanya diperuntukan bagi dua orang dimana satu diantaranya adalah awak pesawat. Mereka terbang menuju lapangan terbang Practica de Mare di dekat kota Roma, lantas berganti pesawat dan terbang kembali menuju kota Wina, Austria, dimana Mussolini bertemu kembali dengan keluarganya yang juga telah di selamatkan.

Sementara tinggal di Wina, Skorzeny memperoleh Ritterkreuz sebagai tanda sukses tugasnya pada misi penyelamatan tersebut, dan pada tanggal 15 September, Skorzeny terbang bersama Mussolini untuk menemui Hitler di Wolf Lair (sarang srigala), Prusia Timur.
Skorzeny menjadi pahlawan dalam misi penyelamatan di Gran Sasso, walaupun Fallschirmjäger memainkan peran yang lebih besar baik dalam tahap perencanaan dan saat pelaksanaan operasi. 
Polemik dan argumentasi bahwa siapa atau pihak mana yang lebih berperan atau memperoleh kredit, mungkin masih sebagai bahan di tahun-tahun ke depan bagi para analis militer dan analis pasukan khusus sekarang, namun secara umum rencana serangan tersebut merupakan keputusan yang sangat berani dan menjadi sangat sukses.

Saat berita inipun terdengar oleh masyarakat dunia, para anggota dari Parlemen Inggris atas kesuksesan operasi nekat ini mengangkat topik ini dalam persidangan mereka. Dan mereka menyerukan kepada pasukan khusus Inggris untuk melukakan operasi nekat serupa dan harus berhasil.
Operasi nekat ini juga menginspirasi dua film perang fiksi versi Hollywood yaitu Where Eagles Dare dan Dirty Dozen.


Sumber :


No comments: