Sunday, October 30, 2022

Generalfeldmarschall Erich von Manstein (1887-1973), Jenderal Jerman dengan Otak Terbaik dalam Perang Dunia II

Album foto Erich von Manstein bisa dilihat DISINI

Oleh : Alif Rafik Khan

Erich von Manstein dilahirkan di Berlin pada tanggal 24 November 1887 dengan nama Fritz Erich Georg Eduard von Lewinski, dan merupakan anak kesepuluh(!) dari pasangan aristokrat Prusia yang juga berpangkat General der Artillerie, Eduard von Lewinski (1829–1906), serta Helene von Sperling (1847–1910). Keluarga ayahnya merupakan keturunan terkemuka Kashubian sehingga berhak untuk mengenakan panji Brochwicz (Brochwicz III) sebagai lambang keluarga mereka. Hedwig von Sperling (1852–1925), adik perempuan termuda Helene, menikah dengan Generalleutnant Georg von Manstein (1844–1913). Pasangan tersebut tidak dikaruniai keturunan sehingga mereka kemudian mengadopsi Erich setelah sebelumnya mengadopsi sepupu Erich, Martha, yang merupakan putri dari saudara laki-laki Helene dan Hedwig yang telah meninggal dunia.

Baik ayah biologis Manstein maupun ayah angkatnya sama-sama merupakan jenderal Prusia, begitu juga dengan saudara laki-laki ibunya serta kakeknya-kakeknya dari pihak ayah dan ibu (salah satu diantaranya, Albrecht Gustav von Manstein, memimpin sebuah korps AD dalam Perang Prancis-Prusia tahun 1870-71). Tidak kurang dari 16 orang dari keluarga besar Manstein yang berkarir sebagai perwira militer, dengan banyak diantaranya meraih pangkat jenderal. Paul von Hindenburg, yang kelak menjadi Generalfeldmarschall serta Presiden Jerman, tidak lain adalah pamannya (istri Hindenburg adalah saudari Hedwig dan Helene).

Manstein mengecap bangku pendidikan di Lyzeum Kekaisaran, sebuah sekolah Gymnasium Katolik di Strasbourg, dari tahun 1894 s/d 1899. Pada bulan Maret 1906, setelah menghabiskan waktu enam tahun di Korps Kadet di Plön dan Groß-Lichterfelde, dia ditempatkan di 3. Garderegiment zu Fuß (Resimen Jaga Pejalan Kaki Ketiga) sebagai seorang calon perwira. Dia dipromosikan menjadi Leutnant pada bulan Januari 1917 dan pada bulan Oktober 1913 memulai program pelatihan perwira di Preußischen Kriegsakademie (Akademi Perang Prusia) yang rencananya akan berlangsung selama tiga tahun. Tapi Manstein hanya menyelesaikan program pendidikannya selama setahun saja, karena ketika Perang Dunia Pertama pecah pada bulan Agustus 1914 semua pelajar di akademi tersebut diperintahkan melapor untuk tugas aktif. Manstein tak pernah menyelesaikan pelatihan perwira staff jenderalnya.


PERANG DUNIA PERTAMA

Selama berlangsungnya Perang Dunia Pertama dia bertugas di Front Barat dan Timur. Pada awal perang dia dipromosikan menjadi Leutnant dan ikut serta dalam invasi Jerman ke Belgia bersama dengan 2. Garde-Reserve-Infanterie-Regiment. Pada bulan Agustus 1914 Manstein ikut berpartisipasi dalam pendudukan Namur yang merupakan lokasi dari sebuah kastil raksasa yang dikelilingi oleh benteng pertahanan kuat. Pada bulan September, unit Manstein merupakan salah satu dari dua resimen yang ditransfer ke Prusia Timur untuk menghadapi Rusia dan ditempatkan di bawah 8. Armee yang dikomandani oleh Paul von Hindenburg. Setelah beraksi dalam Pertempuran Pertama Danau Masuria, unitnya kemudian ditempatkan kembali di bawah 9. Armee yang sedang dalam proses bergerak maju dari Oberschlesien (Silesia Atas) ke Warsawa. Karena wilayah yang harus ditempuh kemudian terlalu melebar, 9. Armee dipaksa untuk mundur kembali ketika menghadapi serangan balik Rusia. Pada tanggal 16 November 1914 Manstein terluka parah dalam gerak mundur setelah dia dan detasemennya menyerbu sebuah lubang pertahanan musuh. Dia tertembak di bahu kiri dan lutut kiri; sebuah peluru menembus saraf skiatiknya sehingga menyebabkan kakinya tak bisa digerakkan. Proses penyembuhan memakan waktu selama enam bulan di rumah sakit Beuthen dan Wiesbaden.

Setelah menjalani masa penyembuhan ringan di rumah, pada tanggal 17 Juni 1915 Manstein bertugas kembali sebagai perwira asisten staff jenderal operasi di 10. Armee yang dikomandani oleh Max von Gallwitz. Tak lama kemudian dia dipromosikan menjadi Hauptmann (Kapten), dan mulai belajar dari tangan pertama bagaimana caranya merencanakan serta mengorganisasi operasi-operasi ofensif terpadu saat 10. Armee melancarkan penyerbuan yang gilang gemilang di Polandia, Lithuania, Montenegro, dan Albania. Selama berlangsungnya operasi ofensif di Verdun (Prancis) pada awal tahun 1916, Manstein ditempatkan bersama dengan Gallwitz dan staff lainnya di markas mereka yang baru yang berdekatan dengan front pertempuran. Manstein kemudian bertugas sebagai perwira suplai di bawah pimpinan Jenderal Fritz von Below serta kepala staff-nya Fritz von Lossberg di sebuah pos komando yang terletak di Sungai Somme; area tersebut menjadi kancah dari berkali-kali pertempuran sengit dalam Perang Dunia Pertama. Operasi gabungan Inggris dan Prancis dari bulan Juli s/d November 1916 memaksa pihak Jerman untuk mundur di musim dingin ke Garis Hindenburg, sebuah jaringan posisi pertahanan kuat yang tersebar antara Verdun dan Lens. Manstein tetap bertugas di bawah komando Below sampai dengan bulan Oktober 1917 ketika dia ditransfer ke 4. Kavallerie-Division sebagai Kepala Staff, dan bertugas di Riga (Latvia) selama masa pendudukan Jerman disana. Sebagai akibat dari Perjanjian Brest-Litovsk pada bulan Maret 1918, unit Manstein tak lagi diperlukan di Front Timur. Dia dipindahtugaskan ke 213. Infanterie-Division yang bermarkas di dekat Reims (Prancis). Pihak Jerman meraih beberapa kemenangan kecil di wilayah tersebut tapi mulai kehilangan momentum peperangan. Perjanjian yang mengakhiri perang kemudian ditandatangani pada tanggal 11 November 1918.


MASA ANTAR-PERANG

Pada tahun 1920 Manstein menikah dengan Jutta Sibylle von Loesch, anak dari seorang tuan tanah terkemuka di Silesia. Sang perwira berbakat melamar kekasihnya setelah mengenalnya hanya selama tiga hari! Jutta meninggal pada tahun 1966. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak: satu putri, Gisela (lahir tahun 1921), serta dua putra, Gero (lahir tahun 1922) dan Rüdiger (lahir tahun 1929). Gero nantinya gugur dalam pertempuran di sektor utara Front Timur pada tanggal 29 Oktober 1942 saat bertugas sebagai Leutnant Wehrmacht. Gisela menikah dengan Major Edel-Heinrich Zachariae-Lingenthal, seorang perwira panzer jempolan yang meraih banyak penghargaan saat bertugas sebagai komandan Panzer-Regiment 15 dalam Perang Dunia II.

Manstein tetap bertugas sebagai seorang perwira militer setelah Perang Dunia Pertama berakhir. Pada tahun 1918 dia mendaftar secara sukarela untuk posisi staff di pasukan penjaga perbatasan di Breslau (sekarang Wroclaw) dan bertugas disana sampai tahun 1919. Sebagai bagian dari Gruppenkommando II, dia ikut terlibat dalam restrukturisasi 500.000 orang mantan anggota angkatan bersenjata Kekaisaran kedalam Reichswehr yang merupakan angkatan perangnya Republik Weimar (dibatasi sampai hanya 100.000 orang oleh Perjanjian Versaille). Karena dikenal sebagai komandan yang berbakat serta brilian, Manstein tak mendapat kesulitan saat terpilih menjadi salah satu dari 4.000 orang perwira yang diizinkan oleh perjanjian tersebut. Pada tahun 1921 dia ditunjuk sebagai komandan kompi keenam dari 5. (Preußen) Infanterie-Regiment dan kemudian bertugas sebagai perwira staff di Wehrkreiskommando II dan IV sambil mengajar taktik dan sejarah militer sampai dengan tahun 1927. Pada tahun itu dia dipromosikan menjadi Major dan bertugas bersama dengan Staff Jenderal di Kementerian Reichswehr di Berlin, melakukan banyak kunjungan ke luar negeri untuk belajar mengenai fasilitas militer mereka serta membantu membuat draft rencana mobilisasi untuk angkatan bersenjatanya. Setelah dipromosikan menjadi Oberstleutnant (Letkol), Manstein diserahi tanggungjawab untuk memimpin sebuah batalyon infanteri ringan dari 4. Infanterie-Regiment dan bertugas di unit tersebut sampai tahun 1934. Pada tahun 1933 Partai Nazi pimpinan Adolf Hitler naik ke tampuk kekuasaan di Jerman, sehingga mengakhiri periode Weimar. Tanpa mengindahkan Perjanjian Versailles, dari sejak tahun 1920-an sebenarnya Reichswehr telah dipersenjatai secara diam-diam. Hitler lah yang kemudian secara formal menolak isi perjanjian tersebut dan dengan nekad melakukan program peningkatan persenjataan serta ekspansi kekuatan militer secara besar-besaran.

