Monday, August 15, 2011

Sonnengewehr (Senjata Matahari), Cermin Angkasa Nazi Yang Dapat Menghanguskan Kota-Kota!

Archimedes dengan cermin pembakarnya


Sonnengewehr sedang beraksi


Skema Raumstation


Para mantan dedengkot ilmuwan peroketan Nazi yang kemudian bekerja untuk NASA Amerika Serikat, difoto tahun 1956 di Alabama. Paling depan adalah Hermann Oberth, terus di belakangnya dari kiri ke kanan: Dr. Ernst Stuhlinger, Major General H.N. Toftoy (penanggungjawab "Proyek Paperclip"), Dr. Wernher von Braun (orang dibalik roket V1 dan V2), dan Dr. Robert Lusser (kembali ke Jerman tahun 1959 setelah "Proyek Paperclip" selesai). Dalam caption NASA, Lusser disalah-identifikasikan sebagai Eberhard Rees!



Penampang cahaya matahari Odeillo yang merupakan kompor solar terbesar di dunia untuk saat ini

Oleh : Alif Rafik Khan

Selama berlangsungnya Perang Dunia II, kota Hillersleben di Jerman menjadi rumah bagi salah satu pusat penelitian senjata Third Reich terpenting. Di sebuah fasilitas yang tersembunyi di bukit berhutan lebat, satu kontingen yang terdiri dari 150 orang insinyur dan ahli fisika mengembangkan dan mengevaluasi segala jenis senjata eksperimen, yang beberapa di antaranya kemudian diadopsi oleh mesin perang Nazi.

Ketika Jerman menyerah di bulan Mei 1945, para ilmuwan di Hillersleben dipaksa untuk meninggalkan berbagai jenis inovasi senjata pembawa maut yang selama ini sedang mereka kembangkan dan berada dalam berbagai tahap penyelesaian. Sebagai contoh dari senjata-senjata ‘ajib bin juned’ ini, di antaranya adalah peluru artileri bertenaga roket yang mempunyai jarak jangkau 50% lebih jauh dari artileri standar, mortir 600mm yang mampu menembakkan proyektil berpendorong sendiri seberat satu ton yang mampu menjangkau 5,5km, sebuah tank Tiger modifikasi yang dapat menembakkan roket seberat 344kg sampai sejauh 9,5km, dan sebuah proyektil berbentuk rantai yang dibuat dari roket-roket kecil yang saling dikaitkan dan mampu menjangkau jarak 160km! Tapi dari semuanya itu, eksperimen senjata super (wunderwaffe) ambisius Jerman yang paling mengerikan terwujud dalam proyek raksasa Sonnengewehr atau “Senjata Matahari” mereka – sebuah senjata yang diproyeksikan mampu mengorbit bumi dan ditujukan sebagai senjata penghukum musuh-musuh Third Reich yang berada nun jauh disana. Wadaow!

Senjata Matahari ini dibuat berdasarkan desain yang pertamanya diutarakan oleh Hermann Oberth, seorang fisikawan Jerman yang secara luas dianggap sebagai salah satu bapak peroketan dan astronotika. Pada bukunya yang diterbitkan tahun 1929, Wege zur Raumschiffahrt (Jalan Menuju Penerbangan Luar-Angkasa), Oberth mempresentasikan sebuah deskripsi keilmuan tentang hipotesis stasiun luar-angkasa berawak yang mampu mengorbit di ketinggian seribu kilometer. Dia tidak hanya sedang “ngimpi”, tapi juga menyertakan metode konstruksi mendetail dengan menggunakan bagian-bagian yang dapat dibongkar-pasang, menjelaskan perhitungan putaran rotasi yang nantinya dapat menghasilkan gravitasi sentrifugal di dalam stasiun, dan memaparkan suatu sistem untuk misi-misi pensuplaian secara periodik. Oberth juga menyarankan agar pengembangan Raumstation ini ditujukan sebagai observatorium astronomis dan penyambung telegraf, yang merupakan tambahan dari aktivitas-aktivitas observasi bumi lainnya semacam meteorologi, search-and-rescue, dan intelijen militer. Tapi hasil pemikirannya yang paling memikat perhatian para ilmuwan Nazi adalah teorinya tentang sebuah cermin cekung yang dibuat khusus dengan lebar 100 meter yang dapat merefleksikan cahaya matahari ke titik terkonsentrasi di bumi. Apakah Oberth memaksudkan teorinya ini untuk tujuan-tujuan perdamaian atau tidak, yang jelas para ilmuwan Nazi menangkap ‘pesan’ bahwa alat semacam ini dapat digunakan untuk menghasilkan daya panas luar biasa yang nantinya dapat membuat gosong setiap bagian muka bumi yang diarahnya!

