Thursday, April 24, 2014

Foto Berwarna Afrikakorps

 Sebagian besar personil dan perlengkapan milik Panzer-Regiment 5 (bagian dari 5. Leichte-Division) tiba di pelabuhan Tripoli, Libya, pada tanggal 10 Maret 1941, dimana mereka kemudian diturunkan dari kapal-kapal yang membawanya. Untuk tank sendiri, yang diturunkan di hari itu tercatat sebagai berikut: 25 buah Panzer I Ausf.A, 45 buah Panzer II Ausf.C, 61 buah Panzer III Ausf.G, 17 buah Panzer IV Ausf.D, 3 buah Panzerbefehlswagen I, dan 4 buah Panzerbefehlswagen III Ausf.E. Leutnant Joachim Schorm dari 6.Kompanie / II.Abteilung / Panzer-Regiment 5 menuliskan di buku hariannya akan kedatangannya untuk pertama kalinya di benua Afrika serta keadaan yang dijumpainya disana: "Kami memasuki pelabuhan di Tripoli. Akhirnya kami selamat sampai disini! Hanya terpaut 24 kilometer dari sini, ini nyata, satu buah kapal dagang Italia serta dua kapal tanker ditenggelamkan oleh kapal selam Sekutu. Di belakang Kolonel dan ajudan, aku meninggalkan Marburg pada pukul 13:00 dengan mendahului setengah anggota kompi ke-6. Suasana di dermaga begitu indah tak terlukiskan. Rommel dan perwira-perwira Jerman lainnya masih mengenakan seragam abu-abu lapangan Eropa, sementara anggota Luftwaffe sudah dibalut baju dan celana pendek berwarna khaki. Bagaimana dengan pasukan Italia? Mereka mengenakan seragam apa saja yang bisa mereka temukan!" Foto ini memperlihatkan Panzer-Panzer III Ausf.G yang sedang diturunkan dari kapal pengangkut yang membawanya. Tank jenis ini dipersenjatai dengan meriam L/42 kaliber 50mm, dan mempunyai tambahan ventilator turet yang dipasang di bagian atas kubah, persis di depan cupola. Selain itu, tank-tank dari jenis Panzer III Ausf.G juga telah dilengkapi dengan cupola jenis baru yang berbeda dari versi sebelumnya. Di sebelah tengah dan atas kita bisa melihat truk-truk transport Wehrmacht dari jenis Le.gl. Einheits LKW (leichter geländegängiger Lastkraftwagen) 6x6 "Einheitsdiesel” kapasitas 2,5 ton yang sedang mengangkut perbekalan


