Saturday, December 12, 2009

Penculikan Komandan Jerman di Pulau Kreta, Generalmajor Heinrich Kreipe!

Heinrich Kreipe dalam pose 'gagah' sebelum diculik, lengkap dengan Ritterkreuz kebanggaannya. Kreipe sendiri merupakan seorang pahlawan perang, dan dia menerima Ritterkreuz tanggal 13 Oktober 1941 dalam Operation Barbarossa ketika pangkatnya masih Oberstleutnant


Markas besar pasukan pendudukan Jerman di Kreta yang terletak di Achanes. Dalam perjalanan dari markas besar ke villanya lah jenderal Kreipe diculik oleh komando Inggris dan para Partisan lokal


Peta yang memperlihatkan lokasi-lokasi penting upaya penculikan jenderal Kreipe, dilihat dengan menggunakan Google Earth. Tadinya yang mau diculik adalah Generalleutnant Friedrich-Wilhelm Müller, penguasa Kreta sebelum Kreipe yang terkenal kejam. Tapi kemudian beberapa hari sebelum penculikan dilaksanakan, terjadi mutasi jabatan. Kreipe lah yang kemudian ketiban apes!


Achtung! Ini bukanlah foto para prajurit Jerman dengan pakaian tropis mereka, melainkan komando Inggris yang menyamar menjadi Feldgendarmerie demi melancarkan jalan menculik jenderal Kreipe. Disini adalah dedengkot penculikan tersebut : Patrick 'Paddy' Leigh Fermor (kiri) dan Billy Moss


Inilah jenis kapal yang digunakan untuk membawa para penculik dari Afrika ke Kreta, dan juga sebaliknya


Momen menentukan ketika para komando Inggris di bawah pimpinan Leigh Fermor dengan memakai seragam Jerman, menculik "penguasa" Kreta, Generalmajor Heinrich Kreipe


Para penculik membawa jenderal Kreipe ke tempat-tempat yang diperkirakan tak akan ditemukan oleh tentara Jerman yang mencarinya, termasuk di antaranya ke puncak gunung Ida seperti dalam foto di atas (Kreipe sendiri adalah orang nomor dua dari kiri/depan)


Berita tentang diculiknya jenderal Kreipe, yang dibuat dalam dua bahasa : Jerman dan Yunani


Foto Heinrich Kreipe dalam tahanan Inggris tak lama setelah tiba dari Kreta bersama penculiknya. Yang menarik adalah, meskipun dia notabene pangkatnya "baru" Generalmajor, tapi seragamnya adalah seragam Generlfeldmarschall (perhatikan collar tabnya!), sebagai pertanda bahwa di akhir perang ketidakseragaman dalam hal pakaian adalah sesuatu yang biasa terjadi


Agar bisa saling mendengar, keempat awak harus berteriak keras untuk mengatasi raungan mesin pesawat terbang. Tetapi bukan hanya itu mereka lebih suka diam. Benak mereka dipenuhi bayangan misi nekad yang dibebankan ke pundak mereka. Adakah peluang keberhasilan di dalam tugas yang tengah mereka jalankan? Selama satu jam terakhir mereka duduk berhimpitan, kedinginan. Dan bencana seolah melintas di depan mata, ketika di dalam cuaca yang sangat buruk pesawat melintasi Mediterania dari arah Bardia.


Ketika itu 4 Februari 1944, malam hari. Tujuan mereka adalah Pulau Kreta. Mereka mengemban tugas menculik Generalalleutnant Friedrich-Wilhelm Müller (pangkat terakhir General der Infanterie), yang sangat dibenci oleh penduduk pulau itu karena sikapnya yang brutal dalam menjalankan pemerintahan. Dan penculikan dilakukan bukan hanya untuk menurunkan semangat serta gengsi pasukan Jerman yang menduduki pulau itu, tetapi sekaligus untuk menyesatkan Staf Jenderal Jerman mengenai keberadaan Sekutu di Balkan.


Sekilas para penumpang Wellington itu tidak mengesankan suatu tim. Pemimpin mereka, Patrick Leigh Fermor, baru berusia 20 tahun, namun pangkat yang disandangnya cukup mentereng : Mayor. Sebagai wakil komandan, Fermor memilih Kapten Stanley Moss yang dua tahun lebih muda dari dirinya. Anggota unit komando adalah rekan sebaya mereka yang berkulit agak gelap, yaitu Monoli Pateakis dan Georgi Tyrakis, keduanya berkebangsaan Yunani, agen SOE, Pelaksana Operasi Khusus.