Konsep Senjata Matahari sendiri sebenarnya terinspirasi dari “Cahaya kematian” yang diutarakan oleh Archimedes. Pada tahun 212 SM, Republik Roma bermaksud untuk menguasai kota Syracuse yang dihuni oleh orang-orang Yunani. Beberapa sumber menyebutkan bahwa serangan-serangan pertama Romawi berhasil digagalkan oleh Archimedes – seorang jenius Yunani yang dikenal sebagai matematikawan, fisikawan, penemu, dan ahli astronomi – melalui sebuah cermin tembaga yang konon mampu mengkonsentrasikan sinar matahari ke arah kapal-kapal musuh sehingga membuat mereka terbakar! Banyak usaha penelitian dilakukan untuk mengkonfirmasi atau menolak legenda senjata semacam itu, dengan hasil yang beraneka ragam. Paling akhir, mitos ini “dimentahkan” dalam program televisi MythBusters tahun 2006. Para Busters menemukan bahwa sebuah cermin metal memang dapat mengkonsentrasikan cahaya yang mampu membakar sebuah kapal kayu, tapi hanya setelah melalui proses rumit pencahayaan taktis selama beberapa menit. Meskipun keotentikan dari legenda masa kuno ini patut dipertanyakan, yang jelas kita mengetahui bahwa prinsip di belakangnya dapat dibuktikan secara fundamental.

Dengan menggunakan desain tahun 1929 rekaan Hermann Oberth sebagai titik awal, para fisikawan Hillersleben yang optimis kemudian mengembangkan konsep cermin-angkasa ini secara berkelanjutan. Kalkulasi yang mereka buat mengindikasikan bahwa sebuah cermin parabola dengan luas tiga kilometer dapat menghasilkan kekuatan penghancur yang diinginkan – sekitar 100.000 kali lebih dahsyat dari mitos cahaya-kematian Archimedes – dengan orbit ideal 8.200 kilometer. Setelah mempertimbangkan berbagai macam material ‘bling-bling’ sebagai komponen pembuatnya, para ilmuwan tersebut akhirnya memilih sodium metal yang merupakan elemen campuran yang banyak terdapat di sekitar. Dalam kondisi normal, sodium murni dapat pudar dengan cepat dan beraksi secara keras terhadap kelembaban. Para ilmuwan menganggap bahwa hal ini bukanlah masalah di lingkungan atmosfir bumi yang kosong secara kasat mata. Untuk mengangkut benda ini ke orbitnya, para insinyur berencana untuk membuat versi roket V-2 khusus yang mempunyai daya jangkau lebih jauh dari yang biasa ditembakkan untuk menteror kota London. Varian multi-tingkatan “A11” ini – yang masih dalam tahap pengembangan di fasilitas V-2 di Peenemünde – didesain oleh Wernher von Braun agar mampu membawa manusia ke luar angkasa, dan untuk ‘mengekspor’ bahan peledak Nazi ke Amerika Serikat!

Di dalam stasiun tersebut, tenaga listrik akan disalurkan melalui dinamo-dinamo bertenaga uap yang akan memanfaatkan panas radiasi solar mentah. Para astronot Nazi akan memakai sepatu magnetik untuk memudahkan saat bekerja di tengah kondisi tanpa gravitasi, sementara pasokan oksigen mereka secara konstan disuplai oleh greenhouse stasiun yang dipenuhi oleh tanaman labu yang rakus CO2. Para kru dari stasiun Senjata Matahari yang telah beroperasi akan menerima perintah tersandi mereka melalui radio atau telegraf tanpa kabel, dan selalu berwaspada terhadap musuh-musuh Third Reich. Ketika mendapat perintah untuk menyerang sebuah target di muka bumi, mereka akan menggerakkan jaringan mesin berpendorong roket untuk merotasi reflektor raksasa dengan menggunakan perhitungan cermat. Setelah mencapai posisi yang diinginkan, lengkungan cermin lalu mengumpulkan cahaya matahari dan menyorotkannya ke titik fokus di muka bumi. Cahaya yang disorotkan kini telah menjadi sebuah cahaya yang mematikan, yang terdiri dari radiasi solar super-terkonsentrasi yang mengarah langsung ke wilayah sasaran. Secara hipotesis, sorotan ini akan mempunyai kekuatan panas yang cukup untuk membakar lapangan rumput, menghanguskan kota-kota, mengeringkan persediaan air, dan melelehkan manusia-manusia malang bagaikan boneka lilin! Negara-negara yang tidak mempunyai pertahanan angkasa yang cukup atau pesawat roket akan sama sekali tak berdaya menghadapi serangan semacam ini. Setelah kehancuran yang diinginkan terlaksana, maka si cermin akan diputar kembali ke arah yang aman, yaitu membelakangi bumi.