Manstein pindah kembali ke Berlin sebagai Oberst (Kolonel) di bulan Februari 1934, dan bertugas sebagai Kepala Staff Wehrkreiskommando III. Pada tanggal 1 Juli 1935 dia ditunjuk sebagai Kepala Cabang Operasi Staff Jenderal Angkatan Darat (Generalstab des Heeres), yang merupakan bagian dari Komando Tinggi Angkatan Darat (Oberkommando des Heeres – OKH). Selama masa tugasnya disana, Manstein menjadi salah satu orang yang bertanggungjawab dalam pengembangan Fall Rot (Kasus Merah), sebuah rencana operasi defensif untuk melindungi Jerman terhadap serangan dari Prancis. Dalam periode ini Manstein menjalin kontak dengan Heinz Guderian dan Oswald Lutz, yang mendukung perubahan drastis dalam strategi peperangan dengan menekankan pada peranan Panzertruppen (pasukan tank). Sayangnya, perwira-perwira ‘kolot’ semacam Generaloberst Ludwig Beck (Kepala Staff Jenderal Angkatan Darat) menentang perubahan semacam ini sehingga Manstein terpaksa mengajukan sebuah alternatif: pengembangan Sturmgeschütz (StuG), senjata serbu gerak-sendiri yang akan menyediakan dukungan tembakan berat demi mendukung gerak maju infanteri. Saat Perang Dunia II pecah, kendaraan-kendaraan lapis baja StuG terbukti menjadi salah satu senjata Jerman yang paling efektif dan juga paling efisien (dalam hal biaya pembuatan)!

Manstein dipromosikan menjadi Generalmajor pada bulan Oktober 1936 dan menjadi Wakil Kepala Staff (Oberquartiermeister I) dari Jenderal Beck. Pada tanggal 4 Februari 1938 dia ditransfer ke Liegnitz/Silesia untuk menjadi Komandan 18. Infanterie-Division dengan pangkat Generalleutnant. Pada bulan Agustus Beck mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Staff Jenderal AD meskipun Manstein menentang keputusan tersebut (karena beranggapan bahwa rencana invasi Jerman ke Cekoslowakia di bulan Oktober yang digagas oleh Hitler masih terlalu prematur). Untuk menggantikan Beck ditunjuklah Generaloberst Franz Halder yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Staff jenderal AD (menggantikan Manstein). Penunjukan Halder – dan bukannya Manstein – menciptakan friksi diantara kedua orang ini, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa Halder dan Manstein kemudian saling membenci satu sama lain! Pada tanggal 20 April 1939 Manstein berpidato dalam acara perayaan ulangtahun Adolf Hitler yang ke-50. Dalam pidatonya tersebut dia memuji Hitler sebagai pemimpin yang telah dikirim oleh Tuhan untuk menyelamatkan Jerman. Dia juga memperingatkan “dunia yang bermusuhan” bahwa apabila mereka tetap “merancang makar demi mencegah jalan masa depan bagi rakyat Jerman“, maka dia akan cukup puas bila melihat dunia terjun kembali kedalam sebuah kancah perang akbar. Sejarawan asal Israel Omar Bartov mengatakan bahwa naiknya orang-orang semacam Manstein merupakan salah satu pertanda akan lebih dipilihnya perwira-perwira teknokrat – yang biasanya fanatik Nasional-Sosialisme – untuk muncul ke permukaan. Bartov beranggapan bahwa sedikit demi sedikit Wehrmacht terintegrasi ke dalam Third Reich dan bukan lagi menjadi satu-satunya organisasi yang independen di masa kekuasaan rezim Nazi.


INVASI KE POLANDIA

Pada tanggal 18 Agustus 1939, sebagai persiapan untuk Fall Weiss (Kasus Putih)—invasi Jerman ke Polandia—Manstein ditunjuk sebagai Kepala Staff Heeresgruppe Süd yang dipimpin oleh Generaloberst Gerd von Rundstedt. Di jabatannya yang baru ini dia bekerjasama dengan Kepala Operasi Rundstedt, Oberst Günther Blumentritt, dalam mengembangkan rencana-rencana operasional. Rundstedt menerima rencana Manstein untuk memusatkan konsentrasi sebagian besar unit-unit lapis baja Heeresgruppe-nya ke 10. Armee di bawah pimpinan Walther von Reichenau. Rencana ini bertujuan untuk mendukung terjadinya terobosan menentukan yang akan membuat pasukan Polandia yang berada di sebelah barat Sungai Vistula terkepung oleh pasukan Jerman. Dalam rencana Manstein, dua Armee lain yang membentuk Heeresgruppe Süd, 14. Armee (Wilhelm List) dan 8. Armee (Johannes Blaskowitz) akan membentuk sebuah pelindung sayap bagi terobosan pasukan lapis baja Reichenau yang mengarah ke Warsawa, ibukota Cidengkak. Secara pribadi sebenarnya Manstein menentang rencana invasi Wehrmacht atas Polandia karena dia menganggap bahwa negara tersebut bisa menjadi ‘bemper’ antara Jerman dengan Uni Soviet. Dia juga mengkhawatirkan adanya serangan Sekutu dari arah barat saat hampir seluruh pasukan Jerman diterjunkan di Polandia, sehingga berpotensi membawa Jerman kembali kedalam kancah perang dua-front yang terbukti membawa bencana dalam Perang Dunia Pertama.

Manstein ikut serta dalam konferensi rahasia tanggal 22 Agustus 1939 dimana Hitler menekankan pada jenderal-jenderalnya akan betapa pentingnya bagi Jerman untuk menghancurkan Polandia sebagai sebuah negara. Seusai Perang Dunia II Manstein mengklaim dalam memoarnya bahwa dia tidak menyadari pada waktu itu bahwa Hitler bermaksud untuk memusnahkan orang-orang Polandia. Tapi kemudian dia mulai menyadari hal tersebut ketika dia (dan jenderal-jenderal Wehrmacht lainnya) mulai menerima laporan yang bermunculan dari anakbuahnya tentang kegiatan Einsatzgruppen, regu kematian Schutzstaffel (SS), yang ditugaskan untuk membuntuti pasukan utama Jerman di Polandia hanya untuk membunuhi kaum intelektual dan warga sipil lainnya di wilayah yang telah diduduki. Manstein nantinya mendapat tiga dakwaan kejahatan perang yang berkaitan dengan kematian kaum Yahudi serta warga sipil di wilayah yang berada di bawah kendalinya, juga atas perlakuan buruk terhadap tawanan perang.

Pasukan Jerman menyerbu Polandia pada tanggal 1 September 1939, dan invasi tersebut berjalan dengan tanpa banyak hambatan. Dalam wilayah Heeresgruppe Süd pimpinan Rundstedt, 8, 10 dan 14. Armee dengan bersemangat mengejar pasukan musuh yang bergerak mundur. Rencana awalnya adalah menggerakkan 8. Armee, yang berada di wilayah paling utara diantara ketiganya, untuk bergerak menuju Łódź. Sementara itu 10. Armee, dengan divisi-divisi bermotornya, akan bergerak cepat menuju Vistula dan 14. Armee berusaha untuk bergerak maju dan mengepung pasukan polandia di wilayah Kraków. Aksi berkesinambungan ini nantinya membuat pasukan Polandia terkepung oleh enam korps Jerman dan menderita kekalahan menentukan di wilayah Radom pada tanggal 8-14 September 1939. Saat 8. Armee mendapat serangan dari utara, elemen-elemen 4, 8 dan 10. Armee dengan cepat berimprovisasi merubah formasi dengan bantuan kekuatan udara Luftwaffe dalam upaya untuk mencegah pasukan utama Polandia melepaskan diri dari kepungan terhadap Warsawa. Fleksibilitas dan agilitas pasukan Jerman yang mengejutkan berujung pada kekalahan sembilan divisi infanteri polandia serta unit-unit lainnya dalam Pertempuran Bzura (8-9 September 1939) yang sampai sejauh ini tercatat sebagai pertempuran terbesar dalam invasi Jerman atas negara tersebut. Penguasaan Polandia akhirnya terealisasi dalam waktu yang singkat, dengan unit musuh terakhir menyerah pada tanggal 6 Oktober 1939.


PERTEMPURAN PRANCIS

Fall Gelb (Kasus Kuning), rencana pertama penyerbuan Prancis, dipersiapkan oleh Panglima Angkatan Darat Generaloberst Walther von Brauchitsch dengan dibantu oleh Kepala Staff-nya Halder serta para perwira OKH lainnya pada awal bulan Oktober 1939. Seperti halnya Rencana Schlieffen pada Perang Dunia Pertama, rancangannya bertumpu pada serangan memutar yang dilancarkan dari arah Belgia dan Belanda. Tapi kemudian Hitler mengutarakan ketidakpuasannya pada rencana tersebut, sehingga revisi demi revisi terus dilakukan di sepanjang bulan Oktober. Manstein juga sama-sama merasa kurang sreg karena menganggap bahwa rencana tersebut terlalu berfokus pada sayap atas, kurang memiliki unsur kejutan, serta tanpa mengindahkan ancaman serangan balik Prancis dari arah selatan yang akan memotong gerak maju pasukan Jerman. Medan perang di Belgia dirasanya tidak cocok untuk menjadi basis operasi penyerbuan ke arah Prancis sehingga Manstein berkeyakinan bahwa ujung-ujungnya serangan tersebut akan mengalami kegagalan seperti halnya pada Perang Dunia Pertama. Pada akhir bulan Oktober 1939 dia telah menyiapkan rencananya sendiri yang merupakan hasil perbaikan dari rencana OKH sebelumnya. Dia mengajukan rancangannya tersebut pada pimpinannya, Rundstedt, yang kemudian meneruskannya pada Brauchitsch.

Rencana Manstein, yang dikembangkan melalui kerjasama informal dengan Heinz Guderian, menekankan bahwa ujung tombak serangan Jerman bukanlah dari arah Belanda-Belgia, melainkan melalui bukit-bukit berhutan lebat Ardennes dimana tak akan ada seorang pun yang mengiranya, lalu setelah itu membuat jembatan penyeberangan di Sungai Meuse untuk kemudian bergerak maju secepat mungkin ke arah Selat Inggris. Bila hal ini berjalan lancar, maka Jerman akan menjebak pasukan gabungan Prancis dan Inggris yang terperangkap di Belgia dan Flanders. Bagian dari rencana ini nantinya akan dikenal dengan nama “Sichelschnitt” (tebasan arit). Proposal Manstein juga memasukkan rencana terobosan kedua yang bergerak memutar dari arah Garis Maginot yang akan membuat Jerman mengepung posisi pertahanan Prancis yang berada di selatan.

