Horten IX V1 sedang dibawa oleh truk penarik
Horten IX menjelang take-off dalam ujicoba yang dilakukan terhadapnya
Horten IX hasil rampasan dari Jerman dikeluarkan dari kereta yang membawanya
Gambar cut-out dari Horten IX
Lukisan 3 dimensi dari Horten buatan Géry Gueville
Beginilah mungkin kalau Horten IX mengudara. Begitu anggun dan elegan!
Diagram Go 229 (Horten IX) buatan Gothaer Wagonfabrik
Satu-satunya pesawat Horten Ho 229 V3 yang masih ada dan tersimpan di Smithsonian Institution's Garber Restoration Facility
Horten IX menjelang take-off dalam ujicoba yang dilakukan terhadapnya
Horten IX hasil rampasan dari Jerman dikeluarkan dari kereta yang membawanya
Gambar cut-out dari Horten IX
Lukisan 3 dimensi dari Horten buatan Géry Gueville
Beginilah mungkin kalau Horten IX mengudara. Begitu anggun dan elegan!
Diagram Go 229 (Horten IX) buatan Gothaer Wagonfabrik
Satu-satunya pesawat Horten Ho 229 V3 yang masih ada dan tersimpan di Smithsonian Institution's Garber Restoration Facility
Oleh : Alif Rafik Khan
Jujur saja, waktu pertama melihat foto dari pesawat 'berbentuk ajaib' Horny eh Horten Ho IX beberapa tahun yang lalu, pikiran saya adalah "Hmmm... satu lagi pesawat Luftwaffe yang hanya eksis di atas kertas". Perkiraan yang salah besar! Karena sebenarnyalah pesawat revolusioner di zamannya ini benar-benar telah dibangun dan diterbangkan oleh Jerman di masa perang! Jelas saja, fakta itu sudah cukup membuat pesawat ini menjadi special pake telor Beibeh!
Para sejarawan masih saling berbeda pendapat akan bagaimana sebutan paling afdol dari pesawat ini. Ada yang menamainya Horten IX, Horten Ho IX, Gotha Go 229, Horten Ho-229. Kalau bagi saya pribadi, pemanggilan Horten IX atau Ho IX lebih condong untuk tipe pengembangannya (glider-glider buatan Horten sebelumnya dinamai Horten I, II, III... dan seterusnya). Versi produksi resminya sendiri (yang dibuat oleh pabrik pesawat Gotha) dinamai Go 229, dan bukannya Ho 229.
Dua bersaudara Walter dan Reimar Horten adalah para pionir dalam pembuatan pesawat bersayap tanpa ekor, dan telah membangun secara berturut-turut pesawat-pesawat 'layar' tanpa mesin berbentuk indah dengan performa menakjubkan pada tahun 1936 s/d 1940, yang diikuti oleh sebuah contoh dengan dilengkapi dua mesin pendorong. Pengalaman mereka dalam membuat pesawat bersayap besar yang dapat terbang adalah sesuatu yang ajaib pada masa itu, dan merupakan satu-satunya di dunia. Pada tahun 1943 Walter Horten menyatakan ketertarikannya untuk membangun sebuah pesawat berkecepatan tinggi yang dibuat dari... kayu! Laporan dari perkembangan DFS 194 (kemudian dinamai Messerschmitt Me 163) yang dikepalai Profesor Lippisch makin meyakinkan Walter bahwa bahkan pesawat dari kayu dapat membawa mesin jet atau roket dan kemudian terbang. Pada tahun 1943 dia mengajukan gagasannya kepada Panglima Luftwaffe Reichsmarschall Hermann Göring, dan tanpa banyak cingcong proyek tersebut disetujui.
Prototipe pertama Horten IX V1 dibangun dengan berdasar pada rancangan layaknya glider. Pengerjaannya hanya makan waktu enam bulan, dan mendapat giliran uji terbang untuk pertama kalinya pada bulan Februari 1944 di Göppingen.
Bersamaan dengan uji terbang dari V1, sebuah prototipe kedua langsung dikembangkan pula. V2 ditenagai oleh dua buah turbojet. Rancangannya merupakan campuran dari berbagai tipe pesawat terdahulu, dan telah mendapat perbaikan disana-sini. Mesin yang digunakan adalah BMW 003 dan bukannya Jumo 004 seperti yang direncanakan semula. Roda depannya yang berukuran besar merupakan contekan dari roda ekor pesawat Heinkel He 177, sedangkan peralatan pendarat utamanya "dipinjam" dari Messerschmitt Bf 109 G.
