Lukisan terkenal dari Fortunino Matania berjudul "Marcoing" yang memperlihatkan prajurit Henry Tandey sedang menggotong rekannya yang terluka. Tanpa disangka, Adolf Hitler menyimpan kopi lukisan ini di tempat peristirahatannya, yang ternyata mengingatkannya pada saat-saat dia masih muda, ketika seorang prajurit Inggris menyelamatkan nyawanya yang sudah di ujung tanduk!
Henry Tandey si prajurit Inggris peraih Victoria Cross sekaligus orang yang "Berjasa" menyelamatkan Hitler dalam Perang Dunia I
Adolf Hitler ketika menjalani masa perawatan setelah terluka di front pertempuran. Di foto bertanggal 26 Oktober 1916 ini dia berpose dengan para rekan sejawatnya dengan mengenakan pakaian putih rumah sakit. Yang manakah dia? Cari saja huruf "X" di atas kepala, nah kepalanya itu adalah Hitler sendiri!
Adolf Hitler sebagai seorang prajurit biasa, difoto ketika baru mendaftar menjadi sukarelawan tahun 1914. Kumisnya masih belum berbentuk khas seperti Chaplin!
Oleh : Alif Rafik Khan
Perjalanan sejarah selalu dipenuhi oleh momen-momen menentukan yang oleh para cendekiawan disebut sebagai “what if’s” (bagaimana bila), dimana bila saja peristiwa tersebut berakhir sedikit berbeda, maka perjalanan hidup umat manusia secara keseluruhan akan berubah secara dramatis. Peristiwa semacam itu terjadi di babakan akhir Perang Dunia Pertama di sebuah desa Prancis bernama Marcoing, yang melibatkan seorang prajurit Inggris berusia 27 tahun bernama Henry Tandey dari Warwickshire, dan seorang kopral Jerman berusia 29 tahun dari Braunau, Austria, bernama... Adolf Hitler.
Henry Tandey dilahirkan di Leamington, Warwickshire, tanggal 30 Agustus 1891, merupakan anak dari mantan tentara bernama James Tandey. Setelah mengalami masa anak-anak yang penuh kesulitan, sebagian karena sempat menghabiskan hidupnya di rumah yatim piatu, Tandey bekerja sebagai pelayan ketel di sebuah hotel di Leamington sebelum mendaftarkan diri di Angkatan Darat Inggris, bergabung dengan the Green Howards Regiment bulan Agustus 1910, dengan harapan untuk menjalani hidup yang penuh petualangan seperti impian masa kecilnya.
Prajurit Tandey bertugas bersama batalion kedua di Afrika Selatan dan Guernsey sebelum pecahnya perang tahun 1914. Dalam perang akbar ini, dia ikut berjibaku dalam pertempuran Ypres yang pertama bulan Oktober 1914. Dua tahun kemudian kakinya terluka dalam Pertempuran Somme. Sedikit masa dijalani di rumah sakit militer di Inggris, untuk kemudian dipindahkan ke Batalion ke-9 yang berkedudukan di Flanders, hanya untuk mengalami luka yang kedua kalinya di Passchendaele bulan November 1917. setelah keluar dari rumah sakit dia bergabung dengan Batalion ke-12 di Prancis tahun 1918. Unitnya sendiri dibubarkan bulan Juli tahun yang sama, dan Tandey diperbantukan di Resimen Duke of Wellington ke-5 dari 26 Juli sampai dengan 4 Oktober 1918. pada saat inilah prajurit Tandey dianugerahi DCM atas keberaniannya dalam pertempuran di Vaulx Vraucourt tanggal 28 Agustus, MM untuk heroisme di Havrincourt tanggal 12 September, dan Victoria Cross untuk keberanian yang luar biasa di Marcoing tanggal 28 September 1918. Setelah Perang Dunia I berakhir, dia ditempatkan di Resimen Duke of Wellington ke-2 di Gibraltar, Turki dan Mesir tanggal 4 Februari 1921. Setelah merasa cukup ‘bertualang’, Tandey berhenti dari ketentaraan tanggal 5 Januari 1926 dengan pangkat terakhir Sersan, dan meninggalkan nama harum sebagai prajurit Inggris dengan medali tertinggi dalam Perang Dunia I! Kalau saja dia jadi perwira, tak diragukan lagi titel bangsawan pastilah akan disematkan kepadanya.
