Sunday, September 26, 2010

Remaja-Remaja Pembela Hitler

Foto yang memperlihatkan Hitlerjugend pada tahun 1934 dengan seragam versi awalnya. Perhatikan pita hitam yang dililitkan di pita lengannya, yang kemungkinan besar merupakan tanda turut berdukacita atas meninggalnya Presiden Paul von Hindenburg pada tahun itu


Oleh : Alif Rafik Khan

“Siapapun yang ingin menjadi penguasa Jerman, maka dia harus mampu menarik simpati para remaja.” – Adolf Hitler dalam MEIN KAMPF.

Kaum Nasional-Sosialis benar-benar menerapkan doktrin sang Führer dan menjadikannya salah satu ambisi mereka untuk memimpin para anak muda Jerman serta mendidiknya dalam kepercayaan yang mereka yakini. Pada akhir tahun 1932, anggota Hitlerjugend (Remaja Hitler; disingkat HJ) hanya berjumlah kurang dari 100.000 saja. Pada bulan September 1933 anggotanya sudah ‘meledak’ menjadi 1,5 juta orang! Semua organisasi remaja di Jerman pada saat itu (kecuali remaja Katolik) dilebur ke dalam Hitlerjugend, dan pada tahun 1939 hukum mewajibkan bahwa setiap penduduk Jerman yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun wajib menjadi anggota Hitlerjugend.

Pendidikan yang sedianya menjadi tanggungjawab dari orangtua, sekolah, gereja dan negara kini diambil alih sepenuhnya oleh partai. Baldur von Schirah ditugaskan untuk menjadi penanggungjawab utamanya, dan bahkan mempunyai kekuatan untuk “menyingkirkan peran orangtua dan sekolah formal! Akibatnya, Hitler menjadi lebih dari sekedar idola bagi sebagian besar anak muda Jerman, dan muncullah kata-kata populer seperti:

“Mengabdi pada Adolf Hitler, Hitler mengabdi pada Jerman, dan Jerman mengabdi pada Tuhan!”

Pada tahun 1933 organisasi Hitlerjugend masih berbentuk longgar layaknya sebuah organisasi cabang. Tapi tak lama kemudian NSDAP mengubahnya dan menanamkan fondasi struktural bahwa “Remaja harus pula dipimpin oleh remaja”. Disiplin menjadi lebih ketat, dan sangat banyak pelatihan serta keterampilan yang diajarkan pada ABG-ABG tersebut. Semangatnya hampir sama dengan pendiri pramuka Lord Baden Powell, yaitu untuk melakukan satu kebaikan dalam satu hari. Solidaritas, seragam, baris-berbaris dan latihan dasar di luar ruang menjadi kegiatan sehari-hari yang harus diikuti.

Pada usia 10 tahun mereka sudah harus bergabung dengan “Jungvolk” setelah melalui tes. Dalam tes ini si bocah disuruh untuk membacakan doktrin dasar Nasional-Sosialisme, menyanyikan semua versi lagu Horst Wessel, membaca peta, ambil bagian dalam pelatihan di alam terbuka, dan mengumpulkan semua barang-barang yang berharga untuk membantu usaha masa perang (kertas bekas, bahan-bahan metal dan sebagainya). Selain itu jangan pula dilupakan tes fisik yang utama, yaitu berlari sejauh 60 meter dalam 12 detik, melompat sejauh 2,75 meter, dan berbaris selama satu setengah hari! Setelah lulus dari tes ini, si bocah akan menerima sebuah belati sebagai pertanda bahwa dia telah diterima menjadi anggota penuh Hitlerjugend.

Praktek-praktek seperti menembak dan memperbaiki sepeda, sebagai contoh, diajarkan pada bocah-bocah tersebut sampai mereka berusia 14 tahun, sebelum mereka bergabung dengan “Hitlerjugend yang sebenarnya”. Kebanyakan dari remaja-remaja berusia 14-18 tahun tersebut kini telah meninggalkan sekolah untuk menjadi pekerja magang, dan menjadi ‘veteran’ dari latihan bergaya militer dan baris-berbaris yang dilakukannya selama 4 tahun penuh semasa di Jungvolk.

Itu untuk bocah-bocah lelaki, terus bagaimana dengan gadis-gadisnya? Tentu saja ada juga, dan namanya adalah Bund Deutscher Mädel (BDM). Aktivitas dari Jungmädel- Jungmädel berusia 10 sampai dengan 14 tahun ini juga tidak jauh berbeda dengan bocah lelaki. Perbedaannya adalah ditiadakannya pelatihan militer serta menembak, yang digantikan dengan tugas-tugas sosial dan kewanitaan seperti menjahit.

Seorang mantan anggota BDM mengenang: “Nenek telah membawakan rok hitam, blus putih, syal hitam serta dasi simpul coklat terbuat dari kulit – yang melambangkan kehormatan. Syal dan dasi langsung diserahkan, untuk menerimanya kembali dalam acara seremonial. Bendera-bendera berkibar diterpa angin, sementara setiap orang berbaris dalam satu garis lurus sambil mengucapkan sumpah setia. Mereka telah menerimaku sebagai salah satu bagian dari mereka, meskipun bagiku sendiri hal ini tidaklah terlalu berarti. Yang aku ingat adalah begitu banyak suara-suara bising, dan aku tak berminat mengetahui suara-suara apa saja itu. Aku pergi dalam sebuah pertemuan, dan itu adalah pertemuan pertama sekaligus terakhirku. Tak ada seorang pun yang mempertanyakannya. Pada tahun 1940 itu lebih banyak hal penting lain yang perlu dilakukan, bahkan bagi Hitlerjugend sendiri.”

Kesan masyarakat terhadap BDM kebanyakan tidaklah seindah dan semurni seperti halnya yang diinginkan oleh gerakan “Schönheit und Glaube” (sebuah grup tambahan dari BDM untuk gadis usia 17 sampai 20 tahun dimana pesertanya masuk secara sukarela dan bukannya wajib). Sementara pers Jerman di akhir 1930-an gencar mengiklankan gambaran perempuan-perempuan ras Arya ‘murni’ yang cantik dan berambut pirang panjang, timbul pula slogan-slogan ejekan seperti:

BDM = Bald Deutsche Mutter (sebentar lagi jadi ibu-ibu Jerman), atau BDM = Bedarfsartikel Deutscher Männer (komoditas cowok-cowok Jerman)!

Pasti anda bertanya-tanya kenapa BDM reputasinya bisa sejelek itu? Banyak penyebabnya, tapi salah satu contoh di bawah ini bisa menjelaskan mengapa: setelah Reichsparteitag tahun 1936 timbul rumor yang berhembus kencang dan menyebutkan bahwa tidak kurang dari 900 orang gadis BDM berusia 15 sampai dengan 18 tahun kembali ke rumah mereka dengan perut bunting!

Ketika Perang Dunia II pecah pada tahun 1939, kebanyakan remaja Jerman sudah tidak kaget akan hal itu, bahkan sesungguhnya para anggota-anggota belia HJ dan BDM lebih siap sedia dibandingkan dengan orang dewasanya! Para Hitlerjungen dan Jungmädel tak pernah merasakan pahitnya kekalahan seperti yang dialami oleh orangtua mereka dalam Perang Dunia I, sehingga mereka menghadapi Perang Dunia II dengan semangat tinggi sesuai dengan pendidikan yang telah mereka terima sebelumnya. Mereka menganggapnya sebagai sebuah petualangan besar belaka yang menyenangkan, seperti yang tersirat dalam pernyataan dari seorang anggota Hitlerjugend di bawah ini:

“Saat ini aku tak lagi ingin menjadi anggota Hitlerjugend. Tidak, aku ingin menjadi seorang serdadu! Menukik meliuk-liuk dengan Bf 109 seperti Major Mölders, menuju Inggris dengan U-boat seperti Günther Prien, mengendarai panzer menuju pantai utara Prancis seperti Guderian, atau seperti Rommel di Afrika. Biasanya kami membeli komik, tapi sekarang aku dan temanku rutin membeli “Groschenhefte” (novel murah dan sederhana) yang memuat kisah-kisah perang. Horor dari peperangan tidaklah menakutkan kami para remaja, malah menarik kami seperti magnet. Fakta bahwa kebanyakan dari kami mempunyai ayah yang kini berada di medan pertempuran tidaklah membuat kami khawatir, karena mereka telah menjalankan tugas suci untuk negaranya. Datangnya kematian ketika menghadapi musuh merupakan suatu kebanggaan yang tak ternilai, seperti yang selama ini kami pelajari dalam lagu-lagu yang diajarkan oleh Hitlerjugend.”

Kenyataannya, “Kriegseinsatz” (tugas yang diterima oleh para remaja) jauh berbeda dengan mimpi-mimpi heroik yang mereka bayangkan sebelumnya. Sammelaktionen (pengumpulan) adalah salah satu aktifitas dimana Jungvolk dan Jungmädel ikut ambil bagian. Yang mereka lakukan adalah mengumpulkan bahan-bahan metal, tulang, pakaian musim dingin, selimut, buku-buku, peralatan olahraga atau apapun yang diperintahkan oleh partai. Kriegseinsatz yang dibebankan kepada anggota-anggota lebih tua dari HJ dan BDM lebih berbeda, dan kebanyakan merupakan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa, terutama setelah tahun 1943 dan seterusnya.

Anggota Hitlerjugend bekerja sebagai pembawa berita atau pengawal pejabat partai. Mereka juga bekerja bersama-sama dengan gadis-gadis BDM sebagai pemberi peringatan serangan udara. Pekerjaan lainnya yang mereka lakukan adalah sebagai pemadam kebakaran dan petugas pos, juga pembantu polisi, membagikan kartu ransum, menjadi petugas di stasiun kereta api dan ikut mengawasi pelaksanaan black-out (kegelapan total) di malam hari. Masih kurang? Mereka juga menjadi kurir Wehrmacht, menyambungkan saluran komunikasi yang terputus dan menjadi operator telepon. Bocah lelaki dan perempuan bekerja dalam bisnis pengangkutan makanan sekaligus menjualnya. Ada pula yang bekerja di bagian pelayanan masyarakat sebagai pembersih jalanan dari salju. Para gadis biasanya bertugas di wilayah sosial seperti membantu ibu-ibu dan anaknya di rumah mereka, menjadi guru TK atau melayani para manula. Bidang pekerjaan lain bagi para gadis muda ini adalah menjadi perawat di kamp dan rumah sakit. Pada tahun 1940 jumlah remaja perempuan yang bekerja di rumah adalah 318.782 orang, bekerja di Palang Merah sebanyak 64.106 orang, bekerja di rumah sakit lapangan sebanyak 60.263 orang, dan bekerja di “Kriegsehrendienst” (Pusat Kesejahteraan Kereta Api) sebanyak 107.185 orang. Tugas-tugas mulia di masa sulit ini termasuk pula memberi bantuan secara sukarela terhadap para janda perang, pengungi dan orang yang kehilangan rumahnya.

Tentunya peran serta mereka mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat dan negara. Pada tahun 1944 mesin propaganda NSDAP mencanangkan tahun 1944 sebagai “Jahr der Kriegsfreiwilligen” (Tahun Sukarelawan Perang). Pada tahun 1945, seluruh murid sekolah dipanggil untuk menjalankan tugas negara secara “sukarela”.

Melitta Maschmann, seorang mantan BDM Führerin, mengingat:

“Aku melihat seorang Flakhelfer yang terbujur mati di sebelah temannya di pinggiran kota Berlin. Serangan udara Sekutu baru saja berhenti. Unit Flak (Anti Serangan Udara) tempat mereka bertugas baru saja dihantam bom dengan telak. Aku lalu pergi ke sebuah barak dimana orang-orang yang selamat dikumpulkan. Disana para bocah lelaki muda duduk di lantai dengan wajah pucat pasi dan pandangan kosong seakan begitu tergoncang atas peristiwa yang baru saja mereka alami sebelumnya. Orang-orang yang terluka ditempatkan di ruang sebelah. Salah satu di antaranya, seorang bocah lelaki dengan wajah bulat kekanak-kanakan berusaha untuk bangkit dengan susah payah demi memberi penghormatan kepada perwira yang berada bersamaku. Ketika si perwira menanyakan apakah dia kesakitan, dia menjawab:

“Iya pak, tapi itu tidak penting lagi buat saya. Yang penting adalah Jerman harus menang!”

SALUT!!


Sumber :
www.bills-bunker.privat.t-online.de
www.wehrmacht-awards.com


No comments: