Wednesday, May 1, 2013

Museum Rumah Sejarah Kalijati, Lokasi Penyerahan Belanda Ke Tangan Jepang Tahun 1942

BUKU PANDUAN MUSEUM RUMAH SEJARAH PANGKALAN TNI AU SURYADARMA
Kata Pengantar :
Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua limpahan rachmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dengan segala upaya dapat menerbitkan buku panduan Museum Rumah Sejarah yang berada di Lingkungan Pangkalan TNI AU Suryadarma.
Selanjutnya kami sangat menyadari apabila dalam penerbitan buku panduan ini masih banyak terdapat kekurangan disana sini, yang jelas dengan tebitnya buku panduan ini diharapkan Museum Rumah sejarah kedepan akan lebih banyak lagi rasa ingin tahu masyarakat yang selanjutnya segera berkunjung untuk melihat langsung Museum Rumah Sejarah dimana sebuah bangunan rumah sebagai saksi bisu tempat perundingan dan berakhirnya kekuasaan  Belanda di Nusantara kepada bala tentara Jepang pada tanggal 8 Maret 1942.    
Tujuan dan harapan redaksi mudah-mudahan dengan terbitnya buku panduan ini, dapat berguna dan bermanfaat bagi pecinta sejarah khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk dapat mengetahui dan menambah wawasan tentang  ke Museuman yang ada di Pangkalan TNI AU Suryadarma, Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Daftar Isi         :  Kata pengantar,  Lokasi,  Selayang Pandang.

Denah/Lokasi   :
Museum Rumah Sejarah letaknya yang berada di Pangkalan TNI AU Suryadarma, Kalijati, sangat mudah dicari untuk mencapai lokasi.   Sangat mudah dijangkau berada di Kecamatan Kalijati, Subang. Kurang lebih hanya 35 KM dari pintu tol Sadang, Purwakarta ke arah Kota Subang dan hanya 40 menit ditempuh dengan berkendaraan pribadi maupun angkutan umum.  


Selayang Pandang :

BELANDA MENYERAHKAN KEKUASAANNYA KEPADA JEPANG TANGGAL 8 MARET 1942 DI KALIJATI
Setelah  tiga setengah abad lamanya menguasai Indonesia Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada Jepang. Jepang menduduki Indonesia selama tiga setengah tahun, namun meskipun relatif singkat cukup membuat goresan dalam sejarah perjuangan bangsa.   Semuanya tidak akan terlupakan oleh bangsa Indonesia dari masa ke masa.

Kalijati direbut :
Pada tanggal 1 Maret 1942, dibawah pimpinan Vice Admiral(将)Ibo Takahashi,  balatentara Jepang mendarat di pulau jawa. Tiga tempat yang didarati oleh balapasukan Jepang, pertama di Merak di  Teluk Banten. Didalam pendaratan ini terdapat Letnan Jenderal Hitoshi Imamura beserta stafnya. Kedua, pendaratan dipantai Eretan Wetan, pantai bagian utara Jawa Barat dibawah pimpinan Kolonel Toshishige Shoji beserta satuan Angkatan Udara yang dipersiapkan untuk menyerang Pangkalan Udara Kalijati. Tempat pendaratan ketiga adalah di Kranggan Jawa Tengah dibawah Komando Brigade Sakaguchi.
   
Jepang memilih ketiga tempat tersebut untuk melakukan pendaratan dengan perkiraan bahwa pertahanan di ketiga tempat lemah. Perkiraan tersebut tepat, sebab ketika mendarat boleh dikata tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ada perlawanan kecil saja dari sisa-sisa kapal perang sekutu yang akan mengundurkan diri ke Ceylon.
Anak buah Kolonel Shoji yang bertugas menggempur Pangkalan Udara Kalijati kekuatannya 3000 serdadu diperlengkapi dengan sepeda-sepeda dan kereta-kereta tempur (panser). Pasukan ini terdiri dua Bataliyon Infantri dengan Komandannya Mayor Mitsunori Wakamutsu dan Mayor Masaru Egashira.   Pasukan Jepang bergerak begitu cepat.  Hari Jumat tanggal 1 Maret 1942 rakyat Kalijati terkejut sekali secara tiba-tiba dimana-mana bermunculan serdadu dari Jepang.  Terutama disekitar Pangkalan Udara Kalijati gerakan pasukan dari Negeri Matahari terbit sangat cepat.  Pertempuranpun terjadi antara serdadu Jepang dengan serdadu Belanda.  Pertempuran bertambah seru karena Jepang didukung bantuan dari udara dengan membom Pangkalan.  Tentara Sekutu khususnya Belanda menjadi kocar-kacir.  Mereka atau Sekutu termasuk serdadu Belanda terdesak terus dan mundur ke jurusan Bandung.  Jepang yang dengan cepat menguasai pertempuran terus menekan lawan.  Walaupun sudah meninggalkan Kalijati serdadu Belanda dan sekutunya terus dikejar-kejar.  Dalam waktu singkat Pangkalan Udara Kalijati dan sekitarnya jatuh dan dikuasai Jepang.
   
