Foto ini diambil pada tanggal 7 Maret 1935, dalam acara perayaan naiknya "Mikado" (Kaisar Jepang) pertama ke tahta kekuasaan negara Matahari Terbit. Dua orang bocah lelaki Jepang terlihat berjalan sambil mengenakan seragam militer negaranya: yang di sebelah kiri mengenakan seragam jenderal Rikugun (Angkatan Darat), sementara yang di kanan mengenakan seragam laksamana Kaigun (Angkatan Laut). Pada masa kekuasaan Kaisar Hirohito ini, pengaruh kekuatan militer semakin menguat di pemerintahan, baik melalui jalur legal maupun tidak legal. Pihak Rikugun dan Kaigun - yang saling bersaing satu sama lain - sama-sama mempunyai hak veto dalam hal pembentukan kabinet dari sejak tahun 1900, dan dari tahun 1921 s/d 1944 tercatat tidak kurang dari 64 insiden yang berkaitan dengan kekerasan politis! Pengaruh militer yang besar ini membuat Jepang lama-kelamaan semakin agresif dalam mengejar politik ekspansionisme di luar negeri, terutama perluasan wilayah ke negara Cina yang dianggap lemah dan terpecah dalam perang saudara. Hal ini pula yang akhirnya mendorong keterlibatan yang menghancurkan dari negara tersebut ke dalam kancah Perang Dunia II (1939-1945)
Dengan mengikuti arahan seorang tentara dan awak berjanggut, sebuah tank medium tipe 89 bergerak melalui sisi sebelah kanan rel kereta Shanghai/Nanking (Cina) tahun 1938. Pihak Jepang menggunakan jalan kereta api sebagai jalur pergerakan tanknya saat jalan-jalan "normal" di Cina (yang rata-rata terbuat dari tanah) menjadi sulit untuk dilalui karena berlumpur atau banjir, terutama di musim penghujan
Foto ini diambil dari buku memoar Albert Kesselring, "Soldat biz zum Letzen Tag" (halaman 112-113), dan memperlihatkan saat Generalfeldmarschall Kesselring (Chef Luftflotte 2) sedang melakukan toast dengan Jenderal Tomoyuki Yamashita dari Jepang. Yamashita dan Jenderal Kitsuju Ayabe melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Tak lama setelah kedatangannya, Yamashita menyempatkan diri untuk mengunjungi Marsekal Kesselring di Brussels, Belgia, pada bulan Desember 1940. Yamashita nantinya menjadi salah satu jenderal Jepang paling brilian dalam Perang Dunia II, saat dia dan pasukannya menggulung pasukan Inggris di semenanjung Malaya dan Pulau Singapura hanya dalam waktu 70 hari. Tidak hanya itu, ratusan ribu prajurit Inggris yang menyerah membuat shock Perdana Menteri mereka, Winston Churchill, sehingga menyebutnya sebagai "bencana militer terbesar Inggris dalam sejarah"! Dari sejak saat itu, Yamashita mendapat julukan mentereng, 'The Tiger of Malaya'
Jenderal Tomoyuki Yamashita dari Jepang memberikan kenang-kenangan sebuah pedang katana khas Samurai kepada Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres). Tangannya menunjukkan huru-huruf katakana bertuliskan "Marsekal Brauchitsch", yang terdapat di pembungkus pedang tersebut. Foto ini diambil saat delegasi dari Jepang mengunjungi Hauptquartier des Oberkommandos des Heeres di Berlin, tanggal 18 Januari 1941. Yamashita dan Jenderal Kitsuju Ayabe melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Yamashita nantinya menjadi salah satu jenderal Jepang paling brilian dalam Perang Dunia II, saat dia dan pasukannya menggulung pasukan Inggris di semenanjung Malaya dan Pulau Singapura hanya dalam waktu 70 hari. Tidak hanya itu, ratusan ribu prajurit Inggris yang menyerah membuat shock Perdana Menteri mereka, Winston Churchill, sehingga menyebutnya sebagai "bencana militer terbesar Inggris dalam sejarah"! Dari sejak saat itu, Yamashita mendapat julukan mentereng, 'The Tiger of Malaya'
