Oleh : Alif Rafik Khan
Perjanjian menyerahnya Prancis ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1940 pukul 18:36 di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) yang terletak di dekat Compiègne, Prancis, oleh perwakilan dari Nazi Jerman dan Republik Ketiga Prancis. Meskipun begitu, hasilnya tidak langsung berlaku sampai setelah tengah malam tanggal 25 Juni 1940.
Para penandatangan dari pihak Jerman termasuk perwira-perwira tinggi militer seperti Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), sementara dari pihak Prancis diwakili oleh perwira-perwira yang lebih junior, seperti Jenderal Charles Huntziger. Setelah kemenangan gemilang Jerman dalam Pertempuran Prancis (10 Mei s/d 21 Juni 1940), perjanjian penyerahan ini mengesahkan pemberlakuan zona pendudukan Jerman di wilayah Utara dan Barat Prancis, yang meliputi semua bagian Selat Inggris serta pelabuhan-pelabuhan di Samudera Atlantik, sementara sisanya barulah diberikan kepada pemerintahan Vichy Prancis. Hitler dengan sengaja memilih hutan Compiègne sebagai tempat penyerahan karena peran simbolisnya sebagai lokasi penyerahan Jerman pada tanggal 11 November 1918, yang menandai berakhirnya Perang Dunia Pertama.
Sebelumnya, pasukan Prancis terbaik dan termodern telah dihancurkan oleh balatentara Wehrmacht dalam pengepungan yang menentukan di wilayah Utara dan Timur. Pihak Prancis juga kehilangan formasi lapis baja serta mesin-mesin perang terbaiknya. Dari bulan Mei sampai Juni 1940, pasukan Prancis berada dalam kondisi yang memalukan: mundur dan terus mundur. Di awal bulan Juni tentara-tentara Jerman telah berada di gerbang kota Paris, sehingga memaksa pemerintahan Prancis untuk merelokasi diri ke Bordeaux demi untuk menghindari tertangkap oleh musuhnya. Paris sendiri dideklarasikan sebagai "kota terbuka" pada tanggal 10 Juni, dan empat hari kemudian unit militer pertama Jerman memasuki ibukota Prancis tersebut.
Sampai dengan tanggal 22 Juni 1940, Angkatan Bersenjata Jerman (Wehrmacht) kehilangan 27.000 prajuritnya yang tewas, ditambah dengan 110.000 yang terluka dan 18.000 hilang tak tentu rimbanya. Pihak Prancis sendiri menderita kehilangan 92.000 prajuritnya yang tewas, ditambah dengan 200.000 yang terluka. Sementara itu, BEF (Pasukan Ekspedisi Inggris) menderita korban 68.000 orang, dengan sekitar 10.000 diantaranya yang tewas.
Ketika Adolf Hitler menerima kabar bahwa pemerintah Prancis menginginkan negosiasi perdamaian, dia langsung menunjuk Hutan Compiègne sebagai lokasi negosiasi. Karena Compiègne adalah lokasi yang sama dengan tempat menyerahnya Jerman dalam Perang Dunia I tahun 1918 sebelumnya, Hitler bermaksud menggunakan tempat ini sebagai puncak balas dendam terbaik Jerman terhadap Prancis. Sang Führer juga menuntut bahwa penandatanganan harus dilaksanakan di dalam gerbong kereta yang sama yang digunakan berpuluh-puluh tahun sebelumnya, yaitu Compiègne Wagon. Meskipun begitu, dalam kalimat terakhir draft perjanjian yang diajukan Jerman, Hitler menekankan bahwa "Jerman tidak punya maksud, dengan penunjukan tempat negosiasi serta syarat-syarat yang diajukan, sebagai bentuk untuk mempermalukan lawan yang telah bertempur dengan gagah berani," yang merujuk pada pasukan Prancis. Lebih lanjut, dalam Artikel 3, Klausul 2, penulis draft mengklaim bahwa mereka tidak berniat untuk menduduki secara penuh kembali wilayah Utara dan Barat Prancis apabila terjadi penghentian permusuhan dengan Inggris.
William Shirer, wartawan asal Amerika Serikat yang hadir di hari penyerahan, melaporkan bahwa: "Aku hanya berada sekitar 50 yard darinya (Hitler). Aku telah menyaksikan wajah itu di banyak kesempatan, di waktu-waktu terbaiknya. Tapi hari ini! Wajahnya dipenuhi oleh campuran kemarahan, penghinaan, kebencian, pembalasan, dan kemenangan." Dan, di gerbong kereta yang sama yang dijadikan sebagai tempat penandatanganan penyerahan Jerman di tahun 1918 (yang telah dipindahkan dari bangunan museum dan diletakkan di tempat yang sama persis dengan berpuluh-puluh tahun sebelumnya), pada tanggal 21 Juni 1940 Adolf Hitler duduk di kursi yang sama yang diduduki oleh Marsekal Ferdinand Foch pada tahun 1918 saat dia menghadapi perwakilan dari Kekaisaran Jerman yang kalah. Setelah mendengarkan pembacaan draft perjanjian, Hitler - dengan sikap merendahkan yang telah diperhitungkan seperti yang ditunjukkan oleh Foch berpuluh-puluh tahun sebelumnya - meninggalkan gerbong tanpa berkata apa-apa, persis seperti yang dilakukan Foch pada tahun 1918, dan meninggalkan penyelesaian perjanjian kepada Wilhelm Keitel, Panglima Oberkommando der Wehrmacht. Negosiasi memakan waktu sampai satu hari lamanya, sampai akhirnya di sore hari tanggal 22 Juni 1940 keesokan harinya, dimana Huntziger harus mendiskusikan tuntutan yang diajukan oleh Jerman melalui telepon kepada pemerintahan Prancis di Bordeaux (terutama dengan Menteri Pertahanan yang baru, Jenderal Maxime Weygand).
Adolf Hitler mempunyai beberapa alasan untuk menyetujui perdamaian. Dia ingin memastikan bahwa pihak Prancis tidak meneruskan peperangan di Afrika Utara, sekaligus memastikan pula bahwa Angkatan Laut Prancis keluar dari medan perang. Sebagai tambahan, membiarkan Prancis mengurus pemerintahannya sendiri akan membebaskan Jerman dari beban administrasi yang cukup signifikan dalam mengatur wilayah Prancis, terutama saat Hitler sedang memfokuskan perhatiannya pada Inggris. Terakhir, karena Jerman kekurangan Angkatan Laut yang bisa diandalkan dalam menguasai wilayah Prancis di seberang lautan, maka solusi praktis satu-satunya dalam menghindarkan penyerobotan Inggris atas wilayah tersebut adalah dengan menyediakan pemerintahan boneka Prancis, lengkap dengan Angkatan Lautnya.
Berdasarkan buku "Rise and Fall of the Third Reich" karya William Shirer, Jenderal Prancis Charles Huntziger mengajukan keberatan bahwa syarat perjanjian perdamaian yang diajukan oleh Hitler lebih berat jika dibandingkan dengan perjanjian perdamaian yang sama yang dibebankan kepada Jerman pada tahun 1918. Perjanjian kali ini mensyaratkan penguasaan Jerman atas 3/5 wilayah Prancis di sebelah utara dan barat garis yang melewati Jenewa dan Tours serta membentang sampai perbatasan dengan Spanyol, sehingga membuat Kriegsmarine Nazi Jerman mendapatkan akses ke semua pelabuhan penting Prancis di Atlantik dan Selat Inggris. Selain itu, semua pelarian Jerman yang sebelumnya telah mendapatkan suaka politik di Prancis harus diserahkan, dan seluruh biaya pendudukan harus ditanggung oleh Prancis (sekitar 400 juta francs setiap harinya!). Sebagai salah satu keringanan yang diberikan oleh Hitler, sedikit bagian Angkatan Bersenjata Prancis akan diizinkan untuk tetap berdiri. Selain itu, Angkatan Laut Prancis hanya akan dilucuti dan tidak akan dipaksa untuk menyerah (karena Hitler menyadari bahwa mengajukan persyaratan yang terlalu "sadis" akan membuat Prancis meneruskan pertempuran dari wilayah-wilayah jajahannya). Wilayah selatan Prancis akan tetap dibiarkan untuk "merdeka", yang dikendalikan oleh pusat pemerintahan di Vichy (yang juga ikut mengendalikan wilayah-wilayah yang diduduki oleh Jerman, meskipun dengan banyak batasan).
