Tentara
Afrikakorps Jerman menerima pembagian jatah air minum di kamp tawanan
perang yang dikontrol oleh Sekutu di Lembah El Guettar, Tunisia, tahun
1943. Pada bulan Februari 1943 pihak Poros meluncurkan serangan balasan
besar terhadap US II Corps di barat-daya Tunisia. Manuver balasan 1st
Armored Division tanggal 16 dan 17 Februari malah berujung pada
kehancuran total dan divisi tersebut kehilangan dua dari batalyon
tanknya serta 2.500 prajuritnya yang ditawan! Setelah 22 hari terlibat
dalam pertempuran sengit, tentara Amerika direorganisasi ulang dan
naiklah Jenderal George S. Patton ke tampuk pimpinan. Di bawah pimpinan
jenderal baru yang enerjik ini 1st Armored Division dan 1st Infantry
Division mendapatkan kembali semangat ofensifnya, sementara 9th Infantry
Division bermetamorfosis dari unit yang masih hijau dan tak
berpengalaman menjadi unit tahan-banting serta bisa diandalkan dalam
pertempuran. Pertempuran El Guettar sendiri berlangsung antara
elemen-elemen Heeresgruppe Afrika dibawah pimpinan Generaloberst
Hans-Jürgen von Arnim - bersama dengan pasukan Italia dibawah komando
Giovanni Messe - melawan US II Corps dibawah Lieutenant General George
S. Patton. Pertempuran ini tercatat sebagai pertempuran pertama dimana
pasukan Amerika berhasil mengalahkan unit-unit panzer Jerman yang lebih
berpengalaman, meskipun pertempuran yang mengikutinya kemudian tidaklah
menentukan. Foto ini diambil oleh fotografer LIFE Eliot Elisofon
Foto jepretan Hugo Jaeger ini memperlihatkan para tawanan perang Jerman (kebanyakan bekas anggota Afrikakorps) hasil repatriasi yang baru tiba di negara mereka setelah menjalani proses pertukaran tawanan perang dengan Inggris, 1943. Konvensi Jenewa memberikan ketentuan tentang repatriasi (pemulangan kembali) semua tawanan perang bahkan saat permusuhan masih berlangsung. Pada tahun 1939-1945 ketentuan ini hanya berlaku bagi tawanan yang menderita sakit atau cacat. Mayoritas dari 40.000 orang prajurit Inggris - yang ditawan oleh Jerman antara tahun 1939 dan 1940 - baru mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam program pertukaran tawanan perang hanya setelah ratusan ribu prajurit Poros digaruk oleh Sekutu di Tunisia bulan Mei 1943. Negosiasi untuk hal ini sendiri sebenarnya telah diusahakan oleh Palang Merah Internasional dari akhir tahun 1940, hanya saja belum menemukan momentumnya yang tepat seperti tahun 1943. Pertukaran tawanan pertama antara kedua negara berlangsung bulan Oktober 1943
