Saturday, April 9, 2011

Oberstleutnant der Reserve Wilhelm Bach (1892-1942), Pahlawan Afrikakorps Yang Awalnya Dibenci Rommel!




Oleh : Alif Rafik Khan

Salah satu karakter yang paling tidak biasa dalam tubuh Deutsche Afrikakorps (DAK) adalah Major Wilhelm Georg Adam Bach, seorang mantan pastor Lutheran yang juga salah satu komandan batalyon terbaik yang dipunyai Erwin Rommel. Meskipun pangkatnya membuat ia selayaknya dihormati, tapi dia adalah salah satu komandan Jerman yang paling bersahabat, paling cu'ek dan paling santai yang berada di bawah komando si Serigala Rumah Makan Padang eh Padang Pasir Rommel! Dia pada akhirnya tertangkap oleh Inggris dan dibawa ke Mesir setelah pengepungan yang berlangsung lama atas posisi pertahanannya di Halfaya Pass.

Wilhelm Bach dilahirkan di Oberöwisheim b. Bruchsal, Bavaria, tanggal 5 November 1892. Dia ikut bertempur dalam Perang Dunia Pertama dan kemudian menjadi tawanan Inggris. Setelah perang usai dia menikah, membesarkan keluarganya, dan menjadi Menteri Lutheran di Mannheim. Sebelum Perang Dunia II pecah dia dipanggil lagi untuk bergabung dengan Wehrmacht. Dia kemudian bertugas di Afrika dan meraih nama besarnya disana setelah menerima Ritterkreuz atas kegigihannya dalam pertempuran

Ketika Erwin Rommel mencapai Afrika di bulan Februari 1941, dia diperkenalkan kepada para perwira yang menyambutnya. Dia tidak tersenyum atau mencoba bersikap bersahabat. Dia tahu tak ada waktu untuk beramah tamah dan ngadu huntu karena dia harus menguji mereka dalam pertempuran terlebih dahulu. Tapi ada satu orang perwira yang begitu dibenci Rommel pada awalnya: dia adalah Hauptmann Bach, seorang veteran pertempuran Prancis sama seperti Rommel dan peraih medali Eisernes Kreuz I klasse. Bach pernah terluka di lututnya sehingga kemana-mana dia selalu membawa tongkat. Rommel tidak menyukai kenyataan bahwa ada seorang komandan pasukan "tidak sehat" di bawah komandonya, apalagi setelah dia mengetahui bahwa Bach juga adalah seorang pendeta Lutheran. Seorang pendeta bertempur??? Tak pernah terbayangkan!

Beberapa bulan kemudian, Rommel berbalik mencintai dan mengagumi Bach. "Si Pincang" ternyata adalah master dari meriam artileri 88mm, sehingga seakan-akan benda tersebut menyatu dalam dirinya. Berkali-kali dia memanfaatkan senjata yang sejatinya ditujukan untuk melawan pesawat udara itu untuk menghantam tank-tank Inggris yang mencoba mengancam posisi Jerman. Bahkan meskipun kapten Bach tidak pernah terlihat memakai seragamnya dengan benar (dan kadangkala tampak culun!), dia begitu dicintai para bawahannya. Wajar saja, karena Bach tidak pernah menjaga jarak sejengkalpun, dan dia menganggap para prajuritnya sebagai anak kandung yang diperlakukan dengan penuh kehangatan.

Bach adalah salah satu figur yang paling mudah dikenali di seantero Afrikakorps... Rokok yang selalu menempel di mulutnya, kumis ala Hitler dan kacamata miopik, semuanya telah sama diketahui oleh para penembak artileri DAK. Major Bach pula lah yang berhasil menahan serbuan 20.000 pasukan Inggris dari 12th Corps di Halfaya Pass dengan hanya bermodalkan 4.000 orang saja!

Dengan gagah berani dia mempertahankan Halfaya Pass (biasa dinamakan dengan "Hellfire Pass" oleh pihak Sekutu) sampai akhirnya pasokan suplainya terputus dan dia sama sekali terkepung tanggal 17 Januari 1942 sehingga kemudian terpaksa menyerah. Sebagai tawanan perang dia dikirimkan ke Kanada dimana dia meninggal karena kanker (saya tidak mendapat data kanker apa, tapi kemungkinan kanker paru-paru karena hobi merokoknya yang gila-gilaan!) akhir tahun itu juga, tepatnya tanggal 22 Desember 1942. Rasa cinta pasukannya ditunjukkan dengan adanya sebuah tanda peringatan dari kayu yang ditempatkan di sudut pemakaman dan terpisah dari kuburannya. Wilhelm Bach sendiri dikuburkan di Woodland Cemetery yang terletak di Kitchener, Ontario (Kanada).

Tambahan:
Gruppe Bach adalah nama batalyon yang dikomandani oleh Wilhelm Bach dari Infanterie-Regiment 104. Gruppe dan komandannya kemudian sama-sama ditangkap Inggris dalam pertempuran Halfaya Pass.

Halfaya Pass sendiri adalah sebuah celah yang terletak di dekat perbatasan Libya-Mesir. Dia adalah salah satu dari hanya dua celah yang dapat dilalui melewati pos-pos pertahanan terpadu yang kemudian menyempit sebatas leher botol ke wilayah pantai. Peran strategisnya membuat celah ini menjadi salah satu yang paling diperebutkan oleh pihak Poros dan Sekutu sekaligus ajang pertempuran-pertempuran paling sengit di Afrika Utara. Afrikakorps Rommel merebutnya tanggal 27 April 1941, direbut kembali oleh Inggris dalam Operasi Brevity di bulan Mei 1941, dan kemudian lagi-lagi berpindah tangan ke pihak Jerman. Celah ini lalu digunakan sebagai titik utama garis pertahanan rapat Jerman yang terbentang dari punggung bukit Hafid sampai Sidi Azeiz.