Di bawah mereka terhampar Pulau Kreta; panjangnya 260 kilometer dan lebarnya 60 kilometer. Jajaran bukit curam di pulau itu penuh dengan ratusan gua, sangat sesuai untuk dijadikan tempat perlindungan bagi para gerilyawan, yang bertempur melawan Jerman atas instruksi yang diberikan Inggris.


“Bersiaplah untuk melompat!” terdengar perintah. Cahaya berwarna hijau menyala. Ketika pintu mulai dibuka, deru mesin terdengar memekakkan telinga. Parasut telah dipasang dan pemimpin regu yang masih belia merunduk di pintu keluar, siap untuk diterjunkan. Namun gumpalan kabut membuat pilot menemui kesulitan mencari Dataran Lasiteri, medan penerjunan. Dataran yang terletak di tengah daerah gunung terpencil ini dikenal penduduk setempat sebagai “lembah seribu kincir angin”.


Begitu terlihat celah di antara gumpalan kabut, seseorang menepuk bahu Leigh Fermor. Ia pun segera melompat ke bawah. Seperti sebuah batu ia jatuh. Tubuhnya tersentak keras ketika parasutnya mengembang, kemudian melayang di udara, lalu turun dengan lembut menuju “seribu kincir angin”. Panitia penyambutan yang terdiri atas para gerilyawan telah menunggu di bawah. Dengan cemas matanya mencari-cari tanda penerjunan lain, namun tak satupun terlihat. Kabut pekat telah turun. Meski telah dicoba berulang kali, pilot tak dapat menjatuhkan tiga agen lainnya.


Sementara itu, gerilyawan membawa Leigh Fermor ke sebuah dangau. Sepanjang malam ia menanti rekan-rekannya serta perbekalan yang masih ada di pesawat. Penantiannya sia-sia. Kendati beberapa minggu telah berlalu, kabut pekat masih saja menghalangi sinar sinyal gerilyawan, sebelum upaya pendaratan yang berikut dilakukan. Suatu kali pilotnya bahkan harus kembali. Setelah dua bulan menunggu, Leigh Fermor menerima kabar bahwa rekan-rekannya akan diterjunkan dari sebuah perahu motor Inggris yang diluncurkan dari pantai selatan pulau itu. Maka, bersama-sama dengan sejumlah gerilyawan ia berangkat menjemput mereka.


Setelah dua hari melakukan pendakian yang sulit dan penuh bahaya, mereka tiba di puncak yang menghadap pantai. Mereka turun sepanjang beberapa kilometer menuju ke pantai yang tersembunyi di balik gugusan batu karang, menunggu kedatangan kapal. Baru beberapa minggu sebelumnya, pantai itu dikotori oleh ranjau darat. Namun para penyapu ranjau secara perlahan berhasil membersihkan pantai. Tinggal pengawas pantai Jerman, satu-satunya bahaya yang harus mereka hadapi.


Cuaca gelap pekat menghampar di sepanjang pantai. Beberapa menit kemudian muncul sebuah sampan kecil, dengan tiga orang penumpang. Setelah hangat berpelukan, salah seorang agen yang baru datang mengatakan bahwa jenderal Müller, sasaran misi, telah meninggalkan pulau itu dua hari sebelumnya. Tugas baru mereka adalah menculik Generalmajor Heinrich Kreipe yang baru dipindahkan ke Kreta dari garis depan Rusia. Malam itu juga mereka melintasi gunung menuju desa Kastamonitza, dan menginap di rumah salah seorang petani setempat. Menjelang fajar menyingsing mereka menuju ke suatu tempat dibalik punggung bukit dan menghabiskan hari pertama mereka disana. Setelah melakukan perjalanan meletihkan tak kurang dari lima jam, dengan lahap mereka menyantap daging, kemudian merebahkan tubuh dan terlelap hingga petang.


