Egon Agtha bukanlah satu-satunya anggota tim penjinak bom yang menerima Ritterkreuz, meskipun dia adalah satu-satunya yang dianugerahi Eichenlaub. Disini Agtha (kedua dari kiri) berfoto di Berlin bersama dengan dua orang Ritterkreuzträger dari Feuerwerker, Karl Kudla (kiri) dan Siegfried Rieger (kanan). Kasual banget kan foto ini? senyum berkembang seakan-akan suasana damai menyelimuti. Padahal bila dilihat dari Ritterkreuz yang terlihat terpasang di leher Kudla dan Rieger, bisa dipastikan bahwa foto ini dibuat paling awal adalah tanggal 18 April 1945, tanggal dimana Kudla dan Rieger menerima Ritterkreuz-nya. Tapi bila kita melihat dari tradisi bahwa si Ritterkreuz biasanya menggelantung melebar dengan pitanya di hari dia dianugerahkan, maka saya bisa meyakinkan kepada Om-Om cabul semua bahwa foto ini diambil SETELAH tanggal tersebut. Lah, terus emang kenapa? Simpel, foto ini diambil di tengah berkecamuk serunya pertempuran Berlin di sekeliling mereka!!!
Oleh : Alif Rafik Khan
Ini adalah sedikit biografi dari Hauptmann (W) d.R. Egon August Aghta, Feuerwerker dengan pencapaian tertinggi dalam Perang Dunia II. Feuerwerker sendiri arti dasarnya adalah "pemadam kebakaran", tapi bisa juga diartikan sebagai unit persenjataan atau penjinak bom darat (Gegana urusan Jihandak kalau di negara kita).
Egon August Agtha dilahirkan tanggal 20 Januari 1918 di Berlin. Setelah menyelesaikan enam bulan keanggotaannya di Reichsarbeitsdienst (RAD), Agtha bergabung dengan Heer pada bulan November 1938 dan ditempatkan di I./Artillerie-Regiment 3 (yang merupakan bagian dari 3. Infanterie-Division) di Frankfurt an der Oder. Setelah ikut berpartisipasi dalam penyerbuan Jerman ke Polandia (yang membuka Perang Dunia II), Agtha meninggalkan resimennya sebagai seorang Gefreiter di bulan Oktober 1939. Dia lalu mengajukan diri sebagai sukarelawan di Kriegs-Feuerwerker-Lehrgang 39/I yang berpangkalan di Heeres-Feuerwerkerschule di Berlin- Lichterfelde. Egon Agtha menjadi Gefreiter (Kopral) di Feuerwerkerdienst sejak bulan Januari 1940 dan kemudian menyusul promosinya menjadi Unteroffizier bulan berikutnya. Setelah masa tugas yang singkat di Kaiserslautern, dia kembali ditempatkan di Berlin (tepatnya di Sprengkommando der Luftwaffe 1./III) tahun itu juga.
Unteroffizier im Feuerwerkerdienst Egon Agtha (buset deh, pangkatnya ribet amat!) terluka parah tanggal 16 September 1941 di wilayah Sachsenhausen yang berada di utara Berlin, ketika dia sedang berusaha menjinakkan sebuah bom Blindgänger yang tersisa setelah serangan udara RAF minggu sebelumnya. Salah satu dari bom Blindgänger tersebut secara tiba-tiba meledak sehingga Agtha menderita luka serius di wajah dan kepalanya, yang mengakibatkan kerusakan sebelah penglihatannya. Setelah menjalani masa perawatan yang lama (dimana salah satu dokter yang merawatnya, Barbara, kemudian menjadi istrinya!), Agtha menerima dekorasi Wound's Badge in Silver dan Iron Cross 2nd class tanggal 14 Desember 1941. Iron Cross tersebut diterimanya karena ia telah berhasil menjinakkan tidak kurang dari 30 buah bom Blindgänger musuh! Karena otoritas militer yang berwenang bermaksud untuk memberhentikannya setelah luka parah yang dialami matanya, maka Agtha menggunakan pendidikan dan pengalaman Feuerwerker yang dimilikinya untuk tetap bisa bertugas. Hanya saja kini dia menjadi perwira Feuerwerker sipil di Wehrmacht, atau (W) Offizier des Waffenwesens. Egon Agtha menerima medali lanjutan yaitu Wound's Badge in Gold tanggal 16 Januari 1943 dan Iron Cross 1st class tanggal 18 Juni 1943 atas hasil kerjanya sebagai Feuerwerker yang terus menghasilkan prestasi yang memuaskan. Dia kemudian menerima promosi menjadi Leutnant (W) di bulan Oktober tahun yang sama.
Setelah bekerja paruh waktu sebagai instruktur di Heeres-Feuerwerkerschule di Berlin dari tahun 1942 sampai 1943, Egon Agtha kembali ke unit lamanya, Sprengkommando 1/III der Luftwafe di Berlin tanggal 1 April 1943. Dari sejak saat itu, dia bersama para rekan Feuerwerker seprofesinya bekerja hampir tanpa henti demi menjinakkan RIBUAN bom Blindgänger yang tersebar di hampir setiap sudut kota Berlin dan "dimuntahkan" oleh pesawat-pesawat pembom USAAF dan RAF. Leutnant (W) der Reserve Egon Agtha menerima Deutsches Kreuz in Gold tanggal 19 Januari 1945 atas prestasinya yang berkutat dengan pekerjaan super-berbahaya tiap hari tanpa henti di tengah kucuran bom Sekutu yang mendera!