Hal-hal ini tetap menjadi bahan pertimbangan sampai akhirnya draft perjanjian ditandatangani. Pada saat itu, baik pihak Prancis maupun Jerman mengira bahwa pendudukan oleh tentara Nazi hanya akan berlangsung sementara, dan segera berakhir manakala Inggris berhasil ditaklukkan, yang dipercaya akan terjadi tak lama lagi. Sebagai contoh, tak ada satupun dari delegasi Prancis yang mengajukan keberatan atas ketentuan bahwa prajurit-prajurit Prancis yang tertangkap akan tetap tinggal di kamp-kamp tawanan Jerman sampai dengan penghentian semua permusuhan. Akibatnya, hampir satu juta orang tentara Prancis dipaksa untuk menghabiskan lima tahun masa peperangan di kamp-kamp tawanan (sekitar sepertiga dari 1,5 juta tawanan Prancis dibebaskan sebagai bagian dari program pekerja paksa Jerman, 'Service du Travail Obligatoire', sebelum perang berakhir.
Yang jelas, perjanjian damai akhir tidak pernah dinegosiasikan, dan wilayah yang masih belum diduduki kemudian direbut oleh pasukan Jerman dari tangan pemerintahan Vichy dalam Operasi Anton, tak lama setelah invasi Sekutu atas wilayah kolonial Prancis di Afrika Utara pada bulan November 1942..
Pasal 19 dari gencatan senjata Perancis-Jerman mengharuskan Prancis untuk menyerahkan setiap warga negara Jerman yang kabur ke Prancis, yang nantinya rata-rata dideportasi ke kamp konsentrasi (klausul "Menyerah pada Permintaan"). Keitel memberikan jaminan verbal bahwa ini akan berlaku terutama bagi para pengungsi yang telah "memprovokasi perang" - merujuk pada orang-orang Yahudi yang menikmati suaka politik di Prancis. Keitel juga membuat satu konsesi lain, yaitu bahwa pesawat-pesawat Prancis tidak perlu diserahkan kepada Jerman.
Delegasi Prancis - yang dipimpin oleh Jenderal Charles Huntziger - mencoba untuk melunakkan isi-isi perjanjian yang dianggap terlalu keras, tetapi Keitel menjawab bahwa mereka hanya menghadapi dua pilihan: menerima atau menolak sepenuhnya. Mengingat buruknya situasi militer yang dihadapi oleh Prancis, Huntziger tidak punya pilihan, selain dari menyetujui ketentuan yang diajukan. Penghentian kontak senjata mulai berlaku pada pukul 00:35 tanggal 25 Juni 1940, lebih dari dua hari kemudian, hanya setelah perjanjian serupa lain ditandatangani antara pihak Prancis dan Italia, sekutu utama Jerman di Eropa.
Perjanjian tersebut bisa dibilang memiliki beberapa keuntungan bagi Prancis, seperti misalnya tetap diperbolehkan menguasai wilayah-wilayah jajahannya di seberang lautan, tetap memiliki armada lautnya, serta mengatur pemerintahan di sebagian wilayah Prancis yang tidak diduduki oleh pasukan Jerman dan Italia.
Sebelumnya, pasukan Prancis terbaik dan termodern telah dihancurkan oleh balatentara Wehrmacht dalam pengepungan yang menentukan di wilayah Utara dan Timur. Pihak Prancis juga kehilangan formasi lapis baja serta mesin-mesin perang terbaiknya. Dari bulan Mei sampai Juni 1940, pasukan Prancis berada dalam kondisi yang memalukan: mundur dan terus mundur. Di awal bulan Juni tentara-tentara Jerman telah berada di gerbang kota Paris, sehingga memaksa pemerintahan Prancis untuk merelokasi diri ke Bordeaux demi untuk menghindari tertangkap oleh musuhnya. Paris sendiri dideklarasikan sebagai "kota terbuka" pada tanggal 10 Juni, dan empat hari kemudian unit militer pertama Jerman memasuki ibukota Prancis tersebut.
Sampai dengan tanggal 22 Juni 1940, Angkatan Bersenjata Jerman (Wehrmacht) kehilangan 27.000 prajuritnya yang tewas, ditambah dengan 110.000 yang terluka dan 18.000 hilang tak tentu rimbanya. Pihak Prancis sendiri menderita kehilangan 92.000 prajuritnya yang tewas, ditambah dengan 200.000 yang terluka. Sementara itu, BEF (Pasukan Ekspedisi Inggris) menderita korban 68.000 orang, dengan sekitar 10.000 diantaranya yang tewas.
Ketika Adolf Hitler menerima kabar bahwa pemerintah Prancis menginginkan negosiasi perdamaian, dia langsung menunjuk Hutan Compiègne sebagai lokasi negosiasi. Karena Compiègne adalah lokasi yang sama dengan tempat menyerahnya Jerman dalam Perang Dunia I tahun 1918 sebelumnya, Hitler bermaksud menggunakan tempat ini sebagai puncak balas dendam terbaik Jerman terhadap Prancis. Sang Führer juga menuntut bahwa penandatanganan harus dilaksanakan di dalam gerbong kereta yang sama yang digunakan berpuluh-puluh tahun sebelumnya, yaitu Compiègne Wagon. Meskipun begitu, dalam kalimat terakhir draft perjanjian yang diajukan Jerman, Hitler menekankan bahwa "Jerman tidak punya maksud, dengan penunjukan tempat negosiasi serta syarat-syarat yang diajukan, sebagai bentuk untuk mempermalukan lawan yang telah bertempur dengan gagah berani," yang merujuk pada pasukan Prancis. Lebih lanjut, dalam Artikel 3, Klausul 2, penulis draft mengklaim bahwa mereka tidak berniat untuk menduduki secara penuh kembali wilayah Utara dan Barat Prancis apabila terjadi penghentian permusuhan dengan Inggris.
William Shirer, wartawan asal Amerika Serikat yang hadir di hari penyerahan, melaporkan bahwa: "Aku hanya berada sekitar 50 yard darinya (Hitler). Aku telah menyaksikan wajah itu di banyak kesempatan, di waktu-waktu terbaiknya. Tapi hari ini! Wajahnya dipenuhi oleh campuran kemarahan, penghinaan, kebencian, pembalasan, dan kemenangan." Dan, di gerbong kereta yang sama yang dijadikan sebagai tempat penandatanganan penyerahan Jerman di tahun 1918 (yang telah dipindahkan dari bangunan museum dan diletakkan di tempat yang sama persis dengan berpuluh-puluh tahun sebelumnya), pada tanggal 21 Juni 1940 Adolf Hitler duduk di kursi yang sama yang diduduki oleh Marsekal Ferdinand Foch pada tahun 1918 saat dia menghadapi perwakilan dari Kekaisaran Jerman yang kalah. Setelah mendengarkan pembacaan draft perjanjian, Hitler - dengan sikap merendahkan yang telah diperhitungkan seperti yang ditunjukkan oleh Foch berpuluh-puluh tahun sebelumnya - meninggalkan gerbong tanpa berkata apa-apa, persis seperti yang dilakukan Foch pada tahun 1918, dan meninggalkan penyelesaian perjanjian kepada Wilhelm Keitel, Panglima Oberkommando der Wehrmacht. Negosiasi memakan waktu sampai satu hari lamanya, sampai akhirnya di sore hari tanggal 22 Juni 1940 keesokan harinya, dimana Huntziger harus mendiskusikan tuntutan yang diajukan oleh Jerman melalui telepon kepada pemerintahan Prancis di Bordeaux (terutama dengan Menteri Pertahanan yang baru, Jenderal Maxime Weygand).
