Oleh : Alif Rafik Khan
Jagdgeschwader 26 (JG 26) ‘Schlageter’ adalah sebuah wing tempur Luftwaffe yang beroperasi terutama di Eropa Barat melawan Inggris, Prancis dan Amerika Serikat, meskipun sempat juga bertempur melawan Rusia. Nama panggilannya diambil dari Albert Leo Schlageter, seorang veteran Perang Dunia I dan anggota Freikorps yang ditangkap dan dieksekusi oleh Prancis karena dituduh melakukan sabotase tahun 1923.
Gruppe I. Dan II. Dari JG 26 dibentuk tanggal 1 Mei 1939 di Odendorf dan Bönninghardt dari I. Dan II./Jagdgeschwader 132 (JG 132). Pada awalnya mereka berkekuatan tiga skuadron per Gruppe, tapi di tahun 1943 kekuatannya bertambah menjadi empat skuadron. III. Gruppe dibentuk tanggal 23 September 1939 di Werl dari bagian-bagian I. Dan II./JG 26. Ini pun kemudian bertambah lagi dari tiga menjadi empat skuadron, dengan IV. Gruppe dibentuk tanggal 25 Februari 1945 di Varrelbusch dari III./Jagdgeschwader 54 (JG 54).
JG 26 ikut ambil bagian dalam Pertempuran Prancis dari sejak tanggal 10 Mei 1940 dengan menggunakan pesawat tempur andalan Messerschmitt Bf 109. Untuk mempermudah identifikasi, setiap bawah hidung pesawat JG 26 dicat kuning (beberapa pesawat malah mencat kuning seluruh lapisan pelindung mesinnya!). Dalam palagan kedua (setelah penyerbuan Polandia) ini, JG 26 mengklaim telah menembak jatuh 160 pesawat Inggris dan Prancis, sementara mereka sendiri hanya kehilangan 17 pilot yang terbunuh. Setelah jatuhnya Prancis, JG 26 ikut bertempur dalam Pertempuran Britania dan berpangkalan di wilayah Pas de Calais. Di akhir Agustus Komando Tinggi Jerman mulai menyadari bahwa pertempuran berjalan tidak seperti yang diharapkan. Marsekal Göring yang frustasi kemudian memecat beberapa Geschwaderkommodoren dari posisi mereka, dan menunjuk orang-orang muda yang lebih agresif di tempatnya. Karena itulah Major Adolf Galland diserahi komando JG 26 tanggal 22 Agustus 1940. Selama berlangsungnya Pertempuran Britania, JG 26 mengklaim telah menembak jatuh 285 pesawat musuh, sementara kehilangan 76 pesawat dan 45 pilot terbunuh, juga 29 lainnya menjadi tawanan perang.
Pada tahun 1941 kebanyakan unit-unit tempur Luftwaffe dikirim ke timur untuk memerangi Rusia, atau ke selatan untuk beroperasi di wilayah Mediterania. Kini tinggal JG 26 dan JG 2 ‘Richthofen’ yang masih beroperasi di Prancis. Untuk masa dua tahun selanjutnya dua Geschwader ini menjadi musuh utama Royal Air Force (RAF) Inggris yang kerap melakukan operasi di wilayah pendudukan Prancis. Secara total mereka berkekuatan sekitar 120 pesawat Bf 109 E dan F untuk menghadapi makin bertambahnya pesawat-pesawat RAF. Inggris sendiri berusaha keras untuk menggencarkan operasinya di Eropa Daratan demi melepaskan tekanan Jerman atas Rusia di Front Timur.
