Monday, January 9, 2012

Oberfeldwebel der Reserve Alexander Uhlig (1919-2008), Fallschirmjäger Tangguh Dalam Pertempuran Normandia!


Alexander Uhlig sebagai Feldwebel. Rentang karirnya adalah sebagai berikut: 1938 (pendudukan Sudetenland bersama dengan 1./Fallschirmjäger-Regiment 1); 1939 (pendudukan Cekoslowakia bersama dengan 1./Fallschirmjäger-Regiment 1); 1939 (pendudukan Polandia bersama dengan 2./Fallschirmjäger-Regiment 1); 1940 (pendudukan Norwegia bersama dengan 1./Fallschirmjäger-Regiment 1); 1941 (pendudukan Kreta bersama dengan 1./Kampgeschwader z.b.V. 1); 1942 (ditempatkan di Mediterania bersama dengan 2./Kampgeschwader z.b.V. N); 1943 (ditempatkan di Afrika Utara bersama dengan 10./Transportgeschwader 2); 1944 (bertempur di Normandia bersama dengan 16./Fallschirmjäger-Regiment 6). Dari catatan penugasannya kita bisa mengetahui bahwa Uhlig, selain sebagai seorang Fallschirmjäger, juga sempat merasakan menjadi pilot pesawat pembom dan pilot pesawat transport!


Alexander Uhlig menyamakan waktu jam tangan dengan rekannya sesama Fallschirmjäger. Biasanya ini dilakukan sebelum pertempuran berlangsung, dan merupakan salah satu kebiasaan khas bangsa Jerman yang terkenal teliti dan cermat dalam segala hal!


Alexander Uhlig bersama para anakbuahnya dari 16.Kompanie/Fallschirmjäger-Regiment 6 yang gagah berani di dekat Periers, Normandia. Foto ini memperlihatkan dengan jelas variasi seragam yang dipakai oleh Fallschirmjäger dalam Perang Dunia II, sebagai contohnya adalah prajurit ketiga dari kiri yang mengenakan feldmütze M43, jaket kamuflase Feld-Division Luftwaffe dan senapan G41. Untuk Uhlig sendiri, medali yang dipakainya dalam foto ini adalah: Narvikschild (di lengan), Eisernes Kreuz I klasse, Frontflugspange in Gold, Flugzeugführerabzeichen, Fallschirmschützenabzeichen, Verwundetenabzeichen, dan KRETA ärmelband


Alexander Uhlig setelah dianugerahi Ritterkreuz. Dia telah bergabung dengan resimen parasut Jerman dari sejak tahun 1937 dan mulai beraksi dari sejak pendudukan Sudetenland tahun 1938, sehingga ketika Pertempuran Normandia berlangsung Uhlig sudah menjadi seorang veteran yang banyak makan asam-garam dapur eh perang


Alexander Uhlig dan Mathias Muchus. Serupa tapi tak sama! Bagi yang nggak tahu nama yang disebut terakhir (kebangetan dah!), dia adalah aktor legendaris Indonesia yang juga suami dari Mira Lesmana. Makanya banyak-banyak baca majalah "Aku Anak Saleh" coba!


Alexander Uhlig dalam pertemuan para veteran Jerman pada tahun 1960-an. Berhubung swastika dan simbol-simbol Nazi dilarang di Jerman (baik Barat maupun Timur) selepas Perang Dunia II, maka biasanya para Ritterkreuzträger (peraih Ritterkreuz) menggunakan Ritterkreuz keluaran tahun 1957 sebagai pengganti Ritterkreuz asli yang memiliki lambang swastika di tengah. Tapi berbeda dengan Uhlig! Dalam foto ini tampak jelas dia santai saja ngelepus bako cap Simadu keluaran Sukanagara sambil mengenakan Ritterkreuz ORI dengan lambang Swastika tanpa takut digaruk Kamtib! Di jasnya terpasang juga versi mini dari medali dan penghargaan yang diraihnya dalam Perang Dunia II


Alexander Uhlig bersama dengan seorang reenactor Fallschirmjäger dalam acara peringatan pertempuran Kreta ke-60 tahun 2001. Si reenactor (yang dikenal hanya dengan nickname "Gran Sasso") mengatakan bahwa pada awalnya dia ragu-ragu untuk datang ke acara pertemuan veteran itu dengan mengenakan pakaian penerjun Fallschirmjäger sehingga dia hanya membawa helm FJ di tangannya, tapi kemudian respons para veteran begitu menggembirakan, dan bahkan beberapa dari mereka menitikkan air mata terkenang saat-saat muda dulu! Salah satu peristiwa paling dikenang dalam acara ini adalah saat sekitar 300 veteran Fallschirmjäger menyanyikan "Rot Scheint die Sonne" di atas Hill 107...


Masih dalam acara peringatan Pertempuran Kreta ke-60 tahun 2001. Alexander Uhlig berfoto dengan tiga orang prajurit muda yang berasal dari satuan parasut Jerman masa kini. Para veteran seperti Uhlig begitu dihormati karena dialah salah satu anggota kelas pertama Fallschirmjäger saat pembentukannya. Karena itu Uhlig diberi dispensasi untuk mengenakan medali Ritterkreuz berlambang swastika, dan hanya segelintir saja veteran lain yang diberikan kompensasi seperti dia!


