Anggota Divisi Kavaleri Cossack, sukarelawan Kaukasus Rusia yang bergabung dengan Nazi Jerman dalam melawan rezim Stalin
General der Kavallerie Georg Stumme (1886-1942), jenderal yang merintis karir di unit kavaleri. Jenderal ini meninggal karena serangan jantung dalam pertempuran El-Alamein, ketika mobil yang ditumpanginya nyasar ke daerah musuh sehingga mendapat tembakan gencar!
Pasukan artileri berkuda Jerman sedang melintasi jembatan dalam musim panas di Rusia. Perhatikan tentara di sebelah kanan : ternyata kacamata hitam sudah populer dari sejak zaman Nazi!
Kalau yang ini pasukan kavaleri sedang melindungi jalur suplai pasukan Jerman yang menuju ke front di Rusia
Das Reiterabzeichen (Medali Menunggang Kuda) yang diberikan dari sejak tahun 1930 kepada para penunggang kuda terbaik Jerman, yang nantinya kebanyakan dari mereka bergabung dengan Wehrmacht sebagai anggota pasukan kavaleri. Bahkan, seorang Rittmeister (kapten kavaleri) disyaratkan untuk mempunyai medali ini
Pasukan kavaleri Jerman melakukan parade kemenangan di Arc de Triomphe, Paris, setelah kejatuhan kota tersebut tanggal 18 Juni 1940
Inilah profil pelana kuda(Sitzkissen) model 1937 yang digunakan oleh pasukan kavaleri penunggang kuda Jerman
Lukisan yang memperlihatkann pasukan kavaleri Wehrmacht sedang melakukan salah satu tugas yang diembankan kepadanya : pengintaian!
Pasukan penunggang kuda dari Divisi Kavaleri SS ke-8 "Florian Geyer" di medan perang Rusia
Oleh : Alif Rafik Khan
Meskipun sering dijadikan contoh ideal akan keunggulan pasukan bermotor dengan gerak cepat dan mobilitasnya, tapi sesungguhnyalah dalam Perang Dunia II sebagian besar divisi tempur Nazi Jerman semata mengandalkan kekuatan kuda sebagai komponen utama, baik sebagai penarik peralatan berat maupun bagian dari pasukan kavaleri. Di awal-awal perang, sudah menjadi keyakinan umum di publik dunia bahwa Blitzkrieg Jerman yang mengagumkan dijalankan dengan mulusnya oleh pasukan panzer dan kendaraan bermotor yang maju tanpa menemui hambatan berarti di medan perang. Dapat dikatakan bahwa itu hanyalah mitos yang dibesar-besarkan oleh, pertama kali, koran-koran Jerman sendiri (yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Propaganda Joseph Goebbels) untuk menimbulkan kegentaran pada pasukan musuh. Dalam kenyataannya, pasukan berkuda yang notabene lebih lambat dan lebih repot dalam pemeliharaannya memainkan peranan paling penting dalam memungkinkan Angkatan Bersenjata Jerman (Wehrmacht) mengobrak-abrik Eropa.
Berlawanan dengan opini publik, begitu besarnya ketergantungan Blitzkrieg Nazi pada penggunaan kuda sehingga Dalam Perang Dunia II tercatat kurang lebih 1.100.000 kuda ‘mengabdi’ pada Wehrmacht! Dari 322 divisi Heer (Angkatan Darat) dan SS yang ada di bulan November 1943, hanya 52 yang merupakan divisi lapis baja atau kendaraan bermotor. Pada bulan November 1944 dari total 264 divisi, hanya 42 yang merupakan divisi lapis baja atau kendaraan bermotor, sebagian besar lainnya ditopang oleh cara klasik yang mengandalkan pasukan infanteri yang maju ke medan perang mengandalkan kekuatan kaki mereka, dengan senjata dan suplai lainnya dibawa oleh pasukan berkaki empat, alias kuda. Divisi ringan dan Gebirgsjäger (pasukan gunung) malah lebih besar lagi perbandingannya dalam penggunaan binatang, sementara divisi kavaleri jelas-jelas sangat tergantung dari keberadaan kuda mereka.
Divisi infantri Jerman di awal-awal perang biasanya terdiri dari 5.300 kuda, 1.100 gerobak yang ditarik kuda, 950 kendaraan bermesin, dan 430 sepeda motor. Tahun 1943, dikarenakan kesulitan besar dalam hal pasokan suplai dan kesenjangan jarak yang biasa terjadi dalam usaha sia-sia mengikuti lajunya pasukan mekanis Jerman di front Timur, jumlah di atas berkurang menjadi hanya 400 kendaraan bermesin dan 400 sepeda motor, sementara jumlah kudanya malah menggelembung menjadi 6.300!