Kepemimpinan Galland yang menonjol, terutama dalam hal menjaga sumberdayanya sebaik mungkin dan kewaspadaan strateginya dalam bertempur, membuat JG 26 menderita kerugian yang minimum sementara menimbulkan kerusakan yang maksimum bagi pesawat-pesawat Spitfire Inggris sepanjang tahun 1941. Hal ini semakin kentara dengan kedatangan pesawat Focke-Wulf Fw 190A yang lebih mumpuni di akhir 1941 – awal 1942. Performa pesawat baru ini dianggap melebihi Spitfire Mark Vb kepunyaan RAF. Pada akhir tahun 1941 JG 26 mulai mengkonversi pesawatnya dari Bf 109 ke Fw 190. I. Dan II. Gruppe mendapat prioritas utama, dan walaupun III. Gruppe juga ikut diupgrade, tapi prosesnya kemudian berhenti sehingga sepanjang sisa masa perang selanjutnya III. Gruppe tetap setia menggunakan berbagai versi Bf 109. di akhir tahun 1941 JG 26 telah mengklaim lebih dari 900 kemenangan udara dari sejak bulan September 1939 (400 lebih dari sejak bulan Mei 1941), dan telah kehilangan 95 pilotnya yang terbunuh (tambah 34 yang menjadi tawanan). Pilot dengan pencapaian terbaik adalah Adolf Galland (97 kemenangan), Hauptmann Joachim Müncheberg (62) dan Hauptmann Josef Priller (58).
JG 26 dan JG 2 mempunyai tugas untuk mempertahankan seluruh Benteng Atlantik dari sepanjang perbatasan Spanyol sampai dengan Belgia. Ketika kampanye pemboman Sekutu makin meningkat, di akhir 1942 seluruh unit dikerahkan ke Barat.
Meskipun tidak ada panggilan khusus dari para musuhnya untuk JG 26, tapi unit ini telah membangun reputasi yang menakutkan di kalangan pilot-pilot Sekutu. Skill dan determinasi yang diperlihatkan unit-unit Luftwaffe saat mereka menyerang formasi bomber pesawat-pesawat United States Army Air Forces (USAAF) membuat para awak bomber tersebut ketar-ketir tiap kali melihat ada pesawat Bf 109 atau Fw 190 berhidung kuning yang nongol menyongsong mereka. Karena beberapa unit Luftwaffe ini ada yang berpangkalan di Abbeville-Drucat, maka Sekutu menjuluki setiap Bf 109 dan Fw 190 berhidung kuning yang agresif dan efektif ini dengan nama “The Abbeville Boys”, dan menganggap mereka sebagai sekumpulan pilot elite terpilih yang diambil dari jagoan-jagoan udara Luftwaffe terbaik. Padahal kalaulah Sekutu dihadapkan dengan Geschwader tempur lain, maka merekapun akan sama kerepotannya dalam pertempuran! Dengan kata lain, semua unit udara Jerman saat itu mempunyai moral yang tinggi, dilatih dengan baik dan dibekali pilot berpengalaman.
Pada bulan Februari 1941, 7./JG 26 di bawah pimpinan Hauptmann Joachim Müncheberg ditugaskan agar beroperasi di wilayah Mediterania untuk melawan Malta dan berpangkalan di Sisilia. Selama masa tugasnya disana, unit ini meraih kesuksesan yang luar biasa bila dibandingkan dengan kekuatan kecil yang mereka punyai, dan berhasil menghancurkan 52 pesawat musuh tanpa kehilangan satu pesawat pun! Selain melakukan misi tempur di Malta, 7./JG 26 juga terbang di atas Yugoslavia untuk mendukung invasi Jerman ke kawasan Balkan. Tanggal 7 Mei 1941, Müncheberg dianugerahi Eichenlaub sebagai tambahan Ritterkreuz yang telah diraihnya (juga medali keberanian tertinggi Italia, Medaglia d’Oro) sehabis meraih kemenangan udara ke-43. Setelah sempat menghabiskan beberapa waktu di medan tempur Afrika dalam bulan Juni-Juli 1941 demi mendukung gerak maju Afrikakorps Rommel, 7./JG 26 kemudian dikembalikan lagi ke “habitat” asalnya di Prancis.