Foto lain Alexander Uhlig sebagai seorang aki-aki. Foto ini diambil di kompleks kuburan perang La Cambe, Normandia (Prancis) tahun 2004. Empat tahun kemudian dia meninggal dunia, tepatnya tanggal 1 November 2008


Masih dalam acara yang sama di tahun 2004. Di belakang Uhlig, sebelah kiri adalah Günter Prignitz sementara di sebelah kanannya adalah Eckhard Schucany (meninggal dunia tanggal 29 Desember 2010). Semuanya adalah veteran dari Fallschirmjäger-Regiment 6


Foto-foto lain Alexander Uhlig dalam pertemuan di La Cambe tahun 2004. Seperti biasa dia memakai Ritterkreuz swastika-nya. Dia tercatat dalam sejarah sebagai salah satu dari hanya dua orang tawanan Jerman yang berhasil melarikan diri dari kamp tawanan Inggris dan balik lagi ke Jerman! Satunya lagi adalah Franz von Werra, pilot jagoan dari Luftwaffe


“Dalam pertempuran berdarah di wilayah berpagar tanaman, satu regu kecil Fallschirmjäger Jerman berhasil menangkap 11 perwira dan lebih dari 200 orang prajurit Amerika dari 90th Infantry Division.”

Oleh : Alif Rafik Khan

Dalam minggu-minggu menyusul D-Day, pertempuran sengit yang tak terhitung jumlahnya merebak di seantero Normandia saat Jerman berusaha mempertahankan setiap jengkal wilayahnya yang terlindungi oleh pagar tanaman (hal yang merupakan suatu keumuman di wilayah Prancis utara tersebut) dan bertekad untuk menghabisi sebanyak mungkin tentara musuh sebelum mereka mundur. Ini adalah jenis pertempuran yang begitu kacaunya tanpa ada batas front yang jelas, pertempuran yang dihiasi oleh aksi-aksi kecil dimana serangan dibalas oleh serangan balasan dan petak kecil berganti tangan berkali-kali dalam hitungan hari! Salah satu aksi semacam itu terjadi di bulan Juli 1944 saat para GI (sebutan untuk tentara Amerika) dari 90th Infantry Division, yang dikenal sebagai “Tough Hombres”, harus menghadapi serangan balasan dari Fallschirmjäger-Regiment 6 di bawah komando Major Friedrich August Freiherr von der Heydte. Pertempuran sengit yang kemudian terjadi akan diakhiri oleh tertangkapnya lebih dari 200 orang prajurit Amerika dan gencatan senjata tak biasa antara pihak Jerman dan Amerika demi mengevakuasi orang-orang yang terluka!

Mayor von der Heydte yang kelahiran Bavaria merupakan seorang veteran yang telah bertempur di Prancis, Kreta, Rusia, Afrika Utara dan Italia, sebelum ditunjuk untuk memimpin Fallschirmjäger-Regiment 6 ke dalam pertempuran di Normandia. Dia adalah seorang aristokrat militer dan anggota Luftwaffe (karena Fallschirmjäger secara teknis bukan merupakan bagian dari Heer) yang mengawasi pembentukan kembali resimen ke-6 di awal tahun 1944. Di bulan Mei resimen ini telah siap tempur dan ditempatkan di Prancis. Anggota-anggotanya diperintahkan untuk bertempur dengan tekad “keringat menyelamatkan darah” di hati mereka.

Meskipun mereka belum pernah melakukan terjun payung sebelumnya, tapi para anggota Fallschirmjäger-Regiment 6 ini telah mendapatkan medali Fallschirm-Abzeichen mereka, dan telah lompat beberapa kali selama pelatihan. Perwira dan bintaranya umumnya merupakan veteran dari banyak pertempuran terdahulu, meskipun prajuritnya sendiri adalah rekrutan muda baru yang masih hijau. Banyak dari mereka yang mencicipi pengalaman pertempuran pertama melawan tentara-tentara Sekutu di Normandia – dan bagi kebanyakan itu adalah juga yang terakhir. Antara tanggal 6 s/d 10 Juni 1944, 1.Bataillon/Fallschirmjäger-Regiment 6 musnah dalam pertempuran sengit yang berkecamuk.

Pada tanggal 22 Juli, elemen-elemen 2.Bataillon dan 3.Bataillon berkubu di posisi pertahanan mereka yang berhadapan dengan 90th Infantry Division di Semenanjung Cotentin. 90th Infantry Division telah mendarat di Pantai Utah di belakang pasukan penyerbu utama. Divisi tersebut telah bertempur begitu beratnya dan kehilangan begitu banyak personil dalam pertempuran di wilayah pagar tanaman Normandia, seperti banyak unit-unit Amerika lainnya. Pada tanggal 22 Juli, pasukan pengganti 90th Infantry Division telah mencapai 100 persen dari kekuatan resminya! Banyak para “petempur veteran” merupakan mantan pengganti beberapa saat sebelumnya, sementara penggantian perwira infanterinya mencapai hampir 150 persen!

Pada tanggal 18 Juli, 90th Infantry Division memulai serangan terhadap desa St. Germain-Sur-Seved sebagai awal dari Operasi Cobra, serbuan terencana terhadap St. Lô yang diharapkan dapat melepaskan pasukan darat Sekutu dari wilayah pagar tanaman Normandia yang merepotkan. Pendudukan St. Germain-sur-Seves juga akan membuat 90th Infantry Division berada di posisi menguntungkan dalam gerak maju mereka ke persimpangan jalan yang menjadi kunci di kota Periers. Persimpangan ini menghubungkan Periers dengan kota Coutances yang penting yang terletak di dekat St. Malô yang menjadi pusat semenanjung.

St. Germain-sur-Seves terletak di atas sebuah “pulau” rendah yang dikelilingi oleh wilayah yang membuatnya sulit dicapai. Di bagian utara dia dibatasi oleh Sungai Seves, sementara di bagian lainnya dia dibatasi oleh rawa dan sungai-sungai kecil. Gundukan tanah ini, yang juga dipenuhi oleh pagar tanaman, mempunyai panjang sekitar 3,2km dan lebar 1,6km. Pada bulan Juli 1944 wilayah ini lebih-lebih lagi terisolasi dari wilayah yang mengelilinginya karena datangnya hujan lebat sebulan sebelumnya. Bagi pihak Amerika, wilayah “real-estate” yang membikin puyeng ini dijuluki sebagai Seves Island.

Pada awalnya diusulkan untuk melakukan serangan terhadap St. Germain-sur-Seves pada malam hari, tapi kemudian dia dibatalkan karena banyaknya pasukan pengganti yang masih belum berpengalaman dalam tubuh divisi tersebut. Sebagai gantinya, Major-General Eugene M. Landrum, komandan 90th Infantry Division, memilih untuk menyerang di siang bolong. Dia memilih 358th Regiment, yang dikomandani oleh Lieutenant-Colonel Christian E. Clarke, Jr., untuk melakukan serangan tersebut dan menyiapkan dukungan artileri demi memuluskan ofensif mereka. Dukungan tersebut tersedia karena serangan yang dilakukan oleh 90th Infantry Division merupakan satu-satunya yang direncanakan di tempat itu pada waktu tersebut. Landrum juga meminta bantuan udara, dan dia memerintahkan unit-unit infanteri lain di bawah komandonya untuk mendukung serangan melalui tembakan dari senjata-senjata mereka.

Serangan dimulai jam 06:30 pagi tanggal 22 Juli 1944, sesaat setelah terhentinya gempuran artileri yang ditujukan untuk melemahkan pertahanan Jerman yang berlangsung selama 15 menit. Batalyon ke-1 dan ke-2 dari 358th Regiment bergerak menuju St. Germain-sur-Seves dari arah utara, melalui sebuah jalan yang melintasi sungai Seves. Jalan yang sempit itu menghubungkan wilayah sekelilingnya dengan ujung pulau melalui sebuah jembatan, meskipun pihak Jerman telah menghancurkan jembatan tersebut sebelum pertempuran terjadi. Berdasarkan rencana awal, kedua batalyon akan menduduki bagian pinggir sungai sehingga unit-unit zeni mereka dapat membuat sebuah jembatan sementara yang akan mendukung serangan utama. Dukungan artileri yang dikerahkan begitu dahsyatnya sehingga menjadi pelipur lara dari terbatasnya penglihatan akibat kabut tebal yang membuat dukungan udara urung dilancarkan. 1st Battalion mampu menembus pertahanan terdepan dari 3.Bataillon/6.Fallschirmjäger-Division, dan menerobos sampai sejauh 400 meter di wilayah yang diduduki Jerman. Tapi karena sedikitnya tempat berlindung di wilayah yang berawa-rawa sehingga membuat pasukan penyerbu Amerika terekspos di bagian pinggirnya. Meskipun dukungan artileri masih terasa, korban mulai banyak berjatuhan. Dua perwira dan tujuh prajurit terbunuh, sementara 10 perwira dan 180 orang lainnya terluka.

Di sekitar jam 12:00 siang tanggal 22 Juli 1944, Major von der Heydte memberi perintah untuk menyerang balik tentara Amerika di pulau dan mengusir mereka kembali sampai ke seberang sungai. Karena pihak Jerman mempercayai bahwa tentara musuh yang sudah menyeberang hanyalah pasukan pengintai kecil belaka, maka Heydte cukup mengirimkan 16.Kompanie yang dipimpin oleh Obeffeldwebel der Reserve Alexander Uhlig untuk melakukan serangan balik tersebut. Von der Heydte memerintahkan Uhlig untuk mendesak Amerika kembali dan mendirikan kembali garis pertahanan lama di sepanjang batas sungai. Bolehlah sebagai bonus, kata Heydte, Uhlig menambahkan sekedar beberapa tawanan untuk bisa diinterogasi.