Divisi-divisi di tahun 1944 biasanya mempunyai 4.600 kuda, 1.400 gerobak yang ditarik kuda, 600 kendaraan bermesin dan 150 sepeda motor. Satu-satunya unit yang sepenuhnya sudah dimekanisasi yang menjadi bagian dari divisi infantri model lama adalah batalion anti-tank. Kebanyakan kendaraan yang membawa pasokan suplai bagi divisi mengandalkan kuda sebagai penariknya, sementara kendaraan bermesin digunakan untuk lalulintas bahan bakar dan juga untuk bengkel kerja kompi. Perbandingan kendaraan bermotor menjadi lebih besar di pasukan GHQ Jerman, unit suplai yang biasanya memang sebagian besar merupakan pasukan bermotor. Hal ini dianggap perlu mengingat unit ini biasanya terdiri dari, salah satunya, artileri berat yang tidak mungkin kalau harus ditarik oleh kuda. GHQ bermotor ini dimasukkan ke divisi, korps dan grup tentara sesuai dengan kebutuhannya.
Sementara kuda memainkan peran penting dalam divisi infantri biasa, Jerman tidak menaruh kepercayaan besar dalam unit kavalerinya sebagai suatu senjata efektif dan strategis. Penggunaan unit-unit kavaleri yang berdiri sendiri sangat tergantung dari keberuntungan Jerman di medan laga. Selama 3 tahun pertama Perang Dunia II, ketika pasukan Nazi berada di atas angin dan selalu meraih kemenangan di berbagai front, pasukan kavaleri hampir-hampir ditinggalkan, dan bahkan kekuatannya tak pernah mencapai satu divisi penuh. Sebaliknya, dari tahun 1943 dan seterusnya, unit-unit kavaleri baru bermunculan sehingga di awal tahun 1945 Jerman telah mempunyai 6 divisi kavaleri dan dua korps kavaleri. Perkembangan yang luar biasa dari unit kavaleri independen menjelang berakhirnya peperangan ini janganlah diartikan sebagai perubahan mendasar dari teori dan strategi militer Hitler. Unit-unit baru tersebut diperlukan terutama untuk mengamankan jalur komunikasi di wilayah Balkan dimana mereka beroperasi dalam grup-grup kecil yang berdiri sendiri, atau untuk melindungi bagian samping dari pasukan yang lebih besar selama berlangsungnya pengunduran besar-besaran dari medan perang Timur. Dalam kedua kasus tersebut, penggunaan kavaleri semata dilakukan untuk menutupi kekurangan kendaraan transportasi bermotor.
Di akhir 1943 dan awal 1944, kebutuhan perang Jerman telah melampaui kemampuan kapasitas produksinya. Periode ini juga ditandai dengan semakin rajinnya Sekutu melaksanakan pemboman strategis yang membuat pabrik-pabrik perang Jerman tak mampu memenuhi target produksi. Di lain pihak, peternakan-peternakan Prusia besar yang membiakkan kuda tak pernah menjadi target pemboman dari B-17 dan Lancaster, dan karenanya terus memasok dalam jumlah besar kuda-kuda yang dikirim ke medan perang untuk digunakan oleh Wehrmacht. Penggunaan lebih besar unit kavaleri di akhir perang ternyata pula dibenarkan dari kacamata strategi militer. Wilayah Balkan dan Rusia yang masih jauh dari modernisasi mendukung penggunaan unit-unit berkuda. Wilayah Balkan didominasi oleh daerah pegunungan, sementara Rusia hampir-hampir tidak mempunyai jalan aspal yang dapat memudahkan pasukan bermotor dan lapis baja Jerman dalam pergerakannya, hanya dipenuhi oleh rawa-rawa dan hutan. Stepa, yang ideal untuk menjadi perlintasan cross-country dari kendaraan bermotor Jerman di musim panas karena rata dan mulusnya, menjadi gundukan lumpur di kala musim hujan. Dimana ada jalan aspal, maka biasanya jalan tersebut dalam kondisi yang menyedihkan dan langsung amburadul begitu satu-dua panzer lewat. Para jenderal Jerman bukannya tidak menginsafi hal ini, makanya digalakkanlah unit-unit ringan (Jäger) dan gunung (Gebirgsjäger) untuk menangani kondisi-kondisi semacam ini, sehingga pasukan kavaleri bukanlah satu-satunya elemen yang tidak mengalami kesulitan berarti ketika harus melewati lumpur dan wilayah lain yang sulit dilewati kendaraan bermotor biasa.
Penggunaan kavaleri berkuda dalam ofensif cara lama dibatasi di kampanye-kampanye awal, ketika Jerman menikmati superioritas di udara. bahkan meskipun kemudian diturunkan pun, hanya dalam skala kecil saja. Hal ini mengindikasikan bahwa Komando Tinggi Jerman tidak berniat untuk menggunakan pasukan kavaleri dalam jumlah besar sebagai ujung tombak ofensifnya, meskipun ketika kemenangan sudah di depan mata, maka kavaleri digunakan untuk memindai wilayah sekitar dan aktivitas-aktivitas pengintaian (reconnaisance), terutama di Eropa Timur dan Timur Jauh.