Pada awalnya, OKH (Oberkommando des Heeres) menolak proposal tersebut, terutama Halder yang secara khusus menekankan bahwa rencana Manstein tidaklah berguna dari sudut pandang strategi militer. Tapi kemudian pada tanggal 11 November 1939 Hitler memerintahkan alokasi ulang pasukan Jerman yang dibutuhkan untuk melakukan terobosan di Sedan, sehingga secara tanpa sadar (Hitler belum mengetahui proposal Manstein) sang Führer telah menjalankan strategi yang sejalan dengan yang disarankan oleh Manstein! Ketika dokumen-dokumen rahasia yang menjelaskan Fall Gelb secara rinci jatuh ke tangan pihak Belgia pada tanggal 10 Januari 1940, Hitler semakin bersemangat untuk merubah rencana awal OKH. Sayangnya, Brauchitsch dan Halder juga sama-sama bersikeras menolak pengajuan berkali-kali Manstein dan rencananya yang akan menggantikan rencana rancangan mereka. Saking kesalnya, Halder bahkan mencopot Manstein dari jabatannya di markas besar Rundstedt pada tanggal 7 Januari 1940 dan mengirimnya ke Stettin untuk menjadi komandan XXXVIII. Armeekorps. Hitler, yang masih mencari rencana yang lebih “agresif”, menyetujui versi modifikasi yang diajukan oleh Manstein setelah bertemu dengannya pada tanggal 17 Februari. Manstein sendiri hanya mempunyai peranan kecil dalam operasi yang kemudian dilancarkan di Prancis, dan bertugas di bawah 4. Armee pimpinan Günther von Kluge. Korps-nya menjadi yang pertama membuat terobosan di timur Amiens dalam Fall Rot (“Kasus Merah”, fase kedua rencana invasi), dan yang pertama mencapai sekaligus menyeberangi Sungai Seine. Invasi ke Prancis ternyata berjalan dengan amat sukses sehingga Manstein mendapat kenaikan pangkat menjadi Generaloberst dan dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes.


OPERASI SEELÖWE

Manstein merupakan pendukung utama rencana serangan Jerman atas Inggris yang dinamakan sebagai Operation Seelöwe (Operasi Anjing Laut). Dia beranggapan bahwa operasi tersebut beresiko tinggi tapi tetap dibutuhkan. Studi awal oleh berbagai perwira staff Jerman menyimpulkan bahwa superioritas udara adalah hal yang paling penting demi menunjang keberhasilan proposal tersebut. Korps-nya berencana dibawa menyeberangi Selat Inggris dari Boulogne ke Bexhill dan termasuk dari empat unit Wehrmacht yang akan ikut dalam gelombang serangan pertama. Tapi kemudian Luftwaffe gagal mengalahkan Royal Air Force dalam Pertempuran Britania sehingga Operasi Seelöwe ditunda sampai dengan tanggal 12 Oktober. Di sepanjang sisa tahun itu Manstein, yang tidak mempunyai hal lain untuk dilakukan, menghabiskan waktunya di Paris dan di rumahnya.


OPERASI BARBAROSSA

Pada awal tahun 1941 Komando Tinggi Jerman merancang rencana serangan terhadap Uni Soviet, yang dinamakan sebagai Operasi Barbarossa. Pada tanggal 15 Maret Manstein ditunjuk sebagai Komandan LVI. Panzerkorps; dia menjadi salah satu dari 250 perwira tinggi Wehrmacht yang mendapat pengarahan tentang ofensif selanjutnya, dan untuk pertama kalinya melihat rencana rahasia tersebut pada bulan Mei. Korpsnya menjadi bagian dari Panzergruppe 4 di bawah komando Generaloberst Erich Hoepner yang merupakan bagian dari Heeresgruppe Nord (Generalfeldmarschall Wilhelm Ritter von Leeb). Heeresgruppe Nord mendapat tugas untuk menerobos wilayah Rusia melalui negara-negara Baltik dan untuk kemudian bergerak menuju Leningrad. Manstein baru tiba di lokasi keberangkatan hanya berselang enam hari dari dimulainya ofensif. Operasi Barbarossa secara resmi digelar pada tanggal 22 Juni 1941 yang ditandai dengan serangan masif pihak Jerman di sepanjang perbatasan dengan Uni Soviet. Korps Manstein bergerak maju bersama dengan XLI. Panzerkorps (Georg-Hans Reinhardt) ke arah Sungai Dvina serta berusaha membuat jembatan penyeberangan di dekat kota Daugavpils. Pihak Soviet melancarkan beberapa kali serangan balik, dan serangan-serangan yang ditujukan pada korps Reinhardt berujung pada Pertempuran Raseiniani. Korps Manstein sendiri bergerak dengan cepat, mencapai Sungai Dvina (dengan panjang 315 kilometer) hanya dalam waktu 100 jam. Alhasil, mereka menjadi terpisah dengan elemen Heeresgruppe lainnya. Meskipun pihak Soviet berkali-kali melakukan serangan balik yang penuh determinasi, tapi Manstein berhasil menangkal semuanya. Setelah korps Reinhardt menyusul dan kedua korps bergabung kembali, mereka mendapat tugas baru untuk mengepung formasi tempur Soviet di Luga dalam sebuah serangan capit.

Untuk kedua kalinya korps Manstein masuk jauh ke dalam garis pertahanan Soviet tanpa perlindungan dari sayap, dan pada tanggal 15 Juli 1941 mereka mendapat serangan balik gencar dari AD Pertama Soviet di bawah pimpinan Jenderal Nikolai Vatutin. 8. Panzer-Division yang merupakan bagian dari korps Manstein menjadi terputus dari pasukan lainnya. Meskipun divisi tersebut akhirnya bisa melepaskan diri dari kepungan, tapi mereka menderita banyak korban sehingga pihak Soviet mampu menghentikan gerak maju Manstein di Luga. Korpsnya kemudian menyusun kembali kekuatan di Dno. 8. Panzer-Division diberikan tugas untuk pembersihan gerilyawan di garis belakang Jerman, sementara Manstein mendapatkan 4. SS-Polizei-Division sebagai penggantinya. Serangan ke Luga menjadi berkali-kali tertunda karena keadaan yang tidak menguntungkan ini.

Serangan ke Luga masih berjalan ketika Manstein mendapat perintah baru pada tanggal 10 Agustus 1941 untuk memulai pergerakan utama ke Leningrad. Baru saja dia pindah ke markas barunya di Danau Samro, Manstein diperintahkan untuk mengirim anakbuahnya melalui Staraya Russa untuk membantu X. Armeekorps yang mendapat ancaman terkepung oleh musuh. Pada tanggal 12 Agustus pihak AD Soviet ke-11 dan ke-34 melancarkan ofensif yang ditujukan pada Heeresgruppe Nord, sehingga membuat tiga divisi Jerman terputus dari pasukan utama. Merasa frustasi karena kehilangan 8. Panzer-Division dan kehilangan kesempatan untuk bergerak menuju Leningrad, Manstein kembali ke Dno. Serangan balasan yang dilakukannya berujung pada kekalahan besar pihak Soviet, dengan lima divisi Tentara Merah terkepung oleh korps Manstein sehingga, untuk pertama kalinya, harus mendapatkan bantuan perbekalan dari udara. Manstein berhasil menggaruk 12.000 orang tawanan perang serta 141 tank. Lawannya, Jenderal Kuzma M. Kachanov dari AD ke-34, nantinya diajukan ke mahkamah militer dan dieksekusi karena kekalahan tersebut. Setelah kemenangan yang gemilang ini, Manstein berusaha untuk mengistirahatkan pasukannya yang telah bertempur tanpa henti dalam kondisi dan cuaca yang menyedihkan dari sejak dimulainya kampanye militer Jerman, tapi usaha ini sia-sia karena kemudian dia mendapat perintah baru untuk bergerak ke Demyansk. Pada tanggal 12 September 1941, ketika dia sudah berada di dekat kota tersebut, dia mendapat penempatan baru sebagai Panglima 11. Armee di Ukraina yang merupakan bagian dari Heeresgruppe Süd.


KRIM DAN PERTEMPURAN SEBASTOPOL

Pada bulan September 1941 Manstein ditunjuk sebagai Panglima 11. Armee setelah panglima sebelumnya, Generaloberst Eugen Ritter von Schobert, tewas saat  pesawatnya mendarat di ladang ranjau Soviet. 11. Armee mendapat tugas untuk menginvasi Semenanjung Krim, merebut Sebastopol, dan mengejar pasukan musuh yang berada di posisi sebelah sayap Heeresgruppe Süd dalam gerak maju mereka ke Uni Soviet. Tujuan Hitler adalah untuk mencegah pihak Soviet dalam menggunakan pangkalan-pangkalan udara yang berada di Krim sekaligus memotong pasokan minyak untuk pasukan musuh yang berasal dari Kaukasus.

Pasukan Mantein – yang kebanyakan adalah infanteri – berhasil melakukan terobosan cepat menembus perlawanan kuat Soviet selama hari-hari pertama usaha penguasaan Semenanjung Krim. Setelah sebagian besar wilayah leher Tanah Genting Perekop berhasil direbut, sebagian unit yang berada di bawah komando Manstein dipindahkan ke front lain sehingga tinggal menyisakan enam divisi Jerman serta AD ke-3 Rumania. Sisa Tanah Genting Perekop mampu dikuasai meskipun dengan lambat dan penuh perjuangan (Manstein mengajukan protes resmi atas kurangnya dukungan pesawat-pesawat Luftwaffe demi mengimbangi superioritas udara Soviet di atas wilayah tersebut). Dia lalu membentuk sebuah unit pelopor lincah untuk mendesak sisa-sisa pasukan Soviet yang masih bertahan, lalu memotong jalan antara Simferopol dan Sebastopol tanggal 31 Oktober 1941. Simferopol berhasil direbut keesokan harinya. Pada tanggal 16 November 1941, 11. Armee telah merebut seluruh Semenanjung Krim – kecuali Sebastopol. Di lain pihak, Tentara Merah telah mengevakuasi 300.000 orang pasukannya keluar dari Sebastopol menggunakan jalur laut.

