Thursday, June 1, 2023

Said Mohammedi, Mantan Sukarelawan Wehrmacht yang Menjadi Pejuang Kemerdekaan Aljazair

Oleh: Alif Rafik Khan

Said Mohammedi dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1912 di wilayah Berber Kabyle, Tizi Ouzou, Aljazair. Seperti sebagian besar negara Asia-Afrika lainnya di masa itu, Aljazair menjadi jajahan dari negara Eropa, yaitu Prancis. Di usia mudanya Said bergabung dengan Angkatan Darat Prancis. Pada waktu yang sama, dia mulai tertarik pada faham nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya yang terjajah. Said juga dikenal sebagai orang yang relijius, dan kedua hal tersebut (nasionalisme dan Islam) membuatnya menjadi pengikut fanatik Mufti Yerusalem, Hajj Amin al-Husseini. Selama berlangsungnya Perang Dunia II, Said ikut serta dalam usaha Al-Husseini yang berkolaborasi dengan Nazi Jerman, sambil berharap bahwa kekalahan Prancis di tahun 1940 dapat memuluskan rencana negaranya - dan juga koloni-koloni Prancis lainnya - untuk merdeka.

Said Mohammedi kemudian memutuskan untuk menjadi prajurit Wehrmacht dengan mendaftar sebagai kadet di Stahnsdorf pada akhir tahun 1941. Setelah menyelesaikan pelatihan dan disumpah setia, dengan pangkat Feldwebel dia ditempatkan sebagai anggota Kradschützen-Bataillon 4 yang merupakan satuan pelopor milik 24. Panzer-Division. Bersama unitnya tersebut, Said ikut bertempur dalam medan peperangan di Front Timur. Setelahnya dia dipindahkan ke unit Legion Freies Arabien (Legiun Arab Merdeka) yang sedang dibentuk di Zwetti, Austria, sebelum ditempatkan sebagai anggota Deutsche-Arabische Bataillon Nr 845 pada musim semi tahun 1943. Unit ini awalnya akan diterjunkan di Afrika Utara, tapi pasukan Jerman dan Italia keburu terusir dari sana sehingga wilayah operasionalnya kemudian dipindahkan ke wilayah Balkan. Said merasakan bertugas di Yunani selama enam bulan sebelum ditarik kembali untuk mendapatkan pelatihan tambahan sebagai anggota Abwehr (unit intelijen Wehrmacht) di Bad Belzig, Jerman. Setelah lulus, dia bergabung dengan Sonderkommando Wimmer, sebuah unit komando yang dipimpin oleh Oberst Franz Wimmer-Lamquet, seorang tokoh kontroversial yang dijuluki "Lawrence of Arabia-nya Jerman". Sonderkommando Wimmer sendiri bertanggung jawab langsung ke Adolf Hitler setelah meninggalnya Reinhard Heydrich di bulan Juni 1942.

Said Mohammedi sempat merasakan beberapa kali bertugas di garis belakang musuh sebagai agen Abwehr, biasanya dengan cara diterjunkan menggunakan parasut, terutama di front Afrika Utara dan Yugoslavia. Atas jasa-jasa serta keberaniannya, Said dianugerahi medali Eisernes Kreuz I.Klasse saat sedang menghabiskan jatah cuti di Berlin.

Pada musim panas tahun 1944, Said dikirim ke Aljazair (bersama dengan lima orang lainnya yang merupakan campuran Arab dan Jerman) oleh Abwehr, yang merupakan dinas intelijen Angkatan Bersenjata Jerman. Tugasnya adalah untuk mengumpulkan data-data intelijen serta melakukan usaha sabotase instalasi militer Sekutu disana. Sialnya, dia keburu tertangkap di wilayah Tebessa sebelum misinya sempat terlaksana. Said dijatuhi hukuman seumur hidup, tapi kemudian mendapat pengampunan setelah menghabiskan beberapa tahun di penjara. Tak lama setelah dibebaskan pada tahun 1952, dia langsung menjalin kontak dengan para pejuang Arab dan ikut aktif dalam Perang Kemerdekaan Aljazair. Sosoknya mudah dikenali dari kebiasaannya yang selalu mengenakan stahlhelm (helm khas Jerman) kemana-mana!

Said Mohammedi juga menjadi aktivis untuk organisasi North African Star, PPA dan MTLD. Pada tahun 1956 dia ikut berpartisipasi dalam Kongres Soummam bersama dengan Krim Belkacem, dimana dia kemudian diangkat sebagai Wakil Pertama sekaligus Kolonel untuk Wilaya III, bersama dengan komandan-komandan terkemuka seperti Amirouche Aït Hamouda, Abderrahmane Mira dan Hamai Mohand Oukaci sebagai wakil. Dia juga menjadi anggota dari CNRA.

Selama berlangsungnya tahun 1957, elemen-elemen MNA - yang didukung oleh Angkatan Darat Prancis - melakukan operasi militer melawan ALN, dan membuat beberapa tokoh terkemuka pejuang kemerdekaan Aljazair gugur. Sebagai pembalasan, Letnan Bariki melakukan serangan balasan brutal terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai kontra-revolusioner di wilayah Melouza.

Pembantaian yang dilakukan oleh Letnan Bariki kemudian disebarluaskan oleh pihak Prancis. Sebagai komandan di Wilaya III, Said mengirim Kapten Mohand Arav Bessaoud untuk menginvestigasi kebenarannya, disusul oleh Komandan Amirouche yang membenarkan hasil penemuan Mohand. Said mengatakan bahwa dia bertanggungjawab penuh atas tindakan yang dilakukan oleh anakbuahnya, meskipun dia sendiri tidak pernah memberikan perintah langsung.

Said Mohammedi sendiri dikenal sebagai organisator ulung yang mampu memberikan pidato berapi-api layaknya Hitler, memobilisasi pasukan yang 100% setia kepadanya, serta menanamkan semangat militer tinggi kepada mereka. Segala usahanya tersebut menjadikan Wilaya III sebagai wilayah perlawanan paling kuat dan terorganisir di seluruh Aljazair, sebuah fakta yang membuatnya ditunjuk oleh rekan-rekan seperjuangannya untuk membentuk akademi militer senior pertama para perwira Aljazair yang didirikan di Kairo. Dia juga ditunjuk menjadi jenderal pertama di seantero National Liberation Army (ALN), sekaligus Kepala Staff Pemerintahan Transisi Republik Aljazair sebelum kemerdekaan di tahun 1962.

Setelah pensiun dari politik, Said Mohammedi tetap aktif menyuarakan penentangannya terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintahan terpilih Aljazair, terutama kecenderungan korupsi yang dilakukan oleh para pejabatnya dan aksi refresif pemimpin-pemimpinnya. Semua kritiknya tersebut membuat Said sempat dikenai hukuman tahanan rumah selama tiga tahun.

Di akhir hayatnya, Said menjadi simpatisan organisasi FIS (Front Islamique du Salut / Islamic Salvation Front), yang dia anggap sebagai satu-satunya kelompok pejuang yang dapat menggantikan rezim yang saat itu berkuasa.

Said Mohammedi meninggal dunia pada tanggal 5 Desember 1994 di Paris, Prancis.



Feldwebel Said Mohammedi sebagai anggota Kradschützen-Bataillon 4 / 24.Panzer-Division



Kolonel Said Mohammedi (lingkaran merah) bersama dengan para pejuang kemerdekaan Aljazair lainnya. Sosoknya mudah dikenali dari kebiasaannya yang selalu mengenakan stahlhelm (helm khas Jerman) kemana-mana!