Pertimbangan biaya dan material yang harus disediakan untuk mensuplai pasukan bermotor dan lapis baja kemungkinan memegang peranan dalam keputusan ini, seperti juga fleksibilitas pasukan kavaleri untuk melewati wilayah-wilayah ‘udik’, terutama di daerah pertanian.
SEJARAH PASUKAN KAVALERI JERMAN
Sedikit kilas balik ke sejarah pasukan kavaleri di negara Jerman dapat memberikan latar belakang penting untuk mempelajari kiprahnya dalam Perang Dunia II. Kavaleri Prusia, yang berkembang dari hanya 1.000 orang penunggang kuda bersenjata pedang di awal abad ke-17 menjadi 6.000 orang di tahun 1740, mencapai puncak ketenarannya sekaligus penggunaannya yang paling sukses dan ekstensif di bawah kepemimpinan Friedrich The Great. Selama berlangsungnya Perang Tujuh Tahun (1756-1763), pasukan kavaleri memegang peranan kunci dalam sejumlah kemenangan Prusia di medan pertempuran, yang terutama didukung oleh serangan yang berani dan juga gerakan melingkar/mengepung. Bahkan ketika digunakan dalam peran defensif, pasukan yang sama mampu mencegah kehancuran pasukan Prusia secara keseluruhan dengan melindungi mundurnya pasukan infantri. Ketika tahun berganti dan Prusia berperang dengan Austria di tahun 1866, Kavalerinya tak lagi memegang peranan penting. Saat itu mereka meniru bentuk korps kavaleri Napoleon, yang ternyata terlalu berat dan tidak fleksibel. Pelajaran diambil, dan tak lama kemudian bentuk ini segera direorganisasi kembali dengan kecepatan yang mengagumkan dan terbukti mengambil peranan penting, tambah lagi dipimpin dengan brilian, dalam Perang Prusia-Prancis.
Pada awal abad ke-20 Angkatan Darat Jerman terdiri dari 46 brigade kavaleri, masing-masing terdiri dari dua resimen yang tiap satunya berkekuatan lima pasukan, dengan total 69.000 prajurit. Pada tahun 1914 terdapat 110 resimen dengan 87.000 prajurit, dan tak ada pengembangan lebih jauh meskipun kemudian Perang Dunia I pecah. Dalam perang tersebut, kavaleri Jerman digunakan dengan sukses dalam invasi ke Barat, Polandia, dan di Rumania. Dalam kampanye-kampanye tersebut, kavaleri terutama digunakan dalam operasi-operasi pengintaian dan pemindaian. Dalam peran yang lebih kecil, kavaleri juga disesuaikan penggunaanya dalam perang parit dan untuk operasi perlindungan ketika Jerman mundur besar-besaran di tahun 1918. biasanya, setelah memacu kuda mereka dalam gerakan-gerakan laju ke sektor kritis, prajurit kavaleri terjun ke dalam kancah pertempuran tanpa memakai kudanya dan jadi prajurit infantri biasa. Setelah kekalahan dalam Perang Dunia I, Staff Jenderal Jerman mengorganisasi Reichswehr (angkatan bersenjata 100.000 orang) seefisien mungkin sehingga diharapkan ketika tiba akhirnya Jerman diizinkan kembali mempunyai angkatan perang besar, konversinya dapat terjadi secara cepat. Reichswehr sendiri terdiri dari tujuh divisi infantri dan tiga divisi kavaleri. Setiap divisi kavaleri terdiri dari 5.500 prajurit dan enam resimen yang masing-masing terdiri dari lima pasukan, juga satu batalion artileri berkuda. Kekuatan kavaleri ini dibuat supaya dapat menyesuaikan diri dengan cepat bila sewaktu-waktu diupgrade menjadi unit lapis baja atau kendaraan bermotor.
Antara tahun 1934 sampai dengan 1939, Angkatan Darat Jerman berkembang sangat pesat menjadi 52 divisi : 35 infantri, 5 panzer, 4 ringan (kavaleri mekanis), 4 bermotor, dan 4 pasukan gunung. Satu-satunya unit kavaleri independen yang dipunyai Jerman ketika Perang Dunia II pecah adalah Brigade Kavaleri ke-1. Tanggal 19 September 1939 satuan kavaleri dihapuskan dan “pasukan cepat” (Schnelle Truppen) diciptakan yang mencakup unit-unit kavaleri, pengintaian, tank, anti-tank, sepeda, sepeda motor, dan infantri lapis baja dari GHQ. Di bulan April 1943 penggunaan “pasukan cepat” ditinggalkan dan sebagai gantinya diciptakan istilah baru, “pasukan panzer” (panzertruppen) yang mencakup unit-unit tank, anti-tank, senjata serang berat, pengintai lapis baja, infantri lapis baja, dan infantri bermotor. Bagaimana dengan kavaleri? Bagusnya, unit ini tidak dianaktirikan lagi dan malahan dikembalikan fungsinya sebagai satuan yang berdiri sendiri. Sebelumnya mereka digolongkan sebagai bagian dari infantri, meskipun mantan anggota unit kavaleri masih tetap diizinkan untuk memakai piping kuning emas tradisional mereka, dan mantan perwira kavaleri masih tetap diizinkan untuk saling memanggil di antara mereka dengan sebutan cavalrymen.
KAVALERI GHQ DALAM PERANG DUNIA II
Perkembangan unit kavaleri yang berdiri sendiri dalam Perang Dunia II paling baik dijelaskan dengan melihat operasi-operasi dari empat klasifikasi ini : unit angkatan darat pertama (1939-1941), unit Waffen-SS (1941-1945), unit Cossack (1943-1945), dan unit angkatan darat kemudian (1944-1945).
Brigade Kavaleri ke-1, yang merupakan satu-satunya unit kavaleri yang dipunyai Jerman ketika perang pecah tahun 1939, terdiri dari dua resimen kavaleri berkuda, satu campuran (sebagian mekanis) resimen kavaleri, batalion artileri berkuda, batalion pengintaian mekanis, dan batalion sepeda. Kekuatan totalnya adalah 6.200 tentara dan 4.200 kuda.
Unit ini berpartisipasi dalam kampanye di Polandia dari hari pertama dengan prestasi yang lumayan membanggakan, meskipun hampir-hampir tenggelam bila dibandingkan dengan operasi divisi-divisi panzer baru yang lebih spektakuler, “enak dilihat” dan menjadi pusat perhatian para Kriegsberichter (wartawan perang). Brigade tersebut berada di bawah Angkatan Darat ke-3 tapi tidak dimasukkan ke korps. Tanggal 1 September, Brigade Kavaleri ke-1 bergerak dengan cepat dari starting point di sebelah utara Mlawa (Prusia) ke sungai Narew. Ikut ambil bagian dalam menyeberangi sungai tersebut dan juga Bug, terus mengeliminasi pertahanan kuat musuh yang menghadang, dan berhasil mencapai sebelah timur Warsawa di hari ke-12. Sebagai sayap dari gerakan melingkar raksasa untuk mengepung ibukota Polandia tersebut, Brigade Kavaleri ke-1 berkali-kali diserang baik secara frontal maupun dari pinggir, dan kadangkala berada paling depan dari kekuatan utama dengan tugas untuk menghancurkan jalur komunikasi musuh. Inilah satu-satunya saat dalam peperangan dimana unit kavaleri berkuda Jerman beroperasi dengan suksesnya melawan musuh yang gigih, murni dengan menjalankan fungsi ofensif dari kavaleri cara “tradisional”.
Setelah kampanye di Polandia, Brigade Kavaleri ke-1 dikembangkan menjadi Divisi Kavaleri ke-1, yang merupakan divisi kavaleri tipe konservatif dengan dilengkapi oleh pengintai setengah bermotor dan bermotor, sinyal, zeni, dan batalion anti-tank.
Divisi Kavaleri ke-1 ikut ambil bagian dalam penyerbuan ke Barat bulan Mei 1940 di sektor Aachen di bawah Angkatan Darat ke-18. mereka berada di sayap kanan dari gerakan ofensif utama melintasi Belgia barat dan utara, dan kemudian Prancis utara. Pada awalnya, divisi ini tidak banyak mengalami pertempuran yang berarti, sampai fase kedua dari kampanye dimana mereka ikut serta bersama pasukan lapis baja dalam melintasi sungai Somme dan Seine, dan kemudian mencapai Loire di dekat Saumur.
Dalam operasi tahap kedua ini, mereka memegang peranan penting dalam menghantam musuh yang berusaha menghalangi upaya penyeberangan pasukan Jerman. Bukan itu saja, sebagai akibatnya ribuan tentara Prancis (yang moralnya sudah ambruk) berhasil dijadikan tawanan. Divisi Kavaleri ke-1 mampu bergerak sejauh 45 sampai dengan 60 mil perhari, dan dalam satu kesempatan mendapat kredit (dalam laporan Jerman) dengan menghancurkan 34 dari total 40 tank musuh yang berusaha menyerang.