Uhlig, yang anggota kompinya kini hanya tinggal tersisa 32 orang yang masih bisa bertempur, memberi brifing kepada anakbuahnya dan menyiapkan mereka di posisi masing-masing sebagai persiapan serangan. Meskipun anggota 16.Kompanie bersenjata ringan dan dapat bergerak lincah, pergerakan mereka terhambat karena buruknya cuaca. Penglihatan mulai membaik di tengah hari, dan pesawat-pesawat Amerika mulai merajalela melakukan serangan terhadap posisi-posisi pertahanan Jerman. Saat grup kecil Uhlig bergerak di sepanjang sebuah jalan yang terendam air yang berada di antara dua baris pagar tanaman tinggi, mereka dihantam oleh tembakan artileri sehingga melukai seorang bintara dan tiga prajurit. Dua orang lain ditugaskan untuk membawa orang-orang yang terluka kembali ke tempat perawatan. Sementara itu, Uhlig dan salah satu kopralnya melakukan pengintaian visual dari wilayah sekitar sambil mendiskusikan apa yang harus dilakukan.

Di depan mata Uhlig, wilayah seluas 730 meter yang sebelumnya menjadi garis pertahanan Jerman kini telah diduduki oleh pasukan Amerika. Di sebelah kirinya adalah 6.Kompanie Jerman, sementara kini telah tercipta lubang di tempat pertahanan 11.Kompanie yang kini telah mundur. Uhlig kaget ketika mendapat bahwa yang dia hadapi bukanlah hanya “pasukan pengintai kecil” belaka, melainkan 300 orang lebih tentara musuh! Dia tahu bahwa sama saja dengan bunuh diri apabila melakukan serangan frontal, karena itu Uhlig memutuskan untuk menyerang bagian terlemah musuhnya, yaitu di bagian kanan. Anakbuah Uhlig merangkak dengan perlahan ke depan, dengan menggunakan gundukan tanah serta pagar tanaman sebagai perlindungan. Di sepanjang jalan, sang Oberfeldwebel menambahkan beberapa orang prajurit dari kompi Jerman lain yang ditemui untuk menambah unitnya sendiri yang berkekuatan kurang.

Jam 18:00, pasukan Fallschirmjäger Jerman melancarkan serangan terhadap 1st Battalion/358th Regiment. Selama tiga jam selanjutnya pasukan Amerika mundur sejauh 320 meter. Berdasarkan keterangan dari perwira intelijen 358th Regiment, Major William J Falvey, 1st Battalion mundur sampai sejauh 800 meter ke sebelah selatan sungai, dengan kekuatannya kini telah berkurang sampai setengahnya karena korban yang mulai berjatuhan ditambah dengan prajurit yang kabur. Satu kompi dari 2nd Battalion mampu bergerak sampai 137 meter di bawah Seves sehingga kini berada di bagian belakang 1st Battalion. Pihak Amerika juga berhasil membawa dua peleton tank melintasi jembatan darurat yang telah dibangun beberapa saat sebelumnya.

Meskipun anakbuah Uhlig telah mendesak mundur pasukan Amerika dan menimbulkan korban besar di kalangan musuhnya, tapi mereka masih belum berhasil menangkap satupun tawanan seperti yang diperintahkan oleh von der Heydte. Pada saat ini kelompok kecil Uhlig telah menyusut menjadi hanya tinggal 28 orang. Dua orang Fallschirmjäger yang terluka ringan memutuskan untuk tetap bertempur dan menolak dievakuasi.

Seiring dengan waktu yang kini merambat sore, pihak Amerika sadar bahwa mereka berada dalam posisi genting. Mereka telah berharap-harap cemas menantikan serangan yang diduga akan datang dari arah yang sama. Di malam harinya mereka berjuang keras untuk mengevakuasi prajuritnya yang terluka, yang banyak di antaranya tergeletak di antara alang-alang dan rumput tinggi di bagian utara sungai. Dalam kegelapan, beberapa prajurit yang belum berpengalaman mulai terdesak ke belakang.

Major Michael Knouf, perwira suplai dari 358th Regiment, melakukan sebaik yang dia bisa demi menjamin pasokan suplai dan amunisi tetap sampai kepada pasukan yang sedang bertempur di garis depan di seberang sungai. Kompi B dan C merupakan unit terdepan dari kompi-kompi 1st Battalion. Pasukan 1st dan 2nd Battalion kini membentuk garis pertahanan berbentuk ladam kuda di bagian pulau yang lebih tinggi dengan kedalaman sekitar 182 meter dan lebar 914 meter. Pagi berikutnya telah datang, dan Knouf masih belum berhasil dalam usahanya memberikan pasokan suplai kepada pasukan yang berada di garis depan.

Sementara itu di sore tanggal 22 Juli 1944 Uhlig telah mampu mengambil gambaran situasi yang kini sedang terjadi di depan frontnya. Meskipun pertahanan Amerika di seberang sungai kini telah menyusut, tapi dia tahu bahwa misinya masih belum berakhir. Suara pasukan Amerika yang sedang sibuk menggali membuatnya berkesimpulan bahwa serangan lain ke arah yang sama tidak akan berhasil. Uhlig lalu memutuskan untuk menyerang bagian lainnya. Karena dia tahu bahwa dia butuh lebih dari 28 orang untuk melakukannya, maka dia segera grasa-grusu mencari pasukan tambahan. Seorang komandan tank dari 2.SS-Panzer-Division yang berada tidak jauh dari posisinya memberitahu bahwa mereka akan membantu serangan Uhlig di pagi berikutnya dengan tiga buah panzer. III.Bataillon menjanjikan kepadanya dua senapan mesin berat MG 42 serta 16 orang. Karena prajurit yang dijanjikan kepadanya merupakan pengganti saja dengan pengalaman bertempur yang masih minim, maka pada awalnya Uhlig berencana menggunakan mereka sebagai pasukan cadangan. Tapi kemudian dia merubah keputusannya dan menempatkan mereka dalam peran yang lebih aktif.