Adolf Hitler mempunyai beberapa alasan untuk menyetujui perdamaian. Dia ingin memastikan bahwa pihak Prancis tidak meneruskan peperangan di Afrika Utara, sekaligus memastikan pula bahwa Angkatan Laut Prancis keluar dari medan perang. Sebagai tambahan, membiarkan Prancis mengurus pemerintahannya sendiri akan membebaskan Jerman dari beban administrasi yang cukup signifikan dalam mengatur wilayah Prancis, terutama saat Hitler sedang memfokuskan perhatiannya pada Inggris. Terakhir, karena Jerman kekurangan Angkatan Laut yang bisa diandalkan dalam menguasai wilayah Prancis di seberang lautan, maka solusi praktis satu-satunya dalam menghindarkan penyerobotan Inggris atas wilayah tersebut adalah dengan menyediakan pemerintahan boneka Prancis, lengkap dengan Angkatan Lautnya.
Berdasarkan buku "Rise and Fall of the Third Reich" karya William Shirer, Jenderal Prancis Charles Huntziger mengajukan keberatan bahwa syarat perjanjian perdamaian yang diajukan oleh Hitler lebih berat jika dibandingkan dengan perjanjian perdamaian yang sama yang dibebankan kepada Jerman pada tahun 1918. Perjanjian kali ini mensyaratkan penguasaan Jerman atas 3/5 wilayah Prancis di sebelah utara dan barat garis yang melewati Jenewa dan Tours serta membentang sampai perbatasan dengan Spanyol, sehingga membuat Kriegsmarine Nazi Jerman mendapatkan akses ke semua pelabuhan penting Prancis di Atlantik dan Selat Inggris. Selain itu, semua pelarian Jerman yang sebelumnya telah mendapatkan suaka politik di Prancis harus diserahkan, dan seluruh biaya pendudukan harus ditanggung oleh Prancis (sekitar 400 juta francs setiap harinya!). Sebagai salah satu keringanan yang diberikan oleh Hitler, sedikit bagian Angkatan Bersenjata Prancis akan diizinkan untuk tetap berdiri. Selain itu, Angkatan Laut Prancis hanya akan dilucuti dan tidak akan dipaksa untuk menyerah (karena Hitler menyadari bahwa mengajukan persyaratan yang terlalu "sadis" akan membuat Prancis meneruskan pertempuran dari wilayah-wilayah jajahannya). Wilayah selatan Prancis akan tetap dibiarkan untuk "merdeka", yang dikendalikan oleh pusat pemerintahan di Vichy (yang juga ikut mengendalikan wilayah-wilayah yang diduduki oleh Jerman, meskipun dengan banyak batasan).
Hal-hal ini tetap menjadi bahan pertimbangan sampai akhirnya draft perjanjian ditandatangani. Pada saat itu, baik pihak Prancis maupun Jerman mengira bahwa pendudukan oleh tentara Nazi hanya akan berlangsung sementara, dan segera berakhir manakala Inggris berhasil ditaklukkan, yang dipercaya akan terjadi tak lama lagi. Sebagai contoh, tak ada satupun dari delegasi Prancis yang mengajukan keberatan atas ketentuan bahwa prajurit-prajurit Prancis yang tertangkap akan tetap tinggal di kamp-kamp tawanan Jerman sampai dengan penghentian semua permusuhan. Akibatnya, hampir satu juta orang tentara Prancis dipaksa untuk menghabiskan lima tahun masa peperangan di kamp-kamp tawanan (sekitar sepertiga dari 1,5 juta tawanan Prancis dibebaskan sebagai bagian dari program pekerja paksa Jerman, 'Service du Travail Obligatoire', sebelum perang berakhir.
Yang jelas, perjanjian damai akhir tidak pernah dinegosiasikan, dan wilayah yang masih belum diduduki kemudian direbut oleh pasukan Jerman dari tangan pemerintahan Vichy dalam Operasi Anton, tak lama setelah invasi Sekutu atas wilayah kolonial Prancis di Afrika Utara pada bulan November 1942..
Pasal 19 dari gencatan senjata Perancis-Jerman mengharuskan Prancis untuk menyerahkan setiap warga negara Jerman yang kabur ke Prancis, yang nantinya rata-rata dideportasi ke kamp konsentrasi (klausul "Menyerah pada Permintaan"). Keitel memberikan jaminan verbal bahwa ini akan berlaku terutama bagi para pengungsi yang telah "memprovokasi perang" - merujuk pada orang-orang Yahudi yang menikmati suaka politik di Prancis. Keitel juga membuat satu konsesi lain, yaitu bahwa pesawat-pesawat Prancis tidak perlu diserahkan kepada Jerman.
Delegasi Prancis - yang dipimpin oleh Jenderal Charles Huntziger - mencoba untuk melunakkan isi-isi perjanjian yang dianggap terlalu keras, tetapi Keitel menjawab bahwa mereka hanya menghadapi dua pilihan: menerima atau menolak sepenuhnya. Mengingat buruknya situasi militer yang dihadapi oleh Prancis, Huntziger tidak punya pilihan, selain dari menyetujui ketentuan yang diajukan. Penghentian kontak senjata mulai berlaku pada pukul 00:35 tanggal 25 Juni 1940, lebih dari dua hari kemudian, hanya setelah perjanjian serupa lain ditandatangani antara pihak Prancis dan Italia, sekutu utama Jerman di Eropa.
Perjanjian tersebut bisa dibilang memiliki beberapa keuntungan bagi Prancis, seperti misalnya tetap diperbolehkan menguasai wilayah-wilayah jajahannya di seberang lautan, tetap memiliki armada lautnya, serta mengatur pemerintahan di sebagian wilayah Prancis yang tidak diduduki oleh pasukan Jerman dan Italia.
-----------------------------------------------------------------------------
KRONOLOGI PERJANJIAN PERDAMAIAN JERMAN-PRANCIS
21 JUNI 1940
- Pada pukul 15:00 Hitler dan rombongan datang tiba di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) di Hutan Compiègne, Prancis. Dia lalu berjalan melalui Monumen Alsace-Lorraine - berbentuk elang (Jerman) yang ditusuk pedang (Sekutu) - yang kini ditutupi oleh bendera Swastika. Langkahnya terlihat sangat ringan, seperti halnya langkah seorang penakluk gemilang yang menantang dunia.
- Dengan dikelilingi oleh para pengiringnya, Hitler berhenti sebentar di monumen batu granit raksasa tersebut. Dia memandang dalam diam. Saat sang Führer berjalan menjauh, dia menoleh sebentar ke batu granit tersebut dengan muka yang terlihat sinis dan marah. Dia dengan cepat meletakkan tangan di pinggulnya, membusungkan dadanya, dan melebarkan kakinya (sebuah gerakan menantang dan menghina!).
- Hitler memasuki area utama berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 180 meter. Dia berhenti sebentar lalu melihat ke sekeliling. Waktu menunjukkan pukul 15:18.
- Hitler memimpin yang lainnya berjalan ke arah batu granit lain yang lebih kecil, 45 meter di samping batu pertama. Batu ini diletakkan persis di posisi gerbong kereta yang dijadikan lokasi penandatanganan perjanjian perdamaian pada tanggal 11 November 1918. Hitler hanya memberikan pandangan sekilas saja pada tulisan berhuruf besar yang terdapat di prasasti tersebut: "DISINI PADA TANGGAL 11 NOVEMBER 1918 TELAH TAKLUK KEBANGGAAN KRIMINAL DARI KEKAISARAN JERMAN... DIMUSNAHKAN OLEH RAKYAT MERDEKA YANG BERUSAHA DIPERBUDAKNYA". Batu itu sendiri terletak diantara sepasang rel kereta yang sudah berkarat. Sang Führer bahkan tak menyempatkan diri untuk melihat patung Marsekal Ferdinand Foch yang terletak tak jauh dari situ.
- Waktu menunjukkan pukul 15:23. Saat tiba di gerbong kereta Foch yang akan dijadikan lokasi negosiasi gencatan senjata dengan pihak Prancis, Hitler memberikan salam hormat Nazi dengan mengangkat tangannya. Setelah ngobrol sebentar, dia lalu masuk dan duduk di gerbong bersama dengan yang lainnya. Hitler duduk di kursi yang sama yang diduduki oleh Marsekal Foch 22 tahun sebelumnya. Empat kursi di depannya dibiarkan kosong.