Dalam 2 bulan pertama kampanye di Rusia ketika pasukan Jerman bergerak maju begitu pesatnya, Divisi Kavaleri ke-1 terus menerus bertempur di sektor tengah. Jumlahnya sendiri kini telah berkembang menjadi enam resimen, yang diorganisasi ke dalam tiga brigade. Tapi ada sesuatu yang berbeda (bukan Vagetoz!) kali ini. Strategi yang telah dijalankan dengan sukses pada kampanye-kampanye terdahulu, dimana pasukan Jerman menikmati superioritas udara dan persenjataan, ternyata tidak cukup berhasil dipraktekkan di kondisi Rusia. Tak lama, Divisi ini ditarik dari front justru ketika Jerman berada di puncak kesuksesan ofensif Rusia, dikirim ke Prancis (yang kini telah diduduki), dan dikonversi menjadi Divisi Panzer ke-24 (kemudian hancur lebur di Stalingrad, meskipun kemudian dibentuk kembali di Prancis). Tak akan ada lagi unit kavaleri seukuran skuadron yang dibentuk sampai akhir tahun 1943!
UNIT KAVALERI WAFFEN-SS
Waffen-SS, yang disebut Himmler sebagai organisasi militer “elit” dalam persaingannya dengan Angkatan Darat (Heer), ternyata sangat berminat untuk membentuk unit kavaleri sendiri. Tahun 1941 Allgemeine SS (cabang SS “non-militer”) telah mempunyai 23 resimen kavaleri dengan lima sampai delapan pasukan masing-masing. Tapi ini hanyalah dimaksudkan sebagai unit pelatihan dan bagian dari politik saja. Tak lama setelah kampanye di Rusia, sebuah brigade SS dengan dua resimen dikirim ke front. Mereka beroperasi terutama di garis depan sektor tengah dan selatan, juga ikut nimbrung dalam menghadapi para partisan di belakang garis depan. Pertengahan tahun 1942, brigade SS diperbesar lagi sampai setingkat divisi (Divisi Kavaleri SS ke-8 ‘Florian Geyer’). Divisi ini terlibat dalam upaya penyelamatan Angkatan Darat ke-6 yang sia-sia di Stalingrad, juga dalam melindungi bagian sayap pasukan Jerman dalam pengunduran dirinya dari Kharkov dan Dnepropetrovsk. Di akhir tahun 1943 mereka ditarik dari garis depan dan kemudian dikirimkan ke Polandia terus ke Yugoslavia. Di bulan Maret 1944 divisi kavaleri SS ‘Florian Geyer’ memasuki Hungaria sebagai bagian utama dari kekuatan Jerman yang bermaksud menjamin tetap bergabungnya negara tersebut dengan kekuatan Poros. Ketika berada disana, mereka mendapat tambahan satu resimen dan juga persediaan kader-kader untuk membentuk dua resimen berkuda tambahan (yang kemudian dibentuk menjadi Divisi Kavaleri SS ke-22 ‘Maria Theresa’).
Kedua divisi kavaleri SS ini dibentuk dengan kekuatan sama persis, masing-masing terdiri dari satu resimen suplai bermotor dan tiga resimen kavaleri berkuda, satu pasukan senapan mesin, satu pasukan senjata berat, dan satu pasukan markas (yang terdiri dari satu resimen artileri berkuda beranggotakan tiga batalion ringan : satu batalion sepeda, satu batalion anti-tank, satu batalion zeni dan satu batalion sinyal). Kekuatan totalnya adalah 10.000 prajurit. Meskipun mereka beroperasi di grup-grup kecil dalam melawan para partisan Yugoslavia, Divisi Kavaleri SS ‘Florian Geyer’ tetap diperlengkapi dengan senjata-senjata penunjang yang memadai, yang di antaranya adalah : artileri medan dengan 32 buah howitzer 105mm dan 4 buah howitzer 150mm; artileri anti serangan udara dengan senjata 20mm dan 37mm; dan 35 buah senjata anti-tank ukuran 75mm dan 88mm. Untuk infantrinya juga diperlengkapi dengan 30 buah mortir 81mm, 4 buah mortir 120mm rampasan dari Rusia, 213 buah senapan mesin ringan, dan 42 buah senapan mesin berat. Kedua divisi Kavaleri SS kemudian beroperasi bersama dalam pertempuran defensif di wilayah Transylvania yang medannya tidak memadai. Kemungkinan Himmler bermaksud untuk mengembangkan lebih lanjut kedua divisi tersebut untuk menjadi satu korps, tapi karena kekurangan parah sumber daya di segala medan yang diderita Jerman di akhir-akhir perang, hal ini tidak pernah menjadi kenyataan, dan pada ujungnya, mereka berada di bawah kontrol Korps Gunung SS IX. Tak lama, kedua divisi kavaleri SS ini dikirim ke Budapest dan termasuk di antara unit-unit Jerman yang mengepung kota tersebut. Eksistensi mereka berakhir bulan Januari 1945 ketika pasukan Rusia yang jauh lebih kuat menghancurkannya. Pasukan yang masih tersisa kemudian digabungkan dengan pasukan-pasukan cadangan untuk membentuk Divisi baru Kavaleri SS ke-37 ‘Lützow’, tapi ini pun tidak pernah mencapai kekuatan penuh dan tak berperan banyak dalam pertempuran akhir yang membingungkan melawan Rusia di Austria.