Perjalanan malam di hari kedua membawa mereka ke Skonia. Di tempat itu mereka disambut oleh sebuah keluarga petani. Mereka duduk menghadapi meja penuh makanan, anggur, dan duzo (sejenis tuak yang sangat keras). Menurut kebiasaan lama Yunani, siapa saja akan menenggak minuman setiap kali seseorang mengangkat gelas. Mereka benar-benar tenggelam dalam suasana pesta yang meriah dan mengasyikkan. Penduduk desa tampaknya menyukai kehadiran mereka. Seorang demi seorang datang menggabungkan diri. Di antara mereka ada dua orang polisi desa, yang menawarkan bantuan dan jasa baik.


Setelah tidur sejenak, menjelang pukul 10 malam mereka keluar. Yang dituju adalah desa Kastamonitza. Mereka tiba sekitar dinihari. Sambutan yang mereka terima jauh berbeda. Sekalipun makanan yang dihidangkan cukup layak, namun tidak seperti di Skonia, penduduk Kastamonitza meniadakan acara minum-minum. Beberapa anggota keluarga berjaga-jaga di pekarangan rumah, sementara pintu dan jendela ditutup rapat-rapat. Tindakan kewaspadaan yang sepatutnya dilakukan, karena Kastamonitza penuh dengan tentara Jerman. Beberapa waktu sebelumnya mereka mendirikan rumah pemulihan kesehatan di desa itu.


Hari berikutnya, Micky Akaumianos, kepala agen SOE di Kreta, tiba dengan kendaraan bermotor dari ibukota Heraklion dengan membawa setumpuk kertas dan sejumlah paspor. Bersama Leigh Fermor ia bermaksud pergi ke Heraklion untuk dapat mengenal medan pulau dan menyusun rencana penculikan. Moss dan sekelompok gerilyawan mulai mendirikan markas besar di perbukitan di atas desa itu.


Micky dan Leigh Fermor menyamar sebagai petani. Di antara tumpukan hasil pertanian dan kawanan ternak, kedua agen itu dapat menyelinap dalam bis yang sarat penumpang. Mereka tiba di Heraklion tanpa perlu menunjukkan paspor. Kemudian mereka berjalan sejauh tujuh kilometer menuju Knossos, lokasi kediaman komandan Jerman di pulau itu. Melihat situasi Villa Ariadne yang sedang dibangun oleh arkeolog Arthur Evans dan kini ditempati jenderal Kreipe, perasaan gentar seketika muncul. Di depan mata berdiri sebuah bangunan berpagar kawat berduri, dan diperkuat dengan beberapa lapis pos penjagaan. Semua penjaganya yang hilir mudik berpatroli tampaknya sangat berpengalaman dalam menggunakan pistol otomatik yang tergenggam erat di tangan mereka. Leigh Fermor menyadari, mencoba menyerbu langsung ke villa itu adalah tindakan gila. Mereka harus mencari cara lain yang tidak dapat diduga musuh.


Keduanya tinggal bersama orangtua Micky yang menetap di daerah pertanian dekat Villa Ariadne. Dari sana mereka bisa mengawasi Villa dan mencatat gerak-gerik penjaganya. Kemahiran Leigh Fermor berbahasa Yunani dan Jerman merupakan salah satu alasan mengapa ia dipilih sebagai salah seorang anggota misi. Dalam buku catatannya, Micky Akaumianos menulis, “Dari rumah orangtuaku kami terus memantau dan mengamati kebiasaan jenderal serta siapa yang keluar masuk villa. Kami menghabiskan beberapa malam di luar rumah untuk menjajagi semua rincian rencana kami, juga mengadakan hubungan dengan beberapa staf militer jenderal Kreipe, untuk sebanyak mungkin mengorek keterangan mengenai kegiatan sang jenderal.” Menurut rencana, penculikan dilakukan pada saat jenderal Kreipe pulang malam dari markas besar militernya atau di mess perwira di Ano Archanes, 20 kilometer dari Villa Ariadne.


Setelah berjalan beberapa waktu, Moss dan rombongannya mencapai persembunyian mereka, gua di lereng gunung curam di atas Kastamonitza. Dari gua itu mereka bisa melihat dengan baik di sekeliling desa. Sekalipun lebar gua hanya beberapa meter dan tingginya semeter lebih sedikit, tempat itu bisa melindungi mereka dari tiupan angin gunung yang dingin menggigit. Sebuah sungai kecil di dekat gua menyediakan air segar yang cukup bagi mereka. Di samping sejumlah minuman anggur, keju dan susu domba serta susu sapi melengkapi perbekalan mereka. Semua itu disediakan oleh para pemandu jalan, orang-orang bermata liar yang membalut tubuh mereka dengan kulit domba.