Uhlig tahu bahwa MG 42, yang mampu menembakkan peluru sampai 1.300 kali per-menit, sangat ditakuti oleh pasukan Amerika. Dia berharap bahwa apabila dia dapat mempergunakan dua buah senjata tersebut yang dijanjikan kepadanya, dia dapat membuat lubang di pertahanan Amerika. Uhlig juga mengerti pentingnya kondisi wilayah dalam perencanaan sebuah serangan, dan dia melihat bahwa penguasaan padang rumput di dekat sungai Seves merupakan faktor penting yang menyumbang terhadap suksesnya operasi. Dia bermaksud mencegah pasukan cadangan musuhnya mencapai bagian terdepat batalyon pertama 358th Regiment, sekaligus memblok setiap usaha mereka untuk mundur demi menjamin bahwa pada ujungnya dia akan mempunyai cukup tawanan untuk dibawa kembali ke markas von der Heydte.

Uhlig memposisikan dua buah MG 42 sehingga mereka dapat mendukung tujuannya dengan menempatkan mereka di sebuah jalan yang terendam di sebelah timurlaut St. Germain-sur-Seves, dimana para awaknya dapat melihat dengan jelas padang rumput di pinggiran sungai Seves dan mengelilingi wilayah sekitarnya dengan medan tembakan. Dia memerintahkan awak senapan mesin untuk menggali dan menutupi posisi mereka dengan kamuflase, karena adanya pesawat-pesawat Sekutu yang terus-menerus berkeliaran mencari target. Pasukannya lalu menggunakan jam-jam yang tersisa di kegelapan untuk mengkonsolidasikan posisi mereka.

Untuk mencapai unsur kejutan dan memaksimalkan keefektifan senjatanya (dan juga demi sebisa mungkin melindungi pasukannya dari ancaman artileri Amerika), Uhlig memberi perintah tegas bahwa awak senapan mesin tidak boleh menembak saat serangan pertama. Dia percaya bahwa dia mampu mengusir pasukan musuh dari pulau tanpa harus mengandalkan senapan mesin dan karenanya merencanakan bahwa awak MG 42 hanya akan beraksi bila musuh mencoba untuk mundur atau membawa cadangan pasukan yang lebih banyak.

Uhlig berharap bahwa bilamana saat itu terjadi, maka kabut pelindung di pagi hari tanggal 23 Juli 1944 akan begitu rendahnya sehingga pesawat-pesawat Sekutu dibuat ‘buta’ dan tak mampu memberikan dukungan efektif terhadap pasukannya. Sebenarnya Amerika masih mempunyai back-up artileri, hanya saja penempatannya secara efektif begitu sulit dikarenakan wilayah dan penempatan pihak Jerman yang begitu dekatnya dengan 1st Battalion.

Di sebelah selatan St. Germain-sur-Seves, tiga panzer Jerman bersiap untuk berkumpul dengan pasukan penyerang Fallschirmjäger. Anakbuah Uhlig menunggu sinyal untuk bergerak. Dalam rencana awalnya, sang sersan akan menempatkan sebuah grup tempur yang terdiri dari satu bintara dan enam prajurit untuk mengiringi setiap panzer selama berlangsungnya serangan sehingga tank-tank ini dapat melindungi pasukan pejalan kaki. Tapi kemudian komandan panzer menolak ide tersebut karena wilayah yang akan dihadapi tampaknya hanya akan memberikan perlindungan sedikit saja dari tembakan senjata anti-tank musuh. Bila Uhlig menginginkan dukungan kendaraan lapis baja tersebut, maka dia tidak mempunyai pilihan selain menempatkan Fallschirmjäger-nya di depan panzer-panzer dan berharap bahwa kehadiran tank-tank tersebut sudah cukup untuk menjatuhkan moral bertempur lawannya. Yang jelas, dia tidak punya alternatif lain selain tetap maju.

Tak lama setelah jam 07:00 di tanggal 23 Juli 1944, sekitar 50 orang Fallschirmjäger meninggalkan parit mereka. serangan pertama Uhlig yang menghantam pos komando 1st Battalion terhenti untuk sementara waktu karena gencarnya tembakan artileri dan tank Amerika. Tapi mereka pun kesulitan untuk membombardir posisi Jerman karena tidak adanya pesawat observasi di atas (setelah pertempuran usai, pihak Jerman mengklaim bahwa kebanyakan tembakan artileri Amerika hanya berseliweran melewati kepala mereka saja!). Saat pengamat terdepan Amerika berusaha untuk memperbaiki target buat artilerinya dengan menarik mundur ke belakang garis pertahanan, terpaksa pula prajurit-prajurit 358th Regiment menggali parit mereka lebih dalam. Kini tentara Jerman menyerang kembali ke depan demi menghindari tembakan dari belakang. Tembakan pendukung Uhlig juga membuat musuhnya tetap menundukkan kepala mereka.