Di awal tahun 1942, Jerman mulai memakai para sukarelawan mantan pasukan Soviet (tawanan perang dan desertir), termasuk di antaranya adalah skuadron Kavaleri Cossack yang berdiri sendiri. Pasukan baru segera dibentuk dan ditempatkan di bawah Tentara Panzer Pertama di Rusia Selatan. Dengan mendapat bimbingan dari komandan orang Jerman, unit-unit ini memperlihatkan prestasi yang mengagumkan dalam tugas mereka sebagai pengintai jarak jauh dan operasi-operasi penyerangan jauh di dalam wilayah musuh yang biasanya berlokasi di stepa-stepa yang berada di dataran rendah Don dan Kaukasus Utara. Sayangnya, secara umum diketahui bahwa pasukan-pasukan seperti ini tidak dapat diandalkan dalam operasi pengunduran diri tentara Jerman di musim dingin 1942-1943, sehingga pada akhirnya mereka semua dikirim untuk beroperasi di tempat yang lebih “moderat”, Polandia.
Divisi Cossack pertama secara resmi dibentuk tanggal 1 Mei 1943. Divisi ini langsung dikirimkan ke Yugoslavia bulan Oktober untuk melindungi jalur komunikasi pasukan Jerman, terutama bentangan jalan kereta api yang sangat penting artinya di antara Sisak dan Brod. Kekuatan pasukan ini semata bertumpu pada perannya sebagai pasukan berkuda, karena keterbatasannya dalam hal senjata penunjang. Divisi ini pertamanya dibentuk dari dua brigade, dan kemudian menjadi tiga, dengan masing-masing brigade terdiri dari dua resimen. Salah satu dari dua resimen yang terdapat dalam brigade ini biasanya berupa pasukan penunggang sepeda (bukan kuda!), dan tiap skuadron mempunyai tiga atau empat pasukan berkuda atau bersepeda, plus satu pasukan senapan mesin. Setiap resimen juga mempunyai pasukan senjata berat. Meskipun para komandan Jerman sering mengeluh akan sulitnya mengatur kedisiplinan dan mempertahankan loyalitas mereka (belum lagi para penduduk Yugoslavia yang memprotes keras tindakan sadisme yang sering sekali dilakukan oleh divisi ini), tapi Divisi Cossack Pertama bisa dibilang telah menunaikan tugasnya secara memuaskan, sampai ketika Jerman harus mulai angkat kaki dari wilayah Balkan di akhir tahun 1944.
Setelah ada penambahan anggota, Divisi Cossack tersebut dibagi dua menjadi Divisi Kavaleri Cossack ke-1 dan ke-2. semuanya berada di bawah kendali Waffen-SS, dengan pengontrol utama adalah Korps Kavaleri Cossack SS XV. Di bulan Maret 1945 korps tersebut ditempatkan di Slovenia dengan misi baru untuk melindungi sayap kiri dari Grup Tentara E dalam menghadapi serangan Rusia. Akhir April, Grup Tentara E telah terdesak hebat sehingga kini berada di perbatasan dengan Austria, dengan korps Cossack sebagai porosnya. Di hari-hari terakhir Perang Dunia tersebut, korps kavaleri Cossack tak hanya menonjol karena mobilitasnya yang luar biasa, tapi juga ketakutan sebagian besar dari anggotanya bila mereka menyerah di tangan Soviet (yang terkenal kejam dalam memperlakukan tawanannya, terutama yang dianggapnya pengkhianat bangsa Rusia). Karenanya, merekalah di antara unit-unit pertama yang mencapai Austria dan menyerahkan diri ke tangan pasukan Sekutu Barat, hanya untuk kemudian hari diserahkan kembali ke Tentara Merah!
Di awal tahun 1944, para pengambil keputusan di Wehrmacht memutuskan untuk mengembalikan fungsi unit-unit kavaleri yang berdiri sendiri sebagai pelindung gerakan mundur tentara Jerman di front Timur yang panjang. Brigade yang lama dikembangkan menjadi “divisi” di bulan Februari 1945 dan korps kavaleri pun dibentuk. Setiap “divisi” kavaleri baru terdiri dari dua resimen kavaleri berkuda dengan masing-masing terdiri dari dua skuadron, satu resimen artileri berkuda dengan tiga batalion, satu batalion sinyal setengah bermotor, satu batalion pengintai lapis baja, dan satu pasukan zeni.