Nama Tandey disebutkan lima kali dalam berita perang dan telah jelas mendapatkan Victoria Crossnya selama pendudukan desa Prancis dan penyeberangan ke Marcoing. Resimennya tertahan oleh tembakan senapan mesin, dan Tandey merangkak maju untuk mencari tahu lokasi dari sarang senapan mesin yang telah menimbulkan neraka pada pasukannya. Tak lama sarang tersebut telah dinetralisir oleh prajurit ini. Ketika tiba di tempat persimpangan, dengan berani dia menantang peluru untuk meletakkan sebuah papan kayu sebagai penutup lubang yang terbuka yang memungkinkan pasukannya tetap maju dan meladeni pasukan Jerman. Tapi hari belumlah berakhir, dan sekali lagi Tandey menunjukkan keperwiraannya. Dia memimpin serangan bayonet terhadap musuh yang kini telah kalah jumlah, dan berhasil memaksakan pasukan Jerman berpikir ulang apakah mereka akan meneruskan perlawanan kalau memang situasinya sudah sangat tidak memungkinkan bagi mereka. Setelah pertempuran seru tersebut hampir berakhir dan pasukan Jerman mulai menyerah atau bergerak mundur, seorang prajurit Jerman yang terluka berjalan dengan terpincang-pincang dan tepat berada dalam sasaran bidikan prajurit Tandey. Tentara musuh dengan seragam yang telah lusuh dan muka acak-adut tersebut tak pernah mengangkat senapannya dan hanya menatap Tandey, seakan meminta belas kasihan. “Aku telah siap untuk membidiknya tapi tak mampu menggerakkan pelatuk untuk menembak prajurit yang terluka itu, jadi aku biarkan ia pergi,” kata Tandey.
Prajurit Jerman itu lalu menganggukkan kepalanya seakan berterimakasih, dan kemudian kedua orang tersebut berpisah jalan, di hari itu dan juga di dalam sejarah kemudian. Hitler mundur bersama pasukan Jerman yang masih tersisa dan berhasil sampai dengan selamat di Jerman, dimana setelah perang berakhir dia menanjak dengan cepat dalam karir politiknya dengan “menjual” kisah pengkhianatan Yahudi dalam kekalahan Jerman di Perang Dunia I. Sementara bagi Tandey sendiri, tak lama dia telah melupakan peristiwa bersama prajurit Jerman tersebut dan bergabung kembali dengan resimennya, tak mengetahui bahwa dia telah dianugerahi oleh medali keberanian tertinggi yang bisa diberikan Inggris bagi para ksatrianya, Victoria Cross! Berita itu diumumkan di London Gazette terbitan 14 Desember 1918 dan yang menyematkan medali itu pada Tandey di Buckingham Palace tanggal 17 Desember 1919, tidak lain tidak bukan adalah raja George V langsung! Dalam berita-berita koran yang terbit kemudian terdapat sebuah foto yang memperlihatkan Tandey sedang memanggul prajurit yang terluka dalam Pertempuran Ypres, suatu gambar dramatis yang mensimbolisasikan bahwa seharusnyalah perang ini dapat mengakhiri perang-perang yang akan muncul kemudian. Foto tersebut menjadi begitu terkenalnya, sehingga diabadikan ke dalam kanvas oleh pelukis Italia Fortunino Matania.
Tandey berhenti dari ketentaraan di tahun 1926 dalam usia 35 tahun dengan pangkat terakhirnya adalah Sersan. Dia lalu tinggal di Leamington untuk kemudian menikah dan menjalani kehidupan sebagai seorang sipil. Dia menghabiskan 38 tahun berikutnya sebagai kepala keamanan pabrik di Triumph, yang lalu dikenal sebagai Standard Motor Company. Tandey hidup tanpa gembar-gembornya dunia luar dan meskipun dia dipandang sebagai seorang pahlawan perang oleh semuanya, tapi dia bukanlah tipe orang yang suka menghabiskan waktu untuk menyombongkan apa yang telah dia lakukan, dan malahan tak akan mau untuk membicarakannya kecuali ada orang yang bertanya.