Pendaratan Sekutu yang gagal di Dieppe tanggal 19 Agustus 1942 sebenarnya dimaksudkan untuk menggalang informasi demi mengetahui cara terbaik dalam menembus Benteng Atlantik di sepanjang pantai Prancis. Operasi udara yang menyertai pendaratan ini (yang dinamakan dengan nama Operasi Jablay eh Jubilee) berakibat dengan berkecamuknya salah satu pertempuran udara paling sengit dan brutal sejak tahun 1940. Tujuan RAF adalah untuk menyediakan payung pelindung terhadap pasukan pendarat yang terdiri dari gabungan Angkatan Darat dan Angkatan Laut, dan untuk memaksa tukang-tukang perang Luftwaffe untuk masuk ke dalam kancah pertempuran yang dipersiapkan oleh Sekutu sebelumnya. 51 skuadron tempur Spitfire dan Typhoon ikut terlibat, juga 8 skuadron fighter-bomber Hurricane, 4 skuadron pengintai Mustang Mk I dan 7 skuadron pembom ringan. Untuk menghadapi mereka, Jerman mengandalkan 115 pesawat tempur dari Jagdgeschwader 2 dan 26 yang operasional. Akibatnya, pesawat-pesawat Sekutu jauh melampaui jumlah pesawat Jerman dengan perbandingan 3:1! Meskipun pada awalnya pesawat-pesawat Jerman sedikit lambat dalam menanggapi alarm bahaya, tapi kemudian kehadirannya begitu terasa di medan pertempuran saat siang menjelang. Meskipun pesawat-pesawat tempur Sekutu cukup berhasil dalam melindungi kekuatan laut dan daratnya dari ancaman bomber Jerman, tapi mereka benar-benar tak berdaya saat dihadapkan dengan pilot-pilot tempur Jerman yang berpengalaman dan bersenjata lengkap.
Setelah pertempuran usai, Komando Tempur Sekutu mengklaim bahwa mereka telah menimbulkan korban besar di pihak Luftwaffe, padahal hal ini berbanding jauh dengan kenyataannya! Sekutu kehilangan 106 pesawat termasuk 88 pesawat tempur RAF (dengan 70 Spitfire di antaranya nyungseb karena berbagai sebab) dan 18 pesawat pembom, sementara Jerman kehilangan 48 pesawat. Dari 48 ini, setengah di antaranya adalah Dornier Do 217 dari Kampfgeschwader 2. JG 2 kehilangan 14 Fw 190 dan 8 pilotnya yang terbunuh, sementara JG 26 kehilangan 6 Fw 190 dengan pilotnya. Skuadron Spitfire sendiri (42 Mark V dan 4 Mark IX) sebenarnya ditugaskan untuk melakukan serangan udara-ke-darat, juga misi pengawalan, sehingga jumlah pastinya yang musnah dalam pertempuran melawan Fw 190 tidak diketahui dengan pasti. Klaim Luftwaffe sesuai dengan kenyataan, dimana mereka mengatakan telah menjatuhkan 61 pesawat (dari jumlah total 106). JG 2 mengklaim 40 dan JG 26 mengklaim 21.
Di akhir bulan Maret 1942, sebuah Staffel khusus fighter-bomber dibentuk dan dinamakan dengan 10.(Jabo)/JG 26. Unit baru ini dilengkapi dengan Fw 190 A-3/U3 bersama dengan “saudaranya” yaitu 10.(Jabo)/JG 2. Mereka beroperasi mulai dari bulan Juni 1942 dan ditugaskan terutama untuk menghantam kapal-kapal Sekutu yang berlayar di Channel, juga kota-kota pelabuhan di pantai tenggara Inggris. Mereka selalu melaksanakan serangannya dalam jumlah kecil dengan kecepatan tinggi dan ketinggian rendah. Metode seperti ini hampir-hampir mustahil ditanggulangi oleh para pesawat tempur RAF. Tanggal 31 Oktober 1942 Canterbury mendapat serangan udara di siang hari, yang tercatat sebagai serangan terbesar Luftwaffe sejak Pertempuran Britania. Terlibat dalam serangan ini adalah 60 Fw 190 yang mengobrak-abrik kota dan membunuh 32 orang serta melukai 116 lainnya (dengan kehilangan satu Fw 190). Cara menangkal paling efektif dari serangan semacam ini yang dikembangkan oleh RAF adalah dengan memanfaatkan pesawat-pesawat patroli Hawker Typhoon dan Griffon yang dibekali dengan mesin Spitfire Mk XII sehingga cukup cepat untuk mengejar Fw 190 dalam ketinggian rendah. Sepanjang tahun 1943 yang kemudian datang, unit-unit Jabo mulai mengalami kehilangan yang signifikan. Sebagai contohnya, dalam serangan udara di atas London tanggal 20 Januari 1943, Jabo JG 26 dan para pengawalnya (dengan total 90 pesawat tempur) kehilangan delapan pesawat plus pilotnya di tangan RAF.