Jatuhnya Kalijati merupakan pukulan berat bagi Belanda.  Serdadu-serdadu Belanda mencoba membalas dengan merembes lewat Purwakarta dan Subang.  Namun usahanya sia-sia, karena kekuatan Jepang terlalu kuat dan sudah menguasai pertempuran.  Akibatnya moril Tentara KNIL merosot.
   
Setelah Jepang menguasai Subang dan Kalijati, Kolonel Shoji bermarkas di pusat perkebunan Pamanukan, Ciasem.  Dari Ciasem, Jepang memburu musuhnya kejurusan Bandung.  Sebelum terus mendesak ke daerah Lembang, Ciater dikuasai kubu-kubu Belanda di Ciater dihancurkan.  Pertempuran di Ciater merupakan pertempuran seru dimana Jepang dalam membuka jalan, melakukan Pemboman. 
   
Untuk menahan serangan dahsyat Jepang, serdadu Belanda diperkuat dengan sejumlah meriam disepanjang jalan.  Ternyata meriam-meriam Belanda tidak banyak bermanfaat karena dugaannya meleset.  Serdadu Jepang yang rencananya disergap meriam, melewati atau merembes lewat jalan setapak yang ada dikebun teh yang luas.  Dengan sendirinya pasukan Belanda tambah kacau balau, karena perkiraannya keliru.  Ciater jatuh ditangan Jepang dengan menelan banyak korban dari kedua belah pihak.  Ciater yang terkenal merupakan daerah air panas ini, jatuh pada tanggal 6 Maret 1942.
   
Subang jatuh dan pertahanan Belanda di Ciater runtuh, berarti jalan menuju Bandung makin terbuka dan hambatan makin berkurang.  Sisa-sisa serdadu Belanda yang terus mundur kekota kembang digiring dengan serangan dari udara.  Lewat Lembang sisa-sisa serdadu Belanda lari ke Bandung.
   
Pimpinan KNIL mengetahui kalau pertahanan Belanda di Lembang dikuasai musuh, jatuhnya Bandung tinggal menunggu waktu saja.  Maka dicoba mencari jalan lain untuk mengatasi situasi yang semakin gawat.
   
Di pihak lain, Gubernur Jenderal Jonkheer Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer pada tanggal 5 Maret 1942 menyerahkan pimpinan tinggi Tentara kepada Legercomandant yang selanjutnya mengeluarkan ketentuan bahwa tidak dibenarkan Bandung dijadikan ajang pertempuran.  Maksudnya untuk mencegah serangan Jepang mengingat Kota Bandung penduduknya sudah padat.  Dengan pertimbangan demikian, KNIL mengajukan agar tembak-menembak dihentikan untuk selanjutnya minta diadakan perundingan.
   
Sementara itu, pada sekitar awal Maret bala Tentara Belanda yang dimana-mana khususnya pulau Jawa pertahanannya semakin rapuh.  Dimana–mana terjadi pertempuran pula, tetapi selalu pihak Belanda yang kalah.  Letnan Jenderal Hein ter Poorten yang baru saja menerima pimpinan Angkatan Perang di Hindia Belanda dari Gubernur Jenderal menghadapi keadaan yang terus kritis.  Pusat Pemerintahan dan kekuatan Militer yang ada di Bandung khususnya yang terancam langsung terus terdesak.  Namun Gubernur Tjarda tidak mau kehilangan muka terhadap rakyatnya maupun dengan dunia luar.  Untuk itu pada  tanggal 7 Maret 1942, pimpinan Tentara mengirim Mayor Jenderal Jacob Jan Pesman untuk menghubungi Komandan Tentara Jepang yang ada di Bandung untuk merundingkan kapitulasi pasukan dibawahnya Pesman saja dan bukan seluruh pasukan Hindia Belanda.
   