- Pada pukul 15:30, delegasi Prancis datang menggunakan mobil. Mereka telah terbang dari Bordeaux dan mendarat di lapangan udara terdekat. Mereka juga melihat kepada Monumen Alsace-Lorraine, tapi hanya sekilas saja. Mereka lalu berjalan melintasi avenue dengan diiringi oleh tiga orang perwira Jerman. Ehrenkompanie (Kompi Kehormatan) Wehrmacht - yang berjaga di sepanjang sisi avenue - bersikap siaga memperhatikan, tapi tanpa memberi hormat
- Para delegasi Prancis lalu memasuki gerbong kereta yang telah berisi Hitler dan yang lainnya. Saat Generaloberst Keitel membacakan dan memberikan draft perjanjian penyerahan kepada Charles Huntziger, sang Führer hanya diam tak bersuara. 12 menit setelah kedatangan delegasi Prancis, sang Führer berdiri, memberi hormat dengan kaku, dan pergi meninggalkan kereta. Waktu menunjukkan pukul 15:42. Seluruh prosesi penyerahan sendiri hanya berlangsung sekitar 15 menit.
- Hitler dan rombongan lalu meninggalkan lokasi, dengan diiringi lagu "Deutschland, Deutschland uber Alles" serta "Horst Wessel" yang dibawakan oleh Musikkorps Wehrmacht. Keitel sendiri tetap tinggal untuk meneruskan negosiasi dengan pihak Prancis.
------------------------------------------------------------------------------
Foto udara Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) yang diambil pada tahun 1936 ini memperlihatkan lokasi bersejarah di Hutan Compiègne, Prancis, tempat ditandatanganinya perjanjian penyerahan Jerman dalam Perang Dunia I, tanggal 11 November 1918. Empat tahun kemudian, persis di lokasi yang sama, berlangsung penandatanganan perjanjian penyerahan Prancis yang mengakhiri perang di Eropa Barat pada tahun 1940
Batu peringatan hari menyerahnya Jerman di akhir Perang Dunia Pertama. Inskripsi di batu tersebut berbunyi: "ICI LE 11 NOVEMBRE 1918 SUCCOMBA LE CRIMINEL ORGUEIL DE L'EMPIRE ALLEMAND VAINCU PAR LES PEUPLES LIBRES QU'IL PRÉTENDAIT ASSERVIR" (DISINI PADA TANGGAL 11 NOVEMBER 1918 TELAH TAKLUK KEBANGGAAN KRIMINAL
DARI KEKAISARAN JERMAN... DIMUSNAHKAN OLEH RAKYAT MERDEKA YANG BERUSAHA
DIPERBUDAKNYA). Maaf kalau terjemahannya rada belekok samidhin wadon bae ble'e-ble'e, maklum soalnya bukan orang Prancis asli melainkan hanya "Prancis" (Peranakan Cisero)!
Gerbong kereta yang akan dijadikan lokasi penandatanganan penyerahan Prancis kepada Jerman. Gerbong tersebut bertulisan "Compagnie Internationale des Wagons-Lits et des Grands Express Européens" (Perusahaan Kereta-Tidur Internasional dan Express Akbar Eropa) serta "Voiture-Restaurant" (Gerbong-Makan). Nomor serinya adalah CIWL #2419 ("Le Wagon de l'Armistice")
Gerbong kereta yang akan dijadikan lokasi penandatanganan penyerahan sedang ditarik keluar dari musium yang memajangnya. Ini adalah gerbong yang sama yang dijadikan lokasi penandatanganan penyerahan Jerman di akhir Perang Dunia Pertama tanggal 11 November 1918. Hitler sendiri yang memerintahkan tempat tersebut sebagai lokasi peristiwa bersejarah ini, karena dia ingin membalas perlakuan memalukan Prancis terhadap Jerman!
Prajurit Jerman memperhatikan plakat penghormatan untuk Marsekal Ferdinand Foch di hutan Compiègne, Prancis. Di latar belakang adalah gerbong kereta yang dijadikan monumen, gerbong yang sama yang dijadikan lokasi penandatanganan penyerahan Jerman di tahun 1918 lalu
Gerbong kereta yang akan menjadi lokasi penandatanganan kini telah berada di tempatnya. Setelah penyerahan pertama ditandatangani di Hutan Compiègne pada tahun 1918, gerbong ini dipindahkan ke tempat terlindungi di musium Prancis. Khusus untuk penyerahan kedua pada tahun 1940, gerbong ini dikembalikan ke tempatnya di Compiègne, sebelum kemudian dibawa ke Berlin sebagai simbol superioritas Jerman atas Prancis
Ehrenkompanie (Kompi Kehormatan) yang berjaga di avenue - jalan dengan pinggiran pepohonan - yang menuju ke arah lokasi utama penandatanganan perjanjian di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata), pada hari kedatangan Adolf Hitler di lokasi tersebut, tanggal 21 Juni 1940. Dalam suratkabar "Illustrierte Kronen-Zeitung" edisi 22 Juni 1940, mereka disebutkan berasal dari unit Führer-Begleit-Bataillon, dan diperkuat oleh tambahan dua peleton infanteri Heer serta satu peleton Luftwaffe dari Regiment "General Göring". Panji yang dikibarkan adalah milik Führer-Begleit-Bataillon
Seorang prajurit Wehrmacht berjaga di depan Monumen Alsace-Lorraine yang telah ditutupi oleh bendera Swastika. Monumen ini dibuat untuk memperingati kemenangan Prancis atas Jerman dalam Perang Dunia Pertama, sekaligus merayakan kembalinya wilayah Alsace-Lorraine ke tangan Prancis (setelah sebelumnya menjadi milik Kekaisaran Jerman seusai Perang Prusia-Prancis tahun 1870-71). Monumen ini berbentuk seekor elang sekarat (melambangkan Jerman), yang ditusuk oleh sebilah pedang (melambangkan Prancis dan Sekutu). Di bagian bawah terukir tulisan "Aux héroïques soldats de France / défenseurs de la patrie et du droit / Glorieux lébérateurs de l’Alsace et de la Lorraine" (Para Prajurit Heroik Prancis / Para Pembela Hukum dan Tanah Air / Para Pembebas Gemilang Alsace dan Lorraine). Media propaganda Jerman sendiri cenderung menamakannya sebagai "Denkmal des gallischen Triumphes" (Monumen Kemenangan Galia), yang merujuk pada sebutan nenek-moyang bangsa Prancis zaman Romawi. Foto ini diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Carl Weinrother
Patung Ferdinand Foch di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) Compiègne, tanggal 21 Juni 1940. Foch adalah Marsekal Prancis yang memimpin negaranya menuju kemenangan dalam Perang akbar melawan Jerman di tahun 1914-1918. Tiga hari setelah penandatanganan perjanjian perdamaian dengan Prancis tahun 1940, Hitler memerintahkan agar seluruh lokasi Clairière de l'Armistice dimusnahkan, dengan hanya menyisakan patung Marsekal Foch yang tetap berdiri. Ini adalah sebuah hal yang disengaja, dengan maksud agar Foch secara simbolis hanya menjadi simbol kemenangan dari tanah yang terbengkalai!
Koresponden perang Amerika William Lawrence Shirer (kanan) bersama dengan para wartawan lainnya yang meliput upacara penandatanganan penyerahan Prancis di tangan Jerman yang dilangsungkan di hutan Compiègne, 21-22 Juni 1940. Shirer (23 Februari 1904 - 28 Desember 1993) sendiri bertugas di agen-agen koran serta stasiun radio di Berlin dari tahun 1925 s/d 1940. Seusai Perang Dunia II dia mempublikasikan buku karangannya "The Rise and Fall of the Third Reich", yang menjadi salah satu sumber rujukan utama untuk orang yang ingin mengetahui seluk-beluk Nazi Jerman (Alif Rafik "Aliando" Khan juga punya bukunya lho!). Foto oleh Kriegsberichter Kropf
Reichsführer-SS Heinrich Himmler (kiri, Chef der SS und Polizei) ngadu huntu dengan Menteri Luar Negeri Joachim von Ribbentrop, sementara ajudan Himmler, SS-Gruppenführer Karl Wolff, mesam-mesem di tengah mereka kayak yang ngarti bahasa Jerman (???). Membelakangi kamera di sebelah kanan adalah SS-Obergruppenführer Dr.jur. Hans Heinrich Lammers (Reichsminister und Chef Reichskanzlei). Foto ini diambil oleh Hugo Jaeger dalam momen negosiasi penyerahan resmi Prancis ke tangan Jerman pada tanggal 21 Juni 1940 yang diadakan di Hutan Compiègne, Prancis. Para pejabat tinggi Nazi sedang menantikan kedatangan Hitler ke tempat upacara
Reichsführer-SS Heinrich Himmler (Chef der SS und Polizei) berbincang-bincang dengan Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe). Di belakang Himmler adalah Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), sementara di belakang Göring adalah Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres). Foto ini diambil oleh fotografer pribadi Hitler, Hugo Jaeger, di hutan Compiègne pada tanggal 21 Juni 1940, yang merupakan hari pertama dari dua hari negosiasi gencatan senjata antara Prancis dan Jerman yang mengakhiri pertempuran di Front Barat pada tahun 1940. Pada tempat yang sama berpuluh-puluh tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 11 November 1918, Jerman menyerah kalah kepada pihak Sekutu dan - dengannya - mengakhiri Perang Dunia I
Pada pukul 15:00 tanggal 21 Juni 1940, Hitler dan para pengiringnya tiba di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) di Hutan Compiègne, Prancis. Dia datang dengan menaiki mobil Mercedes-Benz W31 tipe G4 beroda enam yang disupiri oleh SS-Sturmbannführer Erich Kempka. Sang Führer disambut oleh para petinggi Nazi yang telah hadir terlebih dahulu: Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen)
Sebelum dimulainya negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis yang diselenggarakan di Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), tanggal 21 Juni 1940, para petinggi Third Reich ngobrol-ngobrol sebentar, yang dilanjutkan dengan naiknya mereka semua ke Compiègne Wagon untuk menunggu kedatangan delegasi Prancis. Semuanya mendengarkan dengan santai saat sang Führer ngacapruk, sementara di latar belakang terlihat gerbong bersejarah Compiègne Wagon yang nantinya akan menjadi lokasi penandatanganan. Gerbong tersebut bertulisan "Compagnie Internationale des Wagons-Lits et des Grands Express Européens" (Perusahaan Kereta-Tidur Internasional dan Express Akbar Eropa). Sebagai identifikasi orang-orang yang nongol dalam foto ini, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine) serta Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres)
Sebelum dimulainya negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis yang diselenggarakan di Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), tanggal 21 Juni 1940, para petinggi Third Reich ngobrol-ngobrol sebentar, yang dilanjutkan dengan naiknya mereka semua ke Compiègne Wagon untuk menunggu kedatangan delegasi Prancis. Sebagai identifikasinya, dari kiri ke kanan: Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generaloberst Walther von Brauchitsch (tertutup oleh Göring; Oberbefehlshaber des Heeres), Generalfeldmarschall Hermann Göring (membelakangi kamera; Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Joachim von Ribbentrop (membelakangi kamera; Reichsminister des Auswärtigen), dan Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht). Orang yang nyempil sendirian di sebelah kanan adalah SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler). Di latar belakang kita bisa melihat patung Marsekal Ferdinand Foch, panglima Sekutu yang memimpin perundingan damai di tempat yang sama 22 tahun sebelumnya, yang mengakhiri Perang Dunia Pertama dengan kekalahan di pihak Kekaisaran Jerman
21 Juni 1940: Setelah mengobrol sebentar dengan para petinggi Nazi Jerman, Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler) menaiki Compiègne Wagon untuk selanjutnya menunggu tibanya delegasi Prancis (yang datang beberapa menit kemudian). Meskipun diambil dari kejauhan, tapi kita masih bisa mengenali wajah-wajah "familiar" dalam foto berwarna asli hasil jepretan Hugo Jaeger ini, diantaranya adalah: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler)
Adolf Hitler di depan gerbong kereta Compiègne
Adolf Hitler bersama para jenderalnya di Compiègne
21 Juni 1940: Delegasi Jerman tampak sedang menunggu kedatangan delegasi Prancis dalam perundingan gencatan senjata yang akan mengakhiri perang antara kedua negara. Perundingan ini diselenggarakan selama dua hari (21-22 Juni 1940), di dalam Compiègne Wagon yang diparkir di Hutan Compiègne, persis di lokasi yang sama dimana Jerman menyerah kalah dalam Perang Dunia Pertama tahun 1918. Dalam foto ini kita bisa melihat, duduk searah jarum jam: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), dan Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer). Yang sedang menjepretkan kameranya diantara Ribbentrop dan Raeder adalah Heinrich Hoffmann, fotografer pribadi Hitler; sementara bintara SS yang berada paling dekat dengan kamera adalah SS-Hauptscharführer Otto Günsche (Adjutant Führer und Reichskanzler)
Pada pukul 15:30 tanggal 21 Juni 1940, delegasi Prancis tiba di lokasi perundingan dengan Jerman di Compiègne. Mereka diapit oleh tiga orang perwira Wehrmacht (hanya dua yang terlihat dalam foto ini). Dari kiri ke kanan: vice-amiral d'escadre Maurice Athanase Le Luc (perwakilan Angkatan Darat Prancis), général d'aviation Jean-Marie Joseph Bergeret (perwakilan Angkatan Udara Prancis), Léon Noël (perwakilan Kementerian Luar Negeri Prancis), Generalleutnant Kurt von Tippelskirch (Oberquartiermeister IV im Generalstab des Heeres), Charles Huntziger (Ketua delegasi sekaligus perwakilan Angkatan Darat Prancis), dan seorang perwira Wehrmacht yang tidak diketahui namanya
Masih adegan yang sama. Bayangan gerbongnya sudah mulai kelihatan!
Keretanya sudah keliatan! BTW, Marsekal Henri-Philippe Petain dan Pierre Laval tidak ikut dalam acara di Rethondes ini. Saat itu, 'Republik Ketiga' belumlah berdiri, dan Petain masih menjabat sebagai "Président du Conseil" (semacam Perdana Menteri). Presidennya adalah Albert François Lebrun, sementara Laval 'hanya' seorang politisi biasa dan belum naik menjadi Perdana Menteri. Petain diangkat sebagai kepala negara Prancis (jabatan resminya) tanggal 10 Juli 1940 setelah voting anggota dewan dan senat Prancis yang memberinya kekuasaan penuh. Laval lalu menjadi PM-nya sampai dengan Desember 1940
Charles Huntziger (kedua dari kanan) dan Léon Noël (ketiga dari kanan), perwakilan Prancis dalam peristiwa ini
Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht) memberikan draft perjanjian gencatan senjata untuk dibaca oleh Jenderal Charles Huntziger (Kepala Delegasi Prancis). Foto diambil di dalam Compiègne Wagon tanggal 21 Juni 1940, sewaktu berlangsungnya negosiasi penyerahan Prancis kepada pasukan Jerman. Di sebelah kiri Huntziger adalah général d'aviation Jean-Marie Joseph Bergeret
(perwakilan Angkatan Udara Prancis), sementara di sebelah kanannya adalah vice-amiral d'escadre Maurice Athanase Le Luc (perwakilan
Angkatan Darat Prancis). Selain itu, pria tinggi besar yang berdiri di pintu adalah SS-Hauptscharführer Otto Günsche (Adjutant Führer und Reichskanzler)
21 Juni 1940: 12 menit setelah kedatangan delegasi Prancis di gerbong kereta yang dipakai sebagai tempat negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis, Hitler berdiri, memberi hormat dengan kaku, dan pergi meninggalkan kereta. Waktu menunjukkan pukul 15:42 (seluruh prosesi penyerahan sendiri hanya berlangsung sekitar 15 menit). Hitler dan rombongan lalu meninggalkan lokasi, dengan diiringi lagu "Deutschland, Deutschland uber Alles" serta "Horst Wessel" yang dibawakan oleh Musikkorps Führer-Begleit-Bataillon. Foto ini memperlihatkan saat sang Führer memberi hormat kepada Oberstleutnant Kurt Thomas (Kommandeur Führer-Begleit-Bataillon) sebelum mampret. Di belakang Hitler berdiri, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), serta Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe)
Dengan diiringi oleh para petinggi militer Nazi Jerman serta ajudannya, Hitler meninggalkan lokasi Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), setelah menyerahkan draft syarat gencatan senjata kepada delegasi Prancis, tanggal 21 Juni 1940. Dari kiri ke kanan: Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Hauptmann Nikolaus von Below (Luftwaffen-Adjutant beim Führer und Oberster Befehlshaber der Wehrmacht), Oberst Rudolf Schmundt (Chefadjutant der Wehrmacht beim Führer und Oberster Befehlshaber der Wehrmacht), dan SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler)
Jenderal Charles Huntziger menandatangani dokumen penyerahan di gerbong perdamaian (Wagon de l'Armistice) di Compiègne, 21 Juni 1940. Penandatanganan dilakukan dua kali, tanggal 21 dan keesokan harinya (tanggal 22). Setelah perjanjian perdamaian ditandatangani, Huntziger menjadi Sekretaris Perang pemerintahan Vichy Prancis, dan kemudian sebagai panglima pasukan darat (September 1941). Dia tewas dalam kecelakaan udara tanggal 11 November 1941 setelah pesawatnya nyuksruk di dekat Le Vigan, Gard, saat berusaha mendarat di landasan udara dalam keadaan cuaca buruk dan peralatan radio yang ketinggalan zaman, sekembalinya dari tugas inspeksi di Afrika Utara. Foto oleh Carl Weinrother
Paling kiri adalah General der Flieger Alexander Löhr. Paling kanan adalah Wilhelm Keitel, sementara di sebelah kiri Keitel adalah Alfred Jodl. Orang (atau jin?) yang wajahnya terhalang Jodl adalah Kurt von Tippelskirch
Perwakilan Prancis Charles Huntziger dan Léon Philippe Jules Arthur Noël setelah keluar dari gerbong kereta api tempat penandatanganan dilakukanDari kiri ke kanan: Jean Bergeret (tertutup Le Luc), Maurice Le Luc, Charles Huntziger, dan Léon Noël
Charles Huntziger bersama dengan Maurice Le Luc dan Léon Noël meninggalkan gerbong kereta
Wilhelm Keitel di dalam gerbong, 22 Juni 1940. Paling kiri memakai kacamata adalah Kurt von Tippelskirch (pangkat terakhir General der Infanterie), sementara antara Tippelskirch dan Keitel adalah Generaloberst Alfred Jodl
Wilhelm Keitel menerima dokumen penyerahan dari tangan Charles Huntziger. Penandatanganan dilakukan jam 18.50 tanggal 22 Juni 1940 di dekat Compiègne, di wilayah Oise, antara Jerman dengan Prancis, setelah kemenangan Jerman dalam Pertempuran Prancis (10 Mei - 21 Juni 1940). Perjanjian ini membuat Jerman menguasai wilayah utara Prancis dan pantai-pantai serta pelabuhan yang menghadap selat Inggris. Sisa daerah "bebas" diserahkan kepada pemerintahan boneka Vichy di bawah pimpinan Marsekal Henri Philippe Pétain
Dari kiri ke kanan: Hauptmann Erich von Selle (Luftwaffen-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), dan Oberstleutnant Friedrich-Wilhelm John (Heeres-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht). Mereka bertiga berjalan menjauh dari "Compiègne Wagon", gerbong kereta bersejarah yang dijadikan sebagai lokasi utama perundingan gencatan senjata antara Jerman dan Prancis dalam dua Perang Dunia. Foto diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Hugo Jaeger. John, kelahiran 28 Desember 1905, nantinya dipromosikan menjadi Oberst pada tanggal 1 April 1943. Dia dianugerahi Deutsches Kreuz in Gold pada tanggal 8 Desember 1942 saat menjadi Kepala Operasi 6. Infanterie-Division
Dari kiri ke kanan: Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht) dan Hauptmann Erich von Selle (Luftwaffen-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht). Mereka berdua berjalan menjauh dari "Compiègne Wagon", gerbong kereta bersejarah yang dijadikan sebagai lokasi utama perundingan gencatan senjata antara Jerman dan Prancis dalam dua Perang Dunia. Foto diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Carl Weinrother
Traktor Kaelble Z6V2A (kemungkinan milik Reichsbahn) sedang menarik gerbong kereta Compiègne dengan menggunakan trailer Curlemeyer. Tidak diketahui apakah kendaraan ini sedang menarik gerbong dari musium ke tempat penandtanganan di tahun 1940, ataukah sedang membawanya ke Jerman. Tapi kemudian saya menemukan DISINI kalau sebenarnya dia sedang dibawa ke Berlin
Sebuah tiruan gerbong kereta bersejarah yang dijadikan lokasi penandatanganan perjanjian perdamaian tahun 1918 dan 1940 yang disimpan di Rethondes (Hutan Compiègne), Prancis, difoto saat peringatan Clairière de l'Armistice tanggal 3 September 2009. Gerbong yang asli sendiri dibawa ke Berlin atas perintah Hitler tak lama setelah acara tanggal 22 Juni 1940, dan kemudian dihancurkan dengan bom oleh 6.SS-Gebirgs-Division "Nord" di akhir perang demi mencegahnya jatuh ke tangan Sekutu. Lokasi penghancurannya sendiri dipercaya berada di Crawinkel, sebuah desa kecil yang terletak di hutan Thuringia, tak jauh dari Ohrdruf dan Arnstadt
Gerbong kereta yang akan menjadi lokasi penandatanganan kini telah berada di tempatnya. Setelah penyerahan pertama ditandatangani di Hutan Compiègne pada tahun 1918, gerbong ini dipindahkan ke tempat terlindungi di musium Prancis. Khusus untuk penyerahan kedua pada tahun 1940, gerbong ini dikembalikan ke tempatnya di Compiègne, sebelum kemudian dibawa ke Berlin sebagai simbol superioritas Jerman atas Prancis
Ehrenkompanie (Kompi Kehormatan) yang berjaga di avenue - jalan dengan pinggiran pepohonan - yang menuju ke arah lokasi utama penandatanganan perjanjian di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata), pada hari kedatangan Adolf Hitler di lokasi tersebut, tanggal 21 Juni 1940. Dalam suratkabar "Illustrierte Kronen-Zeitung" edisi 22 Juni 1940, mereka disebutkan berasal dari unit Führer-Begleit-Bataillon, dan diperkuat oleh tambahan dua peleton infanteri Heer serta satu peleton Luftwaffe dari Regiment "General Göring". Panji yang dikibarkan adalah milik Führer-Begleit-Bataillon
Seorang prajurit Wehrmacht berjaga di depan Monumen Alsace-Lorraine yang telah ditutupi oleh bendera Swastika. Monumen ini dibuat untuk memperingati kemenangan Prancis atas Jerman dalam Perang Dunia Pertama, sekaligus merayakan kembalinya wilayah Alsace-Lorraine ke tangan Prancis (setelah sebelumnya menjadi milik Kekaisaran Jerman seusai Perang Prusia-Prancis tahun 1870-71). Monumen ini berbentuk seekor elang sekarat (melambangkan Jerman), yang ditusuk oleh sebilah pedang (melambangkan Prancis dan Sekutu). Di bagian bawah terukir tulisan "Aux héroïques soldats de France / défenseurs de la patrie et du droit / Glorieux lébérateurs de l’Alsace et de la Lorraine" (Para Prajurit Heroik Prancis / Para Pembela Hukum dan Tanah Air / Para Pembebas Gemilang Alsace dan Lorraine). Media propaganda Jerman sendiri cenderung menamakannya sebagai "Denkmal des gallischen Triumphes" (Monumen Kemenangan Galia), yang merujuk pada sebutan nenek-moyang bangsa Prancis zaman Romawi. Foto ini diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Carl Weinrother
Patung Ferdinand Foch di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) Compiègne, tanggal 21 Juni 1940. Foch adalah Marsekal Prancis yang memimpin negaranya menuju kemenangan dalam Perang akbar melawan Jerman di tahun 1914-1918. Tiga hari setelah penandatanganan perjanjian perdamaian dengan Prancis tahun 1940, Hitler memerintahkan agar seluruh lokasi Clairière de l'Armistice dimusnahkan, dengan hanya menyisakan patung Marsekal Foch yang tetap berdiri. Ini adalah sebuah hal yang disengaja, dengan maksud agar Foch secara simbolis hanya menjadi simbol kemenangan dari tanah yang terbengkalai!