Proyek yang luar biasa ambisius ini terhenti di musim panas tahun 1945 saat kemenangan-kemenangan Sekutu sudah tak tertahankan lagi. Agen-agen rahasia Amerika segera terlibat dalam Operasi Overcast dan Paperclip untuk ‘mengungsikan’ ilmuwan-ilmuwan dan teknologi Jerman sebelum pihak Soviet mengetahuinya. Lieutenant Colonel John A. Keck, Kepala Cabang Intelijen Ordonansi Teknis Musuh di wilayah Eropa telah ditugaskan untuk memimpin interogasi beberapa ilmuwan Nazi. Para insinyur Jerman ini mendeskripsikan partisipasi mereka dalam pengembangan V-2, dan mengungkapkan detail-detail mengenai teknologi lain yang hampir selesai: sebuah kapal selam yang dilengkapi sistem peluncur V-2, sebuah lensa sniper infrared, dan sebuah roket anti pesawat udara yang dapat meledakkan diri sendiri dalam ruang lingkup 9 meter sebelum mencapai sasaran! Sebagai tambahan, mereka menyerahkan pula skema dan kalkulasi konsep Senjata Matahari mereka yang menakjubkan. Berkaitan dengan penemuan-penemuan para ilmuwan Nazi yang mengejutkan dan bikin geleng-geleng kepala ini, Letkol Keck (ngenes amat namanya!) dan tim insinyur berpengalamannya terutama menanggapi dengan serius konsep Senjata Matahari. “Kami benar-benar kagum dengan keahlian teknik mereka yang praktis, “kata Keck tentang ilmuwan-ilmuwan Hillersleben, “dan ketidaksukaan mereka terhadap hal-hal fantastis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak bisa dibuktikan.”

Tapi banyak juga ilmuwan Amerika yang skeptis terhadap kemampuan Senjata Matahari. Sejumlah besar waktu, uang dan sumber daya akan diperlukan untuk mengangkut ratusan ton peralatan ke orbitnya, belum lagi jutaan ton sodium metalik. Lebih-lebih lagi, terdapat keraguan apakah sebuah cermin parabola dapat mengkonsentrasikan energi sampai tahap menghancurkan terhadap titik sasaran yang begitu jauhnya; meskipun masalah ini sebenarnya dapat teratasi dengan mengoperasikan lebih dari satu Senjata Matahari yang akan bekerja secara bersamaan. Meskipun skala konsep mereka begitu monumental, para ahli fisika Hillersleben begitu yakin bahwa Raumstation Sonnengewehr mereka adalah mungkin untuk dikerjakan, dan bila pengembangannya berjalan mulus tanpa terganggu maka dia akan sangat membantu tanah air mereka dalam penguasaan dunia sampai setidaknya 50 tahun ke depan!

Sampai saat ini, pemanfaatan tenaga matahari sebagai sebuah senjata mematikan masih perlu mendapat penelitian lebih lanjut, meskipun konsep-konsep serupa pengumpulan tenaga panasnya dalam skala kecil saat ini sudah dipraktekkan. Kompor solar menggunakan cermin parabola yang menyediakan panas untuk memasak, listrik, membuat bahan logam bekerja, dan memproduksi hidrogen. Kompor solar terbesar di dunia saat ini terdapat di komune Odeillo yang berlokasi di pegunungan Pyrenees, dimana rangkaian 10.000 cermin kecil terkonsentrasi setinggi delapan tingkatnya mampu mengumpulkan cahaya matahari untuk memproduksi panas sampai dengan 3.000 derajat celcius! Konsep serupa diterapkan di menara tenaga solar, dimana sebuah barisan cermin merefleksikan panas matahari menjadi sebuah receiver terpusat yang memproduksi uap sebagai pembangkit tenaga listrik.

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk membinasakan, para ilmuwan Hillersleben tidak sepenuhnya menjadikan Sonnengewehr sebagai sebuah senjata. Terserak di antara diagram-diagram rumit perancangannya, peneliti Amerika menemukan catatan-catatan yang di antaranya berisi tentang potensi stasiun angkasa ini sebagai sebuah satelit relay radio, pos observasi cuaca, tempat peluncuran roket ekspedisi antar-bintang dan, tentu saja, visi awal Hermann Oberth untuk menggunakan cermin raksasa ini sebagai penghasil tenaga listrik untuk bumi.

Banyak ilmuwan ahli roket Jerman – termasuk Oberth dan Wernher von Braun – pada akhirnya lebih memilih ilmu daripada patriotisme, dan pindah ke Amerika demi melanjutkan penelitian roket mereka. Sebagai tambahan kerja mereka untuk membuat sistem pertahanan peluru kendali Amerika, banyak dari orang-orang ini yang juga bekerja untuk mengembangkan program luar angkasa di tahun 1950-an. Roket yang rencananya akan dibuat untuk mengangkut Senjata Matahari ke tempatnya di angkasa – A11 Von Braun – pada akhirnya menjadi fondasi bagi Saturn V, mesin yang membawa astronot-astronot Apollo ke orbitnya dalam misi bulan mereka di tahun 1969-1972. kelihatannya, dengan melalui kerja keras dan kegigihan mereka, para pionir peroketan ini pada akhirnya mampu mencapai tujuan paling utama mereka: bintang-bintang.

No comments:

Post a Comment