Dari kiri ke kanan: Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch, Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita (Kepala Misi Militer Jepang ke Berlin dan Roma), dan Mayor-Jenderal Kiyotomi Okamoto (Atase Militer Jepang di Jerman). Foto ini diambil pada tanggal 18 Januari 1941, saat delegasi dari Jepang melakukan kunjungan ke Hauptquartier des Oberkommandos des Heeres di Berlin. Yamashita dan anggota rombongan lainnya melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik
Dari kiri ke kanan: General der Flieger Friedrich Christiansen (Wehrmachtsbefehlshaber Niederlande), Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita (Kepala Misi Militer Jepang ke Berlin dan Roma), SS-Obergruppenführer Dr.jur. Arthur Seyss-Inquart (Reichskommissar Niederlande), dan Generalmajor Walter Schwabedissen (Chef des Stabes Wehrmachtsbefehlshaber Niederlande). Foto ini diambil pada tahun 1941, saat delegasi dari Jepang pimpinan Yamashita mengadakan kunjungan ke Amsterdam, Belanda, yang saat itu diduduki oleh pasukan Jerman. Yamashita dan anggota rombongan lainnya melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik
Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita memimpin delegasi militer Jepang dalam "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia, yang berlangsung dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik. Foto yang diambil pada tanggal 18 Februari 1941 ini memperlihatkan saat sang jenderal subur bertemu dengan perwira-perwira Wehrmacht, diantaranya adalah General der Artillerie Fritz Brand (Stab Oberbefehlshaber des Heeres) yang berdiri di sebelah kiri
Kunjungan Duta Besar Jepang untuk Jerman, Jenderal Hiroshi Oshima, ke markas Heeresgruppe B di Front Timur, musim panas tahun 1941. Dia disambut langsung oleh Panglima Heeresgruppe B, Generalfeldmarschall Fedor von Bock. Foto paling bawah memperlihatkan, dari kiri ke kanan: Fedor von Bock, Hiroshi Oshima, dan Generalmajor Hans von Greiffenberg (Chef des generalstabes Heeresgruppe B). Sang Dubes Oshima terbilang rajin blusukan ke Front Timur, demi menyediakan informasi berharga untuk kepentingan Jepang dalam persiapannya memasuki kancah peperangan di Pasifik. Ironisnya, laporan rutinnya ke Tokyo berhasil disadap oleh intelijen Sekutu, sehingga secara tidak langsung dia menjadi "mata-mata" musuh tanpa sepengetahuannya, dengan menjadi penyedia sumber informasi yang kaya dalam empat tahun perang Jepang vs Sekutu di Pasifik!
Acara jamuan makan siang di Stabsquartier Heeresgruppe B untuk menghormati Duta Besar Jepang untuk Jerman, Jenderal Hiroshi Oshima, yang sedang melakukan kunjungan ke markas mereka di Front Timur, musim panas tahun 1941. Duduk di baris kanan, dari kiri ke kanan: Oberstleutnant Berndt von Kleist (Stabsoffizier Heeresgruppe B), Hiroshi Oshima, Generalfeldmarschall Fedor von Bock (Oberbefehlshaber Heeresgruppe B), dan bawahan Oshima. Entah apa yang disajikan dalam jamuan ini, yang jelas di foto pertama semua orang terlihat tidak menyukai makanan yang tersaji di hadapan mereka!
Prajurit penerjun payung Jepang dari Pasukan Pendarat Angkatan Laut Yokosuka ke-2 sedang berkumpul di kapal transport mereka sebelum mendarat di Kalimantan (Desember 1941)
Kaigun Jun-i (Warrant Officer) Hiroyoshi Nishizawa dari 251 Kokutai/Nippon Kaigun (Angkatan Laut Kerajaan Jepang) di dalam pesawat Mitsubishi Zero A6M3a Model 22 (UI-105) sedang melakukan patroli di atas Rabaul, Papua Nugini, tanggal 7 Mei 1943. Nishizawa adalah topskor jagoan udara Jepang dengan 87 kills. Dia tewas tanggal 26 Oktober 1944 saat pesawat transport Nakajima Ki-49 Donryu ("Helen") yang ditumpanginya ditembak jatuh pilot Amerika di atas Calapan, Pulau Mindoro (Filipina)
Dengan mengikuti arahan seorang tentara dan awak berjanggut, sebuah tank medium tipe 89 bergerak melalui sisi sebelah kanan rel kereta Shanghai/Nanking (Cina) tahun 1938. Pihak Jepang menggunakan jalan kereta api sebagai jalur pergerakan tanknya saat jalan-jalan "normal" di Cina (yang rata-rata terbuat dari tanah) menjadi sulit untuk dilalui karena berlumpur atau banjir, terutama di musim penghujan
Foto ini diambil dari buku memoar Albert Kesselring, "Soldat biz zum Letzen Tag" (halaman 112-113), dan memperlihatkan saat Generalfeldmarschall Kesselring (Chef Luftflotte 2) sedang melakukan toast dengan Jenderal Tomoyuki Yamashita dari Jepang. Yamashita dan Jenderal Kitsuju Ayabe melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Tak lama setelah kedatangannya, Yamashita menyempatkan diri untuk mengunjungi Marsekal Kesselring di Brussels, Belgia, pada bulan Desember 1940. Yamashita nantinya menjadi salah satu jenderal Jepang paling brilian dalam Perang Dunia II, saat dia dan pasukannya menggulung pasukan Inggris di semenanjung Malaya dan Pulau Singapura hanya dalam waktu 70 hari. Tidak hanya itu, ratusan ribu prajurit Inggris yang menyerah membuat shock Perdana Menteri mereka, Winston Churchill, sehingga menyebutnya sebagai "bencana militer terbesar Inggris dalam sejarah"! Dari sejak saat itu, Yamashita mendapat julukan mentereng, 'The Tiger of Malaya'
Jenderal Tomoyuki Yamashita dari Jepang memberikan kenang-kenangan sebuah pedang katana khas Samurai kepada Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres). Tangannya menunjukkan huru-huruf katakana bertuliskan "Marsekal Brauchitsch", yang terdapat di pembungkus pedang tersebut. Foto ini diambil saat delegasi dari Jepang mengunjungi Hauptquartier des Oberkommandos des Heeres di Berlin, tanggal 18 Januari 1941. Yamashita dan Jenderal Kitsuju Ayabe melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Yamashita nantinya menjadi salah satu jenderal Jepang paling brilian dalam Perang Dunia II, saat dia dan pasukannya menggulung pasukan Inggris di semenanjung Malaya dan Pulau Singapura hanya dalam waktu 70 hari. Tidak hanya itu, ratusan ribu prajurit Inggris yang menyerah membuat shock Perdana Menteri mereka, Winston Churchill, sehingga menyebutnya sebagai "bencana militer terbesar Inggris dalam sejarah"! Dari sejak saat itu, Yamashita mendapat julukan mentereng, 'The Tiger of Malaya'
Dari kiri ke kanan: Generalfeldmarschall Walther von Brauchitsch, Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita (Kepala Misi Militer Jepang ke Berlin dan Roma), dan Mayor-Jenderal Kiyotomi Okamoto (Atase Militer Jepang di Jerman). Foto ini diambil pada tanggal 18 Januari 1941, saat delegasi dari Jepang melakukan kunjungan ke Hauptquartier des Oberkommandos des Heeres di Berlin. Yamashita dan anggota rombongan lainnya melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik
Dari kiri ke kanan: General der Flieger Friedrich Christiansen (Wehrmachtsbefehlshaber Niederlande), Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita (Kepala Misi Militer Jepang ke Berlin dan Roma), SS-Obergruppenführer Dr.jur. Arthur Seyss-Inquart (Reichskommissar Niederlande), dan Generalmajor Walter Schwabedissen (Chef des Stabes Wehrmachtsbefehlshaber Niederlande). Foto ini diambil pada tahun 1941, saat delegasi dari Jepang pimpinan Yamashita mengadakan kunjungan ke Amsterdam, Belanda, yang saat itu diduduki oleh pasukan Jerman. Yamashita dan anggota rombongan lainnya melakukan "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik
Mayor-Jenderal Tomoyuki Yamashita memimpin delegasi militer Jepang dalam "Tur Pencarian Fakta" ke Jerman dan Italia, yang berlangsung dari bulan Desember 1940 s/d Juni 1941. Hasil dari misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam rencana perang masa depan Jepang di wilayah Pasifik. Foto yang diambil pada tanggal 18 Februari 1941 ini memperlihatkan saat sang jenderal subur bertemu dengan perwira-perwira Wehrmacht, diantaranya adalah General der Artillerie Fritz Brand (Stab Oberbefehlshaber des Heeres) yang berdiri di sebelah kiri
Kunjungan Duta Besar Jepang untuk Jerman, Jenderal Hiroshi Oshima, ke markas Heeresgruppe B di Front Timur, musim panas tahun 1941. Dia disambut langsung oleh Panglima Heeresgruppe B, Generalfeldmarschall Fedor von Bock. Foto paling bawah memperlihatkan, dari kiri ke kanan: Fedor von Bock, Hiroshi Oshima, dan Generalmajor Hans von Greiffenberg (Chef des generalstabes Heeresgruppe B). Sang Dubes Oshima terbilang rajin blusukan ke Front Timur, demi menyediakan informasi berharga untuk kepentingan Jepang dalam persiapannya memasuki kancah peperangan di Pasifik. Ironisnya, laporan rutinnya ke Tokyo berhasil disadap oleh intelijen Sekutu, sehingga secara tidak langsung dia menjadi "mata-mata" musuh tanpa sepengetahuannya, dengan menjadi penyedia sumber informasi yang kaya dalam empat tahun perang Jepang vs Sekutu di Pasifik!
Acara jamuan makan siang di Stabsquartier Heeresgruppe B untuk menghormati Duta Besar Jepang untuk Jerman, Jenderal Hiroshi Oshima, yang sedang melakukan kunjungan ke markas mereka di Front Timur, musim panas tahun 1941. Duduk di baris kanan, dari kiri ke kanan: Oberstleutnant Berndt von Kleist (Stabsoffizier Heeresgruppe B), Hiroshi Oshima, Generalfeldmarschall Fedor von Bock (Oberbefehlshaber Heeresgruppe B), dan bawahan Oshima. Entah apa yang disajikan dalam jamuan ini, yang jelas di foto pertama semua orang terlihat tidak menyukai makanan yang tersaji di hadapan mereka!
Prajurit penerjun payung Jepang dari Pasukan Pendarat Angkatan Laut Yokosuka ke-2 sedang berkumpul di kapal transport mereka sebelum mendarat di Kalimantan (Desember 1941)
Kaigun Jun-i (Warrant Officer) Hiroyoshi Nishizawa dari 251 Kokutai/Nippon Kaigun (Angkatan Laut Kerajaan Jepang) di dalam pesawat Mitsubishi Zero A6M3a Model 22 (UI-105) sedang melakukan patroli di atas Rabaul, Papua Nugini, tanggal 7 Mei 1943. Nishizawa adalah topskor jagoan udara Jepang dengan 87 kills. Dia tewas tanggal 26 Oktober 1944 saat pesawat transport Nakajima Ki-49 Donryu ("Helen") yang ditumpanginya ditembak jatuh pilot Amerika di atas Calapan, Pulau Mindoro (Filipina)
Letnan Jenderal Osamu Otani dalam kunjungannya ke Stukageschwader 2 di Kertsch (Krim) tanggal 3 Juli 1943. Di sebelahnya adalah Ernst Kupfer (pangkat terakhir: Oberst), jagoan Stuka peraih Eichenlaub. Otani adalah atase militer Jepang di Berlin dan merupakan perwakilan pabrik perlengkapan perang utama Jepang di Jerman selama berlangsungnya Perang Dunia II. Dia juga ikut terlibat langsung dalam perencanaan teknis pesawat pembom jarak jauh Junkers Ju 388 dan Ju 390 bersama dengan lisensi produksinya. Diberitakan bahwa dia kembali ke Jepang tanggal 28 Maret 1945 dengan menaiki Ju 390 melalui jalur kutub utara. Otani meninggal dunia tahun 1969
Masih memperlihatkan Osamu Otani dalam kunjungan ke Stukageschwader 2. Ernst Kupfer berdiri nomor tiga dari kanan
Foto ini memperlihatkan perwira Jepang sedang menginspeksi Panzerkampfwagen VI Tiger I
Duta Besar Jepang untuk Jerman Jenderal Hiroshi Oshima menginspeksi sebuah Panzerkampfwagen VI Tiger dari 1.Kompanie / schwere Panzer-Abteilung 502 di dekat Siverskaya, Leningrad (Uni Soviet), tanggal 7 Juni 1943. Di sebelah kanannya adalah komandan kompi ke-1 Oberleutnant Klaus Diehls (31 Januari 1919 - 2 Februari 1944) yang sedang nyerocos menerangkan secara detail aspek-aspek teknis tank tersebut kepada sang tamu penting. Diehls (sumber lain menyebutkan namanya sebagai "Diels") nantinya memimpin "Panzerkampfgruppe Diehls" dalam pertempuran di Front Timur. Dia terluka parah saat Kübelwagen yang dinaikinya dalam perjalanan ke Narva mendapat serangan tanggal 31 Januari 1944 dan meninggal beberapa hari kemudian di rumah sakit
Masih memperlihatkan Osamu Otani dalam kunjungan ke Stukageschwader 2. Ernst Kupfer berdiri nomor tiga dari kanan
Foto ini memperlihatkan perwira Jepang sedang menginspeksi Panzerkampfwagen VI Tiger I
Duta Besar Jepang untuk Jerman Jenderal Hiroshi Oshima menginspeksi sebuah Panzerkampfwagen VI Tiger dari 1.Kompanie / schwere Panzer-Abteilung 502 di dekat Siverskaya, Leningrad (Uni Soviet), tanggal 7 Juni 1943. Di sebelah kanannya adalah komandan kompi ke-1 Oberleutnant Klaus Diehls (31 Januari 1919 - 2 Februari 1944) yang sedang nyerocos menerangkan secara detail aspek-aspek teknis tank tersebut kepada sang tamu penting. Diehls (sumber lain menyebutkan namanya sebagai "Diels") nantinya memimpin "Panzerkampfgruppe Diehls" dalam pertempuran di Front Timur. Dia terluka parah saat Kübelwagen yang dinaikinya dalam perjalanan ke Narva mendapat serangan tanggal 31 Januari 1944 dan meninggal beberapa hari kemudian di rumah sakit
Duta Besar Jepang untuk Jerman, Hiroshi Oshima, menginspeksi sebuah kendaraan perang yang direbut dari tangan Rusia
Hiroshi Oshima dalam kunjungannya ke Belgia bersama dengan para perwira Wehrmacht
Hiroshi Oshima dalam kunjungannya ke Belgia bersama dengan para perwira Wehrmacht
Para pilot Jepang dari kapal carrier "Ryuho" berfoto bersama tiga orang perwira Kriegsmarine Jerman yang menjadi pengamat di kapal induk "Zuikaku", dan bertugas untuk mempelajari cara kerja kapal induk Jepang. Tak lama ketiga bule tersebut sudah kesohor di seantero kapal sebagai tukang minum yang jagoan, dan berkali-kali mereka menerima tantangan meminum sake hangat dari kompatriot Jepangnya selama pelayaran 14 hari di lautan (Mei 1943). Oh ya, ketiga orang Jerman tersebut adalah Kapitänleutnant Konrad Hoppe, Oberleutnant zur See Herbert Schrein, dan penterjemah Matrosengefreiter Peter Rudolf
Masih dalam rangka kunjungan kerja tiga orang perwira Kriegsmarine di kapal induk "Zuikaku". Kini mereka berfoto bersama dengan para perwira Angkatan Laut Jepang dari "Zuikaku"
Lukisan karya Adam Hook yang menggambarkan pasukan terjun payung dari Angkatan Laut Jepang dalam pertempuran di Manado (Sulawesi Utara) tanggal 11 Januari 1942
Dibawah bendera Matahari Terbit dan Swastika (yang dipasang terbalik!), para pelaut Jerman & Jepang dalam resepsi penyambutan awak U-511 di Penang tahun 1943
Laksamana Isoroku Yamamoto (Panglima Armada Gabungan Jepang) memberi hormat kepada para pilot Kaigun (Angkatan Laut) di Rabaul, Papua Nugini, pada tanggal 18 April 1943. Hanya beberapa jam setelah foto ini diambil, Yamamoto tewas setelah pesawat yang membawanya ditembak jatuh oleh pilot-pilot Amerika Serikat. Sang laksamana sengaja melakukan tur kunjungan rahasia ke wilayah Pasifik Selatan demi untuk memompa semangat bertempur pasukan Jepang yang beberapa waktu sebelumnya mengalami kekalahan dalam Pertempuran Guadalcanal. Tak dinyana bahwa kedatangannya telah diketahui oleh pihak Amerika yang menyadap jalur komunikasi Jepang. Intelijen US Navy mengetahui secara detail kapan dan dimana Yamamoto akan berada, jam berangkat dan kedatangannya, serta bahkan jumlah dan jenis pesawat yang akan mengawalnya! Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt memberi perintah langsung "Get Yamamoto", dan nasib sang Laksamana Jepang pun telah ditentukan. Di pagi hari tanggal 18 April 1943, Yamamoto berangkat dari Rabaul dalam perjalanan menuju pangkalan Jepang lainnya di Papua. Di tengah perjalanan, 16 buah pesawat Lockheed P-38 Lightning USAAF menyergap rombongan udara sang Laksamana, dan berhasil menembak pesawat Mitsubishi G4M yang ditumpanginya. Pesawat tersebut jatuh ke hutan pulau Bougainville, dan keesokan harinya baru ditemukan oleh tim pencari Jepang yang dipimpin oleh Letnan Tsuyoshi Hamasuna. Jenazah Laksamana Isoroku Yamamoto ditemukan terduduk tegak di kursinya, dengan tangan masih memegang pedang katana. Hasil otopsi menyimpulkan bahwa dia tewas oleh dua peluru kaliber 50 BMG yang menembus tubuh dan kepalanya. Jenazah Yamamoto kemudian dikremasi dan abunya dikirim ke Jepang untuk dimakamkan secara kenagaraan pada tanggal 5 Juni 1943