Di tahun 1938 Perdana Menteri konservatif Inggris Neville Chamberlain (1869-1940), yang menjabat dari tahun 1937-1940, berangkat dengan muram ke Münich untuk bertemu dengan Kanselir Hitler dalam usaha terakhir untuk mencegah perang, yang kemudian berujung ke sesuatu yang lebih dikenal sebagai “Perjanjian Münich”. Dalam kunjungan tersebut Hitler mengundangnya untuk mengunjungi tempat peristirahatannya yang baru selesai dibangun di Berchtesgaden, Bavaria, yang merupakan hadiah ulang tahun dari Martin Bormann dan Partai Nazi. Bangunan tersebut berdiri setinggi 6017 kaki di atas gunung Kehlstein, dan disitu orang dapat melihat ke semua arah sampai sejauh 200 kilometer! Ketika disana sang Perdana Menteri menjelajahi bagian puncak dari bangunan dan menemukan sebuah reproduksi dari lukisan terkenal hasil karya Matania tentang pertempuran di Marcoing. Chamberlain langsung puyeng atas pilihan karya seni Hitler ini, yang menempatkan lukisan seorang pasukan Sekutu di bagian paling utama bangunan tempat peristirahatannya! Hitler tahu akan kebingungan seterunya, lalu menjelaskan, “kalau saja orang itu membunuhku dalam pertempuran tersebut, maka aku tak akan pernah melihat Jerman kembali, kuasa Tuhan telah menyelamatkanku dari tembakan-tembakan akurat yang diarahkan anak-anak Inggris itu pada kami.”
Tak pernah diketahui bagaimana tanggapan Chamberlain atas keterangan mengejutkan ini, karena tak lama Perang Dunia II yang sangat ditakutkannya pecah juga dan Chamberlain pun digantikan oleh Winston Churchill, untuk kemudian meninggal beberapa bulan setelah lengser disebabkan oleh kanker perut. Kalau dilihat dari gelagatnya sih, saya berkeyakinan bahwa Chamberlain pastinya berharap bahwa Tandey seharusnya menarik pelatuknya dan bukan melepaskannya, sehingga menghindarkan dunia (dan dirinya) dari berhadapan dengan Hitler di kemudian hari! Sebelum berpisah, tak lupa Hitler memanfaatkan waktu yang sedikit untuk meminta Chamberlain agar menyampaikan salam persahabatan dan terimakasih kepada Tandey, yang lalu berjanji akan menelepon si mantan prajurit sekembalinya ke London. Sampai pada saat itu Tandey tak pernah mengetahui sedikitpun bahwa orang yang berada dalam bidikan tembakannya 20 tahun lalu adalah sang diktator yang terkenal Adolf Hitler. Ketika diberitahu, yang ada adalah keterkejutan yang sangat, apalagi bila kita tahu bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang dia bangga-banggakan sebelumnya.
Kabar itu akhirnya bocor juga ke dunia luar di tahun 1940, meskipun pada mulanya tak banyak orang peduli. Barulah di tahun-tahun sekarang orang mulai menaruh minat pada sisi lain dari sejarah ini. Beberapa sejarawan mengungkapkan keraguannya mengingat bahwa cerita ini terlalu bagus untuk dipercaya, meskipun dilihat dari sudut manapun ini adalah suatu fakta dan bukan kabar angin-angin belaka. Dari sudut logika pun, bisa dilihat bahwa tak akan ada manusia yang membuat cerita tentang bagaimana dia menyelamatkan orang lain yang kemudian menjadi musuh negaranya, yang membom Coventry, mem-Blitz London dari udara, dan manapaktilasi Julius Caesar dan Napoleon Bonaparte dalam menguasai Eropa! Resimen Hitler memang berada di Marcoing pada saat itu meskipun keberadaannya sendiri disana tak dapat diverifikasi. Sebabnya adalah karena banyak catatan militer Jerman di Bundesarchiv (Arsip Negara) yang hilang dalam Perang Dunia II akibat dari pemboman Sekutu yang terus menerus atas kota Berlin. Karenanya, dokumen yang menunjukkan lokasi persis keberadaan Hitler di tanggal 28 September 1918 tak tersedia. Para pembuat biografi Hitler pun mempunyai opini yang berbeda atas hal ini. Satu yang tak terbantahkan : Hitler mempunyai kopi lukisan Matania terkenal yang memperlihatkan Tandey dari sejak tahun 1937, yang mendapatkannya dari resimen lama Tandey. Kolonel Earle (mantan komandan resimen tersebut) mengatakan bahwa dia pernah mendengar dari seseorang bernama Dr. Schwend tentang keinginan Hitler untuk mempunyai foto besar lukisan Matania. Yang jelas tak lama kemudian keinginan Hitler dipenuhi karena ajudan Hitler yang bernama Hauptmann Weidmann menulis surat terimakasih ini pada Earle :
“Saya ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya dari Führer atas hadiah persahabatan yang telah dikirimkan ke Berlin melalui kantor Dr. Schwend ini. Führer selalu mempunyai rasa ketertarikan atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman pribadinya dalam Perang Dunia I, dan beliau jelas-jelas tersentuh ketika saya memperlihatkan reproduksi tersebut padanya. Beliau sangat berterimakasih atas hadiah yang anda berikan, yang telah membawa begitu banyak kenangan untuknya.”