Sorenya Kolonel Shoji menerima utusan Belanda yang membawa bendera putih.  Shoji mengatakan kalau Pesman dapat berunding dengan utusannya atau utusan pribadinya saja yaitu Mayor Yamashita bertempat di hotel Isola Bandung.  Sebab Kolonel Shoji akan melapor ke Jenderal Imamura yang bermarkas di Batavia (Jakarta).  Sejak itu untuk sementara waktu kedua belah pihak menghentikan tembak menembak. 
   
Jenderal Imamura dalam pesannya kepada Kolonel Shoji, menginginkan kapitulasi atau perhitungan seluruh pasukan Belanda di Jawa.  Dan ia pun mau berunding kalau dengan Panglima Tentara dan Gubernur Jenderal Belanda dan perundingan agar diselenggarakan di Jalan Cagak Bandung.

Menyerah pada tanggal 8 Maret 1942
Akhirnya perundingan antara Jepang dan Belanda dilangsungkan juga, tetapi tidak dijalan Cagak sesuai rencana semula, melainkan di Pangkalan Udara Kalijati.  Jepang memilih Pangkalan ini dengan pertimbangan bahwa Pangkalan Udara Kalijati merupakan Pangkalan kuat di Jawa Barat yang diperkuat dengan pesawat Tempur dan pembom.  Kalau misalnya perundingan gagal dan meletus pertempuran, Jenderal Hitashi Imamura dapat mengontrol langsung jalannya operasi  pertempuran.  Selain itu secara psikologis menunjukan kepada Belanda bahwa jepang mempunyai pesawat-pesawat yang siap tempur atau di gunakan sewaktu-waktu.  Di pilihnya Kalijati dan Belanda menyetujui menunjukkan bahwa Jepang merasa sudah lebih berkuasa dari pada Belanda.
   
Dalam perundingan yang mempunyai nilai sejarah ini Letnan Jenderal Imamura berangkat sendiri dari Batavia tanpa pengawalan, berangkat jam 06.00.  Gubernur Jenderal Tjarda dan Panglima Ter Poorten berangkat dari Bandung. Dalam perundingan kedua belah pihak yang bersengketa duduknya saling berhadapan.  Gubernur Tjarda dan Ter Poorten berhadapan dengan  Letnan Jenderal Imamura.
   
Dalam perundingan Jenderal Imamura dengan suara keras minta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh tentara Hindia Belanda. Kalau tidak mau, Panglima Ter Poorten boleh segera kembali ke Bandung, lalu pertempuran akan segera dimulai lagi.  Pada pertempuran selanjutnya Jepang akan menghujani bom Kota Bandung.
   
Sesudah diberi waktu hanya sepuluh menit, akhirnya Ter Poorten menyerah. Ia menandatangani penyerahan kekuasaan dan kekuatan Hindia Belanda tanpa syarat, dengan naskah yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pihak Jepang.  Peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 8 Maret 1942.  Gubernur Jenderal Tjarda yang merasa tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, meninggalkan tempat. 
   
Sejak tanggal 8 Maret 1942 itulah, berakhir kekuasaan Hindia Belanda.  Utusan Belanda kembali ke Bandung.  Hari itu juga sekitar pukul 22.00 Ter Poorten menelpon ke Markas Tentara Inggris memberitahukan kalau ia baru saja menandatangani penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang.  Ia minta agar semua Tentara Sekutu meletakkan senjata.  Komandan Tentara Sekutu di Jawa Mayor Jenderal Hervey Degge Wilmot Sitwell semula merasa terkejut dan merasa tidak enak, karena tidak pernah diajak berunding tetapi akhirnya menyadari juga sebab apa akibatnya bila pasukannya melanggar perundingan.  Akhirnya Sitwell menuruti keputusan tersebut.

Penyerahan pasukan
Keesokan harinya Ter Poorten lewat corong radio Bandung mengumandangkan bahwa penyerahan kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang telah dilaksanakan dan ditanda tangani di Pangkalan Udara Kalijati.
   
Beberapa hari kemudian, tepatnya tanggal 12 Maret 1942, seluruh Komandan kesatuan Belanda, Inggris dan Australia secara resmi menanda tangani penyerahan pasukan kepada Komandan Tentara Jepang disekitar Bandung, Letnan Jenderal Masao Maruyama.  Dengan demikian berakhirlah penjajahan Belanda secara keseluruhan di bumi Indonesia.
   
