Para
anggota dari 28. SS-Freiwilligen-Grenadier-Division "Wallonien"
menyempatkan diri untuk berpose di depan kamera saat berlangsungnya
pertempuran berat di Pomerania bulan Februari-Maret 1945. Dari kiri ke
kanan: SS-Untersturmführer Georges Suain (Chef 4.Kompanie /
SS-Freiwilligen-Grenadier-Regiment 70 [wallonische nr.2]),
SS-Untersturmführer Léon Gillis (Chef Panzerjäger-Kompanie /
SS-Freiwilligen-Panzerjäger-Abteilung 28), SS-Untersturmführer Désiré
Lecocq (Chef 7.Kompanie / SS-Freiwilligen-Grenadier-Regiment 69
[wallonische nr.1]. KIA 6 Maret 1945), SS-Oberscharführer Van Isschott,
dan SS-Sturmmann Collard
Empat orang sukarelawan Wallonie dari 28. SS-Freiwilligen-Panzergrenadier-Division "Wallonien" berfoto bersama di dok pelabuhan Stettin (Pommern) sebelum pertempuran sengit di Altdamm pertengahan Maret 1945. Dari kiri ke kanan: Robert Thuilliez (sukarelawan asal St. Omer, Prancis, berusia 16 tahun), SS-Untersturmführer Jacques Leroy dari SS-Panzergrenadier Regiment 69 (dia masih tetap aktif bertempur walaupun telah kehilangan sebelah mata dan tangannya!), SS-Untersturmführer André Régibeau (Chef 1.Kompanie/SS-Panzergrenadier Regiment 69), dan Marcel Laplae (pengantar pesan dari Jeunesse Legionnaire berusia 16 tahun). Leroy nantinya dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 20 April 1945 sebagai penghargaan atas tindakan heroik serta kepemimpinan mengagumkan yang dipertontonkannya dalam pertempuran memperebutkan Jembatan Altdamm bulan Maret 1945. Leroy memimpin sebuah Kampfgruppe (Grup Tempur) kecil yang terdiri dari 40 orang dalam operasi defensif di mulut Sungai Oder tersebut. Selama tiga hari dan tiga malam sekumpulan orang-orang Wallonie ini menahan serangan berkali-kali gencar musuh dan bahkan memukul mundur sebuah serangan yang dilancarkan oleh 19 buah tank di tanggal 17 Maret 1945 dengan menghancurkan sebagian besar darinya! Ketika mereka ditarik dari garis depan untuk digantikan dengan pasukan yang lebih segar, hanya tersisa 8 orang prajurit yang masih bertahan hidup (termasuk Leroy), sementara 32 orang sisanya telah terbunuh dalam pertempuran!
----------------------------------------------------------------------------------
PERAIH RITTERKREUZ
SS-Untersturmführer Léon Gillis (11 Februari 1913 - 24 Maret 1977) dari 28. SS-Freiwilligen-Grenadier-Division "Wallonien" mengawasi wilayah sekitarnya dari keberadaan musuh di Pomerania, musim semi tahun 1945. Dia mempersenjatai diri dengan sebuah senapan serbu StG 44. Gillis merupakan salah satu dari hanya tiga orang sukarelawan asal Wallonie yang dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes (dua lainnya adalah León Degrelle dan Jacques Leroy). Gillis meraihnya pada tanggal 30 September 1944 sebagai Zugführer Panzerjäger di 5. SS-Freiwilligen-Sturmbrigade "Wallonien", setelah berhasil menghancurkan antara 14 s/d 19 tank T-34 Rusia dengan senjatanya dalam sebuah pertempuran yang berlangsung di bulan Agustus 1944 di Tartu, timur Estonia. Pada saat itu peletonnya harus menghadapi serangan pasukan tank Soviet berkekuatan besar yang berusaha menghancurkan pasukan Jerman yang masih bercokol di Estonia. Satu-satunya yang menjadi penghalang gerak maju mereka adalah tiga buah senjata anti-tank dari Divisi Wallonien. Gillis memposisikan senjatanya langsung ke arah jalan tempat datangnya musuh dan berhasil memukul mundur serangan demi serangan yang bergantian datang. Dalam pertempuran sengit yang berlangsung sepanjang hari, ketiga senjata anti-tank andalan pihak yang bertahan akhirnya dibungkam musuh dan sebagian besar awaknya terluka. Seantero front kini bergantung pada tindakan Gillis selanjutnya. Dia memilih untuk menyerang. Serangan yang hanya bermodalkan granat tangan tersebut berhasil menghancurkan tiga tank tambahan sehingga membuat sisa pasukan musuh mundur. Sampai dengan berakhirnya pertempuran, pasukan Soviet yang berkekuatan jauh lebih besar tetap tak mampu untuk menghalau sang komandan peleton yang gigih luar biasa tersebut dari posisi pertahanannya!