Leigh Fermor dan Akaumianos bergabung dengan Moss dan rombongannya di gua itu pada minggu Paskah. Keduanya segera memaparkan rencana mereka sampai yang sekecil-kecilnya. Penculikan akan dilaksanakan di lingkungan tajam, tempat bertemunya jalan dari Ano Archanes dengan Knossos-Heraklion. Sedemikian tajamnya tikungan, sehingga setiap mobil yang datang dari arah Ano Archanes harus mengurangi kecepatan, selambat langkah orang berjalan. Menurut rencana, Leigh Fermor dan Moss akan mengenakan seragam polisi militer Jerman, yang didapat oleh Akaumianos dari sumber yang dirahasiakan. Ia sendiri akan memasang perintang jalan untuk menghentikan mobil jenderal. Mereka kemudian akan mengikat sang jenderal dan menaruhnya di belakang, lalu menjalankan mobil hingga melewati pos penjagaan. Moss akan mengambil alih kemudi, sedangkan Leigh Fermor akan duduk di sebelahnya dan mengenakan topi jenderal. Mobil Opel mereka kemudian akan mereka tinggalkan di pegunungan. Perjalanan akan diteruskan dengan berjalan kaki hingga ke pantai Selatan. Di tempat itu sebuah perahu motor Inggris telah menunggu. Keberhasilan rencana sederhana itu selain bergantung pada pengambilan waktu yang cepat dan tepat, juga sangat ditentukan oleh nasib baik.


Sebelumnya mereka membuat kesepakatan dengan Bourdzalis, seorang pemimpin gerilyawan. Bersama sejumlah anak buahnya, ia akan membantu mengawasi setiap patroli Jerman yang kebetulan nyasar ke lokasi penculikan. Mereka adalah gerombolan orang gunung kasar dan tak kenal disiplin, yang membawa senapan karatan. Agaknya senjata-senjata itu pernah digunakan oleh ayah-ayah mereka semasa berdinas di ketentaraan.


Malam itu mereka meninggalkan gua untuk terakhir kali menuju Skalani, sebuah desa lima kilometer dari tempat yang ditetapkan untuk penculikan. Namun Bourdzalis dan orang-orangnya yang ditempatkan dalam sebuah gubuk rusak milik petani anggur, tak dapat dibujuk untuk tetap menyamar, dan tetap berkeras untuk menjelajahi seluruh pelosok desa. Kehadiran mereka segera diketahui penduduk setempat. Dengan berat hati Leigh Fermor terpaksa membatalkan kesepakatan mereka, khawatir Jerman akan bersiaga.


Jam 9.30 malam 24 April 1944, Leigh Fermor bersama Moss menunggu di dalam parit di tikungan tajam jalan Ano Archanes. Keduanya mengenakan seragam polisi militer Jerman (Feldgendarmerie), sementara rambut pun dipangkas khas model serdadu Jerman. Beberapa ratus meter dari jalan itu, Micky Akaumianos dan gerilyawannya telah menunggu. Mereka harus secepatnya memberi isyarat kepada agen Inggris yang hendak menculik Kreipe dan mengawasi kendaraan apa pun yang mungkin akan menggunakan jalan itu pada saat penyergapan. Seutas tali direntangkan dan diikatkan pada sebuah bel kecil di samping kedua agen Inggris, sehingga menjadi sistem peringatan yang sederhana namun cukup bisa diandalkan. Hati Leigh Fermor dan Moss tersentak ketika bel tiba-tiba berdering. Secepat kilat mereka melompat ke selokan untuk memasang lampu merah dan rambu-rambu tanda berhenti.


Sepanjang siang, Generalmajor Heinrich Kreipe sibuk mengunjungi unit-unitnya yang tersebar luas, dan melewatkan sore harinya dengan santai di klub perwira. Saat itu ia menyandarkan tubuh di jok belakang Opelnya. Sepucuk pistol otomatik tergeletak di sampingnya. Dalam catatan ia menulis, “Tiba-tiba sinar merah muncul dalam kegelapan malam di depan kami, ketika mobil mendekati tikungan.”