Demikianlah sekelumit Sejarah penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang di Pangkalan  Udara Kalijati, tanggal 8 Maret 1942 yang sebelumnya didahului dengan pertempuran hebat.


                                                                       *******


Tambahan :

Rumah Sejarah penyerahan Belanda kepada Jepang diresmikan pada tanggal 21 Juli 1986 oleh Komandan Pangkalan TNI AU Kalijati Letkol PNB ALI BZE.

Gedung rumah sejarah dibangun tahun 1917 oleh pemerintah Belanda.
Alamat Rumah Sejarah, Komplek Garuda E 25 Lanud Suryadarma, Kalijati, Subang, Jawa Barat.


DIALOG DALAM PERUNDINGAN TANGGAL 8 MARET 1942


Panglima Imamura: "Apakah Gubernur Jenderal dan Panglima Tentara mempunyai wewenang untuk Mengadakan perundingan ini?"

Gubernur Jenderal Tjarda: "Saya tidak mempunyai wewenang untuk berbicara sebagai Panglima Tentara".

Panglima Imamura : "Bila Tuan tidak dapat berbicara sebagai Panglima, mengapa Tuan datang kemari?"

Gubernur Jenderal: "Tuan meminta saya datang dan atas permintaan itu saya memenuhinya dengan harapan dapat membicarakan dengan  Tuan  tentang pemerintahan sipil di Jawa... Maaf, kalau boleh, orang yang berdiri dipintu, apakah ia juru potret atau juru pelapor? Saya ingin melihat agar Tuan mengusirnya".

Panglima Jepang itu kini menoleh kepada Panglima Ter Poorten.

Panglima Imamura: "Apakah Tuan Menyerah tanpa syarat?"

Panglima Ter Poorten: "Saya hanya dapat menyampaikan kapitulasi Bandung."

Panglima Imamura: "Kapitulasi Bandung? Itu tidak menarik perhatian kami."

Berulang-ulang Panglima Imamura menanyakan tentang penyerahan Hindia-Belanda tetapi berulang-ulang pula Panglima Ter Poorten hanya berbicara tentang kapitulasi Bandung.

Panglima Imamura: "Tidak ada gunanya mengemukakan pertanyaan ini.  Bila Tuan tidak menyerah tanpa syarat, tidak ada jalan lain dari pada meneruskan pertempuran. Tuan akan dapat dengan segera sekarangpun kembali ke Bandung.  Saya akan memerintahkan  pengawal Tuan sampai ke pertahanan terdepan, dan pada saat Tuan melewati pertahanan itu, Bandung akan dihujani bom oleh kapal-kapal terbang yang sudah siap dilapangan terbang ini. Walaupun begitu saya masih memberikan kesempatan terakhir untuk mempertimbangkan permintaan saya, untuk ini saya beri waktu 10 menit." 
               
Setelah mengatakan ini, Imamura berdiri dan keluar.

Setelah waktu 10 menit itu berlalu, Imamura kembali kedalam ruangan perundingan dan terjadilah dialog berikutnya.

Panglima Imamura: "Saya tidak akan membicarakan soal pemerintahan sipil, karena nyatanya Tuan tidak mempunyai wewenang tertinggi untuk menjawab pertanyaan saya. Sejak ini   Saya larang Tuan berbicara dan akan saya tujukan kepada Panglima Tentara... Kembali kepada pertanyaan semula, apakah Tuan bersedia menyerah tanpa syarat?"

Panglima Ter Poorten: "Saya menerima untuk seluruh wilayah Hindia-Belanda."

Gubernur Jenderal: "Oleh karena saya tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan seperti itu, saya akan pergi."

Setelah mengucapkan kata-katanya, Gubernur Jenderal berdiri dan kemudian meninggalkan meja perundingan. Sebelum Gubernur Jenderal meninggalkan tempat perundingan, ia masih sempat mengeluarkan kata-katanya jang terakhir : "Saya harap Tuan mengusir juru potret itu."

Sesudah itu Panglima Ter Poorten menandatangani penyerahan Hindia Belanda tanpa syarat kepada Jepang dengan naskah jang telah disiapkan oleh Jepang sendiri. Sejak peristiwa itu berakhirlah kekuasaan Hindia Belanda. Kalijati menjadi saksi...


Foto-foto hasil kunjungan saya, Alif Rafik Khan, ke Museum Rumah Sejarah Kalijati di Subang hari Selasa tanggal 19 Februari 2013 (klik gambar untuk memperbesar):













































































No comments:

Post a Comment