Dengan sang gunner tampak jelas di kokpit belakang, pesawat pembom tukik Jepang ini (kemungkinan Yokosuka D4Y Suisei atau Nakajima B5N Kate) meluncur deras menuju ke lautan di bawah dengan asap tebal keluar dari mesinnya. Pesawat naas ini tertembak jatuh di dekat pangkalan Jepang di Truk, Kepulauan Caroline (Pasifik), tanggal 2 Juli 1944. Lieutenant Commander William Janeshek, pilot pesawat US Navy PB4Y yang menembaknya, bersaksi bahwa si gunner sebenarnya sudah bersiap-siap bail-out dengan menggunakan parasut, tapi kemudian dia tertegun untuk kemudian diam dengan tenang saat pesawatnya menghajar air dan hancur berantakan. Tidak diketahui alasan kenapa dia memutuskan untuk tewas bersama pesawatnya, tapi kemungkinan besar karena menyadari bahwa sang pilot rekannya di kokpit depan telah gugur duluan atau tidak bisa keluar dari pesawat yang terbakar!
Dalam beberapa sumber foto ini sering disalah-artikan sebagai eksekusi penggal kepala seorang penerbang Amerika, padahal kenyataannya sang korban malang yang diikat dan matanya ditutup adalah Sergeant (Sgt) NX143314 Leonard Siffleet dari "M" Special Unit Australia yang dalam beberapa detik akan kehilangan kepalanya di tangan Yasuno Chikao. Lokasinya adalah di Aitape, Papua Nugini, tanggal 24 Oktober 1943. Eksekusi ini dilakukan setelah mendapat perintah dari Kaigun Chūjō (Vice-Admiral) Michiaki Kamada, Komandan Angkatan Laut Jepang di Aitape. Sersan Siffleet tertangkap saat sedang melakukan operasi pengintaian di belakang garis pertahanan Jepang bersama dengan dua rekannya, Private (Pvt) Pattiwahl dan Pvt Reharin, dua prajurit Hindia-Belanda keturunan Ambon. Foto ini ditemukan dalam tubuh seorang prajurit Jepang yang terbunuh dalam pertempuran. Yasuno Chikao sendiri nantinya tewas sebelum perang usai
Masih dalam rangka kunjungan kerja tiga orang perwira Kriegsmarine di kapal induk "Zuikaku". Kini mereka berfoto bersama dengan para perwira Angkatan Laut Jepang dari "Zuikaku"
Lukisan karya Adam Hook yang menggambarkan pasukan terjun payung dari Angkatan Laut Jepang dalam pertempuran di Manado (Sulawesi Utara) tanggal 11 Januari 1942
Dibawah bendera Matahari Terbit dan Swastika (yang dipasang terbalik!), para pelaut Jerman & Jepang dalam resepsi penyambutan awak U-511 di Penang tahun 1943
Laksamana Isoroku Yamamoto (Panglima Armada Gabungan Jepang) memberi hormat kepada para pilot Kaigun (Angkatan Laut) di Rabaul, Papua Nugini, pada tanggal 18 April 1943. Hanya beberapa jam setelah foto ini diambil, Yamamoto tewas setelah pesawat yang membawanya ditembak jatuh oleh pilot-pilot Amerika Serikat. Sang laksamana sengaja melakukan tur kunjungan rahasia ke wilayah Pasifik Selatan demi untuk memompa semangat bertempur pasukan Jepang yang beberapa waktu sebelumnya mengalami kekalahan dalam Pertempuran Guadalcanal. Tak dinyana bahwa kedatangannya telah diketahui oleh pihak Amerika yang menyadap jalur komunikasi Jepang. Intelijen US Navy mengetahui secara detail kapan dan dimana Yamamoto akan berada, jam berangkat dan kedatangannya, serta bahkan jumlah dan jenis pesawat yang akan mengawalnya! Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt memberi perintah langsung "Get Yamamoto", dan nasib sang Laksamana Jepang pun telah ditentukan. Di pagi hari tanggal 18 April 1943, Yamamoto berangkat dari Rabaul dalam perjalanan menuju pangkalan Jepang lainnya di Papua. Di tengah perjalanan, 16 buah pesawat Lockheed P-38 Lightning USAAF menyergap rombongan udara sang Laksamana, dan berhasil menembak pesawat Mitsubishi G4M yang ditumpanginya. Pesawat tersebut jatuh ke hutan pulau Bougainville, dan keesokan harinya baru ditemukan oleh tim pencari Jepang yang dipimpin oleh Letnan Tsuyoshi Hamasuna. Jenazah Laksamana Isoroku Yamamoto ditemukan terduduk tegak di kursinya, dengan tangan masih memegang pedang katana. Hasil otopsi menyimpulkan bahwa dia tewas oleh dua peluru kaliber 50 BMG yang menembus tubuh dan kepalanya. Jenazah Yamamoto kemudian dikremasi dan abunya dikirim ke Jepang untuk dimakamkan secara kenagaraan pada tanggal 5 Juni 1943
Dengan sang gunner tampak jelas di kokpit belakang, pesawat pembom tukik Jepang ini (kemungkinan Yokosuka D4Y Suisei atau Nakajima B5N Kate) meluncur deras menuju ke lautan di bawah dengan asap tebal keluar dari mesinnya. Pesawat naas ini tertembak jatuh di dekat pangkalan Jepang di Truk, Kepulauan Caroline (Pasifik), tanggal 2 Juli 1944. Lieutenant Commander William Janeshek, pilot pesawat US Navy PB4Y yang menembaknya, bersaksi bahwa si gunner sebenarnya sudah bersiap-siap bail-out dengan menggunakan parasut, tapi kemudian dia tertegun untuk kemudian diam dengan tenang saat pesawatnya menghajar air dan hancur berantakan. Tidak diketahui alasan kenapa dia memutuskan untuk tewas bersama pesawatnya, tapi kemungkinan besar karena menyadari bahwa sang pilot rekannya di kokpit depan telah gugur duluan atau tidak bisa keluar dari pesawat yang terbakar!
Dalam beberapa sumber foto ini sering disalah-artikan sebagai eksekusi penggal kepala seorang penerbang Amerika, padahal kenyataannya sang korban malang yang diikat dan matanya ditutup adalah Sergeant (Sgt) NX143314 Leonard Siffleet dari "M" Special Unit Australia yang dalam beberapa detik akan kehilangan kepalanya di tangan Yasuno Chikao. Lokasinya adalah di Aitape, Papua Nugini, tanggal 24 Oktober 1943. Eksekusi ini dilakukan setelah mendapat perintah dari Kaigun Chūjō (Vice-Admiral) Michiaki Kamada, Komandan Angkatan Laut Jepang di Aitape. Sersan Siffleet tertangkap saat sedang melakukan operasi pengintaian di belakang garis pertahanan Jepang bersama dengan dua rekannya, Private (Pvt) Pattiwahl dan Pvt Reharin, dua prajurit Hindia-Belanda keturunan Ambon. Foto ini ditemukan dalam tubuh seorang prajurit Jepang yang terbunuh dalam pertempuran. Yasuno Chikao sendiri nantinya tewas sebelum perang usai
Sumber :
Buku Time-Life World War II : Prelude to War" karya editor Time-Life Books
www.flickr.com
www.home.comcast.net
www.kultur-pool.at
www.monsunuboats.wordpress.com
www.tiif.de
www.wehrmacht-awards.com
1 comment:
Tenno heika banzai !
Post a Comment