OK, sekarang saya meminta pada anda semua, tolong bayangkan sebentar seperti apa pekerjaannya tersebut! Seorang pahlawan tidak hanya diukur dari seberapa banyak ia membunuh musuhnya, seberapa berani ia kala berhadapan dengan lawannya, tapi juga dari seberapa besar peran yang disumbangkannya bagi keselamatan rakyat banyak, dan Egon Agtha lebih dari layak untuk disebut sebagai seorang pahlawan dengan melihat kriteria ini! Seorang penjinak bom haruslah bekerja dalam keadaan yang tenang agar ia bisa berkonsentrasi pada pekerjaan beresiko besar yang dilakukannya, tapi Agtha menjalani pekerjaannya hampir tidak pernah dalam keadaan seideal itu. Di atasnya berseliweran pesawat-pesawat Sekutu dengan bom-bom mereka, belum lagi suara raungan dari ribuan mesin pesawat, sirine tanda bahaya, senjata anti serangan udara, dan teriakan-teriakan dari manusia yang ketakutan atau meregang nyawa!
Tanggal 3 Februari 1945 Agtha menerima Ritterkreuz secara pribadi dari Adolf Hitler langsung atas “vorbildliche Tapferkeit und für sein unerschrockenes Verhalten beim Vernichten von feindlichen Langzeitzündern” (teladan akan keberanian dan sikap tak kenal takut selama tugas menghancurkan detonator musuh dalam waktu yang lama). Pangkatnya ikut dinaikkan menjadi Oberleutnant (W) der Reserve. Tanggal 12 Maret 1945 Egon Agtha kembali menerima Eichenlaub (nomor 778) sebagai tambahan atas Ritterkreuz yang telah didapatnya, sekaligus promosi tambahan menjadi Hauptmann (W) der Reserve. Semua ini sebagai penghargaan atas pekerjaan super berbahaya sekaligus super penting yang dilakukan dia dan teman-temannya di ibukota Reich.
Ketika Pertempuran Berlin dimulai di bulan April 1945, Hauptmann (W) d.R. Egon Agtha dan Sprengkommando-nya dipaksa oleh keadaan untuk ikut berjibaku bertempur melawan Pasukan Merah Uni Soviet yang merangsek makin masuk ke dalam ibukota. Tanggal 24 April, seluruh Sprengkommando dibagi menjadi tiga grup. Yang pertama diperbantukan di Volkssturm, kedua di Stoss-Trupp (dengan dipersenjatai oleh Panzerfaust), dan yang ketiga ikut membantu unit Brückenkommando yang bertugas untuk menghancurkan jembatan-jembatan di sungai yang melintasi kota Berlin. Para personil dan kadet dari Heeres-Feuerwerkerschule I dibagi menjadi dua kompi dan menjadi bagian dari Alarm-Bataillon di bawah komando Major (W) Wolfgang Skorning, dan di bawah kendali dari II./Festungs-Regiment 60. Unit ini mengalami pertempuran yang hebat sehingga kehilangan cukup banyak anggotanya.
Hauptmann (W) d.R. Egon Agtha menjadi komandan grup Panzerjäger (penghancur tank) yang dilengkapi dengan panzerfaust, dan ikut pula bertempur tak kenal henti. Tanggal 1 Mei, Agtha merasa bahwa akhir dari kota Berlin sudah dekat. Ia memutuskan untuk melepaskan anggota pasukannya dari sumpah setia dan menyuruh mereka untuk mencari jalan keluar masing-masing dari pengepungan tentara Soviet. Karena penglihatannya yang lemah, ia kemudian terpisah dari anggota yang lain dan bersama dengan satu orang kamerad, Böhm, berusaha untuk melarikan diri melalui S-Bahn dan U-Bahn dari Tiergarten menuju Reichsportfeld. Mereka mencapai Spandau di pagi tanggal 2 Mei, dan berusaha untuk melintasi jembatan Charlottenbrücke ketika tiba-tiba terjadi baku tembak antara unit Flakvierling dengan pasukan Soviet yang datang. Selama beberapa saat jeda pertempuran yang tercipta, Agtha berusaha untuk lari sekencang-kencangnya melintasi jembatan, tapi kemudian jatuh tersungkur setelah terkena tembakan peluru di kerongkongannya. Böhm pun ikut terkena tembakan di lengan. Meskipun terluka, Böhm berusaha menyeret tubuh Agtha yang kini telah tak bernyawa dan kemudian menguburkannya di Stresowplatz di dekat Charlottenbrücke. Dan berakhirlah sudah kehidupan dari Feuerwerker Jerman paling berprestasi, Hauptmann (W) der Reserve Egon Agtha. Dia gugur di kota tempat dia dilahirkan dan tempat dia menjalani hampir seluruh masa dan tugasnya di dunia.
Bahan untuk biografi singkat ini diambil dari buku karangan Wolfgang Thamm berjudul “Hauptmann (W) Träger des Ritterkreuzes des Eisernen Kreuzes mit Eichenlaub Egon August Agtha – Feuerwerker und Sprengkommadoführer” (2005). Ini adalah sebuah buku kecil yang menarik, terutama bila anda tertarik untuk mengetahui keadaan kota Berlin selama berlangsungnya Perang Dunia II. Anda dapat mendapatkannya di www.cimm.de.
BTW, dalam video Deutsche Wochenschau tertanggal 22 Maret 1945 di bawah, kita bisa melihat cuplikan film saat Egon Agtha mempraktekkan keahliannya, apalagi kalau bukan menjinakkan singa!
Sumber :
www.feldgrau.net
www.forum.axishistory.com
No comments:
Post a Comment