Tuesday, July 12, 2016

Willem Eduard de Graaff, Pilot Luftwaffe Kelahiran Sukabumi



Oleh: Alif Rafik Khan

Willem Eduard de Graaff dilahirkan di Soekaboemi (Hindia Belanda) pada tanggal 11 Januari 1908 dari pasangan Gustaaf Willem de Graaff ( ? -1952) dan Elisabeth Christina Füglistahler (1883-1982). Ayahnya adalah bule asal Belanda sementara ibunya, berdasarkan beberapa literatur, adalah orang Indonesia (indo Jerman?). De Graaff junior mempunyai satu orang kakak perempuan (Cornelia Augustina de Graaff yang lahir di Kediri pada tanggal 24 Mei 1906 dan meninggal tanggal 8 Maret 1991) serta satu adik laki-laki (Felix Victor de Graaff yang lahir pada tanggal 28 Februari 1915 di Zandfoord dan meninggal tahun 1995). Pada tahun 1926 De Graaff bergabung dengan maskapai penerbangan Belanda, KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij), sebagai seorang insinyur aeronautika. Dari bulan Oktober 1930 sampai dengan awal tahun 1933 dia bertugas aktif di Departemen Penerbangan Angkatan Darat Belanda, LVA (Luchtvaartafdeling), demi untuk mendapatkan kualifikasi brevet pilot militer (20 Januari 1931) dan brevet B (1933). Pada tanggal 22 September 1932 De Graaff menikah dengan Reijkje Regina Meijer, yang berusia delapan tahun lebih tua, di Zeist. Pada bulan Mei 1933 dia ditunjuk sebagai co-pilot dalam penerbangan ke KLM rute Eropa-Asia (biasanya antara Amsterdam dan Batavia). Kemungkinan dalam masa tugasnya inilah De Graaff mengalami diskriminasi dan penolakan karena tampilannya yang “Indonesia banget”, yang dapat menjelaskan keputusannya untuk “mengkhianati” negara induknya di masa Perang Dunia II.

Setelah pasukan Jerman menginvasi Belanda pada tahun 1940, De Graaff menjadi seorang simpatisan fanatik partai Nazi Belanda, NSB (Nationaal-Socialistische Beweging) pimpinan Anton Mussert, dan diterima menjadi anggota penuh tanpa hambatan (mungkin bisa dimengerti mengingat hubungan dekat antara negara Induk dengan koloninya). Pilihan De Graaff untuk masuk menjadi anggota NSB mungkin bisa diketahui alasannya melalui penjelasan dari faktor psikologi: sebagai seorang peranakan yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang Belanda asli, De Graaff “membalas” melalui keanggotaannya di organisasi yang terkenal rasis dan merupakan kolaborator dari negara yang menjajah Belanda.

Pada tahun 1942 dia mendaftar untuk bergabung sebagai pilot sukarelawan di Luftwaffe, dan De Graaff diterima dengan antusias meskipun dia notabene tidak memenuhi standar “ras bule” yang diperlukan (kemungkinan karena pengalaman berharganya sebagai pilot KLM selama bertahun-tahun dan sedikitnya orang Belanda yang menjadi sukarelawan Luftwaffe). Pada bulan April 1942 De Graaff sudah menjadi anggota dari 4.Staffel / Flieger-Ausbildungs-Regiment 42 di Salzwedel, tapi tak lama kemudian dia meninggalkan unit pelatihan tersebut untuk mengabdi sebagai pilot pengantar antara pabrik pesawat di Leipzig dengan tempat pendistribusiannya di lapangan terbang Berlin-Rangsdorf. Pada tahun 1943 dia ditransfer ke Versuchsverband des Oberkommandos der Luftwaffe, sebuah unit elit yang biasa melakukan misi pengintaian rahasia dan menerjunkan agen-agen Jerman di garis belakang musuh. Penempatan ini menjadi ajang pembuktian sang pilot indo dan menambah kepercayaan para atasannya. Pada tanggal 3 November 1943 De Graaff menderita cedera serius di bagian kaki saat pesawat Letov B-71 DR+PG Werknummer 230 (produksi Cekoslowakia yang merupakan hasil lisensi pembom Tupolev SB-2) yang dipilotinya jatuh di wilayah utara Semenanjung Krim (Front Timur). Cedera tersebut membuatnya absen dari front selama berbulan-bulan.

Pada bulan Februari 1944 Versuchsverband des ObdL dimasukkan menjadi bagian dari skuadron bomber khusus Kampfgeschwader 200 (KG 200) pimpinan salah satu pilot pembom terbaik Luftwaffe dalam Perang Dunia II, Oberst Werner Baumbach. De Graaff dan rekan-rekan seperjuangannya melakukan lebih banyak lagi misi-misi rahasia dan berbahaya sebagai anggota dari Kommando Maria I.Gruppe / Kampfgeschwader 200. Dia biasa menerbangkan bebagai jenis pesawat terbang (dan seringkali merupakan hasil rampasan) demi untuk menerjunkan agen-agen rahasia sedekat mungkin ke wilayah target sebelum meninggalkan mereka. Misi-misi beresiko tinggi tersebut berhasil ditunaikan Willem Eduard De Graaff dengan baik sampai dengan bulan-bulan akhir Perang Dunia II dimana dia beralih menggunakan pesawat jet Messerschmitt Me 262. Setelah Jerman menyerah pada bulan Mei 1945, De Graaff menyembunyikan diri selama berbulan-bulan di Jerman sebelum kabur ke Amerika Selatan. Dari sana semua jejak kehidupannya seakan terhapus dan sampai saat ini dia tidak diketahui keberadaannya serta bagaimana akhir kehidupannya!



Sumber :
Buku "Airborne Espionage: International Special Duty Operations in the World Wars" karya David Oliver
www.facebook.com

No comments:

Post a Comment