Lokasi ini berhasil dipertahankan dengan gemilang oleh si "pendeta militer" Rommel, Wilhelm Bach, ketika Inggris melancarkan ofensif mereka di bulan Juni 1941 (Operasi Battleaxe) dan, meskipun terkepung habis, Bach tetap mempertahankannya sampai dengan ofensif ketiga Inggris di bulan November (Operasi Crusader). Dia akhirnya terpaksa menyerah bulan Januari 1942. Rommel kemudian merebut kembali celah ini dalam Pertempuran Gazala di bulan Juni 1942. Tapi ini hanya sementara saja, karena di bulan November 1942 infanteri-infanteri Selandia Baru menyerbu dan mengusir pasukan Jerman setelah pertempuran El-Alamein yang menentukan.


Sumber :
www.deutsches-afrikakorps.blogspot.com
www.findagrave.com
www.forum.axishistory.com
www.rommelinlibya.com
www.wehrmacht-awards.com


 
 
Bersama dengan para perwira staffnya, pada tanggal 2 Juli 1941 General der Panzertruppe Erwin Rommel (kiri, Kommandierender General Deutsches Afrikakorps) melakukan kunjungan ke markas I.Bataillon / Schützen-Regiment 104 / 15.Panzer-Division di wilayah Sollum, yang berada di perbatasan Libya-Mesir. Dalam kunjungan ini, secara khusus "Der Wüstenfuchs" (Sang Rubah Gurun) memberi selamat kepada komandan batalyon tersebut, Hauptmann der Reserve Wilhelm Bach (berjalan paling depan bersama Rommel), yang dalam pertempuran satu bulan sebelumnya berhasil menahan serbuan pasukan tank Inggris yang berusaha menerobos Halfaya Pass demi untuk membebaskan rekan-rekan mereka yang terkepung di Tobruk, dalam sebuah serangan massal yang dinamakan Operation Battleaxe (15-17 Juni 1941). Diantara Rommel dan Bach adalah Oberst Maximilian von Herff (Kommandeur Schützen-Regiment 115). Selama tiga hari penuh Bach dan anakbuahnya menahan serangan bergelombang musuh, dengan hanya bermodalkan satu peleton meriam Flak 88 sebagai senjata utama mereka. Meskipun Rommel sendiri telah memerintahkan agar sang Bataillonskommandeur mundur ke lokasi pertahanan yang lebih memadai "bila memungkinkan", Bach menginterpretasikan kata-kata terakhir dengan tindakan sebaliknya: melakukan serangan balasan yang berhasil memukul mundur pasukan Inggris! Atas prestasi fenomenal tersebut, Bach - yang merupakan mantan pendeta (!) - dianugerahi medali bergengsi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 9 Juli 1941, hanya berselang seminggu setelah foto ini diambil. Flak 88 sendiri aslinya adalah meriam anti pesawat terbang, tapi bisa sama bagusnya saat digunakan untuk menghantam target tank di darat. BTW, di bulan April 1941 - yang hanya berselang satu bulan setelah Rommel tiba di Afrika Utara - pasukan Jerman berhasil mengalahkan tentara penyerbu Inggris dan mengusirnya dari Libya, kecuali satu garnisun ANZAC keras kepala yang tetap bertahan di kota pelabuhan Tobruk (meskipun dikepung oleh gabungan pasukan Italia dan Afrikakorps Jerman). Selama satu tahun berikutnya, penguasaan kembali Tobruk menjadi obsesi terbesar Rommel karena tanpanya maka semua usaha pihak Jerman untuk menguasai Mesir akan sia-sia belaka. Ketika kota pelabuhan tersebut akhirnya diduduki pada bulan Juni 1942, Hitler yang berterimakasih mengganjar Rommel dengan kenaikan pangkat luar biasa menjadi Generalfeldmarschall


Wilhelm Bach sebagai Hauptmann der Reserve dengan medali Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes


Wilhelm Bach (tengah) bersama dengan Erwin Rommel. Perhatikanlah bajunya yang seenake dewe! Mau kondangan, mas?


Dokumen penganugerahan Verwundetenabzeichen (Wound's Badge alias Medali Luka) atas nama Unteroffizier Helmut Wagner yang ditandatangani oleh Hauptmann dan komandan batalyon Wilhelm Bach


Wilhelm Bach dalam kunjungannya ke posisi baterai artileri Italia di Halfaya Pass


Wilhelm Bach setelah menjadi tawanan pihak Inggris. Dalam kenyataannya orang ini selalu membawa tongkat kemanapun dia pergi. Konon ini karena dia adalah seorang pendeta, sehingga dia lebih memilih membawa tongkat untuk mengatur pasukannya daripada pistol atau senjata lainnya!


Tempat Pemakaman militer Jerman di Kitchener, Ontario (Kanada) yang menjadi lokasi peristirahatan terakhir Wilhelm Bach


Kuburan Wilhelm Bach dengan batu nisan untuk dua orang, dirinya dan seorang Gefreiter bernama Hans Dieter John


Tugu peringatan sederhana dari kayu untuk mengenang Wilhelm Bach yang dibuat oleh anakbuahnya


Major Wilhelm Bach seperti yang digambarkan dalam komik Pierre Dupuis berjudul "Afrika Korps, La Guerre du Désert" terbitan tahun 1978. Ini adalah versi Portugisnya!


No comments:

Post a Comment