Empat orang sukarelawan Wallonie dari 28. SS-Freiwilligen-Panzergrenadier-Division "Wallonien" berfoto bersama di dok pelabuhan Stettin (Pommern) sebelum pertempuran sengit di Altdamm pertengahan Maret 1945. Dari kiri ke kanan: Robert Thuilliez (sukarelawan asal St. Omer, Prancis, berusia 16 tahun), SS-Untersturmführer Jacques Leroy dari SS-Panzergrenadier Regiment 69 (dia masih tetap aktif bertempur walaupun telah kehilangan sebelah mata dan tangannya!), SS-Untersturmführer André Régibeau (Chef 1.Kompanie/SS-Panzergrenadier Regiment 69), dan Marcel Laplae (pengantar pesan dari Jeunesse Legionnaire berusia 16 tahun). Leroy nantinya dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes pada tanggal 20 April 1945 sebagai penghargaan atas tindakan heroik serta kepemimpinan mengagumkan yang dipertontonkannya dalam pertempuran memperebutkan Jembatan Altdamm bulan Maret 1945. Leroy memimpin sebuah Kampfgruppe (Grup Tempur) kecil yang terdiri dari 40 orang dalam operasi defensif di mulut Sungai Oder tersebut. Selama tiga hari dan tiga malam sekumpulan orang-orang Wallonie ini menahan serangan berkali-kali gencar musuh dan bahkan memukul mundur sebuah serangan yang dilancarkan oleh 19 buah tank di tanggal 17 Maret 1945 dengan menghancurkan sebagian besar darinya! Ketika mereka ditarik dari garis depan untuk digantikan dengan pasukan yang lebih segar, hanya tersisa 8 orang prajurit yang masih bertahan hidup (termasuk Leroy), sementara 32 orang sisanya telah terbunuh dalam pertempuran!
----------------------------------------------------------------------------------
PERAIH RITTERKREUZ
SS-Untersturmführer Léon Gillis (11 Februari 1913 - 24 Maret 1977) dari 28. SS-Freiwilligen-Grenadier-Division "Wallonien" mengawasi wilayah sekitarnya dari keberadaan musuh di Pomerania, musim semi tahun 1945. Dia mempersenjatai diri dengan sebuah senapan serbu StG 44. Gillis merupakan salah satu dari hanya tiga orang sukarelawan asal Wallonie yang dianugerahi Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes (dua lainnya adalah León Degrelle dan Jacques Leroy). Gillis meraihnya pada tanggal 30 September 1944 sebagai Zugführer Panzerjäger di 5. SS-Freiwilligen-Sturmbrigade "Wallonien", setelah berhasil menghancurkan antara 14 s/d 19 tank T-34 Rusia dengan senjatanya dalam sebuah pertempuran yang berlangsung di bulan Agustus 1944 di Tartu, timur Estonia. Pada saat itu peletonnya harus menghadapi serangan pasukan tank Soviet berkekuatan besar yang berusaha menghancurkan pasukan Jerman yang masih bercokol di Estonia. Satu-satunya yang menjadi penghalang gerak maju mereka adalah tiga buah senjata anti-tank dari Divisi Wallonien. Gillis memposisikan senjatanya langsung ke arah jalan tempat datangnya musuh dan berhasil memukul mundur serangan demi serangan yang bergantian datang. Dalam pertempuran sengit yang berlangsung sepanjang hari, ketiga senjata anti-tank andalan pihak yang bertahan akhirnya dibungkam musuh dan sebagian besar awaknya terluka. Seantero front kini bergantung pada tindakan Gillis selanjutnya. Dia memilih untuk menyerang. Serangan yang hanya bermodalkan granat tangan tersebut berhasil menghancurkan tiga tank tambahan sehingga membuat sisa pasukan musuh mundur. Sampai dengan berakhirnya pertempuran, pasukan Soviet yang berkekuatan jauh lebih besar tetap tak mampu untuk menghalau sang komandan peleton yang gigih luar biasa tersebut dari posisi pertahanannya!
Sumber :
www.5sswiking.tumblr.com
www.croixdefer.net
No comments:
Post a Comment