Penerbangan pertama dilakukan di Oranienburg tanggal 2 Februari 1945. Pilot pengujinya adalah Erwin Ziller. Pesawat tersebut memperlihatkan hasil yang bagus, terutama dalam hal kualitas setirnya dengan hanya secuil instabilitas di bagian samping (yang sekarang merupakan kekurangan utama bagi pesawat-pesawat tak berekor modern). Penerbangan kedua sama suksesnya, meskipun roda pesawatnya rusak akibat parasut rem yang terkembang saat mendarat. Dua minggu kemudian, dalam penerbangan ketiga terjadilah bencana yang tidak diduga-duga. Ziller seperti biasanya tinggal landas dengan pesawatnya untuk melakukan uji coba lanjutan. Ketika ketinggian mencapai 800 m, salah satu mesinnya tiba-tiba ko'it. Sang pilot yang berpengalaman tidak langsung menjerit-jerit layaknya nenek-nenek mandi ketahuan diintip. Dia segera mendorong pesawatnya untuk meluncur ke bawah di ketinggian rendah untuk menolong menghidupkan kembali mesin yang ngadat. Secara mendadak di ketinggian 400 meter roda pesawatnya ngelepot (WTF?) kembali ke dalam. Akibatnya pesawat kehilangan kecepatannya dan tak bisa dikontrol. Erwin Ziller terbunuh ketika pesawat prototipenya menukik menabrak tanah dan hancur lebur.
Meskipun terjadi kemunduran akibat peristiwa kecelakaan ini, proyek tersebut tetap berlanjut dengan segala energi yang tersisa. Komponen prototipe yang masih ada segera dipindahkan ke Gothaer Wagonfabrik (Gotha) yang berada di Friedrichsrode. Pada bulan Maret 1945 proyek difokuskan kepada prototipe ketiga, yang diberi nama Go 229 V3. V3 berukuran lebih besar dibandingkan dengan kedua pendahulunya, dan bentuknya telah lebih disempurnakan lagi di beberapa tempat, yang dimaksudkan untuk menjadi contoh bagi seri pra-produksi pesawat tempur Go 229 A-0 yang telah dipesan oleh Luftwaffe sebanyak 20 buah. V3 ditenagai oleh mesin Jumo 004C, dan dapat membawa dua buah kanon MK108 30mm di pangkal sayapnya.
Tapi semuanya telah terlambat bagi Luftwaffe. Pasukan Amerika menduduki pabrik Gotha pada tanggal 14 April 1945 dan menemukan rezeki nomplok: sebuah prototipe V3 yang 90% selesai dikerjakan dan belum lagi diterbangkan. Empat lagi pesawat lainnya yaitu Go 229 V4, V5, V6 dan V7 hadir juga, dengan beberapa tahap penyelesaian. V4 dan V5 adalah prototipe dengan dua tempat duduk dan direncanakan sebagai versi pesawat tempur malam.
Tentu saja orang-orang Amerika tidak menyia-nyiakan penemuan ini, dan segera menggondol V3 balik ke negaranya. Para ilmuwan disana hanya bisa terbengong-bengong menyaksikan sudah begitu jauhnya kemajuan yang telah dicapai oleh seterunya dari Jerman. Dahsyatnya lagi, V3 masih dapat disaksikan sampai saat ini, tepatnya di NASM's Paul E. Garber Restoration, Preservation & Storage Facility yang berlokasi di Silver Hill, Maryland.
Spesifikasi Horten Ho 229A (V3) :
* Kru: 1 orang
* Panjang: 7,47 m (24 ft 6 in)
* Rentang Sayap: 16,76 m (55 ft)
* Tinggi: 2,81 m (9 ft 2 in)
* Bagian sayap: 50,20 m² (540.35 ft²)
* Berat kosong: 4.600 kg (10.141 lb)
* Berat terisi: 6.912 kg (15.238 lb)
* Berat maksimum tinggal landas: 8.100 kg (17.857 lb)
* Mesin: 2 buah Junkers Jumo 004B turbojet, 8,7 kN (1.956 lbf) masing-masingnya
Kemampuan :
* Kecepatan maksimum: Mach 0,92 = 977 km/jam (607 mph) di 12.000 m (39.370 ft)
* Radius tempur: 1.000 km (620 mil)
* Jarak angkut: 1.900 km (1.180 mil)
* Batas tertinggi terbang: 16.000 m (52.000 ft)
* Kecepatan tanjak: 22 m/detik (4.330 ft/menit)
* Berat sayap: 137,7 kg/m² (28.2 lb/ft²)
* Berat dorongan: 0,26
Persenjataan :
* Senjata: kanon 2 x 30 mm MK 108
* Roket: Roket R4M
* Bom: bom berbobot 2 x 500 kg (1.100 lb)
Sumber :
www.channel.nationalgeographic.com
www.en.wikipedia.org
www.greyfalcon.us
www.ipmsstockholm.org
www.luft46.com
www.richard.ferriere.free.fr
www.ww2aircraft.net
No comments:
Post a Comment