Meskipun anakbuah Uhlig kini bergerak kembali di pagi itu dengan dukungan tiga panzer yang telah dijanjikan, tapi dua pertiga kendaraan lapis bajanya kemudian menjadi korban. Satu panzer ditinggalkan di belakang karena masalah mekanis, sementara panzer kedua, yang bergerak melalui tanah pertanian, menabrak tembok dan tersangkut di puing-puing atap yang kemudian runtuh! Kini pasukan Fallschirmjäger hanya mendapat dukungan tembakan sedikit saja bagi gerak maju mereka.

Berdasarkan laporan tempur pihak Amerika, tentara Jerman melakukan tiga serangan di pagi itu. Yang pertama dilakukan jam 07:00 dan yang kedua jam 08:00 (Amerika menggunakan waktu penyimpanan ganda sementara Jerman tidak, dan ini membuat timbulnya perbedaan masalah waktu di antara laporan tempur kedua pihak). Serangan kedua mengarah kepada wilayah di antara batalyon pertama dan kedua dari 358th Regiment. Amerika mampu pula menghentikan serangan ini. Tapi kemudian serangan ketiga menghantam telak 1st Battalion dan mencapai pos komandonya. Hanya beberapa GI yang membalas tembakan sementara sebagian besar temannya panik dan kabur ke lapangan rumput yang berada di pinggiran sungai. Disinilah taktik Uhlig terbukti jitu, dan dua buah senapan mesin MG 42 Jerman berpesta membabat habis tentara Amerika yang masuk ke ruang lingkup tembakannya.

Pada titik itu Major Michael Knouf menyaksikan disintegrasi pasukannya yang terdesak di pulau. Dia berada sekitar 27 meter dari pos komando, berusaha untuk memastikan bahwa pasokan suplai sampai ke garis depan, ketika melihat komandan 1st Battalion, Lieutenant Colonel Seeger, sedang memerintahkan pasukannya untuk menghentikan tembakan. Tak lama sekelompok tentara Amerika mulai berjalan ke arah anakbuah Uhlig sambil mengangkat tangan mereka. Knouf memutuskan bahwa dia tidak akan menghabiskan sisa perang sebagai tawanan sehingga dia memerintahkan anakbuahnya sendiri untuk bergerak mundur melintasi padang rumput ke arah sungai.

Dua sarang senapan mesin Uhlig mulai beraksi kembali menembaki pasukan yang mundur ini. Posisi mereka yang strategis memungkinkan awak-awak MG 42 tersebut menebarkan neraka bagi pasukan Amerika yang mundur. Tembakan mereka yang luar biasa akurat dan mematikan telah mengubur harapan tentara Amerika untuk bisa kembali ke bagian lain pinggiran padang rumput. Beberapa orang berhasil melewati hadangan tembakan ini, sementara banyak lainnya yang terbunuh atau terluka karena tidak adanya perlindungan. Knouf sendiri terkena tembakan dan terluka serius.

Uhlig telah menempatkan dua senapan mesinnya secara brilian. Dia insyaf bahwa awak-awak MG 42 ini masih kurang pengalaman tempur sehingga menempatkan mereka dalam posisi yang relatif aman dan terlindung. Di pihak lain, pasukan Amerika berada di posisi yang tidak menguntungkan. 358th Regiment telah menderita korban besar dari sejak mereka ditugaskan untuk bertempur di wilayah berpagar tanaman. Hanya beberapa hari sebelum pertempuran di St. Germain-sur-Seves, resimen ini menerima banyak tambahan pasukan cadangan yang masih hijau dalam bertempur. Tak heran ketika mereka dikonfrontasi oleh tank Jerman yang diiringi oleh pasukan terjun payung berpengalaman, dan dengan satu-satunya jalan keluar terhalang secara efektif oleh dinding peluru, banyak dari GI ini yang melakukan satu-satunya hal yang mereka anggap logis saat Letkol Seeger memerintahkan mereka untuk menghentikan tembakan: mereka langsung melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka.

Uhlig seakan tak percaya dengan kesuksesannya. Dia membayangkan bahwa musuhnya tidak mengetahui betapa kecilnya jumlah pasukan penyerang Jerman. Dia tidak menyangka betapa dahsyatnya efek kumulatif dari Fallschirmjäger yang didukung oleh kendaraan lapis baja, posisi senapan mesin yang strategis, dan tidak efektifnya tembakan artileri Amerika – terhadap pasukan infanteri Amerika yang sudah kelelahan dan stress. Sersan Jerman ini berhasil mengoptimalkan pasukannya yang kecil karena dia mengerti bagaimana mengkombinasikan asetnya yang terbatas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Tapi kisah Pulau Seves tidak berhenti saat tentara-tentara Amerika mengangkat tangannya. Mungkin aspek paling aneh dari pertempuran ini, yang hanya berskala kecil saja dalam pertempuran di wilayah berpagar tanaman Normandia secara keseluruhan, mengambil tempat setelah menyerahnya pasukan Amerika di hari itu.

