Monday, August 1, 2011

Generaloberst Ernst Udet (1896-1941), Jagoan Udara Perang Dunia I Yang Kemudian Mati Bunuh Diri!

Untuk melihat foto-foto terbaik Ernst Udet bisa diberih DISINI!


Oleh : Alif Rafik Khan

Ernst Udet dilahirkan di Frankfurt am Main tanggal 26 April 1896. dari sejak masa kecilnya di Münich (Bavaria), dia telah dikenal bertemperamen “sunny-happy-go-lucky”. Udet terpesona pada segala sesuatu yang berbau penerbangan dan biasa menghabiskan waktu di sebuah pabrik pesawat (Otto) dan detasemen pesawat udara Angkatan Darat yang letaknya berdekatan. Setelah sempat menjatuhkan sebuah glider sederhana yang dia buat bersama dengan temannya, dia akhirnya mengikuti tes pilot di Pabrik Otto pada tahun 1913.

Udet berusaha masuk Angkatan Darat tanggal 2 Agustus 1914 tak lama setelah pecahnya Perang Dunia I, tapi tingginya begitu pendek untuk ukuran orang bule (160 cm/5 ft 3 in) sehingga tidak berhasil lolos! Pada bulan Agustus itu juga, ketika Allgemeiner Deutscher Automobil-Club membuka pendaftaran sukarelawan untuk sepeda motor, dia ikut mendaftar dan diterima. Ayahnya telah membelikannya sebuah sepeda motor ketika dia melewati ujian tahun pertamanya. Bersama dengan empat teman lainnya, Udet ditempatkan di 26. Württembergischen Reserve Division sebagai seorang “pengendara pembawa pesan”. Setelah terluka di bahu saat motornya nyungseb di sebuah lubang bekas ledakan, Udet dilarikan ke sebuah rumah sakit militer, dan sepeda motornya menjalani perbaikan. Sesudah sembuh dia berusaha mencari lokasi Divisi ke-26 tapi tidak berhasil menemukannya sehingga akhirnya memutuskan untuk bekerja sementara waktu di sebuah depot kendaraan di Namur. Disinilah dia bertemu dengan seorang perwira dari sektor udara Chauny yang menyarankannya untuk dipindahkan menjadi seorang pengamat udara. Sayangnya, sebelum dia menerima perintah ke Chauny, datang surat dari Angkatan darat yang meminta dikumpulkannya seluruh sukarelawan pengendara motor, sehingga Udet pun dikirimkan kembali ke kantor perekrutan resmi.

Udet berusaha sekuat tenaga untuk kembali bertempur, tapi dia tetap tak mendapat kesempatan untuk mendapat latihan pilot atau mekanik pesawat yang ditawarkan oleh Angkatan Darat. Dia akhirnya sadar bahwa peluangnya untuk masuk unit udara akan jauh lebih besar kalau saja mereka mengetahui bahwa dia adalah seorang pilot terlatih. Melalui seorang teman keluarganya, Gustav Otto (pemilik dari pabrik pesawat yang biasa dia “satroni” saat kecil), Udet menerima pelatihan terbang pribadi. Pelatihan ini menghabiskan biaya 2.000 marks ditambah satu set perlengkapan kamar mandi baru yang harus dikeluarkan oleh firma ayahnya! Udet akhirnya berhasil menerima lisensi pilot di akhir bulan April 1915 dan bergabung dengan Pelayanan Udara Angkatan Darat Jerman.

Pada awalnya, Udet terbang bersama Flieger-Abteilung 206 (FA 206) – sebuah unit observasi – sebagai seorang pilot Unteroffizier bersama pengamat Leutnant Justinius. Dia dan pengamatnya dianugerahi Eisernes Kreuz kelas kedua dan pertama sekaligus setelah berhasil membawa kembali pesawat two-seater Aviatik B.1 kembali ke garis Jerman sesudah penyangga kabel di bagian sayapnya terbalik. Demi membuatnya tetap terbang dan tidak mendarat darurat di wilayah musuh, Justinius merangkak di sayap dan “bertengger” disana agar seimbang! Akibat dari kesalahan konstruksi dari pesawat jenis Aviatik yang membuat Udet dan Justinius mengalami masalah (dan insiden serupa yang membuat Leutnant Winter dan Vizefeldwebel Preiss kehilangan nyawa) ini, Aviatik B dipensiunkan dari tugasnya.

Tak lama, Udet diajukan ke mahkamah militer setelah dianggap bertanggungjawab secara pribadi oleh Korps Udara atas kehilangan sebuah pesawat dalam kecelakaan. Pesawat tersebut, yang overload oleh bom dan bahan bakar, macet setelah melakukan sebuah belokan tajam sehingga jatuh ke tanah. Ajaibnya, Udet dan rekannya berhasil selamat. Atas kejadian ini, dia dipenjara di rumah tahanan selama tujuh hari.

Dalam usahanya untuk keluar dari rumah tahanan, dia ditawari untuk menerbangkan Leutnant Hartmann dalam sebuah misi pengamatan pemboman yang dilakukan di Belfort. Sebuah bom yang dilemparkan oleh tangan sang Leutnant ternyata nyangkut di landing gear, dan Udet melakukan beberapa aksi akrobatik untuk melepaskannya! Tak lama setelah Perwira Staff Udara mengetahui berita tersebut, dia langsung ditransfer ke Komando Pemburu awal tahun 1916.

Udet diberikan sebuah Fokker keluaran terakhir untuk diterbangkan ke unit barunya – FA 68 – di Habsheim. Sialnya, ia mengalami kerusakan mesin sehingga menabrak hanggar saat baru mau tinggal landas! Akhirnya Udet terpaksa menggunakan Fokker versi lama. Masalah belum berakhir. Di Habsheim, pertempuran udara pertamanya hampir berujung dengan bencana. Saat saling kejar-mengejar dengan sebuah Caudron Prancis, dia begitu tegangnya sehingga tak mampu mengangkat pesawatnya. Akibatnya, Udet diberondong tembakan oleh si pilot Prancis. Sebuah peluru menyerempet pipinya dan menghancurkan gogelnya.

Dari sini Udet mengambil pelajaran. Selanjutnya dia selalu menyerang dengan agresif dan berhasil membukukan sejumlah kemenangan. Korban pertamanya, sebuah pesawat Prancis, ditembak jatuh tanggal 18 Maret 1916. Pada tanggal tersebut, dia mengudara untuk menyerang dua buah pesawat Prancis. Ternyata yang dia temui adalah formasi 23 pesawat! Tak gentar, Udet menukik dari atas dan belakang, membuat Fokker D.III-nya berakselerasi penuh, dan membuka tembakan terhadap sebuah Farman F.40 dari jarak dekat. Secepatnya dia langsung menjauh sembari meninggalkan pembom korbannya yang terbakar berputar-putar dengan diselimuti asap tebal. Udet melihat bagaimana si Observer malang terlempar dari kursi belakang. “Badan pesawat Farman tersebut menukik melewatiku bagaikan obor raksasa... seorang pria, kaki dan tangannya terentang bagaikan katak, terlempar keluar – Dia adalah petugas pengamat. Pada saat itu, aku tidak memandang mereka sebagai manusia. Aku hanya merasakan satu hal – kemenangan, kejayaan, kemenangan,” kenang Udet. Kemenangan yang “berapi-api” ini membuatnya mendapatkan Eisernes Kreuz I klasse.

Tahun itu pula, FA 68 bermetamorfosis menjadi Kampfeinsitzer Kommando Habsheim sebelum akhirnya berganti menjadi Jagdstaffel 15 tanggal 28 September 1916. di unit terakhir inilah Udet menjelma menjadi seorang maestro udara dan mampu mengklaim lima kemenangan lagi sebelum dipindahkan ke Jasta 37 bulan Juni 1917. yang pertama dari lima kemenangan ini – mengandung sebuah cerita unik. Udet berhasil memaksa sebuah Breguet Prancis untuk mendarat dengan aman di wilayah Jerman, dan kemudian mendarat di dekatnya demi mencegah awaknya merusakkan pesawatnya sendiri. Sialnya, peluru yang menembus roda pesawat dan membocorkannya membuat Fokker Udet terbalik ke depan dan rusak. Akhirnya, sang pemenang dan yang dikalahkan sama-sama berjabat tangan dan mengudara kembali menuju ke pangkalan Jerman menggunakan pesawat Breguet si Prancis yang masih berfungsi!

Pada bulan Januari 1917, Udet mendapat promosi menjadi Leutnant der Reserve. Di bulan yang sama, Jasta 15 mendapat tambahan pesawat keluaran terbaru yaitu Albatros D.III, sebuah pesawat pemburu yang dilengkapi dengan senapan mesin Spandau ganda yang tersinkronisasi.

Di masa tugasnya bersama Jasta 15 inilah Udet menulis pertemuannya dengan Georges Guynemer, seorang jagoan udara Prancis terkenal, dalam sebuah pertempuran sengit di ketinggian 5.000 meter (16.000 ft). Guynemer mempunyai kebiasaan untuk kelayapan sendiri; pada saat itu dia adalah pilot Prancis dengan skor terbesar dengan lebih dari 30 kemenangan.

Udet melihat dia datang dan keduanya lalu saling berputar-putar demi mencari posisi tembakan yang tepat. Begitu dekatnya mereka sehingga Udet bisa membaca tulisan “Vieux” dari “Vieux Charles” yang terpasang di Spad S.VII Guynemer. Kedua seteru ini mencoba semua trik akrobatik yang mereka kuasai; pilot Prancis tersebut menembakkan serentetan tembakan yang menembus sayap atas pesawat Udet. Udet berhasil mengelakkannya dan bermanuver untuk mencari celah yang menguntungkan. Secara sekilas pesawat Guynemer berada di jangkauan tembakan, tapi kemudian senjata Udet macet! Sambil berpura-pura tetap berdogfight, Udet berusaha keras membuatnya berfungsi kembali. Hal ini tidak terlepas dari penglihatan Guynemer. Apa yang terjadi kemudian? Sang jagoan Prancis melambaikan sayap pesawatnya, dan kemudian terbang menjauh! Udet menuliskan pengalamannya ini, “untuk beberapa saat, aku lupa bahwa manusia yang berada di depanku adalah Guynemer yang notabene adalah musuhku. Yang ada adalah, aku seakan-akan melakukan latih tanding bersama seorang kawan lama di atas lapangan udara sendiri.”

Pada akhirnya, semua pilot lama Jasta 15 terbunuh dalam pertempuran kecuali Udet dan komandannya, Gontermann. Gontermann sangat terpukul atas kenyataan ini, dan sempat mengutarakan apa yang dirasakannya kepada Udet, “Peluru telah ditembakkan dari tangan Tuhan... cepat atau lambat kita pun akan terkena.”

Udet menulis permohonan untuk dipindahkan ke Jasta 37. Tiga bulan kemudian, Gontermann jatuh dalam kecelakaan saat sayap pesawatnya terlepas. Dia mengalami koma selama 24 jam tanpa pernah terbangun. Udet menanggapinya dengan kata-kata singkat, “Itu adalah kematian seorang pilot sejati.”

Pada tanggal 19 Juni permohonan Udet dikabulkan dan dia akhirnya dipindahkan ke Jasta 37 Prusia.

Di akhir November, Udet adalah seorang triple ace dan Jastaführer. Dia mendasarkan serangannya seperti halnya Guynemer, yaitu datang dari ketinggian sambil membelakangi sinar matahari untuk mengambil sasaran pesawat yang berada paling belakang dari formasi lawan sebelum yang lain menyadari apa yang terjadi. Komandannya di Jasta 37 – Kurt Grasshoff, yang telah menjadi saksi dari salah satu serangan semacam ini – memilihnya untuk mengambil alih komando dari orang-orang yang lebih senior ketika Grasshoff sendiri dipindahtugaskan. Penunjukkan Udet sebagai komandan Jasta 37 pada tanggal 7 November 1917 diikuti dengan penganugerahan Royal House Order of Hohenzollern enam hari kemudian.

Meskipun tampaknya mempunyai sifat yang sembrono, biasa minum-minum sampai larut malam dan bermain wadon, Udet terbukti sebagai seorang komandan skuadron yang mengagumkan. Dia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengajarkan kepada para pilot barunya tentang pentingnya keahlian menembak sebagai penjamin kesuksesan dalam pertempuran.

Kesuksesan Udet menarik perhatian jagoan paling jagoan Jerman saat itu yaitu Manfred von Richthofen (“The Red Baron”), dan dia mendapat undangan untuk bergabung dengan Jagdgeschwader 1 (JG 1) “Sirkus Terbang”, yang merupakan unit elite para jagoan udara Jerman di bawah komando Richthofen. Richthofen bahkan menyempatkan diri untuk datang menemui udet, dan terkejut ketika mendapati Udet sedang susah payah mendirikan tenda di tengah hujan deras di Flanders! Dengan menekankan bahwa saat itu Udet telah mempunyai 20 kemenangan, Richthofen berkata, “Kalau begitu tampaknya kamu telah benar-benar matang buat kami. Maukah engkau (bergabung)?”

Tentu saja Udet bersedia! Setelah melihat dia dengan berani meruntuhkan sebuah balon pengawas artileri melalui sebuah serangan frontal, Richthofen memberi Udet komando Jasta II yang merupakan bekas skuadron Richthofen sendiri sebelum menjadi komandan JG 1 (Grup lain yang berada di bawah komando Richthofen adalah Jasta 4, 6 dan 10). Dedikasi Udet terhadap Richthofen benar-benar tak terbatas. Sang Red Baron sendiri menuntut kesetiaan dan pengabdian total dari para pilotnya, dengan tidak sungkan-sungkan memecat siapapun yang tidak mengeluarkan 100% kemampuannya. Di pihak lain, dia memperlakukan anakbuahnya dengan penuh perhatian. Ketika tiba waktu untuk membuat daftar permintaan suplai dan peralatan, dia bahkan membarter foto bertandatangannya (ditambah dengan tulisan yang berbunyi: “Didedikasikan kepada para rekan seperjuanganku yang tangguh”) hanya agar menjamin permintaannya terpenuhi! Udet mengatakan bahwa karena foto bertandatangan inilah maka “... saus-saus dan ham tak pernah kehabisan.”

Suatu malam, mereka mengundang seorang penerbang Inggris yang tertangkap untuk makan malam bersama, dan memperlakukannya sebagai tamu kehormatan. Ketika dia memohon diri untuk pergi ke ‘W.C.’ (Waduk Caduk), pilot-pilot Jerman terpandang ini sampai terjatuh dari kursi hanya untuk menutupi tindakan mereka yang sibuk mengawasi apakah si Inggris berusaha melarikan diri atau tidak! Ketika kembali, si Inggris dengan kalem berkata, “Saya tidak akan memaafkan diri saya sendiri kalau sampai mengecewakan tuan rumah yang begitu baiknya.” Tapi tetap saja di kemudian hari si Inggris melarikan diri dari unit lain yang kebagian menjaganya!

Udet menganggap Richthofen sebagai orang yang “berilmu” sekaligus dingin dalam pertempuran, dengan menggambarkan mata biru dan cahaya matahari yang bersinar dari rambut pirangnya. Richthofen gemar menyerang konvoy musuh dalam formasi skuadron, dengan kedua senjata sama-sama menembak sehingga menimbulkan korban yang besar. Dia adalah orang pertama yang mengimplementasikan konsep pangkalan di depan. Sementara musuh hanya mampu melakukan maksimal tiga misi dalam sehari, Richthofen dapat melakukan lima! Dalam setiap dogfight, dia selalu memilih serangan dari depan musuhnya dan bukan dari belakang.

Richthofen gugur bulan April 1918, dan saat itu Udet sedang tidak berada di front. Dia sedang menjalani cuti karena menderita infeksi telinga yang menyakitkan (yang tak dia obati sesegera mungkin karena takut dikirim pulang dari pertempuran!). Saat berada di rumah, dia menjalin hubungan dengan kekasih masa kecilnya, Eleanor “Lo” Zink. Saat itu Udet tahu bahwa dia telah layak untuk mendapatkan Pour le Mérite, karenanya dia memesan satu buah mendahului hari penganugerahannya hanya agar dia bisa membuat pacarnya terkesan! Udet menulis nama Eleanor di bagian samping pesawat pemburu Albatros dan Fokker D VII yang dipilotinya. Juga di ekor Fokker D VII dia menulis pesan “Du doch nicht” – “Jelas-jelas bukan elo!”

Tentang Richthofen, Udet berkata, “Dia adalah orang yang paling tidak menyulitkan yang pernah aku kenal. 100% Orang Prusia dari rambut sampai ke kaki, dan merupakan petarung terbaik dari yang terbaik.” Udet balik lagi ke JG 1 tanpa menghiraukan nasihat dokternya, dan tetap disana sampai dengan berakhirnya perang dengan menjadi komandan Jasta 4. Dia mencetak 20 kemenangan hanya di bulan Agustus, terutama melawan pilot-pilot Inggris. Di akhir perang, dia akan menjadi seorang pahlawan nasional dengan 62 kemenangan terkonfirmasi. Tapi hubungannya tidak dekat dengan pengganti Richthofen, Hermann Göring, dan kemudian secara pribadi kelak dia akan mempertanyakan klaim-klaim pencapaian Göring selama berlangsungnya Perang Dunia Pertama.

Udet adalah salah satu dari penerbang pertama yang diselamatkan oleh parasut dari pesawatnya yang rusak. Tanggal 29 Juni 1918 dia loncat dari pesawatnya setelah bertempur melawan sebuah Breguet Prancis. Sialnya, pengikat parasutnya tersangkut di kemudi sehingga dia mau tidak mau harus mematahkan kemudinya agar bisa selamat! Masalah belum berakhir, karena kemudian parasutnya tidak terbuka sampai dia berada 76 meter (250 ft) dari tanah, sehingga membuat pergelangan kakinya keseleo.

Tanggal 28 September 1918, Udet terluka di paha. Dia masih menjalani penyembuhan dari luka-lukanya saat perang berakhir tanggal 11 November 1918.

Selama masa antar perang, Udet terutama terkenal karena perannya sebagai pilot akrobat dan sifat playboynya. Dia terbang untuk film-film dan pertunjukan udara (seperti misalnya, mengambil sejumput kain dari tanah dengan ujung sayap pesawatnya!). Dia nongol dalam tiga film besutan Leni Riefenstahl: Die weiße Hölle vom Piz Palü (1929), Stürme über dem Montblanc (1930), dan S.O.S. Eisberg (1933). Pekerjaan Udet sebagai pilot stuntman dalam film-film membuat ia berkesempatan mengunjungi California. Dalam penerbitan New Movie Magazine edisi Oktober 1933 terdapat foto pesta yang diselenggarakan oleh Carl Laemmle Jr. Untuk Udet di Hollywood. Laemmle adalah kepala Universal Studio yang mendanai film S.O.S. Eisberg produksi bersama Jerman-Amerika. Udet juga diundang untuk menghadiri penghelatan National Air Races di Cleveland, Ohio.

Dia menikahi pacar lamanya “Lo” tanggal 25 Februari 1920. sayangnya, pernikahan tersebut hanya berjalan kurang dari tiga tahun, dan mereka bercerai tanggal 16 Februari 1923. Tentu saja penyebabnya adalah karena kisah-kisah perselingkuhan Udet yang tak terhitung! Tapi di luar dari sifat buruknya ini, Udet mempunyai bakat-bakat lain yang tidak kalah mengagumkannya: juggling, menggambar kartun, pertunjukan pesta, dan lain-lain.

Unsur petualangan dalam kehidupan Udet berlanjut tanpa jeda setelah perang berakhir. Dalam perjalanan pulang dari front, dia terpaksa harus berjibaku melawan seorang Komunis yang hendak merenggut medali-medali dari dadanya. Udet dan Robert Ritter von Greim (kelak menjadi panglima Luftwaffe terakhir pengganti Göring) biasa mempertunjukkan dogfight bohong-bohongan di akhir minggu untuk menghibur Organisasi Pembebasan Tawanan Perang, dengan memanfaatkan surplus pesawat terbang yang ada di Bavaria. Dia mendapat ajakan untuk memulai pelayanan penerbangan pertama antara Jerman dengan Austria, tapi setelah penerbangan pertama Komisi Entente Sekutu menyita pesawatnya.

Usaha ini menjadi publikasi yang bagus buat Udet. Seorang warga negara Amerika, William Pohl dari Milwaukee, meneleponnya dengan tawaran untuk mendukung sebuah perusahaan pembuat pesawat terbang. Akhirnya, Udet Flugzeug didirikan di sebuah lumbung di Milbertshofen. Tujuannya adalah untuk membuat pesawat-pesawat kecil yang dapat dipakai oleh orang kebanyakan. Seperti sebelumnya, Komisi Entente menjadi penghancur usaha Udet sehingga terpaksa dia memindahkan operasionalnya ke sebuah pabrik pembuat kandang ayam dan sarang lebah!

Pesawat pertama yang dibuat oleh perusahaan Udet adalah U2. Udet membawa model kedua, U4, ke Wilbur Cup Race di Buenos Aires atas biaya Aero Club Aleman. Pesawat ini ternyata sudah ketinggalan zaman, dan klub terbang tersebut meminta Udet untuk nongol dalam iklan rokok agar bisa membayar kembali biaya yang sudah keluar. Dia diselamatkan oleh Kepala Jawatan Kereta Api Argentina, seorang keturunan Swedia bernama Tornquist, yang mengambil alih beban biaya.

Pada tahun 1924, Udet meninggalkan Udet Flugzeug ketika mereka memutuskan untuk membuat sebuah pesawat bermesin empat yang berbadan lebih besar dan bukan untuk konsumsi kebanyakan. Dia dan seorang teman masa perang, Angermund, kemudian memulai sebuah pertunjukan terbang eksebisi di Jerman yang berjalan dengan sukses. Tapi udet lalu berkata, “Pada waktunya hal ini juga akan terasa mulai melelahkan... kami bertahan pada waktu sekarang, berjuang untuk kehidupan. Ini tidak selamanya mudah... tapi pikiranku terbang kembali pada masa dimana berjuang untuk hidupmu adalah suatu kepatutan.”

“Stok” Teman-teman Udet masa perang memang nampaknya tidak pernah habis. Dia dan seorang lagi – Suchocky – menjadi pilot untuk ekspedisi film Afrika. Kameramannya adalah veteran perang lainnya, Schneeberger, yang dijuluki oleh Udet sebagai “Kutu”, sementara guidenya adalah Siedentopf yang merupakan mantan tuan tanah Jerman di Afrika Timur.

Udet menggambarkan satu kejadian di Afrika dimana singa-singa berloncatan untuk menerkam pesawatnya yang terbang rendah, dengan salah satu di antaranya berhasil mencongkel permukaan sayap Suchocky! Udet dan para krunya juga berkesempatan terbang di atas Hotel Figtree, yang dibangun oleh Lord Lovelace, dan pergi berburu bersama seorang warganegara Amerika bernama Sullivan.

Meskipun tidak tertarik pada masalah politik, Udet bergabung dengan Partai Nazi di tahun 1933 ketika Göring berjanji untuk membelikannya dua buah pesawat buatan Amerika yaitu pesawat bersayap ganda Curtis Hawk II (yang pembuatannya ditujukan untuk ekspor bernama F11C Goshawk Helldiver). Pesawat tersebut digunakan untuk kepentingan evaluasi sehingga secara tidak langsung terpengaruh oleh ide-ide Jerman tentang tentang pesawat terbang-tukik, seperti misalnya Junkers Ju 87 “Stuka”. Mereka juga digunakan untuk pertunjukan-pertunjukan aerobatik yang diselenggarakan selama berlangsungnya Olimpiade Musim Dingin 1936. Udet menjadi pilot dari salah satunya. Pesawat yang digunakannya kemudian selamat sampai berakhirnya perang dan saat ini dipamerkan di Musium Penerbangan Polandia.

Meskipun ujicoba dengan menggunakan Ju 87 tersebut berakhir dengan kesuksesan, tapi datang sebuah instruksi rahasia dari Jenderal Wolfram von Richthofen tanggal 9 Juni 1936 yang meminta dihentikannya semua pengembangan Ju 87 yang sedang dilakukan. Untung saja Udet kemudian turun tangan untuk menolak instruksi ini sehingga pengembangan (dan kemudian produksi) Ju 87 bisa dilanjutkan.

Udet menjadi pendukung utama konsep pembom tukik, dan menjadi orang yang paling bertanggungjawab dibalik pengenalannya ke Luftwaffe (yang memang sudah tertarik terhadap rancangannya). Pada tahun 1936, semata karena koneksi politiknya, dia didudukkan sebagai pemimpin T-Amt yang merupakan sayap pengembangan dalam tubuh Reichsluftfahrtministerium (Kementerian Udara Reich). Sayangnya, dia tidak mempunyai ketertarikan sama sekali pada pekerjaan ini, terutama birokrasinya, sehingga tekanan pekerjaan segera membuatnya kecanduan alkohol (Brandy dan Cognac).

Pada bulan Januari 1939 Udet mengunjungi Afrika Utara Italia (Africa Settentrionale Italiana, atau ASI) dan menemani Maresciallo dell'Aria (Marsekal Angkatan Udara) Italo Balbo dalam sebuah penerbangan. Pada awal tahun 1939 itu memang sedang gencar-gencarnya kerjasama militer dan diplomatik antara Jerman dengan Italia. Pada bulan Februari 1939, Udet diangkat menjadi Generalluftzeugmeister (Direktur-Jenderal Peralatan Luftwaffe).

Ketika Perang Dunia II pecah, konflik internal dalam tubuh Luftwaffe tambah parah. Tuntutan produksi pesawat terbang jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang mampu disediakan oleh industri Jerman (yang terhambat masalah penyediaan bahan-bahan mentah semacam alumunium). Göring menanggapi hal ini dengan simpel saja: berbohong. Hal ini tentu saja membuat Udet tambah kecewa. Setelah kekalahan Luftwaffe yang menyesakkan dalam Pertempuran Britania, Göring mencoba untuk untuk membelokkan kemarahan Hitler dengan mencari kambing hitam di tubuh Udet. Invasi Hitler atas Uni Soviet tahun 1941 tambah membenamkan Udet dalam kefrustasian.

Tanggal 17 November 1941 Udet melakukan bunuh diri dengan menembak dirinya di kepala saat berbicara di telepon dengan kekasihnya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa hubungan yang kurang harmonis dengan Göring, Erhard Milch dan Partai Nazi menjadi penyebab utama dari tindakan drastis yang dilakukannya ini.

Berdasarkan buku Biografi Udet, The Fall of an Eagle, dia menulis sebuah surat perpisahan dengan pensil warna merah yang salah satu di antaranya berbunyi: “Ingelein, kenapa kau meninggalkanku?” dan “Sang Baja, kaulah yang bertanggungjawab atas kematianku”. “Ingelein” merujuk kepada kekasihnya, Inge Bleyle, sementara “Sang Baja” adalah Hermann Göring. Buku The Luftwaffe War Diaries menunjukkan hal yang sama, bahwa Udet menulis “Reichsmarschall, kenapa kau berkhianat padaku?” dengan pena merah di papan yang berada di ujung tempat tidurnya.

Adalah mungkin bahwa affair yang dilakukan Udet pada tahun 1930-an dengan Martha Dodd, anak perempuan Duta Besar Amerika untuk Jerman yang juga dikenal sebagai simpatisan Soviet, ikut berpengaruh terhadap tindakan bunuh dirinya. Catatan-catatan rahasia yang diumumkan kepada publik pada tahun 1990-an mengkonfirmasi bahwa dinas keamanan Soviet ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Dodd.

Peristiwa bunuh dirinya Udet ditutup-tutupi dari publik (seperti halnya dengan kejadian yang menimpa Erwin Rommel), dan dalam upacara pemakamannya dia disanjung-sanjung sebagai pahlawan yang telah gugur saat menjalani ujicoba penerbangan dengan menggunakan senjata baru. Dalam perjalanannya untuk menghadiri upacara pemakaman Udet, jagoan terbang Jerman dalam Perang Dunia II Werner Mölders tewas dalam kecelakaan pesawat di Breslau. Udet dimakamkan di kompleks pemakaman Invalidenfriedhof di Berlin, dan Mölders ikut dikuburkan di sampingnya.

No comments:

Post a Comment