“Apakah saya harus menghentikan mobil, herr general?” tanya Albert, supirnya.


Kreipe melihat dua orang Feldgendarmerie berpangkat Gefreiter (Kopral) berdiri di tengah jalan sambil melambaikan tangan. “Berhenti,” perintahnya kepada Albert.


Salah seorang Gefreiter Feldgendarmerie itu mengatakan bahwa ia ingin melihat surat jalan.


Kreipe berkata, “Tak tahu-menahu tentang itu.”


“Kalau begitu, ucapkan kata sandi.”


‘Tetapi kemudian saya melakukan tindakan yang sangat bodoh,’ lanjut sang jenderal dalam catatannya. ‘Saya keluar dari mobil dan berkata, “Kalian dari satuan apa? Tidakkah kalian mengenal jenderal kalian?” Leigh Fermor, dalam penyamaran Jermannya, menyahut, “Herr general, anda kini menjadi tawanan Inggris.”


Kreipe merogoh sakunya untuk mengambil pistol, tetapi segera dicegah Georgi. Manoli lalu mengikat tubuh sang jenderal dan memasukkannya ke jok belakang. Kedua agen SOE itu ikut melompat ke dalamnya. Georgi menghunus pisau dan menempelkannya ke tenggorokan Kreipe. Kreipe sepenuhnya menyadari bahwa orang Yunani itu tak akan ragu menggunakan senjatanya bila ia mencoba lari atau berteriak. Moss segera memegang kemudi, sementara Fermor yang duduk di sampingnya cepat-cepat mengenakan topi Kreipe. Mobil dilarikan menuju Heraklion. Akaumianos dan orang-orangnya, bersama Albert supir Kreipe, berangkat ke arah yang berlawanan.


Penculikan itu sendiri berjalan mulus. Namun, tugas yang paling sulit telah pula menunggu. Mereka harus berhasil lolos dari pos pemeriksaan Jerman dan sejumlah perintang jalan. Mereka segera menambah kecepatan ketika melewati istana Knossos dan Villa Ariadne, hingga akhirnya tiba di tepi Heraklion. Nasib baik memihak mereka. Para penjaga segera menepi dan memberi hormat. Siapa yang sangsi bila melihat mobil mengibarkan panji-panji sang jenderal?


Selanjutnya dalam catatannya Kreipe menulis, “Saya tahu bahwa di Heraklion terdapat sejumlah pos pemeriksaan, namun ketika itu tampaknya hanya satu yang benar-benar siaga.”


Sampai di persimpangan jalan Rethumon, Moss dan dua rekan Yunaninya segera memerintahkan Kreipe keluar dari mobil dan berjalan ke Anoya. Leigh Fermor mengambil alih kemudi dan menjalankan kendaraan itu sejauh dua kilometer menuruni jalan menuju ke pantai. Dari tempat ini, sebuah kapal selam Inggris baru saja menembaki lapangan udara di Heraklion. Leigh Fermor meninggalkan mobil itu berikut sebuah surat dalam bahasa Inggris dan Jerman yang mengatakan bahwa para komando Inggris telah menculik jenderal Kreipe tanpa bantuan penduduk Kreta, dan membawa sang jenderal ke Kairo. Agar lebih mengesankan, Leigh Fermor juga meninggalkan baret komando hijau, sejumlah puntung rokok Player’s dan sebuah novel Agatha Christie! Kemudian ia berangkat menemui Moss di Anoya. Esok harinya siaran luar negeri BBC menyiarkan sebuah berita mengejutkan: “Jenderal Kreipe sedang menuju Kairo.”


Di Villa, seluruh staf jenderal mulai gelisah ketika menjelang fajar Kreipe belum juga kembali.