  Dua orang prajurit DAK (Deutsches Afrikakorps) terlihat sedang memakan ransum mereka di medan perang Afrika Utara. Masalah jatah makanan seperti ini harus lah mendapat penanganan yang serius dari seksi suplai dan perbekalan Wehrmacht, karena tidak hanya berkaitan dengan sekedar memindahkan makanan Eropa lalu memakannya di tempat tropis. Iklim yang panas akan membuat sebagian besar "kudapan bule" tersebut menjadi cepat basi, sehingga makanan-makanan semacam kentang dan roti terpaksa harus digantikan dengan roti hitam terbungkus karton serta kacang polong dan makanan kaleng lainnya. Beras juga sebenarnya ikut dibagikan sebagai jatah, meskipun makanan utamanya tetap lah roti Kommisbrot Jerman ataupun Maisbrot Italia yang dilapisi oleh minyak zaitun sebagai pengganti mentega (karena yang disebut terakhir ini akan cepat memuai di tengah panas yang menyengat). Pada prakteknya, kombinasi roti dan zaitun kurang disukai oleh pasukan Jerman maupun Italia karena rasanya yang dianggap "aneh". Jatah minyak zaitun tentara Axis biasanya dibungkus dalam kaleng produksi Italia bertuliskan AM, yang merupakan singkatan dari "Administrazione Militare" (Administrasi Militer). Bagi prajurit-prajurit Jerman, singkatan tersebut sering diartikan secara bercanda sebagai "Alte Mann" (Orang Tua), sementara rekan seperjuangan mereka dari Italia secara bisik-bisik menyebutnya sebagai "Asinus Mussolini" (Pantat Mussolini) karena rasa hambar dan baunya yang tengik, sementara sebagian lainnya - lebih sadis lagi - menamainya sebagai "Arabio Morte" (Mayat Orang Arab)! Kaleng-kaleng makanan hasil rampasan dari Inggris yang berisi daging kornet, roti putih, selai, biskuit dan buah kalengan dianggap sebagai sebuah makanan mewah karena begitu sulit untuk mendapatkannya, dan merupakan sebuah tambahan yang didamba-dambakan oleh prajurit-prajurit Afrikakorps di luar jatah ransum mereka yang monoton. Konyolnya, tentara-tentara Inggris sendiri menganggap bahwa ransum mereka kurang menarik dan lebih menyukai jatah makanan milik musuh mereka Jerman! Di luar dari makanan kaleng, terkadang pasukan Jerman menikmati daging segar yang berasal dari sembelihan kambing atau babi. Jenis makanan satu ini terbilang sulit didapatkan karena persediaannya yang terbatas dan, yang lebih penting lagi, menyimpannya tak bisa lama-lama. Dari semuanya, komoditas paling penting di wilayah gurun pasir tentunya adalah air. Karena sangat vital dalam menyambung kehidupan dan membuat kendaraan perang tetap bergerak, maka sangat penting untuk membawanya kemanapun dalam jumlah yang memadai. Untuk mengakomodasinya, maka tentara Jerman menggunakan kontainer khusus yang dijuluki orang-orang Inggris sebagai "Jerrycan" (Kaleng Jerman), dan yang kemudian menyebar penggunaannya di Indonesia dengan nama yang hampir sama: "jerigen". Satu jerigen rata-rata mampu menampung 17 liter air, bahan bakar atau oli, dan penampung versi Jerman dianggap lebih baik kualitasnya dibandingkan kaleng minyak Inggris yang rentan bocor. Untuk membedakan apakah jerigen tersebut diisi air atau minyak, maka pasukan Afrikakorps secara khusus menandai kaleng air mereka dengan "X" putih besar. Tanda ini sekaligus membuat tentara-tentara Hitler tidak salah saat harus menuang air atau minyak ke jerigen kosong yang tersedia, karena apabila terjadi kesalahan semacam itu maka airnya pun akan terbuang karena tak dapat diminum (sebuah pelajaran berharga yang baru ditemukan oleh pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Kongo pada tahun 1960-an!)


 Seorang prajurit Afrikakorps dengan tropenhelm berdiri di depan makam temannya. Salah satu dari begitu banyak tempat peristirahatan terakhir tentara Jerman yang bertempur di gurun pasir Afrika Utara, beribu kilometer jauhnya dari tempat asal mereka



  Prajurit Panzergrenadier Afrikakorps dari Schützen-Regiment 115 / 15.Panzer-Division bersiaga dengan senapan mesin MG34 di lubang pertahanan mereka selama berlangsungnya Unternehmen Skorpion (Operasi Kalajengking). Mereka merupakan bagian dari Kampfgruppe von Herff yang dikomandani oleh Oberst Maximilian von Herff. Unternehmen Skorpion, yang berlangsung tanggal 26-27 Mei 1941, adalah operasi militer yang dilancarkan oleh Pasukan Poros di bawah pimpinan Oberst Herff melawan pasukan Inggris dibawah pimpinan Lieutenant-General William "Strafer" Gott. Sebuah serangan balasan dilancarkan terhadap posisi Inggris di Celah Halfaya yang terletak di barat-laut Mesir - yang sebelumnya telah diduduki selama berlangsungnya Operation Brevity (15-16 Mei 1941). Skorpion adalah ofensif militer kedua yang dilakukan oleh Rommel setelah kedatangannya di medan perang Afrika Utara (diluar Pengepungan Tobruk), dan pengusiran Inggris keluar dari Celah Halfaya, berlanjut sampai ke wilayah Buq Buq dan Sofafi. Setelah celah strategis tersebut berhasil dikuasai, pihak Jerman dan Italia memperkuatnya dengan banyak posisi pertahanan dan jebakan tank yang menyebar sampai ke Sidi Azeiz, sebagai persiapan untuk menghadapi serangan balasan Inggris yang diperkirakan akan terjadi tak lama setelahnya. Perkiraan tersebut terbukti, dan Inggris melancarkan Operation Battleaxe (15-17 Juni 1941), yang berakhir dengan kegagalan dan membuat Panglima pasukan Inggris di Timur Tengah, Jenderal Sir Archibald Wavell, dipecat dari jabatannya