Pada bulan Februari 1943, 10.(Jabo)/JG 26 dirubah menjadi 10.(Jabo)/JG 54, meskipun tetap beroperasi di bawah kontrol JG 26. Pada bulan April kedua Jabo yang ada digabungkan menjadi IV Gruppe, Schnellkampfgeschwader 10 (SKG 10) dan merubah waktu penyerangannya ke daratan Inggris selatan menjadi hanya di malam hari.
Awal tahun 1943 ditandai dengan periode dimana peran RAF mulai mengendur, dan kini digantikan oleh musuh baru yaitu USAAF Eighth Air Force yang doyan sekali berak-berak (baca:ngebom) di siang hari dengan mengandalkan bomber-bomber kelas beratnya.
Formasi bomber-bomber ini biasanya merupakan umpan untuk memancing pesawat-pesawat tempur Luftwaffe agar bertempur, meskipun si bomber juga kini mempunyai kemampuan untuk menghancurkan atau membuat rusak parah target darat mereka. Sekarang JG 26 mendapati bahwa mereka tak lagi bisa menentukan siapa musuh mereka dan tempat dimana dogfight akan dilaksanakan. Biasanya unit-unit Fw 190 mempunyai kemampuan lebih baik saat berada di ketinggian 25.000 kaki, sehingga mereka dilatih untuk mengembangkan gaya serangan head-on (berhadapan) untuk memaksimalkan daya tembak dan mengeksploitasi kelemahan utama B-17 ‘Flying Fortress’ (model E dan F) dan B-24D Liberator yang terletak di bagian depannya. Amerika pun kemudian menyadari hal ini, dan di model-model selanjutnya kelemahan tersebut diperbaiki.
Sementara itu, JG 26 kemudian dipindahkan ke Front Timur, dan tempatnya digantikan oleh JG 54 ‘Grünherz’ yang selama ini biasa beroperasi di Front Timur. Penggantian ini dilakukan dalam tingkat Gruppe, dan I./JG 26 (di bawah pimpinan Major Johannes Seifert) bersama dengan 7./JG 26 (Hauptmann Klaus Mietusch) ditransfer ke Rusia Utara akhir Januari 1943. Tapi kemudian entah kenapa perpindahan ini ditunda, dan di awal Juni 1943 I./JG 26 dikembalikan lagi ke Prancis, disusul oleh 7./JG 26 di bulan Juli. Selama masa singkatnya di Front Timur, kedua unit tersebut berhasil menghancurkan 199 pesawat Soviet, dengan hanya kehilangan 11 pilot yang terbunuh.
Operasi pertama Jagdgeschwader 26 selama berlangsungnya invasi Sekutu di Normandia tanggal 6 Juni 1944 dilaksanakan oleh Geschwaderkommodore Oberstleutnant Josef Priller. Dia terbang menggunakan Fw 190A-8 W.Nr.170346 ‘Black 13’ bersama dengan wingman-nya dari pangkalan mereka di Lille-Nord, dan berdua mereka menyongsong seluruh armada musuh, baik darat, laut maupun udara! Begitu heroiknya tindakan ini sehingga kemudian diabadikan dalam buku karya Cornelius Ryan berjudul ‘The Longest Day’ dan film legendaris berjudul sama. Priller dan wingman-nya, Unteroffizier Heinz Wodarczyk, tinggal landas dengan Focke-Wulfnya dan berangkat menuju ke arah barat di ketinggian rendah. Dalam perjalanan mereka berhasil menghindar dari beberapa formasi Spitfire yang menghadang. Selamat, mereka lalu menyeberangi pantai Le Havre dan mendapati kapal-kapal Sekutu sedang nongkrong. Sepasang pilot pemberani ini lalu melakukan penyerangan dengan memberondong prajurit-prajurit Inggris yang sedang mendarat di Pantai SWORD. Tembakan gencar senjata anti serangan udara kemudian memaksa kedua Focke-Wulf yang sejauh ini tak tersentuh untuk berlindung di balik awan. Tercatat JG 26 dan JG 2 melakukan sebagian besar dari total 172 sorti unit tempur Luftwaffe yang dilakukan pada saat D-Day. Ini jauh banget dibandingkan dengan pasukan udara Sekutu yang menerbangkan 14.000 sorti di hari yang sama!