Tanda bahaya akhirnya dibunyikan setelah para petugas di klub perwira menegaskan bahwa Kreipe telah meninggalkan tempat tersebut pukul 9 malam sebelumnya. Tak kurang dari 30 ribu tentara dikerahkan untuk melakukan pembersihan di seluruh pulau. Pesawat pelacak Fieseler Storch menjelajahi gunung-gunung dan tempat-tempat yang sering didatangi gerilyawan. Selebaran segera dicetak dan disebarkan ke segenap penjuru pulau. Isinya:


Achtung! Kepada segenap penduduk Kreta

Semalam sejumlah bandit telah menculik jenderal Kreipe. Diperkirakan ia kini disekap di suatu tempat di pegunungan, kendati lokasinya belum dapat dipastikan. Bila dalam tiga hari mendatang jenderal belum juga dilepaskan, maka desa pemberontak di sekitar Heraklion akan diratakan. Tindakan paling keras akan dikenakan atas penduduk sipil yang dicurigai ikut terlibat dalam kejahatan ini.


Sore harinya mereka menemukan Opel yang sengaja ditinggalkan di pinggir laut. Isi surat ternyata serupa dengan siaran BBC. Ini membuat mereka sadar bahwa segala-galanya telah terlambat. Maka esok paginya perintah pembersihan ditarik kembali. Tetapi hari berikutnya, intelijen Jerman di pulau itu menerima laporan dari seorang agennya bahwa Kreipe masih berada di Kreta, ditahan gerilyawan. Pencarian kembali dilakukan. Kali ini tenaga yang dikerahkan bahkan lebih dilipatgandakan!


Moss dan rombongannya menetapkan Anoya sebagai tempat pertemuan mereka dengan Leigh Fermor. Perjalanan menuju Anoya bergelombang, seperti yang dilukiskan jenderal Kreipe dalam tulisannya, “Selama beberapa hari, siang dan malam, kami berjalan melintasi daerah perawan. Pada waktu terang, kami tinggal di gua atau tempat persembunyian dalam hutan. Tanahnya berbatu-batu. Tentu saja tak ada jalan setapak, sehingga perjalanan yang kami tempuh benar-benar sangat sulit.”


Ketika kemudian mercu suar memperlihatkan sinar isyarat di dekat pegunungan pada saat mereka mendekati Anoya, Moss memutuskan untuk langsung menuju gubuk bobrok. Di tempat itu Leigh Fermor menunggu. Menjelang kedatangan Mos, Manoli diminta pergi ke desa, melihat-lihat. Ketika ia kembali rombongan baru saja tiba dan sedang bersiap untuk makan pagi. Jerman telah menduduki Anoya. Mereka juga menyebar tentara untuk menyisir seluruh perbukitan.


Pendakian yang sangat meletihkan itu membuat sang jenderal yang sudah tua sempoyongan. Dengan nafas tersengal-sengal ia ambruk di atas bebatuan licin dan terjal. Maka Moss dan Manoli bergegas menyeret Kreipe agar mereka segera tiba di gubuk gembala yang dibuat dari batu bersusun, mirip sarang lebah. Di tempat itu seorang penggembala telah menyediakan daging domba bakar dan minuman anggur. Mereka kemudian merebahkan tubuh di sekeliling api unggun kecil di tengah gubuk. Asap yang tak dapat lolos dari lubang-lubang atap benar-benar menyebabkan mata mereka perih. Sekalipun demikian mereka mencoba untuk sejenak beristirahat melepas lelah.


Ketika fajar menyingsing, mereka berjalan beriringan menuju ke selatan. Mereka bermaksud menemui empat orang Kreta yang ditugasi membawa Albert, supir sang Jenderal. Namun lelaki muda berkebangsaan Jerman itu tak terlihat ketika sore harinya rombongan Moss bertemu dengan mereka. Orang-orang Kreta itu mengatakan bahwa Albert tewas tertembak ketika penculikan terjadi. Baru beberapa tahun kemudian terungkap kejadian yang sebenarnya: Albert ditikam hingga tewas oleh orang yang menawannya. Mayatnya disembunyikan di bawah onggokan bebatuan.


Perjalanan ke selatan diteruskan hingga 30 April. Setelah berjalan kaki beberapa lama, akhirnya mereka tiba di gunung Ida. Karena gerakan pembersihan ditingkatkan, maka para penculik terpaksa mengendap-endap di belakang batu-batu agar tak terlihat oleh pesawat-pesawat pelacak Fieseler Storch. Jalan setapak semakin curam dan sulit dilalui. Apalagi beban bertambah karena mereka harus memapah sang jenderal. Setiap kali mereka harus berhenti selama beberapa menit untuk beristirahat. Sementara itu hawa terasa dingin menggigit, dan air beku yang licin membuat mereka beberapa kali tergelincir. Titik-titik air es serasa mengiris wajah-wajah mereka yang letih, ketika akhirnya mereka tiba di puncak yang bersalju.