Salah satu sumber terpercaya lainnya akan cerita ini tentulah keluarga Tandey sendiri, yang hadir ketika Perdana Menteri Chamberlain menelepon untuk menyampaikan berita tentang Hitler. Keponakan Tandey yang bernama William Whateley dari Thomaby mengingat kembali sebuah telepon misterius yang terjadi hampir 60 tahun yang lalu, ketika awan kelabu peperangan mulai timbul di atas Eropa dan Perdana Menteri Chamberlain berusaha dengan sia-sia untuk mencegahnya. Di suatu sore telepon berdering dan Henry pergi untuk menjawabnya. Ketika kembali dia berkata bahwa yang menelepon adalah sang Perdana Menteri itu sendiri. Dia baru saja kembali dari pertemuannya dengan Hitler, dan ketika sedang berada di Berchtesgaden dia memperhatikan sebuah lukisan dari Matania yang memperlihatkan 2nd Green Howards di persimpangan Menin tahun 1914. Chamberlain bertanya tentang apa yang mereka lakukan disana, dan jawaban Hitler adalah dengan menunjuk gambar Tandey yang berdiri di latar depan sambil berkata, “Ini orang yang nyaris saja menembak mati saya.”
Salah satu dari aspek penting dari peristiwa ini yang menjadi perhatian utama para sejarawan adalah fakta bahwa Adolf Hitler dan Henry Tandey sama-sama berjibaku dalam Pertempuran Ypres tahun 1914, suatu peristiwa penting dalam hidup Hitler. Disini dia berkali-kali menunjukkan keperwiraannya dalam pertempuran, salah satunya dengan menyelamatkan nyawa seorang perwira yang terluka parah. Atas jasa-jasanya, maka pangkat Hitler dinaikkan menjadi Kopral. Gambar Matania yang terkenal yang memperlihatkan Tandey sedang menggotong rekannya yang terluka ke tempat pertolongan pertama di Persimpangan Menin pun sebenarnya dibuat berdasarkan pertempuran tersebut dan bukan Marcoing. Ada kemungkinan bahwa telah terjadi simpang siur akan lokasi yang sebenarnya dari pertemuan bersejarah antara Hitler dan Tandey, kemungkinan besar Ypres dan hanya sedikit kemungkinan Marcoing. Tandey sendiri pernah mengatakan bahwa dalam perang tugasnya adalah sebagai perawat teman yang terluka sekaligus orang yang melucuti tentara Jerman yang menyerah, sehingga kemungkinan besar Marcoing bukanlah saat pertama atau terakhir dimana dia melakukan suatu perbuatan yang manusiawi di suatu keadaan yang tidak manusiawi. Kenyataan bahwa Tandey dianugerahi Victoria Cross atas jasa-jasanya dalam Pertempuran Marcoing mungkin saja telah mempengaruhi Perdana Menteri Chamberlain akan ingatannya tentang bincang-bincang kenangan perang dengan Hitler. Tentu saja, berita tentang penganugerahan medali paling bergengsi Inggris pada orang yang telah menyelamatkannya akan membuat Hitler terkesan lebih lagi. Satu yang jelas dan tak terbantahkan adalah, bahwa ada hubungan yang sangat penting antara Hitler dengan lukisan Fortunino Matania yang memperlihatkan Tandey. Führer bukanlah tukang koleksi rekaman perang Inggris, dan kalaupun dia menginginkan lukisan tentang Pertempuran Ypres atau pertempuran-pertempuran lainnya dalam Perang Dunia I, tentulah dia lebih memilih lukisan yang mengetengahkan pasukan Jerman sendiri daripada pasukan musuh yang digambarkan sebagai pahlawan!