Serangan pertama atas Sebastopol yang dilancarkan oleh Manstein pada bulan November 1941 mengalami kegagalan. Dengan sedikit pasukan yang masih tersisa, dia terpaksa mengurungkan rencananya untuk melakukan serangan kedua dan beralih untuk mempersiapkan usaha pengepungan kota pelabuhan yang dipertahankan dengan sangat kuat tersebut. Pada tanggal 17 Desember 1941 Manstein meluncurkan ofensif lainnya, yang juga berujung dengan kegagalan. Pada tanggal 26 Desember 1941 pasukan bantuan Soviet mendarat di Selat Kerch untuk merebut kembali wilayah Kerch dan semenanjung di sekitarnya dari tangan jerman. Serangan balasan ini disusul oleh pendaratan kedua di Feodosiya pada tanggal 30 Desember 1941. Posisi pasukan jerman di Semenanjung Krim kini berada di titik nadir, tapi untunglah penarikan buru-buru 46. Infanterie-Division di bawah pimpinan Jenderal Hans Graf von Sponeck berhasil mencegah keruntuhan bagian timur dari Krim meskipun divisi tersebut harus kehilangan sebagian besar peralatan beratnya. Dengan sangat terpaksa Manstein terpaksa membatalkan usaha serangannya atas Sebastopol dan mengirimkan sebagian besar pasukannya ke arah timur untuk menghancurkan titik pijak Soviet disana. Pihak musuh berada dalam posisi yang lebih menguntungkan dalam hal jumlah manusia dan peralatan perang karena mereka mendapatkan pasokan yang tak terganggu dari arah lautan, sehingga karenanya mereka diperintahkan oleh Stalin untuk melakukan ofensif lainnya ke posisi pertahanan Jerman. Tapi kemudian pihak Soviet tidak mampu merebut titik akses jalan dan rel kereta api yang strategis pada waktunya, sehingga pasukan jerman tetap mendapatkan pasokan perbekalan lewat jalan darat.

Untuk usaha perebutan kembali Semenanjung Kerch yang dilancarkan pada tanggal 8 Mei 1942, Hitler akhirnya memberikan dukungan udara memadai yang sangat dibutuhkan oleh Manstein. Dalam hal jumlah pasukan, 11. Armee kalah dibandingkan musuhnya sehingga Manstein dengan cerdik melancarkan serangan pura-pura ke arah utara sementara sebagian besar pasukannya dikerahkan ke arah selatan. Tak lama kemudian perlawanan pihak Soviet runtuh dan pasukan mereka mulai melarikan diri dalam jumlah besar. Manstein mencatat di buku memoarnya tentang penangkapan “170.000 orang tawanan perang, 1.133 senjata artileri dan 258 tank”. Kerch berhasil diduduki pada tanggal 16 Mei 1942 dan pihak Jerman hanya kehilangan 8.000 orang pasukannya.

Setelah penundaan selama satu bulan, Manstein kembali lagi mengarahkan perhatiannya pada penguasaan Sebastopol, sebuah usaha yang membuat Wehrmacht mengerahkan beberapa dari senjata terbesar yang pernah diciptakan oleh manusia. Bersama dengan meriam-meriam artileri dalam jumlah besar, digunakan pula mortir super berat kaliber 600 mm Karl-Gerät dan artileri rel “Dora” yang mempunyai kaliber sampai 800 mm! Ribuan tembakan yang memekakkan telinga dimulai pada pagi hari tanggal 2 Juni 1942. Semua sumber daya Luftwaffe yang dimiliki oleh Luftflotte 4, di bawah pimpinan Wolfram von Richthofen, ikut dikerahkan. Tembakan artileri tersebut berlanjut non-stop selama lima hari sebelum serangan darat dimulai.

11. Armee mulai mendapatkan titik pijak di pertengahan bulan Juni dengan memfokuskan serangan mereka pada jalan menuju kota dari arah utara. Kedua pihak menderita jumlah korban yang signifikan seiring dengan berlarut-larutnya peperangan. Manstein menyadari bahwa dia wajib menguasai Sebastopol sebelum ofensif musim panas Jerman di tahun 1942 dimulai, karena hampir semua sumber daya yang dimilikinya akan tersedot pada gerak maju raksasa tersebut. Pada tanggal 29 Juni 1942 dia memerintahkan serangan dadakan dengan menggunakan pendaratan amfibi melintasi Teluk Severnaya. Operasi tersebut ternyata sukses besar dan perlawanan Soviet runtuh. Pada tanggal 1 Juli 1942 pasukan Jerman memasuki kota sementara lawannya dengan terburu-buru mengorganisasi evakuasi pasukan yang masih tersisa. Di hari itu pula Hitler mempromosikan Manstein menjadi Generalfeldmarschall. Pada tanggal 4 Juli 1942 seluruh kota Sebastopol secara resmi berada di tangan Jerman.

Selama kampanye militer Jerman di Krim, Manstein secara tidak langsung terlibat dalam kekejaman terhadap populasi Rusia, terutama yang dilakukan oleh Einsatzgruppe D – salah satu dari beberapa grup SS (Schutzstaffel) yang diberi tugas khusus untuk memusnahkan apa yang dianggap sebagai “Untermenschen” (manusia kelas rendah). Einsatzgruppe D mengikuti pergerakan 11. Armee Manstein dari belakang dan mendapat bantuan kendaraan, bahan bakar serta supirnya oleh markas komando Manstein. Feldgendarmerie (Polisi Militer) menyisir wilayah dimana Einsatzgruppe berencana untuk beroperasi untuk mencegah siapapun melarikan diri. Hauptmann Ulrich Gunzert, yang shock berat setelah menyaksikan kebrutalan Einsatzgruppe D, langsung mengajukan pengaduan kepada Manstein dan memintanya untuk melakukan sesuatu demi menghentikan pembunuhan sewenang-wenang tersebut. Di akhir perang Gunzert bersaksi bahwa Manstein malah memintanya untuk melupakan apa yang telah dia lihat dan fokus pada pertempuran melawan Tentara Merah. Gunzert nantinya mengatakan bahwa tindakan Manstein tersebut sebagai “lari dari tanggung jawab, sebuah kegagalan moral”. 11 dari 17 dakwaan kejahatan perang yang diajukan kepada Manstein dalam pengadilan Sekutu seusai Perang Dunia II berkaitan dengan tindakan sewenang-wenang Nazi terhadap penduduk lokal dan pembunuhan kaum Yahudi serta tawanan perang di wilayah Krim.


LENINGRAD

Setelah penguasaan Sebastopol, Hitler merasa bahwa Manstein adalah orang yang tepat untuk memimpin pasukan Jerman di Leningrad (yang telah berada dalam kepungan dari sejak bulan September 1941). Bersama dengan elemen-elemen dari 11. Armee, Manstein ditransfer ke front Leningrad dan tiba tanggal 27 Agustus 1942. Sekali lagi dia kekurangan sumberdaya yang diperlukan untuk menerobos masuk kota, karenanya dia merencanakan Unternehmen Nordlicht, sebuah rencana berani untuk memutus jalur suplai menuju Leningrad yang melintasi Danau Ladoga.

Ironisnya, di hari kedatangan Manstein, pihak Soviet meluncurkan Ofensif Sinyavin yang pada awalnya bertujuan sebagai serangan pengalih perhatian bagi pasukan Jerman dari 18. Armee (Georg Lindemann) yang ditempatkan di wilayah sempit di sebelah barat Danau Ladoga. Ofensif ini hampir-hampir saja berhasil menerobos pertahanan Jerman dan memutus kepungan. Hitler, dengan memutus rantai komando, buru-buru menelepon langsung Manstein dan memerintahkannya untuk melakukan serangan balasan di wilayah tersebut. Setelah serangkaian pertempuran sengit, sang Marsekal anyar meluncurkan serangan balasan yang dinanti-nanti pada tanggal 21 September 1942 yang memutus dua pasukan besar Soviet di wilayah tersebut. Pertempuran berlanjut sampai dengan bulan Oktober 1942. Meskipun serangan Soviet berhasil digagalkan, pertempuran berkelanjutan yang terjadi setelahnya membuat pihak Jerman tidak mampu lagi melakukan ofensif yang menentukan di wilayah Leningrad, sehingga Unternehmen Nordlicht pun ditangguhkan sampai waktu yang tidak ditentukan (kepungan Jerman atas kota di utara Rusia tersebut pada akhirnya berhasil dihentikan oleh Tentara Merah pada bulan Januari 1944).


STALINGRAD

Dalam usahanya untuk memecah masalah akut kekurangan bahan bakar, pasukan Jerman meluncurkan Fall Blau (Kasus Biru) pada musim panas tahun 1942 yang merupakan serangan besar-besaran yang ditujukan untuk merebut ladang-ladang minyak strategis di Kaukasus. Setelah serangan udara pembuka dari Luftwaffe, 6. Armee di bawah pimpinan Generaloberst Friedrich Paulus maju merangsek menuju kota Stalingrad, sebuah kota strategis di pinggiran sungai Volga. Pasukannya, yang didukung oleh 4. Panzerarmee, memasuki wilayah dalam kota pada tanggal 12 September 1942. Duel satu lawan satu dan pertempuran dari jalan ke jalan berlanjut di tengah reruntuhan Stalingrad. Pihak Soviet meluncurkan serangan balasan besar-besaran pada tanggal 19 November 1942 (yang diberi nama Operasi Uranus) yang bertujuan untuk mengepung sekaligus menjebak pasukan Jerman yang berada di dalam kota. Pada tanggal 23 November 1942 usaha ini tercapai dan 6. Armee secara resmi terperangkap di Stalingrad. Hitler, yang mengetahui bahwa bila kota tersebut jatuh ke tangan musuh maka dia tak akan bisa diambil kembali, menunjuk jenderal andalannya Manstein sebagai panglima dari Heeresgruppe Don yang baru dibentuk. Manstein diberi tugas untuk melancarkan operasi pembebasan pasukan Jerman yang terjebak di Stalingrad, yang diberi nama Unternehmen Wintergewitter (Operasi Badai Musim Dingin). Pengamatan awal Manstein di posisi barunya membuat dia berkeyakinan bahwa 6. Armee mampu bertahan apabila diberikan dukungan udara yang memadai.