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan sejak lama untuk mengantisipasi serangan Sekutu, unit-unit tempur Luftwaffe dimobilisasi untuk menambah kekuatan JG 2 dan JG 26 yang berpangkalan di Prancis, dengan pangkalan utama yaitu Grup pertahanan Reich. Bersama dengan sekitar 20 Gruppe tambahan dari Jagdgeschwader-Jagdgeschwader yang berada di bawah komando Jagd Division 5, JG 26 melakukan operasi penyerangan yang tidak henti-hentinya di atas medan tempur Normandia selama berlangsungnya musim panas tahun 1944, dan menghadapi kekuatan musuh yang semakin bertambah dari waktu ke waktu. Superioritas udara Sekutu dalam hal jumlah ini otomatis menimbulkan korban yang besar di pihak Luftwaffe dalam hal pilot dan pesawat. Untuk menggantinya, perekrutan dilangsungkan secara instan dan pelatihan dilakukan dalam waktu sekedarnya (hanya kurang dari 180 jam terbang) demi menambal korban yang berjatuhan. Tentu saja metode seperti ini hanya membuat pilot-pilot baru yang kurang berpengalaman menjadi sasaran empuk pesawat-pesawat Sekutu yang berjumlah kolosal. Di bulan Juli JG 26 hanya mengklaim 30 kemenangan saja, sementara di lain pihak mereka menderita korban 20 pilot terbunuh dan 16 lainnya terluka!
Di akhir Agustus 1944 Jagdgeschwader 26 dimundurkan ke Belgia, dan kini hanya berkekuatan 56 pesawat saja. Di bulan itu JG 26 mengklaim 76 kemenangan, dan kehilangan 40 pilot yang terbunuh dalam pertempuran (kehilangan bulanan terbesar sepanjang perang yang mereka alami!), 6 lainnya terbunuh dalam kecelakaan, dan 20 luka-luka.
JG 26, yang pangkalannya berada dekat dengan perbatasan Belgia-Belanda, terlibat penuh dalam penyerangan melawan pasukan payung Sekutu yang mendarat di jembatan-jembatan sungai Rhine dalam Operasi Market Garden. Upaya untuk memusnahkan pesawat-pesawat transport Sekutu digagalkan oleh kehadiran begitu banyak pesawat tempur pengiringnya. Major Klaus mietusch, jagoan udara dengan 72 kemenangan yang juga adalah komandan III/JG 26 dan anggota terlama JG 26 (dari sejak tahun 1938), terbunuh dalam pertempuran ini.
Di bulan November 1944 II Gruppe ditarik dari front untuk mendapat upgrade pesawatnya menjadi Fw 190 D-9 ‘Dora’ (bukan The Explorer!).
JG 26 ikut ambil bagian dalam Operasi Bodenplatte, yaitu serangan massal pesawat-pesawat tempur Jerman yang terbang dalam kecepatan rendah dengan sasarannya adalah pangkalan-pangkalan udara Sekutu di Belanda dan Belgia. Dengan dipimpin oleh Oberst Priller, lebih dari 60 Fw 190D dari I/JG 26 (dan III/JG 54 yang ditempatkan di bawah komandonya) menyerang pangkalan RAF di Grimbergen. Mereka mampu menghancurkan 5 bomber dan sebuah Mustang, serta banyak truk dan perlengkapan lainnya. Tapi di lain pihak unit Priller juga menderita korban yang tidak sedikit: 24 pesawat gagal untuk kembali, dengan lebih dari setengahnya jatuh gara-gara terkena tembakan teman sendiri! Di waktu yang sama, II dan III/JG 26 kebagian tugas menyerang Brussels-Evere yang menjadi markas dari unit veteran RCAF, yaitu 127 Wing yang dilengkapi dengan pesawat-pesawat Spitfire. Hanya 11 Spitfire yang hancur, sementara si penyerang malah kehilangan 17 pesawat. Korban yang diderita oleh JG 26 merupakan gambaran dari korban total yang diderita Luftwaffe di hari itu, dimana 300 dari 900 pesawat tempur yang dikerahkan tidak kembali lagi. Operasi ini juga menandai akhir dari harapan Luftwaffe untuk sebuah operasi yang efektif dan terpadu dalam melawan Sekutu di masa mendatang.