Di perang tersebut, Adolf Hitler (1889-1945) bergabung dengan Resimen Infanteri Bavaria ke-16 dan menjadi pengantar berita dari dan ke front. Dia membuktikan dirinya sebagai seorang prajurit yang berani dan terpercaya, terluka dua kali dan hampir saja mati karena gas beracun. Komandannya tidak buta, dan Hitler dianugerahi medali Eiserne Kreuz kelas pertama. Secara pribadi, Hitler mempunyai keyakinan tinggi bahwa takdir telah menuntunnya menjadi pemimpin Reich Jerman, dan memandang dirinya sendiri sebagai penyelamat ras Jerman, suatu hal yang sebagian dipengaruhi oleh opera-opera melodramatis karangan Wagner. Dia percaya bahwa apa yang telah dilakukan oleh Tandey terhadap dirinya adalah bagian dari takdir lain yang lebih besar yang diamanatkan padanya, keyakinan yang sama pula ketika secara ajaib dia berkali-kali selamat dari usaha pembunuhan yang diarahkan terhadap dirinya. Yang jelas, Hitler tidak pernah melupakan saat-saat mudanya dimana dia hampir saja bertemu dengan malaikat maut, dan juga wajah orang yang “memberinya” kehidupan. Dia mempunyai klipingan koran yang memperlihatkan foto terkenal ketika prajurit Tandey dianugerahi Victoria Cross, dan dia menyimpannya sepanjang waktu. Ketika Hitler naik menjadi penguasa, dia memerintahkan agar para pejabat berkepentingan menyimpan rekaman tugas militernya selama Perang Dunia I, dan juga tidak lupa meminta reproduksi lukisan Matania, yang kemudian dia pasang dan tunjukkan kepada para pengunjung rumah peristirahatannya dengan penuh kebanggaan.
Reproduksi lukisan tersebut tak lagi diketahui nasibnya setelah perang, apakah telah hancur atau dicuri oleh pasukan Sekutu yang merampok, merampas dan merusak Eagles Nest ketika perang mendekati akhirnya. Pasukan Inggris sudah bersiap-siap untuk melenyapkannya dari muka bumi dengan menggunakan setruk penuh dinamit, ketika para perwira Amerika datang tepat pada waktunya dan menyuruh sekutunya tersebut untuk mengurungkan niatnya dan kembali menyelesaikan perang yang belum selesai.
Selama hidupnya, Tandey dihantui oleh kenangan akan perbuatan “baik” yang telah dilakukannya di masa perang, dimana satu tarikan pelatuk sederhana akan menyelamatkan dunia dari bencana yang menelan puluhan juta jiwa manusia. Dia tinggal di Coventry ketika Luftwaffe membombardir kota tersebut di tahun 1940. Tandey hanya mampu berlindung di tempat penampungan sementara di luar api menggila dimana-mana bagaikan inferno dalam deskripsi Dante. Dia juga berada di London ketika kota tersebut kebagian gilirannya dibom, dan menceritakan pengalamannya kepada seorang jurnalis di tahun 1940, “Bila saja aku tahu apa dia akan menjadi apa. Ketika aku melihat semua orang, anak-anak dan wanita yang terbunuh juga terluka, aku begitu menyesal aku telah melepaskannya.”
Tandey, yang ketika perang kedua kalinya pecah telah berumur 49 tahun, berusaha untuk bergabung kembali dengan resimen lamanya dengan harapan untuk “tak melepaskannya kali ini”, tapi kemudian tidak lolos tes fisik karena pengaruh luka yang dideritanya dalam Pertempuran Somme. Tapi Tandey tak menyerah, dan memilih untuk bertugas sebagai sukarelawan sipil di Homefront.
Henry Tandey VC DCM MM meninggal dunia dengan tenang di Coventry tahun 1977 di usia 86 tahun. Sesuai dengan permintaan terakhirnya, jenazahnya dikremasi dan abunya disimpan di Pekuburan Inggris di Marcoing bersama dengan rekan-rekannya yang telah gugur, juga dekat dengan lokasi dimana dia mendapatkan Victoria Cross 60 tahun sebelumnya. Tiga tahun kemudian, janda Tandey menjual medali-medali suaminya dengan harga pemecah rekor £27.000. riwayat medali ini masih belum berakhir, karena pada Armistice Day tahun 1997 mereka diperlihatkan kembali ke Resimen Lama Tandey, The Green Howards, oleh Sir Ernest Harrison OBE dalam suatu upacara istimewa di Menara London. Saat ini medali-medali tersebut tersimpan dengan rapi di The Green Howards Regimental Museum.
Sumber :