Uhlig membagi tawanan Amerikanya yang berjumlah 225 orang menjadi grup-grup kecil dan menugaskan Fallschirmjäger-nya untuk mengawal setiap kelompok ke pos komando resimen Jerman di St. Germain-sur-Seves, dimana von der Heydte sedang menunggu laporan pertempuran. Ketika sang Oberfeldwebel der Reserve (Sersan Cadangan) melihat bahwa dia kekurangan orang untuk mengawal tawanan, dia menyadari bahwa dia telah meringkus lebih dari 200 orang! Setelah tawanan dikirim ke garis belakang, dia memutuskan untuk tetap di garis depan menduduki posisi yang baru saja ditinggalkan musuh. Uhlig ditemani oleh awak senapan mesin terpercayanya serta orang-orang lain dari unit yang berdekatan. Tak lama dia kembali ke desa bersama Fallschirmjäger-nya yang masih tersisa untuk melaporkan kepada von der Heydte bahwa misi telah berhasil dilaksanakan.

Major von der Heydte, yang telah menempatkan pos komandonya di loteng sebuah rumah pertanian besar, memuji pencapaian prestasi sang sersan yang luar biasa dan memperkenalkannya pada 11 orang perwira Amerika yang berhasil dia tawan. Yang terjadi selanjutnya bisa diartikan sebagai indikasi betapa ksatrianya von der Heydte dan memperlihatkan bagaimana pandangannya akan musuh yang sudah ditawan. Semua yang hadir di pos komando tersebut – termasuk perwira-perwira yang ditangkap – kemudian minum teh bersama! Ini adalah saat ‘beradab’ di sela-sela pertempuran berdarah yang berlangsung selama berminggu-minggu, dan sikap ksatria komandan Jerman ini akan menggema dalam aksi tambahan yang dia ambil kemudian di hari yang sama.

Pada sekitar jam 15:00, von der Heydte menerima laporan bahwa beberapa orang tentara Amerika berusaha untuk menolong teman-teman mereka yang terluka dan tergeletak di padang rumput berawa di antara pulau dan sungai Seves. Tiga orang pendeta US Army yang bertugas di 358th Infantry – Father Katolik Joseph J. Esser, Chaplain Salvation Army Edgar H. Stohler dan Pastor Disciples of Christ James M. Hamilton – telah memutuskan di antara mereka sendiri untuk nekad pergi ke wilayah tak bertuan untuk menemani prajurit yang terluka. Dengan hanya bersenjatakan bendera putih kecil dengan palang merah di dalamnya, mereka tak mengindahkan tembakan pesawat udara dari atas dan berondongan peluru dari kedua belah pihak saat mereka berjalan menuju padang alang-alang, mencari prajurit yang masih bisa ditolong. Ketika pihak Jerman mengetahui apa yang mereka lakukan, mereka begitu terkesan akan keberanian para pendeta ini sehingga menghentikan tembakan! Pihak Amerika pun melakukan hal yang serupa, sehingga kini tak ada lagi peluru yang berseliweran kecuali tembakan artileri dari belakang yang masih tidak berhenti.

Seorang Hauptmann Fallschirmjäger bergerak maju untuk menemui pendeta-pendeta tersebut, yang saat itu sedang mengarahkan para pembawa usungan ke arah orang-orang yang terluka. Dia dan para pendeta lalu melakukan pembicaraan dengan bantuan seorang prajurit Amerika yang menguasai bahasa Jerman, dan berdasarkan keterangan pihak Jerman, mereka lalu memutuskan untuk menginformasikan von der Heydte tentang apa yang terjadi. Seorang perwira Jerman di kemudian hari mengklaim bahwa von der Heydte memerintahkan gencatan senjata untuk sementara demi menukarkan tawanan yang terluka di antara kedua belah pihak.

Bukan hanya sekali ini saja von der Heydte menunjukkan sisi perikemanusiaan terhadap unit-unit Amerika setelah pertempuran yang berdarah-darah. Tanggal 4 Juli 1944, pasukan dari Fallschirmjäger-Regiment 6 menghentikan serangan balasan mereka terhadap 83rd Infantry Division Amerika di sektor yang sama, yang sebelumnya telah menimbulkan korban besar bagi lawannya yaitu 331st Infantry Regiment. Divisi Amerika itu sendiri kehilangan sekitar 1.400 orang saat melakukan serangan yang gagal di selatan Carentan melalui Periers. Setelah serangan yang berdarah-darah tersebut, von der Heydte dilaporkan telah mengembalikan prajurit-prajurit medis Amerika yang ditawan dengan tambahan sebuah catatan yang ditujukan kepada Major-General Robert C. Macon, sang komandan divisi, yang mengatakan bahwa Macon kemungkinan masih membutuhkan tenaga mereka. Von der Heydte juga meminta bahwa, jika situasi kemudian berbalik, dia mengharap jenderal Macon untuk melakukan hal yang sama. Di tanggal 4 Juli tersebut, sebuah gencatan senjata yang berlangsung selama tiga jam telah disetujui, dan 16 orang prajurit Amerika yang terluka parah dievakuasi ke pos pertolongan pertama sebagai tambahan mereka-mereka yang telah mendapat pertolongan di pos medis Jerman. Pada waktu yang sama, tentara Fallschirmjäger yang telah terluka dan mendapat perawatan di pos pertolongan pertama Amerika kemudian dikembalikan ke petugas medis Jerman.