 Pemakaman para prajurit Afrikakorps Jerman (Deutscher Soldatenfriedhof) di "Weißen" (Rumah Putih) dekat Tobruk, Libya, Juni 1941. Setelah pengepungan yang memakan waktu berbulan-bulan, bisa dipastikan bahwa jumlah makam yang berada di tempat tersebut akan semakin bertambah! Foto oleh Fritz Sturm


  Foto ini pertama kali dipublikasikan dalam buku keluaran tahun 1943 yang berjudul "Balkenkreuz Über Wüstensand: Falbbirderwerk des Deutschen Afrikakorps" (Salib Balkan di Atas Pasir Gurun: Buku Gambar Berwarna dari Afrikakorps Jerman) karya Gerhard Stalling. Dia memperlihatkan seorang perwira Luftwaffe dengan pangkat Oberleutnant sedang bermain kartu di padang pasir Afrika Utara sambil merokok. Cukup ironis mengingat bahwa dia sebenarnya adalah seorang petugas medis yang berhubungan erat dengan kesehatan (perhatikan simbol ular kadut melilit tongkat di schulterklappen-nya)! Untuk seorang perwira medis (Sanitätsoffizier), pangkat yang setara dengan Oberleutnant (Letnant Satu) adalah Oberarzt. Tampaknya dia telah ikut dalam aksi pertempuran, yang terlihat dari pita Eisernes Kreuz II.Klasse di kancing seragamnya. Dia juga mengenakan "knautschmütze" (crusher cap) versi Luftwaffe, yang pada dasarnya adalah schirmmütze (visor cap) yang diremas sampai lemas (pikirannya jangan kemana-mana!)


 Panzer III milik Afrikakorps menderu membelah gurun pasir Barat dalam peperangan melawan Inggris. Ketika pasukan Jerman pertama tiba di Afrika Utara bulan Maret 1941, mereka dilengkapi dengan Panzer II dan III, dengan yang terakhir kebanyakan berasal dari tipe Ausf.F dan Ausf.G. Karena kurangnya tambahan panzer-panzer baru sampai dengan dimulainya kampanye di Tunisia tahun 1943, maka Erwin Rommel hanya dapat mengandalkan panzer-panzer mediumnya di sepanjang pertempuran di Afrika dari tahun 1941 sampai awal tahun 1943



Suasana bongkar muat mesin-mesin perang pihak Poros di sebuah pelabuhan Italia di Libya (kemungkinan Benghazi atau Tripoli) saat gerak maju pasukan Jerman ke Mesir tahun 1941. Kapal di latar belakang yang bergaris-garis kemungkinan adalah kapal penjelajah pembantu Italia "Citta Tu Tunisi" yang selalu berlayar dengan setidaknya salah satu dari tiga kapal saudarinya (Viktoria, Esperia dan Marco Polo), dan bisa dibedakan dari satu cerobong asap yang menempel di badannya dibandingkan dengan dua milik tiga kapal yang lain



Suasana bongkar muat mesin-mesin perang pihak Poros di sebuah pelabuhan Italia di Libya (kemungkinan Benghazi atau Tripoli) saat gerak maju pasukan Jerman ke Mesir tahun 1941. Truk di sebelah kiri berasal dari jenis Lancia 3 Ro; yang di tengah terlalu sulit untuk dikatakan; sementara di ujung kanan kemungkinan sebuah FIAT dari seri 634. Yang jelas semuanya adalah kendaraan produksi Italia


 Suasana di sebuah pelabuhan Italia di Libya (kemungkinan Benghazi atau Tripoli) saat gerak maju pasukan Jerman ke Mesir tahun 1941. Mobil di kiri berasal dari jenis Opel Olympia (OL 38), sementara truk di kanan adalah Fiat 508 C Militare, yang merupakan versi militer dari Balilla 1100 (produksi Italia punya). Entahlah bagaimana perasaan prajurit Afrikakorps satu ini, apakah grogi, bangga, atau ngeri, karena yang menjepretkan kamera tidak lain tidak bukan adalah panglimanya sendiri, Erwin Rommel!