General der Infanterie Dietrich von Choltitz (kiri) menyerahkan diri bersama dengan pasukannya kepada Général de brigade Philippe Leclerc de Hauteclocque (Komandan 2e Division Blindée), pada tanggal 25 Agustus 1944. Pada tanggal 7 Agustus sebelumnya, Choltitz ditunjuk langsung oleh Hitler sebagai "Kommandierenden General und Wehrmachtbefehlshaber von Groß-Paris" alias Gubernur Militer Jerman di Paris. Dalam pertemuan yang digelar sehari setelahnya, Hitler menginstruksikan padanya untuk tidak meninggalkan satu bangunan bersejarah pun yang utuh di Paris apabila pihak Jerman dipaksa untuk meninggalkan kota tersebut oleh pasukan Sekutu. Pada waktu Choltitz tiba di Paris pada tanggal 9 Agustus, Hitler kembali menekankan perintahnya melalui telepon: "Kota tersebut tidak boleh jatuh ke tangan musuh, kecuali telah menjadi puing-puing seluruhnya." Satu minggu kemudian, dengan marah Hitler berteriak di balik telepon: "Brennt Paris?" (apakah Paris sudah terbakar?). Pada tanggal 15 Agustus 1944, satuan polisi lokal di Paris melakukan pemberontakan terhadap pasukan pendudukan Jerman, diikuti dengan pemberontakan serupa yang dilakukan oleh Partai Komunis Prancis pada tanggal 19 Agustus. Garnisun Jerman di bawah pimpinan Choltitz berusaha melawan balik, tapi kekuatan mereka terlalu kecil untuk menghentikan serangan-serangan bersenjata yang terjadi di hampir seluruh bagian kota Paris. Choltitz berusaha untuk menegosiasikan gencatan senjata dengan pemberontak Prancis pada tanggal 20 Agustus, tapi banyak dari mereka yang menolak untuk menerimanya, sehingga konfrontasi bersenjata berlanjut keesokan harinya. Pada tanggal 25 Agustus, Choltitz akhirnya menyerahkan diri bersama dengan 17.000 orang anakbuahnya kepada pimpinan 2e Division Blindée, unit lapis baja Prancis Merdeka yang baru tiba dari Normandia. Lalu bagaimana dengan nasib Paris sendiri? Bisa dibilang bahwa hampir seluruh bangunannya masih berdiri utuh tanpa kurang suatu apa! Karena perintah Hitler terang-terangan tidak diindahkan, beberapa sejarawan menyebut Dietrich von Choltitz sebagai "Penyelamat Paris". Sang jenderal sendiri kemudian mengklaim dalam buku memoarnya - yang diterbitkan pada tahun 1951 - bahwa dia menolak perintah tegas dari Hitler untuk menghancurkan Paris karena dia kadung mencintai kota tersebut beserta dengan bangunan-bangunan bersejarahnya, dan dia juga menganggap bahwa Hitler telah gila sepenuhnya setelah mengeluarkan perintah tersebut!
Generalfeldmarschall Albert Kesselring (Oberbefehlshaber Süd) berdiri di tengah diantara dua orang perwira tinggi Amerika dari 101st Airborne Division / 7th US army di Berchtesgaden, 10 Mei 1945. Di sebelah kiri adalah Brigadier General Gerald J. Higgins (Assistant Commander 101st Airborne Division) sementara di kanannya adalah Major General Maxwell D. Taylor (Commander 101st Airborne Division). Kesselring dan staff-nya menyerahkan diri pada pasukan Amerika pada tanggal 9 Mei 1945 di Saalfelden, dekat Salzburg (Austria). Dia diterima dengan ramah serta penuh kesopanan oleh jenderal Taylor, yang mengizinkannya untuk tetap menyimpan pistol serta tongkat Marsekalnya, dan bahkan memperbolehkan sang Marsekal untuk bepergian ke tempat yang dekat tanpa pengawalan!