Saat pencarian bagi prajurit yang terluka dalam pertempuran di tanggal 23 Juli 1944 berlanjut, kedua belah pihak kini mengerahkan tenaga mereka untuk usaha tersebut. Seorang wartawan Amerika melaporkan bahwa Chaplain Hamilton mendapat lambaian tangan dari seorang prajurit parasut Jerman yang bertugas mengawaki pos senapan mesin. Si gunner, dengan bahasa isyaratnya, menunjukkan tempat seorang prajurit yang terluka. Saat Hamilton bergerak menuju ke arah yang ditunjukkan, dia menemui prajurit lain yang kakinya telah tertembak. Kemungkinan salah satu atau kedua-dua prajurit ini terluka akibat tembakan penembak senapan mesin yang sama. Setelah perang, veteran Fallschirmjäger Karl Bader dan Othmar Karrad mengetengahkan cerita tentang bagaimana pasukan parasut dan petugas medis Jerman telah membantu si pendeta dan pembawa usungan dalam usaha mereka di dekat Seves.

Setelah gencatan senjata yang berlangsung selama tiga jam, pertempuran dilanjutkan. Tak pernah lagi 90th Infantry-Division kehilangan begitu banyak prajurit dan perwiranya yang menyerah – total berjumlah 265 orang – ke pihak Jerman. kenyataannya, divisi ini kemudian mendapat nama harum di sisa perang dengan begitu banyak medali dan penghargaan yang diterima oleh anggotanya sehingga mendapat reputasi sebagai salah satu divisi terbaik Amerika Serikat dalam Perang Dunia II!

Kisah tentang gencatan senjata ini kemudian dipublikasikan di Amerika, dan memberi sedikit “kenyataan” tentang suasana pertempuran yang sebenarnya di musim panas tahun 1944 bagi rakyat negara tersebut yang selama ini dijejali oleh propaganda akan betapa brutal dan tidak ksatrianya pihak Jerman. di luar Fallschirmjäger-Regiment 6 sendiri, hanya sedikit saja orang Jerman yang tahu mengenai perjanjian gencatan senjata yang telah digagas oleh von der Heydte.

Kegagalan 90th Infantry-Division dalam mengambil alih pulau Seves dari tangan Jerman kenyataannya hanya merupakan langkah mundur sementara belaka. Pada akhir tanggal 27 Juli 1944 pihak Amerika telah menguasai St. Germain-sur-Seves – yang telah ditinggalkan oleh Fallschirmjäger yang berani beberapa saat sebelumnya – dan kemudian bergerak untuk membebaskan Periers. Tak lama setelah kekalahan di Seves, Major-General Eugene Landrum dibebas-tugaskan dan diganti oleh Brigadier-General Raymond S. McLain. Di titik itulah nasib 90th Division mulai berubah. McLain, digambarkan sebagai seorang “perwira yang sangat efektif” oleh Lieutenant-General Omar J. Bradley (komandan US First Army), memimpin 90th Division dalam Operation Cobra. Pada akhirnya, berdasarkan keterangan jenderal Bradley, 90th Infantry-Division “menjadi salah satu unit yang paling luar biasa di ajang pertempuran Eropa”.

Serangan balasan Oberfeldwebel der Reserve Alexander Uhlig tercatat sebagai salah satu aksi Jerman yang berhasil dalam fase-fase akhir Pertempuran Normandia. Pada tanggal 24 Oktober 1944, Uhlig dianugerahi Ritterkreuz atas kesuksesannya dalam pergulatan di St. Germain-sur-Seves. Dia kemudian tertangkap oleh anggota-anggota 357th Regiment/90th Infantry dan menghabiskan sisa perang di kamp tawanan Sekutu.

Data Pribadi:
Lahir: 9 Februari 1919 di Meusdorf Manor (Leipzig)
Meninggal: 1 November 2008 di Essen
Tanggal masuk militer: 2 November 1937
Pangkat terakhir: Oberfeldwebel
Jabatan terakhir: Komandan pengganti 15.Kompanie/Fallschirmjäger-Regiment 6

Medali dan Penghargaan:
- Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes: 29 Oktober 1944 sebagai komandan pengganti 15./FJR6
- Eisernes Kreuz I klasse: 1 Agustus 1943
- Eisernes Kreuz II Klasse
- Fallschirmschützenabzeichen: 1938
- Sudetenmedaille mit Spange: 1939
- Narvikschild: 1941
- Verwundetabzeichen: 1942
- Kretaband: 1942
- Frontflugspange in Bronze: 1942
- Beobachterabzeichen: 1943
- Frontflugspange in Silber: 1943
- Frontflugspange in Gold: 1943


No comments:

Post a Comment