Pada 1935 Partai Nazi Jerman mengadakan sebuah kontes untuk menemukan bayi Arya paling sempurna yang kemudian akan ditampilkan di sampul Sonne ins Hause, sebuah majalah keluarga Nazi. Mereka kemudian menemukan bayi ideal itu tetapi tidak pernah tahu sang bayi sebenarnya keturunan Yahudi.
Bayi itu, Hessy Taft, masih berusia enam bulan ketika ibunya membawa dia ke seorang fotografer di Berlin, Hans Ballin, untuk diambil fotonya. Meski Perang Dunia II belum mulai, tapi anti-Semitisme dan marjinalisasi orang Yahudi berada dalam ayunan penuh di Jerman. Ketika foto kecil Hessy itu muncul di sampul majalah Nazi terkemuka, ibunya takut keluarganya akan ketahuan sebagai Yahudi dan menjadi target, seperti dilansir situs the Huffington Post, Kamis (3/7).
Ibu Hessy dilaporkan kembali ke Ballin untuk bertanya bagaimana gambar putrinya itu telah berakhir di kontes Nazi untuk perlombaan 'Bayi Arya paling sempurna', yang kemudian dijawab Ballin, "Saya ingin membuat Nazi terlihat konyol".
Keluarga Hessy lalu menyembunyikan putri kecilnya itu setelah insiden tersebut lantaran fotonya kemudian banyak beredar di kartu pos Nazi, dan mereka takut Hessy akan ketahuan. Tapi Nazi tampaknya tidak pernah mengetahui identitas sejatinya adalah Yahudi.
Sekarang, hampir 80 tahun kemudian, Hessy Taft sudah berusia lanjut dan bekerja sebagai profesor kimia di Universitas Katolik St John di New York City, Amerika Serikat.
Pada Juni lalu Hessy memperlihatkan sebuah salinan majalah Nazi, foto bayi dan semuanya itu ke museum peringatan korban Holokaus Yad Vashem di Israel dan berbagi kisahnya dengan organisasi Shoah Foundation.
"Saya bisa tertawa tentang hal itu sekarang," kata Hessy, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar asal Jerman Bild.
"Tapi kalau Nazi telah tahu siapa saya sebenarnya saat itu, saya sudah pasti tidak akan hidup."
Hessy lolos dalam peristiwa Holokaus ketika Gestapo menangkap ayahnya atas tuduhan pajak. Untungnya akuntannya, seorang anggota partai Nazi, datang untuk pembelaannya, dan keluarganya mampu melarikan diri ke Latvia dan kemudian ke Prancis.
Ketika Nazi berhasil mengusai Paris, keluarga Hessy kemudian melarikan diri ke Kuba dengan bantuan perlawanan Prancis
dan akhirnya menetap di Amerika Serikat pada 1949.
Ketika menyajikan sampul majalah itu di Yad Vashem bertahun-tahun kemudian, Hessy mengatakan, "Saya merasa ada sedikit balas dendam, seperti kepuasan".
Bayi itu, Hessy Taft, masih berusia enam bulan ketika ibunya membawa dia ke seorang fotografer di Berlin, Hans Ballin, untuk diambil fotonya. Meski Perang Dunia II belum mulai, tapi anti-Semitisme dan marjinalisasi orang Yahudi berada dalam ayunan penuh di Jerman. Ketika foto kecil Hessy itu muncul di sampul majalah Nazi terkemuka, ibunya takut keluarganya akan ketahuan sebagai Yahudi dan menjadi target, seperti dilansir situs the Huffington Post, Kamis (3/7).
Ibu Hessy dilaporkan kembali ke Ballin untuk bertanya bagaimana gambar putrinya itu telah berakhir di kontes Nazi untuk perlombaan 'Bayi Arya paling sempurna', yang kemudian dijawab Ballin, "Saya ingin membuat Nazi terlihat konyol".
Keluarga Hessy lalu menyembunyikan putri kecilnya itu setelah insiden tersebut lantaran fotonya kemudian banyak beredar di kartu pos Nazi, dan mereka takut Hessy akan ketahuan. Tapi Nazi tampaknya tidak pernah mengetahui identitas sejatinya adalah Yahudi.
Sekarang, hampir 80 tahun kemudian, Hessy Taft sudah berusia lanjut dan bekerja sebagai profesor kimia di Universitas Katolik St John di New York City, Amerika Serikat.
Pada Juni lalu Hessy memperlihatkan sebuah salinan majalah Nazi, foto bayi dan semuanya itu ke museum peringatan korban Holokaus Yad Vashem di Israel dan berbagi kisahnya dengan organisasi Shoah Foundation.
"Saya bisa tertawa tentang hal itu sekarang," kata Hessy, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar asal Jerman Bild.
"Tapi kalau Nazi telah tahu siapa saya sebenarnya saat itu, saya sudah pasti tidak akan hidup."
Hessy lolos dalam peristiwa Holokaus ketika Gestapo menangkap ayahnya atas tuduhan pajak. Untungnya akuntannya, seorang anggota partai Nazi, datang untuk pembelaannya, dan keluarganya mampu melarikan diri ke Latvia dan kemudian ke Prancis.
Ketika Nazi berhasil mengusai Paris, keluarga Hessy kemudian melarikan diri ke Kuba dengan bantuan perlawanan Prancis
dan akhirnya menetap di Amerika Serikat pada 1949.
Ketika menyajikan sampul majalah itu di Yad Vashem bertahun-tahun kemudian, Hessy mengatakan, "Saya merasa ada sedikit balas dendam, seperti kepuasan".
Sumber :
No comments:
Post a Comment