Koresponden perang Amerika William Lawrence Shirer (kanan) bersama dengan para wartawan lainnya yang meliput upacara penandatanganan penyerahan Prancis di tangan Jerman yang dilangsungkan di hutan Compiègne, 21-22 Juni 1940. Shirer (23 Februari 1904 - 28 Desember 1993) sendiri bertugas di agen-agen koran serta stasiun radio di Berlin dari tahun 1925 s/d 1940. Seusai Perang Dunia II dia mempublikasikan buku karangannya "The Rise and Fall of the Third Reich", yang menjadi salah satu sumber rujukan utama untuk orang yang ingin mengetahui seluk-beluk Nazi Jerman (Alif Rafik "Aliando" Khan juga punya bukunya lho!). Foto oleh Kriegsberichter Kropf
Reichsführer-SS Heinrich Himmler (kiri, Chef der SS und Polizei) ngadu huntu dengan Menteri Luar Negeri Joachim von Ribbentrop, sementara ajudan Himmler, SS-Gruppenführer Karl Wolff, mesam-mesem di tengah mereka kayak yang ngarti bahasa Jerman (???). Membelakangi kamera di sebelah kanan adalah SS-Obergruppenführer Dr.jur. Hans Heinrich Lammers (Reichsminister und Chef Reichskanzlei). Foto ini diambil oleh Hugo Jaeger dalam momen negosiasi penyerahan resmi Prancis ke tangan Jerman pada tanggal 21 Juni 1940 yang diadakan di Hutan Compiègne, Prancis. Para pejabat tinggi Nazi sedang menantikan kedatangan Hitler ke tempat upacara
Reichsführer-SS Heinrich Himmler (Chef der SS und Polizei) berbincang-bincang dengan Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe). Di belakang Himmler adalah Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), sementara di belakang Göring adalah Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres). Foto ini diambil oleh fotografer pribadi Hitler, Hugo Jaeger, di hutan Compiègne pada tanggal 21 Juni 1940, yang merupakan hari pertama dari dua hari negosiasi gencatan senjata antara Prancis dan Jerman yang mengakhiri pertempuran di Front Barat pada tahun 1940. Pada tempat yang sama berpuluh-puluh tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 11 November 1918, Jerman menyerah kalah kepada pihak Sekutu dan - dengannya - mengakhiri Perang Dunia I
Pada pukul 15:00 tanggal 21 Juni 1940, Hitler dan para pengiringnya tiba di Clairière de l'Armistice (Lapang Gencatan Senjata) di Hutan Compiègne, Prancis. Dia datang dengan menaiki mobil Mercedes-Benz W31 tipe G4 beroda enam yang disupiri oleh SS-Sturmbannführer Erich Kempka. Sang Führer disambut oleh para petinggi Nazi yang telah hadir terlebih dahulu: Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen)
Sebelum dimulainya negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis yang diselenggarakan di Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), tanggal 21 Juni 1940, para petinggi Third Reich ngobrol-ngobrol sebentar, yang dilanjutkan dengan naiknya mereka semua ke Compiègne Wagon untuk menunggu kedatangan delegasi Prancis. Semuanya mendengarkan dengan santai saat sang Führer ngacapruk, sementara di latar belakang terlihat gerbong bersejarah Compiègne Wagon yang nantinya akan menjadi lokasi penandatanganan. Gerbong tersebut bertulisan "Compagnie Internationale des Wagons-Lits et des Grands Express Européens" (Perusahaan Kereta-Tidur Internasional dan Express Akbar Eropa). Sebagai identifikasi orang-orang yang nongol dalam foto ini, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine) serta Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres)
Sebelum dimulainya negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis yang diselenggarakan di Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), tanggal 21 Juni 1940, para petinggi Third Reich ngobrol-ngobrol sebentar, yang dilanjutkan dengan naiknya mereka semua ke Compiègne Wagon untuk menunggu kedatangan delegasi Prancis. Sebagai identifikasinya, dari kiri ke kanan: Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generaloberst Walther von Brauchitsch (tertutup oleh Göring; Oberbefehlshaber des Heeres), Generalfeldmarschall Hermann Göring (membelakangi kamera; Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Joachim von Ribbentrop (membelakangi kamera; Reichsminister des Auswärtigen), dan Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht). Orang yang nyempil sendirian di sebelah kanan adalah SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler). Di latar belakang kita bisa melihat patung Marsekal Ferdinand Foch, panglima Sekutu yang memimpin perundingan damai di tempat yang sama 22 tahun sebelumnya, yang mengakhiri Perang Dunia Pertama dengan kekalahan di pihak Kekaisaran Jerman
21 Juni 1940: Setelah mengobrol sebentar dengan para petinggi Nazi Jerman, Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler) menaiki Compiègne Wagon untuk selanjutnya menunggu tibanya delegasi Prancis (yang datang beberapa menit kemudian). Meskipun diambil dari kejauhan, tapi kita masih bisa mengenali wajah-wajah "familiar" dalam foto berwarna asli hasil jepretan Hugo Jaeger ini, diantaranya adalah: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler)
Adolf Hitler di depan gerbong kereta Compiègne
Adolf Hitler bersama para jenderalnya di Compiègne
21 Juni 1940: Delegasi Jerman tampak sedang menunggu kedatangan delegasi Prancis dalam perundingan gencatan senjata yang akan mengakhiri perang antara kedua negara. Perundingan ini diselenggarakan selama dua hari (21-22 Juni 1940), di dalam Compiègne Wagon yang diparkir di Hutan Compiègne, persis di lokasi yang sama dimana Jerman menyerah kalah dalam Perang Dunia Pertama tahun 1918. Dalam foto ini kita bisa melihat, duduk searah jarum jam: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), dan Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer). Yang sedang menjepretkan kameranya diantara Ribbentrop dan Raeder adalah Heinrich Hoffmann, fotografer pribadi Hitler; sementara bintara SS yang berada paling dekat dengan kamera adalah SS-Hauptscharführer Otto Günsche (Adjutant Führer und Reichskanzler)
Pada pukul 15:30 tanggal 21 Juni 1940, delegasi Prancis tiba di lokasi perundingan dengan Jerman di Compiègne. Mereka diapit oleh tiga orang perwira Wehrmacht (hanya dua yang terlihat dalam foto ini). Dari kiri ke kanan: vice-amiral d'escadre Maurice Athanase Le Luc (perwakilan Angkatan Darat Prancis), général d'aviation Jean-Marie Joseph Bergeret (perwakilan Angkatan Udara Prancis), Léon Noël (perwakilan Kementerian Luar Negeri Prancis), Generalleutnant Kurt von Tippelskirch (Oberquartiermeister IV im Generalstab des Heeres), Charles Huntziger (Ketua delegasi sekaligus perwakilan Angkatan Darat Prancis), dan seorang perwira Wehrmacht yang tidak diketahui namanya
Masih adegan yang sama. Bayangan gerbongnya sudah mulai kelihatan!