Peralatan artilerinya sendiri lebih lemah dibandingkankan dengan divisi kavaleri SS, semenjak hanya 24 mortir 105mm yang dialokasikan. Jumlah mortir 120mm-nya bertambah menjadi 24, dengan 30 buah mortir 81mm, 71 bazooka (Panzerfaust dan Panzerschreck), 39 buah senjata anti-tank 75mm atau 88mm, 347 senapan mesin ringan, 29 senapan mesin berat, dan 19 buah senjata anti serangan udara atau kanon otomatis 20mm. Korps kavaleri mengontrol penuh unit-unit kavaleri berkuda maupun mekanis, dan mereka menjalani pertempuran defensif yang berat selama berlangsungnya musim panas dan musim gugur 1944 di front timur. Pencapaian utamanya terletak pada kesuksesannya dalam melindungi sayap utara dari Tentara ke-2, yang menguasai wilayah penting di area Brest-Litovsk. Kemudian korps tersebut dipindahkan ke sektor yang lumayan sepi dari pertempuran jauh ke utara di bawah Tentara ke-4 dan kemudian, di awal tahun 1945, ke bagian barat Hungaria. Ketika perang berakhir, korps tersebut berada di Graz, dengan membawahi Divisi Kavaleri ke-2 dan ke-4, Divisi Panzer ke-23, dan Divisi Panzer-Grenadier SS ke-6.
Doktrin militer Jerman selalu menitikberatkan kepada upaya pengintaian yang kuat dan agresif oleh semua eselon sebagai dasar dari penempatan pasukan dan operasi selanjutnya. Hal tersebut dicapai dimulai dari pengintaian strategis jarak jauh oleh Luftwaffe dan unit-unit besar kavaleri dan bermotor, sampai patroli terus-menerus wilayah sekitar yang dilakukan oleh grup empat atau lima orang dari peleton senapan. Dalam perencanaannya untuk menghadapi Perang Dunia II, Komando Tinggi Jerman mengalokasikan batalion pengintaian organik penuh untuk setiap divisi, kecuali untuk pengamanan pantai dan divisi statis lainnya. Pengorganisasian batalion yang seperti ini adalah serupa di setiap divisi infantri Jerman dan tidak mengalami perubahan berarti sampai tahun 1943, hanya bahwa ada kecenderungan di unit-unit tertentu untuk mengganti kuda mereka dengan sepeda. Pada dasarnya, setiap batalion terdiri dari satu pasukan berkuda, satu pasukan sepeda, satu pasukan senjata berat, dan satu peleton yang mengurusi komunikasi. Pasukan berkudanya sendiri terdiri dari tiga peleton (masing-masing terdiri dari tiga skuad) dan seksi senapan mesin berat. Seksi ini diperlengkapi dengan 21 senapan mesin berat, dan setiap skuadnya mempunyai satu senapan mesin ringan. Kekuatan sumber dayanya adalah 205 orang, 213 kuda, dan tiga kereta yang ditarik kuda.
Pada tahun 1943 diperkenalkan tipe divisi infantri baru yang berkekuatan lebih kecil dari tipe sebelumnya, dan batalion pengintaian digantikan oleh unit kejut infantri yang lebih dikenal sebagai Fusilier Battalion. Satu kompi unit ini diperlengkapi dengan sepeda, sementara sisanya oleh kuda. Mereka biasa berfungsi baik sebagai elemen pengintai divisi, maupun sebagai batalion cadangan untuk tiga resimen infantri, yang kini masing-masing hanya terdiri dari dua batalion. Dirasa masih belum cukup praktis, orang-orang Jerman bahkan mencoba untuk bereksperimen dengan susunan divisi yang lebih kecil lagi, meskipun kemudian unit kejut infantri dikembalikan pada bentuk dan kekuatannya sesuai dengan tipe divisi Jerman di tahun 1945, dengan ditiadakannya kuda sehingga seluruh batalion (kecuali elemen senjata berat) bergerak dari satu front ke front lain dengan sepeda. Penggunaan batalion pengintai dari divisi mengacu pada prinsip umum dari taktik kavaleri modern. Unit-unit ini dipergunakan dengan mahir dan secara agresif untuk pengintaian tandingan, pemindaian, proteksi sayap, dan pelindung gerak mundur.
Meskipun bukan menjadi bagian dari cabang kavaleri itu sendiri, tapi peleton penunggang kuda di kompi markas di setiap resimen infantri Angkatan Darat Jerman digunakan sebagai pasukan pelopor dari gerak maju resimen, untuk pengintaian sebelum dan selama pertempuran, dan juga untuk tujuan pemindaian dan perlindungan. Peleton ini terdiri dari tiga regu, seksi markas, dan sebuah kereta kuda, dengan personil sebanyak 31 orang dan 31 kuda. Dalam operasi-operasi akhir perang selanjutnya, beberapa kuda peleton digantikan oleh sepeda, dan penggantian seperti ini berlangsung di semua divisi Volksgrenadier di tahun 1945.
