Untuk foto-foto terbaik Karl Dönitz bisa dilihat DISINI!
Oleh : Alif Rafik Khan
Karl Dönitz dilahirkan di Grünau, Berlin (Jerman) tanggal 16 September 1891 sebagai anak dari pasangan Anna Beyer dan Emil Dönitz, seorang insinyur. Karl mempunyai seorang kakak laki-laki, Friedrich. Pada tahun 1910 Dönitz mendaftarkan diri di Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kerajaan Jerman). Dia menjadi seorang Seekadett (Kadet Laut) tanggal 4 April tahun yang sama. Tanggal 15 April 1911 dia menjadi seorang Fähnrich zur See (Teruna), pangkat yang diberikan pada mereka yang telah menyelesaikan satu tahun tugas sebagai perwira magang dan telah menyelesaikan ujian pertamanya.
Tanggal 27 September 1913 Dönitz naik pangkat lagi menjadi Leutnant zur See. Ketika Perang Dunia I pecah, dia bertugas di kapal penjelajah ringan SMS Breslau di Laut Mediterania. Pada bulan Agustus 1914, Breslau dan penjelajah tempur SMS Goeben dijual kepada Angkatan Laut Turki dan dinamai ulang sebagai Midilli (sebelumnya Breslau) dan Yavuz Sultan Selim. Meskipun sudah menjadi milik Turki, tapi kapal ini tetap dikomandani oleh orang Jerman. Kedua kapal tersebut memulai operasinya di luar Konstantinopel (sekarang Istanbul) di bawah pimpinan Vizeadmiral Wilhelm Souchon, dan bertugas melawan kekuatan Rusia di Laut Hitam. Tanggal 22 Maret 1916 Dönitz dipromosikan menjadi Oberleutnant zur See. Ketika Midilli mendapat perbaikan di dok, Dönitz untuk sementara ditugaskan sebagai komandan lapangan udara di Dardanella. Dari sana, dia meminta dipindahkan ke satuan kapal selam, yang menjadi efektif bulan Oktober 1916. Dia bertugas sebagai perwira pengawas di U-39, dan dari bulan Februari 1918 menjadi komandan UC-25. Tanggal 5 September 1918 dia menjadi komandan UB-68 yang beroperasi di Mediterania. Tanggal 4 Oktober kapal selam ini ditenggelamkan oleh pasukan Inggris dan Dönitz menjalani peran sebagai tawanan perang di Pulau Malta.
Perang berakhir di tahun 1918, tapi Dönitz tetap berada di kamp Inggris di dekat Sheffield sebagai tawanan perang sampai pelepasannya di bulan Juli 1919. dia kembali ke tanah airnya tahun 1920.
Selama periode antar perang dunia, Dönitz tetap melanjutkan karir angkatan lautnya di cabang kelautan dari Reichswehr (Angkatan Bersenjata Republik Weimar). Tanggal 10 Januari 1921 dia menjadi Kapitänleutnant di Vorläufige Reichsmarine (Angkatan Laut Jerman) yang baru. Dia menjadi komandan kapal torpedo tahun 1928 dan menjadi Korvettenkapitän tanggal 1 November tahun yang sama.
Tanggal 1 September 1933 Dönitz menjadi Fregattenkapitän dan, di tahun 1934, menjadi komandan kapal penjelajah Emden. Emden adalah kapal dimana para kadet dan taruna menjalani satu tahun masa tugas dalam pelayaran keliling dunia untuk mempersiapkan mereka dalam posisi yang baru nantinya.
Tanggal 1 September 1935 Dönitz dipromosikan menjadi Kapitän zur See. Dia ditempatkan sebagai komandan 1.U-Boot-Flotillen Weddigen, yang di antaranya berkekuatan U-7, U-8, dan U-9. Selama tahun 1935 itu pula Reichsmarine berganti nama menjadi Kriegsmarine (Angkatan Laut Nazi Jerman).
Selama tahun 1935 dan 1936, Dönitz dan Kriegsmarine mempunyai pandangan yang keliru mengenai potensi kekuatan mereka karena adanya overestimasi Jerman terhadap kemampuan ASDIC Inggris. Pada kenyataannya, ASDIC hanya dapat mendeteksi satu kapal selam dari sepuluh selama berlangsungnya latihan! Dalam kata-kata Alan Hotham, Direktur Intelijen Angkatan Laut Inggris: ASDIC adalah sebuah “gertakan akbar” belaka!
