Sunday, November 2, 2025

Hitler Menerima Berita tentang Menyerahnya Prancis di Führerhauptquartier Felsennest (1940)


Bertempat di Führerhauptquartier Felsennest pada tanggal 22 Juni 1940, Adolf Hitler menerima kabar resmi tentang menyerahnya Prancis, sebuah momen yang menjadi puncak dari seluruh kampanye kilat yang ia rancang sendiri sejak awal Mei sebelumnya. Di ruang peta markas bawah tanah yang sempit namun dipenuhi suasana tegang, para perwira Wehrmacht melaporkan bahwa delegasi Prancis telah menandatangani gencatan senjata di Compiègne pada 22 Juni. Hitler, yang selama berminggu-minggu mengikuti setiap pergerakan pasukan di Prancis dengan intens, tampak tenang namun penuh dengan kepuasan—sebuah kemenangan besar yang menebus kehinaan Jerman pada tahun 1918. Setelah menerima laporan akhir dan menyampaikan ucapan selamat kepada para jenderal terdekatnya seperti Brauchitsch, Keitel dan Jodl, Hitler meninggalkan Felsennest untuk melakukan kunjungan simbolis ke rumah sakit lapangan di wilayah Eifel, tempat ia menjumpai para prajurit yang terluka dalam penyerbuan ke Barat. Di sana, ia berbicara singkat kepada para prajuritnya, menyampaikan rasa terima kasih atas pengorbanan mereka bagi Reich, dan menegaskan bahwa kemenangan atas Prancis adalah hasil dari keberanian mereka di garis depan—sebuah adegan yang kemudian direkam oleh kamera propaganda untuk menampilkan citra “pemimpin yang dekat dengan pasukannya”, di saat Jerman mencapai puncak kejayaannya.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Korps Panzer Guderian Mengejar Pasukan Prancis di Loire (1940)


Pengejaran tentara Prancis di Loire oleh pasukan Panzer Jerman dari Korps Guderian pada bulan Juni 1940 menjadi salah satu fase penutup dari kampanye kilat Wehrmacht di Prancis. Setelah menembus garis pertahanan Prancis di utara dan menghancurkan kekuatan Sekutu di wilayah Somme, XIX. Armeekorps (motorisiert) di bawah komando General der Panzertruppe Heinz Guderian bergerak cepat ke arah selatan menuju lembah Loire. Tujuannya adalah mencegah pasukan Prancis yang mundur untuk membentuk garis pertahanan baru di sepanjang sungai tersebut. Dalam operasi ini, Jerman mengerahkan satuan Sturmartillerie—unit artileri serbu dengan kendaraan lapis baja Sturmgeschütz III (StuG III)—sebagai ujung tombak serangan, untuk menembus titik-titik pertahanan dan menghancurkan posisi senjata antitank musuh. Pertempuran di sepanjang jembatan dan jalan menuju Loire berlangsung singkat namun intens. Pesawat Stuka dari Luftwaffe mendukung gerak maju tank-tank Panzer III dan IV dengan membombardir posisi pasukan Prancis yang masih bertahan. Dalam waktu singkat, barisan mekanis Prancis yang terdiri dari tank-tank Somua S35, Hotchkiss H39, serta kendaraan lapis baja ringan, hancur berserakan di tepi jalan dan ladang-ladang. Banyak unit Prancis terpaksa menyerah setelah kehabisan bahan bakar dan amunisi akibat serangan udara yang tak kenal henti dan kecepatan manuver pasukan Guderian. Setelah pertempuran usai, pemandangan di sepanjang Loire memperlihatkan bangkai tank-tank Prancis yang terbakar dan senjata artileri yang ditinggalkan. Pasukan Panzer Jerman kemudian beristirahat di sekitar daerah yang telah dikuasai, membersihkan kendaraan mereka dan menikmati makanan ransum di bawah langit musim panas Prancis.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Menyerahnya 500.000 Tentara Prancis yang Mempertahankan Garis Maginot (1940)


Setelah Paris jatuh dan Prancis memutuskan untuk mengajukan gencatan senjata, pasukan-pasukan di sektor timur laut—yang masih bertahan di benteng-benteng beton Maginot Line—mendapati diri mereka terjebak dan terputus dari pemerintahan pusat. Tentara Jerman, melalui serangkaian operasi artileri, serangan udara, dan pengepungan darat yang dipimpin oleh Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb (Oberbefehlshaber Heeresgruppe C) dan General der Infanterie Eugen Ritter von Schobert (Kommandierender General VII. Armeekorps), berhasil mengepung seluruh kompleks pertahanan dari Lorraine hingga Alsace. Ketika Prancis menandatangani perjanjian gencatan senjata di Compiègne pada tanggal 22 Juni 1940, garnisun Maginot akhirnya diperintahkan untuk menyerah pula, dengan jumlah tawanan mencapai setengah juta orang—salah satu penyerahan terbesar dalam sejarah modern Eropa!


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Pasukan Jerman Menguasai Verdun (1940)


Setelah jatuhnya kota Paris pada tanggal 14 Juni 1940, pasukan Jerman melanjutkan operasi besar untuk menembus sisa garis pertahanan Prancis di sektor timur, termasuk kompleks benteng legendaris Verdun—tempat pertempuran sengit antara Prancis dan Jerman yang terjadi selama Perang Dunia I. Di bawah komando General der Infanterie Eugen Ritter von Schobert, Korps ke-7 Wehrmacht melancarkan serangan terkoordinasi dengan dukungan Luftwaffe dan artileri berat. Benteng-benteng yang dahulu dianggap tak tertembus - seperti Douaumont dan Vaux - dibombardir hingga pertahanan Prancis runtuh. Pada pertengahan bulan Juni 1940, pasukan Schobert berhasil menembus garis luar Verdun dan menduduki bunker-bunker utama tanpa perlawanan berarti, karena sebagian besar garnisun telah dievakuasi atau menyerahkan diri. Setelah kemenangan yang gemilang tersebut, Jenderal Schobert berdiri di atas salah satu bunker utama sebagai simbol penguasaan kembali atas lokasi bersejarah yang pernah menjadi medan penderitaan bagi pasukan Jerman pada tahun 1916. Tak lama setelahnya, General der Infanterie Ernst Busch (Oberbefehlshaber 16. Armee) memimpin parade kemenangan pasukan Jerman di Monumen Verdun.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Jerman Menguasai Kembali Alsace-Lorraine (1940)


Pada bulan Juni 1940, setelah jatuhnya Paris dan runtuhnya pertahanan utama Prancis, pasukan Jerman melancarkan operasi untuk menguasai kembali wilayah Alsace-Lorraine, daerah yang sejak lama menjadi simbol sengketa antara Prancis dan Jerman sejak Perang 1870–1871. Di bawah komando Heeresgruppe C pimpinan Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb, pasukan Wehrmacht bergerak cepat melintasi Sungai Rhine dan memasuki kota-kota penting seperti Volmar (Colmar), Strasbourg, dan Metz, yang menjadi jantung budaya dan sejarah kawasan tersebut. Kota Strasbourg, yang terletak di tepi Rhine, direbut dengan sedikit perlawanan setelah pasukan Prancis mundur ke arah selatan; bendera swastika kembali berkibar di atas gedung pemerintahan dan katedral gotiknya yang megah, yang menandai berakhirnya kekuasaan Prancis selama dua dekade. Di Volmar, pasukan infanteri Jerman disambut dengan keheningan—banyak penduduk Alsace yang berbahasa Jerman yang menunjukkan sikap ambigu: antara lega dan takut atas kembalinya dominasi Reich. Sementara itu di Metz, kota benteng bersejarah yang dipenuhi oleh arsitektur bergaya Gothic dan Romanesque, pasukan Prancis menghancurkan dan membakar depot minyak besar di pinggiran kota agar tidak jatuh ke tangan musuh. Ledakan dan kobaran api besar terlihat hingga beberapa kilometer jauhnya, yang menciptakan pemandangan dramatis ketika unit-unit Panzer dan infanteri bermotor Jerman mendekati kota. Meski beberapa benteng tua di sekitar Metz sempat memberikan perlawanan sporadis, pasukan penyerbu segera menaklukkan seluruh wilayah tersebut dalam waktu yang cukup singkat.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Penyerbuan Jerman ke Garis Maginot (1940)