KESIMPULAN
Sudah dijelaskan secara terinci bahwa inti sebenarnya dari Angkatan Darat Jerman adalah kendaraan yang ditarik oleh kuda, dan ini akan terus berlanjut selama belum tersedianya cadangan bahan bakar minyak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin perang yang digerakkan olehnya. Hal ini terus menjadi masalah yang memusingkan Hitler dan jenderal-jenderalnya, bahkan setelah ladang minyak Kaukasus berhasil dikuasai oleh Wehrmacht. Kapasitas produksi otomotif juga mempunyai pengaruh terhadap tingkat motorisasi mesin perang Jerman, bahkan tanpa perlu dipengaruhi oleh perang sekalipun. Garis besarnya, dalam sebuah negara dan ekonomi seperti Jerman, adalah mustahil untuk dapat menandingi Amerika Serikat dalam skala penyediaan mesin perang bermotornya. Produksi besar-besaran dengan kecepatan yang juga luar biasa dengan biaya yang ekonomis tak pernah nampak di Jerman, seperti di Amerika adalah hal yang biasa.
Faktor ekonomi, diperburuk lagi oleh pengaruh pemboman udara, juga memainkan peran penting dalam pembentukan pasukan kavaleri independen di akhir-akhir perang. Kuda kini berperan kembali dalam kancah peperangan, semata dengan alasan bahwa ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh situasi perang yang makin memburuk. Yang jadi pertanyaan adalah : seberapa strategis keputusan ini dalam mempengaruhi situasi di medan perang? Jawabannya masih simpang siur. Penghentian sekolah kavaleri, kegagalan dalam melatih perwira kavaleri baru yang sesuai standar, dan ditinggalkannya secara kasat mata GHQ kavaleri berkuda selama tahun-tahun pertama yang penuh kemenangan, semuanya memperlihatkan bahwa para petinggi Jerman tidak lagi tertarik untuk menggunakan kavaleri sebagai unit yang berdiri sendiri. Situasi di medan perang, seperti yang telah kita ketahui, kemudian membuat mereka berubah pikiran kembali.
Sementara kavaleri Soviet, yang telah mengalami pukulan hebat di awal-awal perangnya melawan Jerman, secara cepat diorganisasi kembali dengan penyesuaian doktrin, taktik dan teknik untuk menghadapi sang penyerbu. Kembali ke pihak Jerman. untuk pembentukan unit kavaleri independen, Wehrmacht merasa terbantu terutama di wilayah-wilayah beroperasinya para partisan (Balkan dan Rusia). Himmler, dalam pidatonya yang penuh percaya diri di bulan Oktober 1943, menekankan bahwa “perbatasan yang mobil” dapat langsung diterapkan segera setelah permusuhan terbuka diakhiri. Para pemuda Jerman akan dilatih secara intensif bagaimana cara memperlakukan penduduk jajahan plus “orang-orang barbar di antaranya”. Situasi seperti itu akan membutuhkan pasukan kavaleri yang kuat dan berdiri sendiri, demi menjelajahi sebagian besar wilayah tanpa jalan memadai di padang-padang stepa. Himmler juga mungkin percaya bahwa kuda lebih cocok untuk pekerjaan para pemuda Jerman seperti ini bila dibandingkan dengan kendaraan bermotor yang sering mogok. Bisa dilihat bahwa Himmler akan menggunakan kavaleri untuk tujuan pasif saja, berlawanan dengan fungsi biasanya sebagai ujung tombak dalam pertempuran (model lama).
Pelajaran yang diambil Jerman dari penggunaan kuda sebagai alat transportasi dan di unit-unit kavaleri sederhana saja. Bila unit berkuda hadir, mereka akan menjadi dasar yang dapat secara cepat dikembangkan apabila kondisi ekonomi dan wilayah tertentu memang menuntut penggunaan binatang dalam jumlah besar. Tampaknya tak ada aturan penentuan waktu yang jelas dimana unit-unit berkuda ini dibutuhkan oleh Angkatan Darat, karena kebutuhannya didasarkan pada perkiraan ekonomi, kondisi wilayah, juga kemampuan pasukan. Dari pengalaman yang didapat oleh Jerman dan negara-negara asing lainnya, telah nyata bahwa kuda dapat diterjunkan dalam segala medan dan cuaca. Penggunaannya tak pernah menjadi suatu kerugian buat Jerman, dan sesuai pula dengan tradisi kavaleri Jerman dengan mottonya “Surga dunia berada di punggung kuda”!
Sumber :
www.horsesoldier.wordpress.com
1 comment:
Pasukan Jerman hebat dalam serangan mendadak, pasukan berkuda bagian dari serangan kilat
Post a Comment