Doktrin kelautan Jerman pada saat itu berdasar dari hasil kerja Kapten Angkatan Laut Amerika Alfred Mahan dan diikuti oleh banyak angkatan laut lainnya. Dia (Mahan) menyatakan bahwa kapal selam harusnya diintegrasikan dengan kapal permukaan dan digunakan secara berbarengan untuk melawan kapal perang musuh. Pada bulan November 1937, Dönitz menjadi yakin bahwa sebuah kampanye besar-besaran kapal selam terhadap jalur perdagangan kapal musuh akan lebih praktis sehingga mulai mendorong konversi armada Jerman seluruhnya menjadi armada kapal selam! Dia mendorong strategi untuk menyerang hanya kapal dagang belaka sebagai target yang relatif aman bagi sang kapal penyerang. Dia menggarisbawahi bahwa apabila armada kapal-kapal tanker Inggris berhasil dimusnahkan, maka akan membuat seluruh angkatan bersenjata serta ekonominya lumpuh total, serta tak mampu bahkan hanya untuk menjalankan kapal-kapalnya. Ini sama saja dengan menenggelamkan mereka secara tidak langsung! Dia memberi estimasi bahwa satu armada kapal selam berkekuatan 300 buah U-boat dari tipe VII yang terbaru sudah cukup untuk meng-K.O. Inggris keluar dari peperangan.
Dönitz mengulangi kembali ide-ide strategi zaman Perang Dunia I dimana beberapa U-boat secara bersama-sama bersatu sebagai “wolfpack” (kawanan serigala) dan menyerang konvoy musuh, baik mendapat pengawalan maupun tidak. Implementasi taktik Wolfpack ini sulit dijalankan dalam perang sebelumnya karena terbatasnya kemampuan radio yang tersedia. Dalam masa antar-perang, Jerman telah mengembangkan pemancar berfrekwensi ultra tinggi sehingga diharapkan hubungan komunikasi mereka tidak akan terganggu, sementara dengan adanya mesin kode enigma membuat jalur komunikasi menjadi aman. Dönitz juga mengadopsi serta mengklaim ide Wilhelm Marschall di tahun 1922 tentang penyerangan konvoy di malam hari menggunakan kapal selam yang berada di permukaan ataupun setengah tenggelam. Taktik seperti ini akan menambah keuntungan sang penyerang karena dia tidak akan terdeteksi oleh sonar kapal musuh.
Pada saat itu banyak orang – termasuk Erich Raeder – beranggapan bahwa dengan pernyataan-pernyataan kontroversial yang dikemukakannya hanyalah menunjukkan bahwa Dönitz adalah orang yang lembek. Dönitz adalah satu orang di antara rekan-rekannya sesama perwira senior Angkatan Laut, termasuk beberapa pakar kapal selam dari luar negeri, seorang dan satu-satunya yang mempercayai perang baru kapal selam yang diarahkan terhadap perdagangan. Dia dan Raeder terus-menerus berdebat tentang prioritas pendanaan di dalam tubuh Kriegsmarine, sementara di saat yang bersamaan juga berkompetisi dengan teman-teman Hitler yang lain – seperti Hermann Göring – yang menerima perhatian lebih besar pada saat itu dengan Luftwaffe-nya yang baru berkembang.
Karena kekuatan permukaan Kriegsmarine jauh lebih sedikit dibandingkan dengan seterunya Royal Navy Inggris, Raeder percaya bahwa setiap perang yang dilancarkan terhadap negara tersebut akan sia-sia belaka atau berakhir dengan bencana (bahkan sampai berkata bahwa yang dapat dilakukan oleh Jerman hanyalah “mati” dengan penuh keberanian!). Raeder sangat berharap kalau memang perang tersebut mau tidak mau akan terlaksana, maka semoga dia ditunda sampai rancangan ekstensif “Z Plan” Angkatan Laut Jerman telah selesai, dimana kekuatan armada permukaan akan bertambah dengan signifikan sehingga bisa menyaingi Royal Navy secara efektif. “Z Plan” sendiri rencananya baru akan terselesaikan sampai dengan tahun 1945!
Dönitz, di pihak lain, tidak mempunyai pesimisme sebegitu besar seperti halnya Raeder, dan mulai melatih anakbuahnya di U-Bootwaffe secara intensif dengan menggunakan taktik barunya. Kelemahan armada permukaan Jerman yang begitu nyata membuat peperangan menggunakan kapal selam sebagai satu-satunya solusi saat perang pecah nanti.
Tanggal 28 Januari 1939 Dönitz dipromosikan menjadi Kommodore dan Pemimpin Kapal Selam (Führer der Unterseeboote).
Pada bulan September 1939 Jerman menginvasi Polandia, disusul dengan pernyataan perang dari Inggris dan Prancis sehingga dimulailah Perang Dunia II. Kriegsmarine ternyata ketahuan belum siap untuk perang yang secepat ini datangnya, karena sebelumnya telah mengantisipasi (dan juga dijanjikan oleh Führer) bahwa perang baru akan pecah pada tahun 1945, dan bukannya 1939. “Z-Plan” telah disesuaikan dengan asumsi ini, dimana pembuatan kapal-kapal besar permukaan mulai digalakkan dengan termasuk pula beberapa kapal induk pengangkut pesawat. Pada saat perang dimulai, kekuatan yang dipunyai Dönitz hanyalah 57 buah U-boat. Banyak di antaranya mempunyai daya jangkau rendah, dan cuma 22 buah yang berasal dari Tipe VII yang lintas-samudera. Tapi Dönitz tidak bermental wadon bae ble’e-ble’e. Dia memaksimalkan apa yang dia punyai, sementara di saat yang bersamaan terus-menerus direcoki oleh Raeder serta Hitler yang menginginkan agar kapal-kapalnya langsung dihantamkan ke armada Inggris. Operasi-operasi yang dilaksanakan kemudian mempunyai tingkat kesuksesan yang beragam; kapal pembawa pesawat HMS Courageous dan kapal perang Royal Oak disungsebkan, kapal perang HMS Nelson rusak dan Barham tenggelam. Sebagai harganya, Dönitz kehilangan beberapa U-boatnya, sehingga membuat kekuatannya yang sudah kecil itu tambah mengerucut lagi. Tak hanya kapal-kapal bersenjata, U-boat juga mengkonsentrasikan serangannya pada kapal-kapal dagang yang sangat vital bagi Inggris.
Tanggal 1 Oktober 1939 Dönitz menjadi Konteradmiral dan “Komandan Kapal Selam” (Befehlshaber der Unterseeboote, BdU, kalau di Sekutu namanya ComSubPac atau ComSubLant); tanggal 1 September tahun selanjutnya dia naik pangkat lagi menjadi Vizeadmiral.
Pada tahun 1941 produksi tipe VII baru telah begitu pesatnya sampai pada titik dimana operasi-operasi yang dilakukan mulai mempunyai efek serius pada ekonomi Inggris. Meskipun produksi kapal dagang lawan pun ditingkatkan sebagai responsnya, tapi dengan adanya kapal selam dengan kualitas lebih baik, torpedo yang dapat diandalkan, dan perencanaan operasional yang matang membuat jumlah “kills” meningkat dengan pesat. Tanggal 11 Desember 1941, menyusul deklarasi perang Adolf Hitler terhadap Amerika Serikat, Dönitz langsung membuat rencana untuk mewujudkan Unternehmen Paukenschlag (Operasi Dentaman Drum). Target sasarannya adalah pelayaran di sekitar Pantai Timur Amerika. Operasi ini langsung dilancarkan bulan selanjutnya. Meskipun hanya bermodalkan sembilan U-boat (semuanya dari tipe IX yang lebih besar) tapi kemudian nantinya akan mempunyai hasil yang dramatis dan berjangkauan panjang. US Navy sama sekali tidak siap dalam perang melawan kapal selam (meskipun selama dua tahun sebelumnya mempunyai kesempatan untuk belajar hal yang sama dari Inggris) dan melakukan kesalahan demi kesalahan elementer. Jumlah kapal-kapal yang tenggelam dan rusak, yang sebelumnya berhasil ditekan oleh kerjasama Royal Navy dan Royal Canadian Navy yang telah beradaptasi dengan peperangan jenis ini, mulai meroket kembali dengan drastisnya.
Setidaknya dalam dua kesempatan, kesuksesan Sekutu di dalam operasi melawan U-boat membuat Dönitz curiga dan melakukan investigasi akan penyebabnya. Di antara salah satu kecurigaannya adalah adanya permainan mata-mata dan terpecahkannya kode komunikasi Kriegsmarine (versi angkatan laut dari mesin sandi rahasia Enigma). Kedua investigasi yang dilakukan terhadap keamanan jalur komunikasi ini membuatnya berkesimpulan bahwa operasi spionaselah penyebabnya, atau bahwa kesuksesan Sekutu adalah kebetulan belaka. Tapi Dönitz tidak berpuas diri dengan hasil penelitian ini. Pada tanggal 1 Februari 1942 dia memerintahkan agar armada U-boatnya dilengkapi dengan versi mesin Enigma yang telah diimprovisasi (yang mempunyai empat atau lima rotor, sehingga lebih aman), M4, sebagai alat komunikasi armadanya. Kriegsmarine adalah satu-satunya cabang Wehrmacht yang menggunakan versi yang diimprovisasi ini, sementara yang lainnya masih merasa aman dengan menggunakan versi Enigma lama yang mempunyai tiga rotor. Sistem yang baru ini sendiri dinamakan dengan “Triton” (Sekutu menyebutnya “Shark” atau Hiu). Untuk sementara waktu, perubahan enkripsi sandi ini membuat Sekutu menemui kesulitan untuk memecahkannya; dibutuhkan waktu sepuluh bulan sebelum lalulintas komunikasi Shark dapat dibaca.
Pada akhir tahun 1942, poduksi U-boat tipe VII telah mencapai puncaknya sehingga Dönitz akhirnya mampu untuk merancang serangan massal dari begitu banyak kapal selam, sebuah taktik yang dinamakannya sebagai “Rudel” (grup atau gerombolan) dan dikenal sebagai “Wolfack” oleh Sekutu. Korban kapal Sekutu meningkat dengan drastis, dan untuk beberapa saat terdapat kekhawatiran akan pasokan suplai bahan bakar untuk Inggris.
Selama tahun 1943, perang di Atlantik berbalik melawan Jerman. Tapi Dönitz benar-benar manusia bermental baja yang pantang mundur. Dia melanjutkan program pembuatan U-boat baru yang lebih banyak lagi, sambil meyakinkan Führer bahwa perkembangan teknologi yang lebih lanjut akan membuat situasi peperangan berada di pihak Jerman kembali. Di akhir Perang Dunia II, armada kapal selam Jerman tercatat sebagai yang paling maju di seluruh dunia, dan tipe-tipe terakhir yang dikeluarkannya - sebagai contohnya U-boat tipe XXI - menjadi contoh model pembuatan kapal selam bagi Uni Soviet dan Amerika Serikat pasca perang! Schnorchel (Snorkel) dan kapal selam Tipe XXI baru nongol di akhir peperangan karena adanya pengabaian dari Dönitz sendiri, dimana dia beranggapan bahwa teknologi baru yang sedang dikembangkan ini akan membuat U-boat tambah mahal sehingga mengganggu proses produksinya. Ketidaksukaannya terhadap Tipe IX yang lebih besar bukanlah sesuatu yang aneh; Admiral Thomas C. Hart, yang menjadi panglima Armada Asia Amerika Serikat di Filipina pada saat pecahnya Perang Pasifik, juga menentang kapal-kapal selam semacam ini dan mengatakannya sebagai “terlalu mewah”.
Dönitz sangat dalam terlibat dalam oeprasi sehari-hari armada U-boatnya, dan kadang mengubungi mereka sampai 70 kali sehari untuk menanyakan hal-hal semacam posisi mereka, kondisi bahan bakar, dan “minutiae” (rincian yang tidak penting) lainnya! Jalur komunikasi yang begitu sibuknya ini secara tidak langsung menambah cepat penjebolan kode sandi rahasianya oleh Sekutu, karena mereka mendapatkan lebih banyak pesan lagi yang harus dikerjakan. Lebih jauh lagi, balasan dari kapal-kapal selamnya yang sedang berada di lautan memudahkan Sekutu untuk melacak lokasi mereka dengan menggunakan HF/DF (dijuluki dengan “Huff-Duff”) yang berfungsi sebagai alat pencari arah U-boat melalui radionya, melacaknya, dan kemudian menyerangnya (kadang cukup dengan mengerahkan pesawat terbang yang sama mematikannya dengan kapal pemburu U-boat standar).
Tanggal 30 Januari 1943, Dönitz menggantikan Erich Raeder sebagai Oberbefehlshaber der Kriegsmarine (Panglima Angkatan Laut) dan Großadmiral (Laksamana Besar) dari Oberkommando der Marine (Komando Tinggi Angkatan Laut). Wakilnya, Eberhard Godt, lalu mengambil alih komando operasional U-boat. Adalah Dönitz yang meyakinkan Hitler untuk tidak membongkar kapal-kapal yang masih tersisa dari armada permukaan Jerman. Meskipun mempunyai harapan besar untuk terus memberdayakannya sebisa mungkin, secara konstan Dönitz terus kehilangan kapalnya yang masih tersisa. Pada bulan September 1943, kapal Perang Tirpitz dibuat out-of-order selama berbulan-bulan gara-gara dihantam torpedo dari sebuah kapal selam mini Inggris. Pada bulan Desembernya, dia memerintahkan kapal perang Scharnhorst (di bawah Konteradmiral Erich Bey) untuk menyerang konvoy kapal Sekutu yang menuju ke Rusia, tapi si kapal Jerman malah kemudian ditenggelamkan oleh serangan balik armada Inggris yang lebih superior yang dipimpin oleh kapal HMS Duke of York.
Di hari-hari akhir peperangan, setelah Hitler memaksa untuk tinggal di Führerbunker yang berada di taman Reichskanzlei (Kekanseliran Reich) di Berlin, Hermann Göring dianggap sebagai pewaris kuat kekuasaannya, disusul oleh Heinrich Himmler. Tapi kemudian Göring membuat Hitler murka ketika mengirimkan kawat radio kepada Hitler di Berlin untuk meminta izin mengambil-alih pemerintahan Third Reich. Himmler juga berusaha mengambil-alih kekuasaan untuk dirinya sendiri dengan memulai negosiasi perdamaian melalui Count Folke Bernadotte dari Swedia tanpa seizin Hitler. Tanggal 28 April 1945 BBC melaporkan bahwa Himmler telah menawari penyerahan Jerman pada Sekutu Barat, dan penawaran tersebut telah ditolak.
Dalam testamen terakhir dan surat wasiatnya (tertanggal 29 April 1945), secara mengejutkan Hitler menunjuk Dönitz sebagai penggantinya dengan jabatan Staatsoberhaupt (Kepala Negara) sekaligus titel Reichspräsident (Presiden) dan Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dokumen yang sama juga menunjuk Joseph Goebbels sebagai Kepala Pemerintahan dengan titel Reichskanzler (Kanselir). Lebih lanjut, Hitler menendang Göring dan Himmler dari keanggotaan Partai Nazi sekaligus memerintahkan penangkapan mereka.
Bukannya menunjuk satu orang untuk menggantikannya sebagai Führer yang baru, Hitler balik lagi pada peraturan tua Konstitusi Weimar yang sudah tidak terpakai. Hitler begitu percaya bahwa para Panglima Heer, Luftwaffe dan SS telah mengkhianati dirinya. Karena Kriegsmarine terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi jalannya peperangan secara global, maka panglimanya (Dönitz) merupakan satu-satunya kandidat pengganti secara default dalam urutan hierarki.
Akan tetapi, tanggal 1 Mei 1945 – satu hari setelah kematian Hitler – Goebbels memutuskan untuk menyusul tuannya ke alam baka dengan membunuh dirinya bersama dengan istrinya. Hal ini membuat Dönitz menjadi penguasa satu-satunya dari Reich Jerman yang sudah diambang nyungseb. Dia menunjuk Menteri Keuangan Ludwig Schwerin Graf von Krosigk sebagai “Menteri Utama” (Krosigk sebelumnya telah menolak tawaran jabatan Reichskanzler dari Dönitz) dan merekapun berusaha membentuk sebuah pemerintahan.