Foto berwarna ini diambil oleh Generalfeldmarschall Erwin Rommel dar atas pesawat Heinkel He 111 dan memperlihatkan suasana sebuah lapangan udara sederhana milik pihak Poros di Afrika Utara tahun 1941. Di latar belakang kita bisa melihat pesawat-pesawat milik Regia Aeronautica Italiana (Angkatan Udara Italia) sedang diparkir, yang terlihat dari salib putih di badannya. Kemungkinan pesawat-pesawat tersebut berasal dari jenis Sparviero atau CANT Z1007 bis (versi ekor ganda)


Awak Flak Afrikakorps di gurun Afrika Utara tahun 1941. Senjata anti pesawat udara yang terdapat dalam foto ini berasal dari jenis FlaK (Flugabwehrkanone) 38 yang mempunyai kaliber 20mm. Flak 38 sendiri merupakan jenis Flak yang paling banyak diproduksi dan paling banyak juga variannya (paling populer adalah Flakvierling 38 yang mengkombinasikan empat buah Flak 38 ke dalam satu buah senjata terpadu)


Padang pasir Afrika Utara di masa gerak maju Rommel ke Mesir tahun 1941. Di latar depan kita bisa melihat tenda dari kain zeltbahn, sementara di latar belakang tampaknya sebuah mobil milik unit medis (Sanitäter)



Mesin-mesin perang Jerman di padang pasir Afrika Utara. Foto ini diambil oleh Jenderal Erwin Rommel, panglima Afrikakorps, saat dia sedang melakukan pengintaian udara di front depan menggunakan pesawat ringan Fieseler Fi 156 "Storch"



Pesawat transport ringan Fieseler Fi 156 "Storch" ini digunakan oleh Jenderal Erwin Rommel di Afrika Utara. Sang Rubah Gurun mempunyai kebiasaan untuk naik ke pesawatnya dan kemudian terbang ke front pertempuran untuk dapat lebih melihat situasi dengan mata dan kepala sendiri. Beberapa Storch pernah digunakannya untuk tugas tersebut: 5F+YK, CB+TL, SF+RL, dan ??+XL. Foto ini diambil oleh Erwin Rommel sendiri dalam kampanyenya di tahun 1941



Foto ini memperlihatkan sebuah Marinefährprahm Jerman (atau Motozattera Italia) yang sedang berlabuh di sebuah pelabuhan di Afrika Utara (kemungkinan Benghazi atau Tripoli). Penutup kompartemennya yang terbuat dari baja bergelombang dalam keadaan terbuka di bagian haluan. Marinefährprahm (MFP) atau "bargas angkut laut" adalah kapal pendarat terbesar yang dioperasikan oleh Kriegsmarine Jerman dalam Perang Dunia II. Dia mempunyai beragam fungsi seperti alat transportasi, penanam ranjau, pengawal, gunboat dan sebagainya, dan bertugas mulai dari perairan Mediterania, Baltik, Laut Hitam, Selat Inggris, sampai pantai Norwegia. Pertama dikembangkan untuk rencana invasi ke Inggris (Unternehmen Seelöwe), generasi pertama kapal jenis ini pertama kali bertugas tanggal 16 April 1941 dan ketika perang berakhir di bulan Mei 1945 telah dibuat sebanyak 700 buah. Sumber-sumber Sekutu biasa menyebut kapal dari jenis ini sebagai "Flak Lighter" atau "F-lighter". Foto di atas diambil oleh Jenderal Erwin Rommel dalam kampanye di Afrika Utara tahun 1941



Sebuah unit pengintai kecil Afrikakorps sedang berpatroli di padang tandus Afrika Utara demi melihat tanda-tanda keberadaan pasukan Inggris. Mereka menggunakan ranpur Sonderkraftfahrzeug 250 (Sd.Kfz.250) dan mobil staff Horch Kfz.15 (Kraftfahrzeug 15) sebagai tunggangan utamanya. Foto diambil oleh Jenderal Erwin Rommel dalam kampanye militer Jerman tahun 1941



 Prajurit penjaga Afrikakorps sedang bertugas di balik kawat berduri sambil matanya memperhatikan ke sekeliling gurun yang seakan tidak berbatas. Dia memakai paduan celana pendek, seragam tropis, tropenhelm serta kacamata anti debu. Foto diambil oleh Jenderal Erwin Rommel dalam kampanye militer Jerman tahun 1941



Generalmajor Alfred Gause (Chef des Generalstabes Panzergruppe "Afrika") berpose di tengah padang rumput berbunga Afrika saat komandannya, General der Panzertruppe Erwin Rommel (Kommandierender General Panzergruppe "Afrika"), menjepretkan kamera. Foto diambil saat kampanye Afrikakorps akhir 1941/awal 1942. Pada awalnya Gause dikirim ke Afrika bersama staff yang besar oleh Oberkommando des Heeres (OKH) untuk bertindak sebagai perwira penghubung dengan Komando Tinggi Italia, Comando Supremo. Dia mendapat pesan khusus untuk tidak menempatkan dirinya di bawah komando Erwin Rommel, tapi kemudian malah melakukan hal tersebut ketika diberitahu oleh pemimpin Afrikakorps tersebut bahwa tanggungjawab pimpinan pasukan Poros di Afrika telah diserahkan ke Rommel sendiri. Ini tentu saja akal-akalan Sang Rubah Gurun semata, tapi kemudian Gause tunduk pada perintah Rommel dan malahan bertindak sebagai kepala staffnya. Dia ternyata terbukti sangat berguna bagi sang komandan gurun terkemuka, yang punya kebiasaan mengarahkan pasukannya langsung dari front dan berkali-kali kehilangan kontak dengan staffnya sendiri selama berlangsungnya operasi militer!



Pesawat Luftwaffe di atas dataran Afrika Utara. Pinggiran putih di sekeliling "genangan air" di bawah mengindikasikan bahwa mereka adalah garam di danau air asin! Setelah saya cari melalui Google, ternyata terdapat danau seperti itu yang berada di Tunisia tengah. Foto diambil oleh Jenderal Erwin Rommel dalam kampanye militer Jerman di Afrika Utara (1941-1943)





Foto-foto lain di Afrika Utara yang diambil oleh Jenderal Erwin Rommel. Sang Rubah Gurun memang mempunyai hobi fotografi dan selalu menyempatkan diri untuk membawa kamera Leica kesayangannya kemana-mana saat bertugas! Obyek fotonya bermacam-macam, tapi umumnya memperlihatkan kegiatan anakbuahnya saat off dari pertempuran. Sebanyak 169 foto berwarnanya tersimpan di NARA (National Archives) Amerika dan sebagiannya bisa kita lihat disini


Seorang  prajurit DAK (Deutsches Afrikakorps) bersiap-siap mengenakan sepatunya sambil duduk di feldbett (kasur lapangan), sementara rekannya masih terbungkus selimut terlelap dalam mimpi. Di dekatnya terparkir sebuah Kübelwagen dengan nomor polisi WH (Wehrmacht Heer) 936769. Feldbett-feldbett ini kemungkinan merupakan barang hasil "pembebasan" dari tangan Sekutu karena bentuknya sedikit berbeda dibandingkan dengan feldbett standar yang biasa digunakan oleh Wehrmacht - kemungkinan adalah buatan Amerika Serikat


Panzer IV Jerman bergerak melintasi sebuah Bren gun carrier Inggris yang sudah di-KO dalam salah satu pertempuran di Afrika Utara. Unit-unit panzer Jerman melaju kencang di Front Afrika selama bulan Mei-Juni 1942, tapi kehilangan besar yang mereka derita dalam pertempuran tanpa henti sedikit demi sedikit menggerogoti kemampuan tempur mereka dan pada akhirnya, di bulan Juli 1942, pasukan Rommel terhenti di El Alamein


 Generalleutnant Erwin Rommel (Kommandierender General Deutsches Afrikakorps) mengkonsultasikan sebuah peta bersama dengan Generalmajor Stefan Fröhlich yang, sebagai seorang Fliegerführer Afrika, memimpin dukungan udara terhadap Afrikakorps Jerman dalam kampanye musim dingin tahun 1941/1942. Rommel seringkali memindahkan markasnya secara mendadak selama berlangsungnya ofensif karena dia percaya penuh bahwa seorang komandan harus selalu dekat dengan front depan pertempuran agar bisa bereaksi secara cepat terhadap perubahan apapun yang terjadi di tengah kancah peperangan. Foto di atas pertama kali dipublikasikan tahun 1943 dalam buku "Balkenkreuz Über Wüstensand" (Salib Balkan di atas Padang Pasir) terbitan Gerhard Stalling Verlag


Seorang perwira Luftwaffe berpangkat Oberleutnant sedang menawar sesuatu yang tampaknya sebuah buah lokal pada pedagang Arab kulit hitam di Afrika Utara. Foto ini merupakan hasil jepretan dari Kriegsberichter Sturm dan diambil dari majalah "Signal" edisi nomor 12/41. Caption aslinya berbunyi: "Di wilayah lain Mediterania"


Dari kiri ke kanan: Generalmajor Ernst Schnarrenberger, Kommandant für das rückwärtige Armeegebiet 556 (Korück 556), dan Oberst Gerhard Müller, Kommandeur Panzer-Regiment 5 / 21.Panzer-Division. Schnarrenberger mengenakan Ärmelstreifen AFRIKAKORPS. Disini kita bisa melihat perpaduan warna seragam yang berbeda meskipun sama-sama disebut sebagai "tropen-uniform" (seragam tropis): Schnarrenberger mengenakan seragam warna coklat sementara Müller mengenakan seragam tropis coklat muda dengan insignia Heer dan pin Totenkopf Panzertruppen metalik di kerah yang dipadukan dengan tropen-hose (celana tropis) Luftwaffe. Selain itu, Leutnant Panzertruppen di kiri mengenakan seragam dengan warna yang lebih pudar dipadukan dengan Feldmütze M36 (Schiffchen) Panzer hitam. Jangan lupakan pula dua orang sisanya yang mengenakan seragam hijau zaitun. Disini kita bisa dengan jelas melihat bahwa tangan kiri Müller buntung. Dia kehilangan tangannya karena diamputasi tanggal 29 Juni 1941 setelah terluka dalam pertempuran di Rusia sebagai Kommandeur I.Abteilung / Panzer-Regiment 33


  Dua orang prajurit Afrikakorps sedang "ngendon" sambil telanjang dada didalam lindungan jaring kamuflase di Afrika Utara, tahun 1942. Seperti kekuatan militer lainnya, pihak Wehrmacht mengerti betul bahwa menyembunyikan mesin perang dan markas mereka dalam peperangan ofensif maupun defensif dapat menambah kemungkinan untuk selamat dalam peperangan tersebut. Sebagai tambahan dari kamuflase cat yang ditempelkan di mesin perang, mereka juga tidak segan-segan menggunakan daun dan ranting, kanvas, serta jaring untuk lebih membuatnya menjadi tidak terlihat di mata musuh sekaligus menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Ketika peperangan semakin tidak menguntungkan bagi pihak Jerman, penggunaan kamuflase semacam ini menjadi lebih dominan lagi. Unit-unit yang bergerak mundur seringkali memotong dahan dan ranting lalu meninggalkannya setelah dipakai agar dapat membantu unit lainnya dalam memanfaatkan sarana kamuflase yang sama. Dalam beberapa kesempatan, para prajurit juga kadangkala menambahkan lapisan tipis lumpur atau salju untuk lebih menambah fungsi penyatuan dengan alam sekitarnya. Foto diatas dibuat oleh Reinhard Schultz


  Prajurit-prajurit Luftwaffe berkumpul di rongsokan pesawat pemburu Lockheed P-38 Lightning "ES-J" Amerika yang terbakar setelah ditembak jatuh di atas Tunisia, awal tahun 1943. Pesawat tersebut berasal dari 48th Fighter-Squadron / 14th Fighter Group USAAF, sementara foto ini sendiri pertama kali dipublikasikan dalam majalah SIGNAL edisi bulan Mei 1943. Operation Torch (invasi Sekutu di barat-laut Afrika) adalah operasi besar pertama yang melibatkan Amerika dan Inggris dalam Perang Dunia II. Ajang ini juga menjadi pentas pertama unit-unit pemburu P-38 USAAF melawan pilot-pilot Luftwaffe (sebelumnya satu-satunya "pengalaman" pilot Amerika melawan pesawat Jerman berasal dari ujicoba penerbangan menghadapi pesawat Focke-Wulf Fw 190 hasil rampasan). Dua Fighter Group yang dilengkapi dengan P-38 - 1st FG dan 14th FG - diterjunkan untuk Operation Torch, dengan grup ketiga (78th FG) disimpan sebagai cadangan di tanah Inggris. 1st dan 14th tidak ikut ambil bagian dalam pendaratan pertama pada tanggal 8 November 1942, dan 14th FG bahkan belum mulai beroperasi sampai dengan tanggal 11 November 1943. Pada awalnya mereka berpangkalan di Aljazair barat sebagai bagian dari Central Task Force yang menduduki Oran, tapi kemudian di hari-hari selanjutnya mereka berpindah ke arah timur seiring dengan makin meningkatnya kekuatan Jerman di Tunisia. Selama dua bulan berikutnya, 14th FG melaksanakan beragam misi serang-darat, pengawalan bomber, dan penyergapan musuh di udara. Selama periode ini pula 14th FG menderita banyak korban dalam menghadapi pilot-pilot Luftwaffe yang telah berpengalaman. Dari bulan November 1942 s/d 28 januari 1943 14th FG kehilangan 32 orang pilotnya (dari kekuatan awal sebanyak 54 orang) dan hanya menyisakan tujuh pesawat yang masih bisa digunakan! Di lain pihak, mereka sendiri mengklaim 62 kemenangan udara. Meskipun Front Afrika diberi prioritas pertama oleh militer Amerika untuk mendapatkan suplai P-38 terbaru, tapi tetap tidak bisa menutup kerugian yang diderita sehingga akhirnya pada tanggal 28 Januari 1943 14th FG ditarik dari front dan digantikan oleh 82nd FG yang juga dilengkapi dengan pesawat-pesawat P-38


 Tentara Afrikakorps Jerman menerima pembagian jatah air minum di kamp tawanan perang yang dikontrol oleh Sekutu di Lembah El Guettar, Tunisia, tahun 1943. Pada bulan Februari 1943 pihak Poros meluncurkan serangan balasan besar terhadap US II Corps di barat-daya Tunisia. Manuver balasan 1st Armored Division tanggal 16 dan 17 Februari malah berujung pada kehancuran total dan divisi tersebut kehilangan dua dari batalyon tanknya serta 2.500 prajuritnya yang ditawan! Setelah 22 hari terlibat dalam pertempuran sengit, tentara Amerika direorganisasi ulang dan naiklah Jenderal George S. Patton ke tampuk pimpinan. Di bawah pimpinan jenderal baru yang enerjik ini 1st Armored Division dan 1st Infantry Division mendapatkan kembali semangat ofensifnya, sementara 9th Infantry Division bermetamorfosis dari unit yang masih hijau dan tak berpengalaman menjadi unit tahan-banting serta bisa diandalkan dalam pertempuran. Pertempuran El Guettar sendiri berlangsung antara elemen-elemen Heeresgruppe Afrika dibawah pimpinan Generaloberst Hans-Jürgen von Arnim - bersama dengan pasukan Italia dibawah komando Giovanni Messe - melawan US II Corps dibawah Lieutenant General George S. Patton. Pertempuran ini tercatat sebagai pertempuran pertama dimana pasukan Amerika berhasil mengalahkan unit-unit panzer Jerman yang lebih berpengalaman, meskipun pertempuran yang mengikutinya kemudian tidaklah menentukan. Foto ini diambil oleh fotografer LIFE Eliot Elisofon



 Foto jepretan Hugo Jaeger ini memperlihatkan para tawanan perang Jerman (kebanyakan bekas anggota Afrikakorps) hasil repatriasi yang baru tiba di negara mereka setelah menjalani proses pertukaran tawanan perang dengan Inggris, 1943. Konvensi Jenewa memberikan ketentuan tentang repatriasi (pemulangan kembali) semua tawanan perang bahkan saat permusuhan masih berlangsung. Pada tahun 1939-1945 ketentuan ini hanya berlaku bagi tawanan yang menderita sakit atau cacat. Mayoritas dari 40.000 orang prajurit Inggris - yang ditawan oleh Jerman antara tahun 1939 dan 1940 - baru mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam program pertukaran tawanan perang hanya setelah ratusan ribu prajurit Poros digaruk oleh Sekutu di Tunisia bulan Mei 1943. Negosiasi untuk hal ini sendiri sebenarnya telah diusahakan oleh Palang Merah Internasional dari akhir tahun 1940, hanya saja belum menemukan momentumnya yang tepat seperti tahun 1943. Pertukaran tawanan pertama antara kedua negara berlangsung bulan Oktober 1943



Sumber :
Buku "Kill Rommel! Operation Flipper 1941" karya Gavin Mortimer
Foto koleksi NARA (National Archive)

1 comment:

Landy Owner said...

Terima kasih pak atas sharing dokumenter. Jend Rommel ternyata hobi fotografi. Sosok luar biasa