Ketika jalan mulai menurun, setelah tenaga nyaris terkuras habis, rombongan melihat kilatan sinar mercu suar semakin dekat. Untuk memburu para penculik, Jerman telah menyebar tentaranya dalam satuan-satuan kecil, yang ditugasi melakukan pendakian secara lebih terarah. Pemandu para penculik, penggembala setempat, membawa mereka ke gua stalaktit yang berkelok-kelok menyesatkan.


Mereka berkumpul di tempat itu sepanjang malam, sementara tentara Jerman berada di dalam jarak pendengaran. Esok paginya, ketika hari masih berkabut, mereka merayap keluar. Seorang kurir tergopoh-gopoh membawa pesan, bahwa tentara Jerman mengejar ke selatan dan kini mereka menyeberang di sepanjang pantai pulau itu. Dengan segera rombongan meneruskan perjalanan. Setelah berjam-jam melakukan pendakian berat, mereka tiba di tempat yang telah disepakati bersama, yaitu gubuk gembala di lereng Gunung Ida. Pesan yang mereka dapatkan dari perangkat komunikasi gerilyawan mengatakan bahwa mereka dilarang turun.


Kreipe menuliskannya secara jelas di dalam buku hariannya, “Saya benar-benar kagum melihat betapa sempurnanya jaringan komunikasi mereka bekerja. Para gerilyawan selalu bisa menghubungi para penculik sepanjang perjalanan mereka menuju ke pantai selatan dan secara rutin mereka juga bisa menghubungi Kairo lewat radio.”


Selama beberapa hari tinggal di gubuk gembala, datang lagi kurir yang membawa berita radio dari Kairo, mengabarkan bahwa seregu komando akan didaratkan di pantai selatan di suatu malam dalam empat malam berikutnya, dengan tugas memperlancar perjalanan para penculik. Pada saat itu mereka hanya membutuhkan waktu beberapa jam menuju pantai, tinggal perjalanan menuruni bukit. Diputuskan untuk berangkat menjelang petang menuju suatu tempat di sekitar pantai yang telah ditetapkan untuk meloloskan diri. Di tempat itu mereka akan menunggu kedatangan pasukan komando Inggris. Namun belum lagi mereka berangkat, datang pula pesan baru: Jerman telah mendaratkan sekitar 200 serdadu di lokasi pantai pelolosan diri, dan menutup rapat wilayah itu. Di antara para gerilyawan, rupanya terdapat seorang informan yang menyusup!


Dengan menyamar sebagai petani, Leigh Fermor dan Georgi berangkat saat itu juga untuk menghubungi operator radio SOE terdekat. Kairo harus segera diberitahu bahwa unit komando sedang berlayar menuju perangkap!


Para penculik memutuskan, Moss dan rombongannya akan membawa jenderal ke arah barat, menyusuri pantai mencari lokasi yang tak terjaga. Kemudian mereka akan mengirimkan pesan kepada Leigh Fermor, yang akan meneruskannya lewat radio ke Kairo mengenai posisi penjemputan yang baru. Sementara itu terdengar berita bahwa regu pencari Jerman dalam jumlah tak terhitung tengah menyisir daerah lembah. Itu berarti jalur penculik ke arah barat sama sekali tertutup. Hal itu menyebabkan Moss dan rombongannya tetap tinggal di persembunyian sepanjang siang dan malam harinya. Keadaan mereka benar-benar semakin sulit. Mereka harus dapat mencari jalan meloloskan diri sebelum pasukan Jerman berhasil mengepung. Usaha mereka tidak sia-sia. Setelah menempuh perjalanan malam yang mendebarkan, dan berulang kali bermain petak umpet dengan pasukan pencari Jerman, beberapa jam kemudian mereka tiba di yerakari, sebuah desa sepi di kaki gunung Ida. Karena selain kondisinya sangat payah ia juga tak terbiasa menempuh perjalanan berat, jenderal Kreipe tak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Ia terpaksa dinaikkan ke punggung bagal. Sekali lagi mereka terpaksa mendaki gunung menuju ke sebuah pedesaan. Disana mereka akan menunggu Leigh Fermor yang sewaktu-waktu akan menghubungi mereka. Namun harapan akan semakin memudar karena sementara itu juga tentara Jerman semakin mendekat.


Esok harinya Leigh Fermor dan Georgi tiba. Mereka mengatakan bahwa satu-satunya pantai yang masih dalam keadaan “bebas” adalah Rodakino. Kairo sudah dihubungi dan sebuah perahu motor telah diberangkatkan untuk menjemput mereka pada tanggal 14 Mei 1944 jam 10 malam.

Para penculik segera meninggalkan persembunyian mereka, lalu menuruni bukit yang curam menuju Rodakino. Tiba di tempat yang terdiri dari serpihan batu yang mudah longsor, kaki bagal tersandung. Maka sang jenderal pun jatuh terjungkal. Bahu kanannya patah!


Karena harus memberikan perawatan seperlunya, maka waktu pun terbuang percuma. Keadaan semakin kacau balau. Sekalipun demikian mereka memutuskan untuk meneruskan perjalanan, tak lagi mempedulikan apakah mereka akan berhasil tiba di pantai atau tidak.


Mungkin saja perahu motor itu telah menunggu. Tetapi perairan di dekat pantai mungkin juga telah dipadati patroli Angkatan Laut Jerman, dan tentunya mereka akan memergoki perahu motor tersebut. Dengan pertimbangan inilah mereka mengambil rute panjang melewati pegunungan untuk menghindari jerat yang ditebarkan pasukan Jerman di sepanjang pantai. Berkat informasi yang diberikan pihak gerilyawan, mereka dapat selalu mengetahui posisi lawan.

Menjelang petang esok harinya, dengan menyeret kaki yang letih, sekali lagi mereka menuruni tebing terjal menuju pantai tempat meloloskan diri. Namun keadaan pantai batu kerakal tampaknya tak memungkinkan mereka untuk mendekat tanpa menimbulkan suara. Bahkan ketika kemudian terdengar deru perahu motor, mereka sempat merasa ragu. Benarkan itu perahu yang mereka tunggu? Bagaimana kalau milik tentara Jerman? Sesaat kemudian mereka mendengar langkah-langkah mendekat. Dan tiba-tiba saja di depan mereka tampak wajah-wajah hitam legam. Tentara komando Inggris!


“Mayor Leigh Fermor?”


Tanpa membuang waktu mereka cepat-cepat berlari menuju sampan kecil yang segera dipacu menuju perahu motor yang telah menunggu. Segera setelah rombongan berada di dalamnya, perahu itu pun segera melaut menuju Mesir. Dan kendati gelombang seakan mengamuk, komandan memerintahkan anak buahnya untuk memacu kapal dengan kecepatan penuh, agar musuh tak dapat lagi melakukan pengejaran.


Leigh Fermor hampir tak bisa mempercayai suksesnya melaksanakan penculikan yang sulit diterima akal itu. Demikian pula halnya dengan para perwira senior yang menghadiri pesta di Marsa Matruh. Generalmajor Heinrich Kreipe akhirnya dimasukkan ke kamp tawanan perang dekat Calgary, Rocky Mountain, Kanada. Di tempat itu ia menghabiskan waktu hingga perang usai.


Pengalamannya ini ia ungkapkan di dalam tulisannya, “Tatkala kami mendarat di Marsa Matruh, Afrika, saya diterima oleh Kolonel Bamfield, komandan pasukan komando. Ia memperlakukan saya dengan sangat baik dan senantiasa berusaha memberikan bantuan yang saya butuhkan. Meski demikian, bayangkan saja, selama dua minggu penuh saya tidak mempunyai sapu tangan bersih kalau saya tidak mencucinya sendiri!”



Sumber :

www.specialcamp11.fsnet.co.uk

www.gmic.co.uk

www.agora-dialogue.com

www.illmetbymoonlight.info

www.my-crete-site.co.uk

www.kreta-wiki.de

Buku "I'll Met By Moonlight" oleh Billy Moss

Buku “Crete; The Battle and the Resistance” oleh Antony Beevor

Buku “True Adventures” oleh Bernard Brett


No comments: