Satu-Satunya Jenderal Jerman yang Meninggal dalam Invasi ke Prancis
General
der Artillerie Hermann Ritter von Speck (8 Agustus 1888 - 15 Juni 1940)
dilahirkan dengan nama Hermann Speck, dan merupakan anak dari seorang
Generalmajor asal Bavaria yang bernama Maximilian Ritter von Speck. Dia
kemudian mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang prajurit setelah
bergabung sebagai Fahnenjunker di 3. Feldartillerie-Regiment "Prinz
Leopold" pada tahun 1907. Speck ikut berpartisipasi dalam Perang Dunia I
dan, setelah aksinya yang mengarahkan tembakan artileri ke arah pasukan
Prancis di Gellenoncourt sehingga membuat mereka menyerah, dia kemudian
dianugerahi keberanian tertinggi Bavaria, Ritterkreuz des
Militär-Max-Joseph-Ordens, pada tanggal 7 September 1914. Selain itu,
Speck juga mendapat gelar kebangsawanan Bavaria, "Ritter von". Setelah
perang usai, Speck bergabung dengan Freikorps yang bertempur melawan
pemberontakan kaum komunis dan sosialis di kampung halamannya. Ketika
Reichswehr dibentuk pada tahun 1919, dia termasuk satu dari 100.000
orang mantan prajurit Kekaisaran Jerman yang diikutsertakan. Karirnya
makin menanjak, sampai menjadi komandan dari 33. Infanterie-Division (1
Maret 1938 - 29 April 1940). Pada tanggal 15 Juni 1940, Generalleutnant
Speck tertembak oleh musuh dalam pertempuran di Pont-Sur-Yonne, Prancis,
saat memimpin pasukannya di posisi terdepan. Dia meninggal beberapa jam
kemudian akibat dari luka-lukanya. Speck tercatat sebagai satu-satunya
jenderal Wehrmacht yang terbunuh dalam penyerbuan Jerman atas Prancis!
Sebagai penghargaan atas jasanya, dia secara anumerta mendapatkan medali
Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 17 Oktober 1940, sebagai
Generalleutnant dan Kommandierender General XVIII. Armeekorps. Dengan
alasan yang tidak diketahui, Speck juga dipromosikan secara anumerta
menjadi General der Artillerie pada tanggal 15 Desember 1944, berselang
4½ tahun setelah kematiannya! Pada tahun 2010, wartawan Jay Nordlinger
mewawancarai anak perempuan Speck, yang mengklaim bahwa ayahnya telah
dengan sengaja mencari kesempatan untuk gugur dalam pertempuran.
"Berdasarkan kata putrinya, sang jenderal ingin mati, dan mencari cara
agar keinginannya terpenuhi. Dia merasa bahwa dia tak dapat melanggar
sumpahnya sebagai seorang prajurit militer dengan menyeberang ke pihak
musuh. Sementara itu, keyakinan Katoliknya mencegah dia untuk melakukan
bunuh diri - bunuh diri secara langsung, dapat dikatakan begitu. Jadi
dia menempatkan dirinya di arah tembakan musuh. Dalam kata terakhirnya,
dia tidak mengatakan "sampaikan cintaku pada keluargaku" - atau sesuatu
seperti itu - melainkan hanya sekedar "memang harus seperti ini
jalannya..." (Salzburg Souvenirs part IV)
Sumber :
www.omsa.org
No comments:
Post a Comment