Unternehmen Wintergewitter diluncurkan pada tanggal 12 Desember 1942. Setelah meraih kesuksesan awal yang menjanjikan, tiga divisi lapis baja Manstein (6, 17, dan 23. Panzer-Division) yang mendapat dukungan unit-unit tambahan dari LVII. Panzerkorps berhasil maju sampai sejauh 48 km dari Stalingrad (pinggir sungai Myshkova) pada tanggal 20 Desember 1942, sebelum mereka mendapat serangan balasan gencar dari armada tank Soviet saat badai salju sedang menerjang. Dua hari sebelumnya (18 Desember 1942) Manstein meminta pada Hitler agar 6. Armee diizinkan untuk melakukan terobosan sendiri menuju ke arah pasukannya. Dengan tegas Hitler menolaknya, dan tak ada yang bisa dilakukan oleh Manstein maupun Paulus selain menuruti perintah sang Führer. Kondisi di dalam kota Stalingrad sendiri semakin memburuk dari hari ke hari: pasukan Jerman sangat menderita oleh serangan hawa dingin membekukan tulang, wabah lintah yang menyiksa, serta kekurangan makanan dan amunisi. Panglima Luftwaffe Hermann Göring sebelumnya telah menjanjikan pada Hitler bahwa pasukan Jerman yang terperangkap bisa diselamatkan melalui pasokan dari udara, akan tetapi rintangan cuaca buruk, kurangnya pasokan pesawat yang tersedia, serta gangguan dari senjata anti pesawat Soviet membuat Göring menelan ludahnya sendiri. Pada tanggal 24 Januari 1943 Manstein memohon pada Hitler untuk membiarkan Paulus menyerah bersama pasukannya demi menyelamatkan lebih banyak lagi nyawa yang kini terbuang dengan sia-sia tiap harinya, tapi Hitler tetap tak bergeming. Tanpa mengindahkan perintah sang Führer, pada akhirnya Paulus menyerah juga bersama dengan sisa 91.000 orang anakbuahnya pada tanggal 31 Januari 1943. 200.000 orang prajurit Jerman dan Rumania telah musnah di Stalingrad dan, dari mereka yang menyerah, hanya 6.000 diantaranya yang berhasil pulang kembali ke tanah airnya seusai perang! Manstein berkeyakinan bahwa dia telah berbuat yang terbaik demi menyelamatkan 6. Armee, sementara Prajurit Jerman yang terkepung mempunyai pandangan yang berbeda: “Kelemahannya adalah, dia tidak bersikap lebih tegas di hadapan Hitler. Adalah lebih baik untuk mundur dari jabatanmu atau bahkan menerima hukuman mati bila engkau yakin – seperti halnya Manstein – bahwa adalah sebuah kesalahan besar untuk membiarkan tentara Jerman diam menunggu di Stalingrad.” (Winrich Behr)

Sejarawan Amerika Williamson Murray dan Allan Millett menulis bahwa pesan Manstein pada Hitler di tanggal 24 November 1943 yang menyarankan bahwa 6. Armee tidak perlu menerobos kepungan, juga statemen Göring bahwa Luftwaffe mampu mensuplai Stalingrad, “... telah menutup takdir 6. Armee”. Sejarawan lainnya, termasuk Gerhard Weinberg, telah menekankan bahwa versi Manstein dalam memoarnya tentang peristiwa yang terjadi di Stalingrad telah terdistorsi dan beberapa peristiwa lainnya yang dideskripsikan disana kemungkinan juga adalah hasil bikinan sendiri! “Karena sensitivitas masalah Stalingrad di negara Jerman pasca Perang Dunia Kedua, maka Manstein berusaha keras untuk membelokkan catatan yang terjadi dalam kasus ini serta keterlibatannya yang masif dalam hal pembunuhan orang-orang Yahudi”, tulis Weinberg.

Dan kemudian, Uni Soviet melancarkan ofensif mereka sendiri. Operasi Saturnus bermaksud untuk merebut wilayah Rostov dan, dengannya, memutus Heeresgruppe A. Tapi kemudian, setelah Unternehmen Wintergewitter, Stalin dipaksa untuk merelokasi pasukannya demi mencegah pembebasan Stalingrad oleh pihak Jerman, sehingga karenanya operasi yang direncanakan dibuat dalam skala yang lebih kecil dan dinamai ulang sebagai “Saturnus Kecil”. Ofensif tersebut memaksa Manstein untuk mengalihkan sebagian kekuatannya demi menghindari jatuhnya front yang lebih luas. Serangan tersebut juga mencegah XLVIII. Panzerkorps (yang terdiri dari 336. Infanterie-Division, 3. Feld-Division Luftwaffe dan 11. Panzer-Division), di bawah pimpinan General der Panzertruppe Otto von Knobelsdorff, dari penggabungan dengan LVII. Panzerkorps dan membebaskan Stalingrad seperti yang telah direncanakan. Yang terjadi adalah, XLVIII. Panzerkorps mati-matian mempertahankan garis pertahanannya sendiri di sepanjang Sungai Chir dan berkali-kali mematahkan serangan bergelombang pihak Soviet. Jenderal Hermann Balck dengan brilian menggunakan 11. Panzer-Division untuk melakukan serangan balasan ke wilayah Soviet sehingga mencegah pasukan Jerman tergulung oleh Tentara Merah (meskipun AD ke-8 Italia yang berada di sayap tergerus habis dan kemudian binasa).


KHARKOV

Termotivasi oleh kesuksesan ini, Soviet merencanakan serangkaian ofensif susulan pada bulan Januari dan Februari 1943 yang bermaksud untuk secara permanen mengusir pasukan Jerman dari Rusia selatan. Setelah penghancuran pasukan Hungaria dan Italia yang masih tersisa dalam Ofensif Ostrogozhsk–Rossosh, Operation Star (Operasi Bintang) dan Operation Gallop (Operasi Congklang) diluncurkan untuk menguasai Kharkov dan Kursk serta memutus seluruh tentara Jerman yang berada di timur Donetsk dari pasukan utamanya. Operasi-operasi tersebut berhasil menerobos garis pertahanan Wehrmacht dan mengancam keseluruhan bagian selatan dari front Jerman. Untuk menghadapi masalah ini, Heeresgruppe Don, Heeresgruppe B dan sebagian Heeresgruppe A disatukan menjadi Heeresgruppe Süd (Grup AD Selatan) di bawah komando Manstein pada awal bulan Februari 1943.

Selama ofensif mereka di bulan Februari 1943, pihak Soviet mampu menerobos garis pertahanan Jerman dan merebut Kursk pada tanggal 9 Februari. Saat Heeresgruppe B dan Don terancam terkepung oleh musuh, Manstein berkali-kali meminta tambahan pasukan. Meskipun Hitler mengeluarkan perintah pada tanggal 13 Februari 1943 bahwa Kharkov harus dipertahankan “tak peduli apapun yang terjadi”, SS-Obergruppenführer Paul hausser, Kommandierender General SS-Panzerkorps, memerintahkan kota tersebut untuk dievakuasi pada tanggal 15 Februari. Hitler datang secara pribadi ke front pada tanggal 17 Februari untuk berdiskusi langsung dengan Manstein, dan dalam pertemuan nonstop yang melelahkan yang memakan waktu sampai tiga hari lamanya, Manstein akhirnya berhasil meyakinkan sang Führer bahwa sebuah ofensif di wilayah itu sangat diperlukan demi mengambil alih inisiatif serangan dari pihak musuh sekaligus mencegah usaha pengepungan. Pasukan kemudian direorganisasi ulang dan cadangan ditarik dari unit-unit yang berdekatan. Manstein langsung mulai merencanakan serangan balasan yang kemudian diluncurkan pada tanggal 20 Februari (dan dikenal dengan nama “hantaman punggung tangan”). Vatutin dan pasukan Soviet, yang menyangka bahwa Manstein dan anakbuahnya akan terus mundur, benar-benar dibuat terkejut oleh serangan tersebut. Pada tanggal 2 Maret 1943 pihak Jerman sudah menghabisi 615 tank dan membunuh 23.000 orang Tentara Merah!

Untuk memperlihatkan bahwa penguasaan kembali Kharkov adalah sebuah keputusan yang strategis secara politis, Hitler kembali datang ke front pada tanggal 10 Maret 1943. Manstein dengan cermat mengumpulkan pasukannya yang tersedia dalam sebuah bentang pertahanan yang panjang demi mencegah mereka terkepung oleh musuh, sementara kota Kharkov akhirnya berhasil direbut kembali pada tanggal 14 Maret 1943 setelah pertempuran jalanan yang sengit. Untuk pencapaian luar biasa ini, Marsekal Manstein dianugerahi medali Eichenlaub untuk Ritterkreuz-nya. SS-Panzerkorps berhasil menguasai Belgorod pada tanggal 18 Maret 1943. Serangan balasan yang dilancarkan oleh Manstein tidak hanya mencegah runtuhnya front secara keseluruhan, tapi juga meraih kembali wilayah yang hilang dalam pertempuran sebelumnya sekaligus membinasan tiga AD Soviet dan memukul tiga AD lainnya. Korban yang diderita oleh Tentara Merah dalam satu bulan pertempuran di sektor tersebut benar-benar mengerikan: 46.000 prajuritnya kini menjadi mayat dan 14.000 lainnya menjadi tawanan, belum lagi 600 tank dan 1.200 senjata artileri yang hancur atau dirampas! Salju mulai mencair di awal musim semi pada tanggal 23 Maret 1943, dan untuk sementara menghentikan operasi militer dari kedua belah pihak di wilayah tersebut. Rencana susulan kemudian dibuat untuk memusnahkan keberadaan pasukan Soviet di Kursk.


KURSK

Manstein menginginkan untuk melakukan serangan penjepit di wilayah Kursk segera setelah berakhirnya Pertempuran Kharkov, tapi Hitler khawatir bahwa serangan tersebut akan menyedot sumber daya militer Jerman dari wilayah industri strategis di daerah aliran sungai Donets. Selain itu, tanah masih terlalu berlumpur untuk digunakan oleh tank-tank Jerman untuk beroperasi. Karenanya, persiapan untuk Unternehmen Zitadelle (Operasi Benteng, ofensif militer Jerman terhadap Kursk) tertunda berkali-kali seiring dengan semakin bertambah banyaknya jumlah pasukan yang berkumpul dan menunggu tanah yang mengeras. Sementara itu, pihak Soviet mengetahui pengumpulan kekuatan Wehrmacht yang semakin besar di sekitar Kursk sehingga ikut memperkuat pertahanan mereka di wilayah tersebut. Intelijen mereka dengan tepat mengungkapkan kapan dan dimana serangan Jerman akan diarahkan.

Zitadelle akan tercatat dalam sejarah sebagai ofensif strategis Jerman terakhir di Front Timur – dan juga salah satu dari pertempuran terbesar dalam sejarah yang melibatkan lebih dari empat juta manusia! Pada saat Jerman meluncurkan serangan pembuka pertama mereka pada tanggal 5 Juli 1943, pihak Soviet telah unggul 3:1 dalam hal jumlah prajurit dan peralatan perang. Generalfeldmarschall Walter Model memegang komando penjepit dari arah utara bersama dengan 9. Panzerarmee, sementara Heeresgruppe Süd pimpinan manstein bertanggungjawab atas penjepit dari arah selatan. Kedua pasukan raksasa ini bergerak dengan lambat karena tank-tank mereka hancur berserakan setelah terkena ranjau atau terjebak dalam ruang terbuka dengan harus menghadapi pertahanan Soviet yang kuat. Setelah lima hari pertempuran, akhirnya gerak maju Marsekal Model terhenti dengan korban di pihak 9. Panzerarmee mencapai 25.000 orang. Pada tanggal 13 Juli 1943 pasukan Model secara buru-buru ditarik dari front dan dikerahkan ke wilayah Orel dimana pihak Soviet telah melancarkan serangan balasan yang dinamakan sebagai Operasi Kutuzov. Sementara itu, pasukan Manstein berhasil menerobos pertahanan Soviet dan menimbulkan korban besar di pihak musuh. Dia mencapai, tapi tidak mampu memasuki atau menduduki, Prokhorovka, target utama pertamanya, pada tanggal 11 Juli 1943. Dalam Pertempuran Prokhorovka yang kemudian terjadi, Manstein mampu membinasakan banyak prajurit dan perlengkapan perang Soviet, tapi kemudian pada tanggal 13 Juli 1943 secara mendadak Hitler membatalkan Unternehmen Zitadelle dan memerintahkan penarikan mundur pasukan Jerman karena Sekutu telah mendarat di Sisilia, Italia. Tentu saja Manstein melakukan protes keras karena dia merasa pihak Soviet telah menghabiskan seluruh cadangan pasukannya di wilayah Kursk, dan dia tidak ingin berhenti bertempur sebelum pasukan cadangannya sendiri terpakai semuanya. Hitler tetap berkeras dengan putusannya dan memerintahkan dengan tegas agar semua pasukan Jerman ditarik dari front dan kembali ke garis batas semula. Meskipun korban di pihak Soviet sangat besar, para sejarawan modern saat ini menganggap bahwa keputusan Hitler adalah tepat dan keberlangsungan ofensif Jerman hanya akan berujung pada kegagalan.

Manstein sendiri menganggap bahwa Pertempuran Kursk adalah sebuah kemenangan bagi Jerman karena dia percaya bahwa dia telah menghancurkan sebagian besar kemampuan Soviet untuk melakukan ofensif di sisa tahun 1943. Keyakinan ini adalah salah adanya, karena pihak Soviet mampu bangkit lebih cepat dari yang diperkirakan. Manstein menggerakkan cadangan panzer-panzernya ke Sungai Mius dan Dnieper bawah, tanpa menyadari bahwa aktivitas musuh disana hanyalah sebagai pengalih perhatian. Ofensif Soviet yang dimulai pada tanggal 3 Agustus 1943 menempatkan Heeresgruppe Süd pada tekanan berat. Setelah dua hari pertempuran sengit, pasukan Soviet menerobos garis pertahanan Jerman dan mengambil-alih Belgorod sekaligus membuat lubang kosong sepanjang 56 km diantara 4. Panzerarmee dan Armee Abteilung Kempf (yang ditugaskan untuk mempertahankan Kharkov). Untuk memenuhi permintaan terus-menerus Manstein akan bantuan pasukan, Hitler mengirimkan Panzergrenadier-Division Großdeutschland, 7. Panzer-Division, SS-Panzergrenadier-Division “Das Reich”, dan SS-Panzergrenadier-Division “Totenkopf”.

Dengan buru-buru pihak Jerman membangun garis pertahanan baru di sepanjang Sungai Dnieper, tapi Hitler menolak permintaan untuk mundur dan berkeras bahwa Kharkov harus dipertahankan. Seiring dengan mulai mengalirnya pasukan bantuan, Manstein melancarkan serangkaian serangan balasan antara tanggal 13 dan 17 Agustus 1943 dengan mengirimkan panzer-panzernya ke dekat Bohodukhiv dan Okhtyrka. Pertempuran lapis baja yang kemudian terjadi menimbulkan korban besar di pihak Jerman karena pasukan Soviet telah mengetahui kedatangan mereka dan mempersiapkan pertahanan dengan baik. Pada tanggal 20 Agustus 1943 Manstein menginformasikan pada Oberkommando des Heeres bahwa pasukannya di sepanjang Sungai Donetsk terlalu sedikit bila harus mempertahankan front yang begitu luas, dan dia menyimpulkan bahwa solusinya hanya dua: kirim tambahan pasukan atau dia mundur ke pinggiran Sungai Dnieper. Tekanan terus-menerus dari pihak Soviet telah membuat Heeresgruppe Süd terpisah dari Heeresgruppe Mitte dan membuat sayap utara Manstein terancam. Ketika Soviet mengirimkan cadangan utama mereka dalam serangan besar-besaran untuk merebut kembali Kharkov tanggal 21-22 Agustus 1943, Manstein memanfaatkan hal ini untuk menutup lubang diantara 4. Panzerarmee dan 8. Armee sekaligus menstabilkan garis pertahanan Jerman. Hitler akhirnya mengizinkan Manstein untuk mundur sampai sejauh Dnieper pada tanggal 15 September 1943. Dalam gerak mundur tersebut, Manstein memerintahkan politik bumi-hangus dalam wilayah sejauh 20-30 kilometer dari sungai (dan nantinya dikenai dakwaan kejahatan perang atas perintahnya tersebut). Kerugian yang diderita oleh pihak Soviet dalam pertempuran non-stop di bulan Juli dan Agustus 1943 termasuk 1,6 juta korban manusia, 10.000 tank dan artileri gerak-sendiri, serta 4.200 pesawat udara. Kerugian di pihak Jerman - walaupun hanya sepersepuluh dari yang diderita Soviet - lebih sulit untuk diatasi karena tidak ada lagi cadangan sumber daya manusia dan material yang bisa diambil. Dalam rangkaian empat pertemuan yang digelar pada bulan September 1943, Manstein gagal meyakinkan Hitler untuk mereorganisasi ulang Komando Tinggi Jerman dan membiarkan jenderal-jenderalnya lebih independen dalam membuat keputusan militer.


DNIEPER

Pada bulan September 1943 Manstein mundur ke arah pinggiran barat Sungai Dnieper dalam sebuah operasi militer - yang secara umum berjalan dengan teratur tapi kemudian berubah menjadi kekacauan ketika prajurit-prajuritnya yang sudah kelelahan menjadi tercerai-berai. Ratusan ribu warga sipil Rusia ikut mengungsi ke Barat bersama dengan mereka, dan banyak diantaranya yang membawa serta ternak serta barang-barang pribadi yang berharga. Manstein secara tepat meramalkan bahwa serangan Soviet selanjutnya pasti diarahkan pada Kiev, kota terbesar di Ukraina, tapi seperti yang sudah-sudah terjadi, pihak Soviet dengan cerdik menggunakan ‘maskirovka’ (tipu muslihat) untuk menyamarkan waktu dan lokasi persis ofensif mereka. Sejarawan Williamson Murray dan Allan Reed Millett menulis bahwa “keyakinan fanatik” jenderal-jenderal Jerman pada teori rasis Nazi “... membuat gagasan bahwa bangsa Slav mampu membodohi intelijen Jerman secara konsisten adalah suatu hil yang mustahal”. Front Ukraina ke-1, yang dipimpin oleh Nikolai Fyodorovich Vatutin, bentrok dengan 4. Panzerarmee yang sudah jauh menurun kekuatannya di dekat Kiev. Pertama-tama, Vatutin melakukan serangan ke arah Liutezh yang terletak persis di utara Kiev, dan kemudian mendadak menyerang wilayah Bukrin yang berada di selatannya pada tanggal 1 November 1943. Pihak Jerman, yang menduga bahwa Bukrin menjadi target utama serangan musuh, dibuat terkejut seterkejut-kejutnya ketika Vatutin merebut jembatan di Liutezh dan mendapatkan tempat berpijak di pinggiran barat Sungai Dnieper. Kiev dibebaskan dari pasukan Jerman pada tanggal 6 November 1943, sementara 17. Armee di wilayah Krim kini terputus dari pasukan utama setelah mendapat serangan dari Front Ukraina ke-4 pada tanggal 28 Oktober 1943.

Di bawah komando General der Panzertruppe Hermann Balck, kota Zhytomyr dan Korosten berhasil direbut kembali pertengahan bulan November 1943. Tapi setelah menerima tambahan pasukan, Vatutin memulai kembali ofensifnya pada tanggal 24 Desember 1943 dan Tentara Merah meneruskan kesuksesan mereka memukul mundur pasukan Jerman. Permintaan berulang-ulang Manstein akan tambahan pasukan diabaikan oleh Hitler. Pada tanggal 4 Januari 1944 Manstein bertemu dengan Hitler dan mengatakan padanya bahwa garis pertahanan di Dnieper tak dapat dipertahankan lagi dan dia perlu mundur ke posisi baru untuk menyelamatkan pasukannya. Seperti biasa, Hitler menolak, dan ketika Manstein meminta untuk sekali lagi dilakukan pergantian di komando militer tertinggi Jerman, permintaannya ditolak pula karena Hitler percaya bahwa dia sendiri sudah cukup untuk mengelola strategi yang lebih luas.

Pada bulan Januari 1944 Manstein dipaksa untuk mundur lebih jauh ke arah barat oleh ofensif Soviet. Tanpa menunggu izin dari Hitler, dia memerintahkan XI. Armeekorps dan XXXXII. Armeekorps Jerman (terdiri dari 56.000 prajurit dalam enam divisi) dari Heeresgruppe Süd untuk menerobos keluar dari kantong pengepungan Korsun di malam tanggal 16-17 Februari 1944. Pada awal bulan Maret 1944, pihak Soviet telah memukul mundur pasukan Jerman sampai jauh ke belakang sungai. Surat Perintah Hitler pada tanggal 19 Maret yang memerintahkan bahwa semua posisi depan dipertahankan sampai orang terakhir membuat 1. Panzerarmee terputus dari pasukan utama pada tanggal 21 Maret 1944 ketika izin dari Hitler untuk mundur tidak diterima tepat pada waktunya. Manstein langsung terbang ke markas Hitler di Lvov untuk berusaha meyakinkannya untuk mengubah keputusannya. Hitler terlihat bersimpati pada alasan-alasan yang dikemukakan oleh Manstein, tapi kemudian memberhentikannya dari semua jabatannya pada tanggal 30 Maret 1944.

Manstein muncul dalam sampul majalah Time edisi bulan Januari 1944 dengan judul “Mundur mungkin adalah masternya, tapi kemenangan berada di pihak yang berlawanan”.