Foto jepretan Hugo Jaeger ini memperlihatkan para tawanan perang Jerman (kebanyakan bekas anggota Afrikakorps) hasil repatriasi yang baru tiba di negara mereka setelah menjalani proses pertukaran tawanan perang dengan Inggris, 1943. Konvensi Jenewa memberikan ketentuan tentang repatriasi (pemulangan kembali) semua tawanan perang bahkan saat permusuhan masih berlangsung. Pada tahun 1939-1945 ketentuan ini hanya berlaku bagi tawanan yang menderita sakit atau cacat. Mayoritas dari 40.000 orang prajurit Inggris - yang ditawan oleh Jerman antara tahun 1939 dan 1940 - baru mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam program pertukaran tawanan perang hanya setelah ratusan ribu prajurit Poros digaruk oleh Sekutu di Tunisia bulan Mei 1943. Negosiasi untuk hal ini sendiri sebenarnya telah diusahakan oleh Palang Merah Internasional dari akhir tahun 1940, hanya saja belum menemukan momentumnya yang tepat seperti tahun 1943. Pertukaran tawanan pertama antara kedua negara berlangsung bulan Oktober 1943
General der Infanterie Dietrich von Choltitz (kiri) menyerahkan diri bersama dengan pasukannya kepada Général de brigade Philippe Leclerc de Hauteclocque (Komandan 2e Division Blindée), pada tanggal 25 Agustus 1944. Pada tanggal 7 Agustus sebelumnya, Choltitz ditunjuk langsung oleh Hitler sebagai "Kommandierenden General und Wehrmachtbefehlshaber von Groß-Paris" alias Gubernur Militer Jerman di Paris. Dalam pertemuan yang digelar sehari setelahnya, Hitler menginstruksikan padanya untuk tidak meninggalkan satu bangunan bersejarah pun yang utuh di Paris apabila pihak Jerman dipaksa untuk meninggalkan kota tersebut oleh pasukan Sekutu. Pada waktu Choltitz tiba di Paris pada tanggal 9 Agustus, Hitler kembali menekankan perintahnya melalui telepon: "Kota tersebut tidak boleh jatuh ke tangan musuh, kecuali telah menjadi puing-puing seluruhnya." Satu minggu kemudian, dengan marah Hitler berteriak di balik telepon: "Brennt Paris?" (apakah Paris sudah terbakar?). Pada tanggal 15 Agustus 1944, satuan polisi lokal di Paris melakukan pemberontakan terhadap pasukan pendudukan Jerman, diikuti dengan pemberontakan serupa yang dilakukan oleh Partai Komunis Prancis pada tanggal 19 Agustus. Garnisun Jerman di bawah pimpinan Choltitz berusaha melawan balik, tapi kekuatan mereka terlalu kecil untuk menghentikan serangan-serangan bersenjata yang terjadi di hampir seluruh bagian kota Paris. Choltitz berusaha untuk menegosiasikan gencatan senjata dengan pemberontak Prancis pada tanggal 20 Agustus, tapi banyak dari mereka yang menolak untuk menerimanya, sehingga konfrontasi bersenjata berlanjut keesokan harinya. Pada tanggal 25 Agustus, Choltitz akhirnya menyerahkan diri bersama dengan 17.000 orang anakbuahnya kepada pimpinan 2e Division Blindée, unit lapis baja Prancis Merdeka yang baru tiba dari Normandia. Lalu bagaimana dengan nasib Paris sendiri? Bisa dibilang bahwa hampir seluruh bangunannya masih berdiri utuh tanpa kurang suatu apa! Karena perintah Hitler terang-terangan tidak diindahkan, beberapa sejarawan menyebut Dietrich von Choltitz sebagai "Penyelamat Paris". Sang jenderal sendiri kemudian mengklaim dalam buku memoarnya - yang diterbitkan pada tahun 1951 - bahwa dia menolak perintah tegas dari Hitler untuk menghancurkan Paris karena dia kadung mencintai kota tersebut beserta dengan bangunan-bangunan bersejarahnya, dan dia juga menganggap bahwa Hitler telah gila sepenuhnya setelah mengeluarkan perintah tersebut!
Generalfeldmarschall Albert Kesselring (Oberbefehlshaber Süd) berdiri di tengah diantara dua orang perwira tinggi Amerika dari 101st Airborne Division / 7th US army di Berchtesgaden, 10 Mei 1945. Di sebelah kiri adalah Brigadier General Gerald J. Higgins (Assistant Commander 101st Airborne Division) sementara di kanannya adalah Major General Maxwell D. Taylor (Commander 101st Airborne Division). Kesselring dan staff-nya menyerahkan diri pada pasukan Amerika pada tanggal 9 Mei 1945 di Saalfelden, dekat Salzburg (Austria). Dia diterima dengan ramah serta penuh kesopanan oleh jenderal Taylor, yang mengizinkannya untuk tetap menyimpan pistol serta tongkat Marsekalnya, dan bahkan memperbolehkan sang Marsekal untuk bepergian ke tempat yang dekat tanpa pengawalan!
Sumber :
www.gettyimages.com
www.life.time.com
No comments:
Post a Comment