Di hari jatuhnya kota Paris ke tangan pasukan Jerman pada tanggal 14 Juni 1940, Wehrmacht melancarkan operasi besar untuk menembus Garis Maginot, benteng pertahanan Prancis yang selama bertahun-tahun dianggap tak tertembus. Operasi ini menjadi bagian dari fase akhir Kampanye militer di Prancis, di mana pihak Jerman berusaha menghancurkan sisa perlawanan Prancis di wilayah timur laut negara tersebut. Di bawah koordinasi Heeresgruppe C pimpinan Generaloberst Wilhelm Ritter von Leeb, serangan dimulai dengan serangan udara intensif oleh pesawat-pesawat pembom Heinkel He 111 dan Junkers Ju 87 Stuka yang menargetkan kubu beton, pos artileri, dan jalur komunikasi di sepanjang sektor Saar dan Alsace. Sementara langit dikuasai oleh Luftwaffe, di darat artileri berat kaliber besar, termasuk mortir raksasa dan meriam 420 mm “Dicke Bertha” peninggalan Perang Dunia I yang telah dimodifikasi, menggempur kubu-kubu utama Maginot seperti di Lauter, Bitche, dan Neuf-Brisach. Setelah bombardemen yang menghancurkan, infanteri Jerman bersama unit Sturmpionier (zeni tempur) bergerak maju menyeberangi Sungai Rhine dengan menggunakan perahu karet dan ponton, seringkali di bawah tembakan balasan pasukan Prancis. Dalam waktu beberapa hari, mereka berhasil menembus sejumlah sektor pertahanan utama dan memaksa garnisun Maginot untuk menyerah satu demi satu. Serangan ini membuktikan bahwa garis pertahanan statis seperti Maginot tidak akan mampu menahan "perang bergerak" (Blitzkrieg) yang menjadi ciri khas Jerman dalam Perang Dunia II. Menjelang akhir bulan Juni 1940, seluruh sistem pertahanan Maginot di timur laut Prancis hancur atau jatuh ke tangan Jerman.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940

Saturday, November 1, 2025

Operasi Kapal-Kapal Kriegsmarine di Laut Utara (1940)


Pada bulan Juni 1940, di tengah keberhasilan Jerman dalam invasi ke Prancis, Kriegsmarine melancarkan operasi besar di Laut Utara di bawah pimpinan Admiral Wilhelm Marschall (Befehlshaber der Schlachtschiffe). Operasi ini melibatkan dua kapal tempur utama, Scharnhorst dan Gneisenau, yang ditugaskan untuk menyerang jalur pelayaran Inggris dan mengganggu evakuasi pasukan Sekutu dari Norwegia. Pada 8 Juni 1940, armada Marschall menemukan dan menyerang kapal induk Inggris HMS Glorious, yang sedang dalam perjalanan pulang ke Inggris bersama dua kapal perusak pengawalnya, HMS Ardent dan HMS Acasta. Dalam pertempuran sengit yang berlangsung singkat namun mematikan, meriam utama Scharnhorst dan Gneisenau menghujani Glorious hingga tenggelam, menjadikannya salah satu dari sedikit kapal induk Sekutu yang dihancurkan oleh kapal permukaan selama Perang Dunia II. Kedua kapal perusak Inggris turut tenggelam setelah sebelumnya melakukan perlawanan heroik, bahkan Acasta sempat mengenai Scharnhorst dengan torpedo yang menimbulkan kerusakan serius. Dalam operasi yang sama, armada Jerman juga berhasil menenggelamkan kapal tanker minyak Inggris Oil Pioneer dan kapal penumpang besar Orama, yang dialihfungsikan untuk transportasi militer. Meskipun aksi ini menunjukkan kemampuan ofensif tinggi armada kapal Jerman di awal perang, namun juga menimbulkan ketegangan internal di tubuh Kriegsmarine, karena Laksamana Marschall bertindak di luar perintah langsung sehingga menerima teguran keras dari markas besar Angkatan Laut. tetap saja, keberhasilan operasi ini tetap tercatat sebagai salah satu kemenangan laut paling menonjol bagi pihak Jerman di tahun 1940, dan menegaskan ancaman nyata kapal-kapal permukaan Kriegsmarine terhadap dominasi laut Inggris di awal Perang Dunia II.


Sumber :
Die Deutsche Wochenschau No. 512 - 26 Juni 1940