PEMBERHENTIAN

Manstein dianugerahi medali Schwerter untuk Ritterkreuz-nya pada tanggal 30 Maret 1944, dan kemudian secara resmi menyerahkan kontrol Heeresgruppe Süd pada Generalfeldmarschall Walter Model pada tanggal 2 April 1944 dalam sebuah pertemuan yang berlangsung di tempat peristirahatan Hitler di pegunungan Berghof Berchtesgaden. Ajudan Model, Günther Reichhelm, mengenang pertemuan tersebut dan respons Manstein atas pemberhentiannya: “Hitler pastinya memujinya atas keahliannya merancang strategi dalam operasi-operasi penyerbuan, tapi dia juga pada akhirnya mengatakan, ‘Aku memutuskan untuk tak lagi menggunakan jasamu di Selatan. Marsekal Model akan mengambil alih posisimu.’ Yang dijawab oleh Manstein, ‘Mein Führer (Pemimpinku)... tolong percayalah padaku saat aku mengatakan bahwa aku akan menggunakan semua kekuatan yang ada untuk mempertahankan tanah dimana putraku kini terkubur..”

Manstein kemudian mengambil cuti panjang di Liegnitz dan fasilitas medis di Dresden setelah menjalani operasi pengambilan katarak di mata kanannya. Sebelumnya dia menderita infeksi berat dan pada saat tertentu terancam kehilangan penglihatannya. Pada hari dimana usaha percobaan pembunuhan yang gagal terhadap Hitler dilancarkan, tanggal 20 Juli 1944, Manstein sedang berada di tempat peristirahatan pinggir pantai di wilayah Baltik. Meskipun dia pernah bertemu beberapa kali dengan tiga otak dibalik kudeta tersebut (karena mereka pernah berada di bawah pimpinannya) - Claus von Stauffenberg, Henning von Tresckow, dan Rudolf Christoph Freiherr von Gersdorff – tapi dia sendiri tidak pernah terlibat dalam konspirasi tersebut (dia nantinya berkata: “Preussische Feldmarschälle meutern nicht” – Marsekal Prusia tidak memberontak). Meskipun begitu, Gestapo tetap menempatkan pengawasan menyeluruh terhadap rumah dimana Manstein tinggal.

Ketika tak ada tanda-tanda bahwa Hitler akan menunjuknya pada posisi baru, Manstein membeli sebuah tanah di Pomerania Timur pada bulan Oktober 1944, tapi kemudian dipaksa untuk meninggalkannya tak lama kemudian saat pasukan Soviet menduduki wilayah tersebut. Kampung halamannya di Liegnietz harus dievakuasi pada tanggal 22 Januari 1945 sehingga dia dan keluarganya terpaksa menjadi pengungsi untuk sementara di kediaman sahabatnya di Berlin. Saat sedang berada disana, Manstein mengajukan permohonan untuk bertemu dengan Hitler di Führerbunker, tapi permintaannya ditolak. Dia dan keluarganya lalu melanjutkan pengungsian mereka lebih jauh ke barat sampai akhirnya perang berakhir pada bulan Mei 1945 dengan kekalahan di pihak Jerman. Manstein menderita komplikasi lanjutan di mata kanannya dan sedang mendapatkan perawatan di Heiligenhafen saat dia ditangkap oleh pasukan Inggris dan kemudian dipindahkan ke kamp tawanan perang di dekat Lüneburg pada tanggal 26 Agustus 1945.


PENGADILAN PENJAHAT PERANG

Manstein ditransfer ke Nürnberg pada bulan Oktober 1945. Dia ditahan di Palace of Justice yang menjadi lokasi dari Pengadilan Nürnberg dimana para tertuduh penjahat perang Nazi disidang. Selama disana, manstein membantu mempersiapkan dokumen pembelaan setebal 132 halaman untuk Staff Jenderal dan OKW (Oberkommando der Wehrmacht), yang mendapat giliran disidang pada bulan Agustus 1946. Mitos bahwa Wehrmacht adalah “bersih” – dalam artian tidak terlibat dalam Holocaust – sebagiannya muncul akibat dari adanya dokumen ini, yang sebagian besar ditulis oleh Manstein dan sisanya oleh General der Kavallerie Siegfried Westphal. Manstein juga memberikan kesaksian mengenai Einsatzgruppen (organisasi pembunuh SS), perlakuan terhadap tawanan perang, dan konsep mengenai kepatuhan militer (terutama yang berkaitan dengan Perintah Komisar, sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh Hitler pada tahun 1941 yang memerintahkan bahwa semua Komisar Komunis Soviet harus ditembak mati di luar pengadilan). Manstein mengakui bahwa dia menerima perintah tersebut, tapi mengatakan pula bahwa dia tidak melaksanakannya. Dokumen-dokumen yang berasal dari tahun 1941 yang ikut dihadirkan di Nürnberg - dan juga pengakuan Manstein di sidang setelahnya – ternyata bertentangan dengan klaimnya: pada kenyataannya Manstein menerima laporan rutin di sepanjang musim panas tahun 1941 yang berkaitan dengan eksekusi terhadap ratusan Komisar Politik. Manstein membantah keras bahwa dia mengetahui aktivitas Einsatzgruppen di gari belakang dan bersaksi bahwa prajurit-prajurit di bawah komandonya tidak terlibat dalam pembantaian terhadap warga sipil Yahudi, tapi kemudian Otto Ohlendorf, Komandan Einsatzgruppe D, membantahnya dalam kesaksiannya dengan mengatakan bahwa tidak hanya sang Marsekal mengetahui apa yang telah terjadi, tapi bahkan 11. Armee juga secara aktif ikut terlibat membantu! Pada akhirnya, di bulan September 1946 Staff Jenderal dan OKW dinyatakan bukan sebagai organisasi kriminal.

Setelah kesaksiannya di Nürnberg, Manstein ditahan dengan status sebagai tawanan perang oleh pihak Inggris di Island Farm (juga dikenal dengan nama Special Camp 11) di Bridgend, Wales, dimana dia dengan harap-harap cemas menunggu keputusan apakah akan didakwa sebagai penjahat perang ataukah tidak. Selama masa tinggalnya di kamp tersebut, Manstein memilih untuk menjauhkan diri dari tawanan lainnya sambil melakukan jalan-jalan harian di sekeliling kamp, merawat sebuah taman kecil, dan mulai mengerjakan draft dua buah buku yang bercerita tentang pengalaman pribadinya di masa perang. Penulis Inggris B.H. Liddell Hart secara rutin berkorespondensi dengan Manstein (dan juga perwira tinggi Jerman lainnya) di Island Farm, dan menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa kamp tawanan di seluruh Inggris demi mencari bahan untuk bukunya - yang nantinya menjadi best-seller - “On the Other Side of the Hill” (Di Bagian Bukit yang Lain). Liddell Hart merupakan salah satu pengagum Manstein dan menggambarkannya sebagai perancang strategi yang jenius. Keduanya tetap berhubungan baik, dan nantinya Liddell Hart ikut membantu Manstein untuk mengatur publikasi edisi bahasa Inggris dari buku memoar sang jenderal, “Verlorene Siege” (Lost Victories), pada tahun 1958. Kabinet Inggris, dalam tekanan yang kuat dari Uni Soviet, akhirnya memutuskan pada tahun 1948 bahwa Manstein akan didakwa sebagai penjahat perang. Dia dan tiga orang perwira senior lainnya (Walther von Brauchitsch, Gerd von Rundstedt, dan Adolf Strauss) dipindahkan ke Munsterlager untuk menunggu persidangan. Brauchitsch kemudian meninggal di bulan Oktober itu, sementara Rundstedt dan Strauss dibebaskan dengan alasan kesehatan pada bulan Maret 1949. Hanya tinggal Manstein yang tersisa, dan dia menjalani persidangannya – yang digelar di Hamburg – dari tanggal 23 Agustus s/d 19 Desember 1949.

Manstein menghadapi 17 dakwaan dalam sidang tersebut, dengan tiga diantaranya berhubungan dengan kejadian di Polandia dan 14 sisanya di Uni Soviet. Termasuk dalam dakwaan adalah tuduhan telah memperlakukan tawanan perang yang berada di bawah kekuasaannya dengan sewenang-wenang; kerjasama dengan Einsatzgruppe D dalam membersihkan orang Yahudi di Krimea; serta tidak mempedulikan keselamatan warga sipil saat menggunakan taktik “bumi hangus” dalam gerak mundur tentara Jerman dari Front Timur di akhir perang. Tim Penuntut Umum, yang dipimpin oleh jaksa senior Arthur Comyns Carr, menggunakan surat perintah Manstein yang ditandatangani pada tanggal 20 November 1941 (berdasarkan perintah dari atasannya, Generalfeldmarschall Walther von Reichenau) sebagai bukti untuk menunjukkan bahwa sang jenderal telah terlibat dalam genosida alias pembunuhan massal. Surat tersebut memerintahkan untuk menghancurkan “sistem Bolsewik Yahudi” sekaligus “hukuman keras untuk semua kegiatan per-Yahudian”. Dalam pembelaannya, Manstein mengklaim bahwa dia ingat pernah meminta draft dari surat perintah semacam itu, tapi tidak ingat pernah menandatanganinya. Sejarawan Amerika Ronald Smelser dan Edward Davies menulis pada tahun 2008 bahwa sesungguhnya Manstein setuju dengan pemikiran Hitler bahwa perang dengan Uni Soviet merupakan sebuah perang untuk memusnahkan Yahudi-Bolsewik dan, karenanya, dia telah mengeluarkan sumpah palsu saat bersaksi bahwa dia lupa telah menandatangani versi surat perintah tersebut. Tim pembela Manstein, yang dipimpin oleh pengacara terkemuka Reginald Thomas Paget, mengklaim bahwa surat perintah tersebut valid adanya karena seusia dengan keadaan di lapangan dimana banyak dari anggota Partisan adalah orang-orang Yahudi, sehingga instruksi untuk mengeksekusi Yahudi Rusia adalah demi untuk melindungi pasukannya dari serangan Partisan di garis belakang. Selain itu, sang pengacara meneruskan pembelaannya, sebagai seorang prajurit Manstein tidak mungkin menolak perintah tertulis dari atasannya, bahkan bila perintah tersebut adalah ilegal atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan. Manstein sendiri mengakui bahwa kebijakan rasial Nazi sesungguhnya adalah “menjijikkan”. 16 saksi lainnya mengatakan bahwa Manstein tidak mengetahui atau tidak terlibat dalam genosida. Paget menyebut bahwa orang-orang Rusia adalah “brutal”, dan berkilah bahwa Manstein telah menunjukkan pengendalian dirinya sebagai seorang “prajurit Jerman biasa” dalam menegakkan hukum peperangan saat memerangi mereka, yang setiap waktu selalu mempertontonkan “kebuasan yang mengerikan”. Meskipun masih diperdebatkan apakah Manstein bertanggungjawab atas kegiatan Einsatzgruppe D, yang jelas unit yang tidak berada langsung dalam kontrolnya tersebut beroperasi di dalam wilayah komandonya, dan ini menjadi salah satu titik utama dalam persidangan. Tim penuntut mengklaim bahwa adalah tugas Manstein untuk mengetahui aktivitas unit ini, dan tugasnya pula untuk menghentikan operasi genosida mereka. Para sejarawan masa kini, termasuk Benoit Lemay, setuju bahwa sang mantan Marsekal telah berbohong dan mengeluarkan sumpah palsu dalam persidangan yang diikutinya!