Tugas JG 26 selanjutnya di sisa perang adalah untuk menyediakan dukungan semaksimal mungkin bagi pasukan-pasukan darat Jerman yang mati-matian mempertahankan sektor utara Front Barat dari serangan pasukan gabungan Inggris dan Kanada. Meskipun menderita kekurangan bahan-bakar dan perlengkapan yang kronis, JG 26 tetap melaksanakan misi-misi tempur untuk menghadang pesawat-pesawat pengintai Sekutu dan ‘freie Jagd’ (terjemahan bahasa Uganda: bebas kelayapan) dalam melawan formasi-formasi taktis dan sasaran darat lainnya.
Prestasi:
Meskipun banyak catatan Luftwaffe yang hilang di akhir peperangan, tapi penelitian yang kemudian dilakukan memperkirakan bahwa sepanjang eksistensinya JG 26 telah menghancurkan ± 2700 pesawat dan kehilangan 763 pilot yang terbunuh (631 dalam pertempuran, 132 karena kecelakaan). Selain itu, 67 pilotnya juga tertembak jatuh dan kemudian menjadi tawanan.
Geschwaderkommodoren:
- Oberst Eduard Ritter von Schleich, 1 November 1938 – 9 Desember 1939
- Major Hans Hugo Witt, 14 Desember 1939 – 23 Juni 1940
- Major Gotthard Handrick, 24 Juni 1940 – 21 Agustus 1940
- Oberstleutnant Adolf Galland, 22 Agustus 1940 – 5 Desember 1941
- Major Gerhard Schöpfel, 6 Desember 1941 – 10 Januari 1943
- Oberst Josef Priller, 11 Januari 1943 – 27 Januari 1945
- Major Franz Götz, 28 Januari 1945 – 7 Mei 1945
Gruppenkommandeure
I. Gruppe JG 26
- Major Gotthardt Handrick, 1 Mei 1939 – 23 Juni 1940
- Hauptmann Kurt Fischer, 24 Juni 1940 – 21 Agustus 1940
- Hauptmann Rolf Pingel, 22 Agustus 1940 – 10 Juli 1941
- Major Johannes Seifert, 11 Juli 1941 – 31 Mei 1943
- Hauptmann Fritz Losigkeit, 1 Juni 1943 – 22 Juni 1943
- Hauptmann Karl Borris, 23 Juni 1943 – 14 Mei 1944
- Hauptmann Hermann Staiger, 15 Mei 1944 – 31 Juli 1944
- Major Karl Borris, 1 Agustus 1944 – 7 Mei 1945
II. Gruppe JG 26
- Hauptmann Werner Palm, 1 Mei 1939 – 27 Juni 1939
- Hauptmann Herwig Knüppel, 28 Juni 1939 – 19 Mei 1940
- Hauptmann Karl Ebbighausen, 20 Mei 1940 – 31 Mei 1940
- Hauptmann Erich Noack, 1 Juni 1940 – 24 Juli 1940
- Hauptmann Karl Ebbighausen, 25 Juli 1940 – 16 Agustus 1940
- Hauptmann Erich Bode, 17 Agustus 1940 – 3 Oktober 1940
- Hauptmann Walter Adolph, 4 Oktober 1940 – 18 September 1941
- Hauptmann Joachim Müncheberg, 19 September 1941 – 21 Juli 1942
- Hauptmann Conny Meyer, 22 Juli 1942 – 2 Januari 1943
- Major Wilhelm-Ferdinand Galland, 3 Januari 1943 – 17 Agustus 1943
- Hauptmann Hans Naumann, 18 Agustus 1943 – 8 September 1943
- Oberleutnant Johannes Seifert, 9 September 1943 – 25 November 1943
- Major Wilhelm Gäth, 26 November 1943 – 1 Maret 1944