Keretanya sudah keliatan! BTW, Marsekal Henri-Philippe Petain dan Pierre Laval tidak ikut dalam acara di Rethondes ini. Saat itu, 'Republik Ketiga' belumlah berdiri, dan Petain masih menjabat sebagai "Président du Conseil" (semacam Perdana Menteri). Presidennya adalah Albert François Lebrun, sementara Laval 'hanya' seorang politisi biasa dan belum naik menjadi Perdana Menteri. Petain diangkat sebagai kepala negara Prancis (jabatan resminya) tanggal 10 Juli 1940 setelah voting anggota dewan dan senat Prancis yang memberinya kekuasaan penuh. Laval lalu menjadi PM-nya sampai dengan Desember 1940
Charles Huntziger (kedua dari kanan) dan Léon Noël (ketiga dari kanan), perwakilan Prancis dalam peristiwa ini
21 Juni 1940: 12 menit setelah kedatangan delegasi Prancis di gerbong kereta yang dipakai sebagai tempat negosiasi gencatan senjata antara pihak Jerman dan Prancis, Hitler berdiri, memberi hormat dengan kaku, dan pergi meninggalkan kereta. Waktu menunjukkan pukul 15:42 (seluruh prosesi penyerahan sendiri hanya berlangsung sekitar 15 menit). Hitler dan rombongan lalu meninggalkan lokasi, dengan diiringi lagu "Deutschland, Deutschland uber Alles" serta "Horst Wessel" yang dibawakan oleh Musikkorps Führer-Begleit-Bataillon. Foto ini memperlihatkan saat sang Führer memberi hormat kepada Oberstleutnant Kurt Thomas (Kommandeur Führer-Begleit-Bataillon) sebelum mampret. Di belakang Hitler berdiri, dari kiri ke kanan: Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), serta Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe)
Dengan diiringi oleh para petinggi militer Nazi Jerman serta ajudannya, Hitler meninggalkan lokasi Clairière de l'Armistice, Compiègne (Prancis), setelah menyerahkan draft syarat gencatan senjata kepada delegasi Prancis, tanggal 21 Juni 1940. Dari kiri ke kanan: Generaloberst Walther von Brauchitsch (Oberbefehlshaber des Heeres), Großadmiral Erich Raeder (Oberbefehlshaber der Kriegsmarine), Adolf Hitler (Führer und Reichskanzler), Generalfeldmarschall Hermann Göring (Oberbefehlshaber der Luftwaffe), Rudolf Hess (Stellvertreter des Führer), dan Joachim von Ribbentrop (Reichsminister des Auswärtigen), Hauptmann Nikolaus von Below (Luftwaffen-Adjutant beim Führer und Oberster Befehlshaber der Wehrmacht), Oberst Rudolf Schmundt (Chefadjutant der Wehrmacht beim Führer und Oberster Befehlshaber der Wehrmacht), dan SA-Obergruppenführer Wilhelm Brückner (Chef-Adjutant Führer und Reichskanzler)
Jenderal Charles Huntziger menandatangani dokumen penyerahan di gerbong perdamaian (Wagon de l'Armistice) di Compiègne, 21 Juni 1940. Penandatanganan dilakukan dua kali, tanggal 21 dan keesokan harinya (tanggal 22). Setelah perjanjian perdamaian ditandatangani, Huntziger menjadi Sekretaris Perang pemerintahan Vichy Prancis, dan kemudian sebagai panglima pasukan darat (September 1941). Dia tewas dalam kecelakaan udara tanggal 11 November 1941 setelah pesawatnya nyuksruk di dekat Le Vigan, Gard, saat berusaha mendarat di landasan udara dalam keadaan cuaca buruk dan peralatan radio yang ketinggalan zaman, sekembalinya dari tugas inspeksi di Afrika Utara. Foto oleh Carl Weinrother
Paling kiri adalah General der Flieger Alexander Löhr. Paling kanan adalah Wilhelm Keitel, sementara di sebelah kiri Keitel adalah Alfred Jodl. Orang (atau jin?) yang wajahnya terhalang Jodl adalah Kurt von Tippelskirch
Perwakilan Prancis Charles Huntziger dan Léon Philippe Jules Arthur Noël setelah keluar dari gerbong kereta api tempat penandatanganan dilakukanDari kiri ke kanan: Jean Bergeret (tertutup Le Luc), Maurice Le Luc, Charles Huntziger, dan Léon Noël
Charles Huntziger bersama dengan Maurice Le Luc dan Léon Noël meninggalkan gerbong kereta
Wilhelm Keitel di dalam gerbong, 22 Juni 1940. Paling kiri memakai kacamata adalah Kurt von Tippelskirch (pangkat terakhir General der Infanterie), sementara antara Tippelskirch dan Keitel adalah Generaloberst Alfred Jodl
Wilhelm Keitel menerima dokumen penyerahan dari tangan Charles Huntziger. Penandatanganan dilakukan jam 18.50 tanggal 22 Juni 1940 di dekat Compiègne, di wilayah Oise, antara Jerman dengan Prancis, setelah kemenangan Jerman dalam Pertempuran Prancis (10 Mei - 21 Juni 1940). Perjanjian ini membuat Jerman menguasai wilayah utara Prancis dan pantai-pantai serta pelabuhan yang menghadap selat Inggris. Sisa daerah "bebas" diserahkan kepada pemerintahan boneka Vichy di bawah pimpinan Marsekal Henri Philippe Pétain
Dari kiri ke kanan: Hauptmann Erich von Selle (Luftwaffen-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht), Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht), dan Oberstleutnant Friedrich-Wilhelm John (Heeres-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht). Mereka bertiga berjalan menjauh dari "Compiègne Wagon", gerbong kereta bersejarah yang dijadikan sebagai lokasi utama perundingan gencatan senjata antara Jerman dan Prancis dalam dua Perang Dunia. Foto diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Hugo Jaeger. John, kelahiran 28 Desember 1905, nantinya dipromosikan menjadi Oberst pada tanggal 1 April 1943. Dia dianugerahi Deutsches Kreuz in Gold pada tanggal 8 Desember 1942 saat menjadi Kepala Operasi 6. Infanterie-Division
Dari kiri ke kanan: Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef Oberkommando der Wehrmacht) dan Hauptmann Erich von Selle (Luftwaffen-Adjutant Chef Oberkommando der Wehrmacht). Mereka berdua berjalan menjauh dari "Compiègne Wagon", gerbong kereta bersejarah yang dijadikan sebagai lokasi utama perundingan gencatan senjata antara Jerman dan Prancis dalam dua Perang Dunia. Foto diambil pada tanggal 21 Juni 1940 oleh Carl Weinrother
------------------------------------------------------------------------------
Traktor Kaelble Z6V2A (kemungkinan milik Reichsbahn) sedang menarik gerbong kereta Compiègne dengan menggunakan trailer Curlemeyer. Tidak diketahui apakah kendaraan ini sedang menarik gerbong dari musium ke tempat penandtanganan di tahun 1940, ataukah sedang membawanya ke Jerman. Tapi kemudian saya menemukan DISINI kalau sebenarnya dia sedang dibawa ke Berlin
Sebuah tiruan gerbong kereta bersejarah yang dijadikan lokasi penandatanganan perjanjian perdamaian tahun 1918 dan 1940 yang disimpan di Rethondes (Hutan Compiègne), Prancis, difoto saat peringatan Clairière de l'Armistice tanggal 3 September 2009. Gerbong yang asli sendiri dibawa ke Berlin atas perintah Hitler tak lama setelah acara tanggal 22 Juni 1940, dan kemudian dihancurkan dengan bom oleh 6.SS-Gebirgs-Division "Nord" di akhir perang demi mencegahnya jatuh ke tangan Sekutu. Lokasi penghancurannya sendiri dipercaya berada di Crawinkel, sebuah desa kecil yang terletak di hutan Thuringia, tak jauh dari Ohrdruf dan Arnstadt
Sumber :
Buku "Berlin Diary: The Journal of a Foreign Correspondent, 1934-1941" karya William L. Shirer
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
Foto koleksi Hugo Jaeger
Foto koleksi pribadi Westfale
www.audiovis.nac.gov.pl
www.commons.wikimedia.org
Foto koleksi Hugo Jaeger
Foto koleksi pribadi Westfale
www.audiovis.nac.gov.pl
www.commons.wikimedia.org
1 comment:
kok nama RM Panji Sosrokartono tidak ada
Post a Comment