Manstein dinyatakan bersalah atas sembilan dakwaan yang diajukan, dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara. Kehebohan langsung timbul di kalangan pendukung Manstein, baik dari Jerman maupun Inggris. Liddell Hart gencar menyuarakan pembelaannya di pers Inggris, sementara di Jerman sendiri timbul pemikiran bahwa hukuman tersebut sepenuhnya adalah bersifat politis. Pada bulan Februari 1950 hukuman terhadap Manstein dikurangi menjadi “hanya” 12 tahun. Pada tahun 1951 penulis bernama Reginald Paget mempublikasikan bukunya – yang kemudian laris manis – yang menceritakan tentang kisah kehidupan Manstein, dan menggambarkannya sebagai seorang prajurit terhormat yang bertarung secara heroik sampai akhir di Front Timur melawan musuh yang jauh lebih perkasa, dan yang kemudian didakwa atas kejahatan perang yang tak pernah dilakukannya. Buku tersebut memberi kontribusi besar terhadap tumbuhnya pemujaan terhadap sosok dan nama Manstein. Sang Marsekal pada akhirnya dibebaskan dari penjara pada tanggal 7 Mei 1953 dengan alasan utama karena masalah kesehatan matanya yang memburuk, meskipun alasan sebenarnya adalah tekanan tidak henti dari para politikus Eropa terkemuka seperti Winston Churchill, Konrad Adenauer, Liddell Hart, Paget, dan yang lainnya.


ANTI-SEMITISME

Pada 50 tahun pertama abad ke-20, Antisemitisme merupakan hal yang umum berlaku di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, dan pandangan Manstein pun tidak jauh berbeda. Semua yang dilakukannya adalah cerminan dari kesetiaannya terhadap Hitler dan rezim Nazi serta keteguhan nilai-nilai Prusia dalam menjalankan setiap tugas yang dibebankan kepadanya. Kritik yang dilontarkannya kepada Hitler semata didasarkan atas perbedaan cara menangani perang yang terkadang timbul diantara mereka, dan bukan karena kebijakan rasial pemerintahan Nazi Jerman. Beberapa sejarawan, termasuk Antony Beevor dan Benoit Lemay, mengklaim bahwa Manstein sendiri mempunyai perpaduan darah Yahudi dan Slav yang berasal dari nenek moyangnya. Manstein adalah satu-satunya perwira Reichswehr yang menentang dimasukkannya ketentuan tentang ras Arya pada tahun 1934. Dia mengirimkan surat protes pada Jenderal Ludwig Beck, Kepala Staff Angkatan darat, dan berkomentar bahwa siapapun yang telah menyerahkan jiwa dan raganya untuk bertugas di Angkatan Bersenjata, maka itu sudah cukup untuk membuktikan kemampuan dirinya sendiri. Lemay berspekulasi bahwa Manstein mungkin bermaksud untuk melindungi dua keponakan “mischling”nya (darah campuran), yang sama-sama bertugas di Reichswehr. Dia juga bisa jadi khawatir akan adanya kemungkinan bahwa salah satu nenek moyangnya ada yang berdarah Yahudi. Pihak SS sendiri pernah melakukan investigasi terhadap silsilah keluarga Manstein, tapi hasilnya – dengan alasan yang tidak diketahui – tidak pernah diumumkan ke publik. Di lain pihak, Manstein percaya penuh bahwa ideologi Bolsewisme dan Yahudi sangat berhubungan erat, dan bahwa orang-orang Yahudi terlibat dalam sebuah konspirasi besar untuk menghancurkan Jerman. Karenanya, satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran Komunisme adalah dengan menyingkirkan orang-orang Yahudi dari komunitas Eropa. Surat perintahnya di Front Timur, yang bertanggal 20 November 1941, sebagiannya berbunyi:

“Sistem Bolsewik Yahudi harus dimusnahkan sekali dan untuk selamanya, serta tak lagi dibiarkan untuk menginvasi ruang hidup Eropa... ini adalah kelas manusia Yahudi yang sama yang telah menimbulkan begitu banyak kerusakan pada tanah air kita melalui aktivitas-aktivitas mereka yang bertentangan dengan nilai dan peradaban bangsa, yang mempromosikan kecenderungan anti-Jerman di seluruh dunia. Keberadaan mereka adalah pertanda dari pembalasan, dan pemusnahan mereka adalah kunci dari keberlangsungan hidup kita semua.”

Manstein tidak melakukan kegiatan pencegahan sedikitpun demi untuk mencegah pembunuhan orang-orang Yahudi serta warga sipil lainnya – yang dilakukan oleh Einsatzgruppen SS - di wilayah dimana unitnya beroperasi. Bukti bahwa dia mengetahui persis aktivitas brutal di garis belakang yang dilakukan oleh unit-unit Einsatzgruppen tersebut terlihat dari sebuah surat dari tahun 1941 yang dikirimkannya kepada Otto Ohlendorf, dimana Manstein menuntut sang jenderal SS tersebut untuk menyerahkan koleksi jam tangan milik orang-orang Yahudi yang telah dibunuhnya. Manstein beralasan bahwa anakbuahnya membutuhkan jam-jam tersebut, dan mereka juga telah turut membantu antek-antek Ohlendorf dalam melakukan pekerjaan mereka. Smelser dan davies mengatakan bahwa surat ini adalah satu-satunya komplain yang dilayangkan oleh Manstein terhadap kegiatan Einsatzgruppen. Manstein nantinya mengemukakan sendiri bahwa jumlah korban orang-orang Yahudi yang terbunuh dalam holocaust adalah terlalu dibesar-besarkan.

Bersama dengan 10 orang mantan perwira senior Jerman lainnya, Manstein mendapat panggilan oleh Amt Blank (Kantor Blank) pada tahun 1955 untuk menyusun rencana pembentukan Angkatan Darat Jerman Barat. Sebelumnya, tepatnya pada tanggal 20 Juni 1953, dia berbicara di hadapan Bundestag untuk mengemukakan analisisnya tentang kekuatan strategis serta keperluan untuk membangun pertahanan negaranya yang hancur setelah usainya Perang Dunia II. Dia mengatakan bahwa masa tugas calon prajurit Bundeswehr (Angkatan darat Jerman Barat) harus berjalan selama setidaknya 18 bulan (dengan opsi perpanjangan menjadi 24 bulan). Usulannya tentang pembentukan pasukan cadangan kemudian dijalankan oleh pemangku kebijakan militer Jerman Barat.

Memoar perang Manstein, ‘Verlorene Siege’ (Kemenangan yang Hilang), pertama kali dpublikasikan di Jerman Barat pada tahun 1955 dan edisi bahasa Inggrisnya keluar pada tahun 1958. Secepat kilat buku tersebut menjadi best-seller, sementara isinya sendiri banyak mengkritik kepemimpinan Adolf Hitler serta partai Nazi yang dipimpinnya. Para sejarawan seperti Liddell Hart melihat bahwa cara Manstein untuk melihat keseluruhan masalah hanya dari aspek militer – sementara menafikan aspek politis dan moral – adalah cara dirinya untuk mencari pembenaran dan melepaskan diri dari tanggungjawab kejahatan perang di Front Timur. Penggambaran dirinya secara positif memberikan pengaruh besar terhadap opini masyarakat kebanyakan: dia menjadi pusat dari pemujaan militer yang menempatkan sosoknya tak hanya sebagai salah satu jenderal terbaik yang dimiliki oleh Jerman, tapi juga salah satu jenderal terbaik dalam sejarah. Dia digambarkan sebagai seorang “militärische Kult- und Leitfigur” (Legenda Kultus Militer), seorang jenius yang mempunyai kemampuan perang legendaris – hampir-hampir mustahil – yang sangat dihormati baik oleh kawan maupun lawan. Di lain pihak, beberapa sejarawan seperti Benoit Lemay merasa bahwa fokus biografinya yang menyempit hanya pada aspek militer semata dan mengesampingkan masalah-masalah moral adalah sebuah tindakan yang dianggap tidak etis dari sisi kemanusiaan.

Setelah dibebaskan dari penjara, Manstein dan istrinya berpindah-pindah rumah beberapa kali, sempat tinggal di Essen dan Bonn sebelum menetap secara permanen di sebuah rumah di dekat Münich pada tahun 1958. Bagian kedua dari buku memoarnya, ‘Aus einem Soldatenleben’ (Kehidupan Seorang Prajurit), yang mencakup periode dari tahun 1887 s/d 1939, dipublikasikan pada tahun 1958. Istri tercinta yang setia menemaninya, Jutta Sibylle von Manstein, berpulang terlebih dahulu pada tahun 1966.

Erich von Manstein meninggal dunia akibat stroke di malam tanggal 9 Juni 1973 dalam usia 85 tahun. Sebagai salah satu Marsekal Angkatan Darat terakhir Jerman yang masih hidup (selain dari Ferdinand Schörner), dia dimakamkan secara militer dengan penghormatan penuh dan pemakamannya dihadiri oleh ratusan veteran Perang Dunia II dari berbagai kepangkatan serta unit. Obituarinya yang dimuat di The Times berbunyi, “Pengaruh dan akibat yang ditimbulkannya datang dari kekuatan pikiran dan kedalaman pengetahuannya, bukan oleh ‘penggerakan arus listrik’ diantara pasukan yang dipimpinnya melalui kebesaran figurnya semata.” Majalah Spiegel jauh lebih keras dalam menggambarkan sang mendiang, dengan mengatakan bahwa “dia secara aktif terlibat dalam membantu rangkaian malapetaka yang mendera Jerman – yang disalahartikan melalui kepatuhan melaksanakan perintah secara membabi-buta.”



Sumber :
www.en.wikipedia.org

No comments:

Post a Comment