- Hauptmann Hans Naumann, 2 Maret 1944 – 28 Juni 1944
- Hauptmann Emil Lang, 29 Juni 1944 – 3 September 1944
- Hauptmann Georg-Peter Eder, 4 September 1944 – 8 Oktober 1944
- Major Anton Hackl, 9 Oktober 1944 – 29 Januari 1945
- Oberleutnant Waldemar Radener, 30 Januari 1945 – 22 Februari 1945
- Hauptmann Paul Schauder, 23 Februari 1945 – 1 Mei 1945
III. Gruppe JG 26
- Hauptmann Walter Kienitz, 23 September 1939 – 31 Oktober 1939
- Major Ernst Freiherr von Berg, 1 November 1939 – 5 Juni 1940
- Major Adolf Galland, 6 Juni 1940 – 20 Agustus 1940
- Major Gerhard Schöpfel, 21 Agustus 1940 – 5 Desember 1941
- Hauptmann Josef Priller, 6 Desember 1941 – 10 Januari 1943
- Hauptmann Friedrich Geißhardt, 11 Januari 1943 – 6 April 1943
- Hauptmann Kurt Ruppert, 7 April 1943 – 13 Juni 1943
- Hauptmann Rolf Hermichen, 15 Juni 1943 – 4 Juli 1943
- Major Klaus Mietusch, 5 Juli 1943 – 17 September 1944
- Hauptmann Paul Schauder, 18 September 1944 – 26 September 1944
- Hauptmann Walter Krupinski, 27 September 1944 – 25 Maret 1945
IV. Gruppe JG 26
- Major Rudolf Klemm, 25 Februari 1945
Para peraih Ritterkreuz dari JG 26
Di bawah ini adalah nama-nama peraih Ritterkreuz atau tingkatan medali yang lebih tinggi yang mereka terima saat ditugaskan di JG 26:
- Hauptmann Walter Adolph : RK 13 November 1940
- Major Karl Borris : RK 25 November 1944
- Oberleutnant Hans Dortenmann : RK 20 April 1945
- Leutnant Heinz Ebeling : RK 5 November 1940
- Major Adolf Galland : RK 29 Juli 1940, EL 24 September 1940, SW 21 Juni 1941 dan BL 28 Januari 1942
- Hauptmann Wilhelm-Ferdinand Galland : RK 18 Mei 1943
- Oberfeldwebel Adolf Glunz : RK 29 Agustus 1943 dan EL 24 Juni 1944
- Leutnant Alfred Groß : RK 20 April 1945
- Leutnant Karl-Wilhelm Hofmann : RK 24 Oktober 1944
- Leutnant Wilhelm Mayer : RK 12 Maret 1945 (anumerta)
- Leutnant Johann-Hermann Meier : RK 16 Desember 1944
- Hauptmann Klaus Mietusch : RK 26 Maret 1944 dan EL 18 November 1944 (anumerta)
- Oberleutnant Joachim Müncheberg : RK 14 September 1940, EL 7 Mei 1941 dan SW 9 September 1942
- Oberleutnant Josef Priller : RK 19 Oktober 1940, EL 20 Juli 1941 dan SW 2 Juli 1944
- Oberleutnant Waldemar Radener : RK 12 Maret 1945
- Hauptmann Johann Schmid : RK 21 Agustus 1941
- Hauptmann Gerhard Schöpfel : RK 11 September 1940
- Hauptmann Johannes Seifert : RK 7 Juni 1942
- Leutnant Gustav Sprick : RK 1 Oktober 1940
- Leutnant Gerhard Vogt : RK 25 November 1944
- Leutnant Karl Willius : RK 9 Juni 1944
Catatan: Müncheberg meraih Schwerter saat sudah pindah ke JG 51, sementara Priller meraih Ritterkreuz saat masih bersama JG 51.
No comments:
Post a Comment