Malam itu, Dönitz membuat pengumuman radio yang disebarluaskan ke seluruh negeri dimana dia mengatakan bahwa Hitler telah “menemui kematian sebagai pahlawan” dan mengumumkan bahwa perang akan terus dilanjutkan “untuk menyelamatkan Jerman dari kehancuran akibat gerak maju musuh Bolsewik.” Bagaimanapun, Dönitz sepenuhnya menyadari bahwa posisi Jerman sudah tak ada harapan lagi dan Wehrmacht, yang sebelumnya begitu digdaya, sudah tak mampu lagi untuk memberikan perlawanan yang berarti. Selama masa jabatannya yang singkat sebagai pemimpin Jerman (kurang dari satu bulan!), Dönitz mendedikasikan sebagian besar usahanya untuk menjamin kesetiaan Angkatan Bersenjata Jerman dan mencoba meyakinkan bahwa Jerman akan menyerah kepada Inggris atau Amerika dan bukannya Soviet. Dia khawatir akan pembalasan brutal yang nantinya dilancarkan Soviet terhadap para anggota Partai Nazi dan perwira tinggi seperti dirinya, dan mengharapkan dapat membuat sebuah kesepakatan yang menguntungkan dengan Sekutu Barat. Pada akhirnya, strategi Dönitz ini berhasil dalam hal “mengungsikan” sekitar 1,8 juta tentara Jerman dari tangkapan pasukan Soviet, meskipun hal ini dilakukannya dengan mengorbankan begitu banyak jiwa.
Gerak maju pasukan Sekutu yang tak tertahankan membuat kekuasaan pemerintahan Dönitz hanya terbatas di sekitar wilayah Flensburg di dekat perbatasan Denmark, dimana markas besarnya berada, bersama dengan Mürwik. Karena itu pemerintahannya biasa disebut pula sebagai Pemerintahan Flensburg. Di bawah ini adalah deskripsi Dönitz tentang pemerintahan barunya:
“Pertimbangan ini (kelanjutan dan keselamatan rakyat Jerman), semuanya menunjuk pada kebutuhan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang terpusat. Saat aku beserta Graf Schwerin-Krosigk bergabung di dalamnya, dia masih dalam proses pembentukan. Sebelumnya dia telah mengundurkan diri dari jabatan sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan, demi membangun sebuah pemerintahan sementara yang sangat kita butuhkan dan bertanggungjawab atas segala aktivitas kabinetnya. Meskipun dia dibatasi oleh keadaan untuk hanya menunjuk orang-orang yang berada di utara Jerman, tapi akhirnya dia berhasil dalam membentuk sebuah kabinet yang efektif yang anggotanya terdiri dari berbagai pakar.”
“Gambaran situasi militer secara keseluruhan menunjukkan bahwa perang telah kalah. Karena sudah tak ada lagi kemungkinan untuk membuat sebuah perubahan berarti bagi posisi Jerman secara politis, maka aku, sebagai Kepala Negara, sampai pada satu kesimpulan bahwa perang harus diakhiri secepat mungkin demi mencegah terus tertumpahnya darah secara sia-sia.”
- Karl Dönitz, dalam buku “Ten Years and Twenty Days” –
Kemudian pada tanggal 1 Mei Himmler mencoba untuk masuk ke dalam Pemerintahan Flensburg. Di bawah ini adalah cerita dari Dönitz sendiri mengenai pertemuannya dengan Himmler:
“Pada sekitar tengah malam dia datang, dengan ditemani oleh enam orang perwira SS bersenjata. Dia diterima oleh ajudanku Walter Luedde-Neurath. Aku menawarinya kursi, sementara diriku sendiri duduk di belakang meja tulis, dimana di balik beberapa tumpukan kertas telah tersembunyi sebuah pistol yang bisa setiap saat digunakan. Aku tak pernah menghadapi situasi seperti ini dalam hidupku sebelumnya, tapi aku tak tahu akan hasil dari pertemuan ini sehingga aku mempersiapkan diriku sebaik mungkin. Aku memberikan kepada Himmler sebuah telegram yang berisi surat penunjukan diriku. “Tolong baca ini,” kataku. Aku lalu memperhatikannya dari dekat. Saat dia membacanya, sebuah ekspresi ketakjuban, bahkan lebih mirip ketakutan yang melumpuhkan, menyebar di wajahnya. Semua harapan tampak hilang dalam dirinya. Mukanya langsung pucat pasi. Akhirnya dia berdiri dan membungkuk. “Izinkan diriku,” katanya, “untuk menjadi orang kedua dalam pemerintahanmu.” Aku menjawab bahwa diriku sudah tak membutuhkan tenaganya lagi dan permintaannya tak bisa diterima. Setelah mendengar itu, tak lama dia dengan kecewa meninggalkan kantorku jam satu tengah malam. Akhirnya pertemuan ini berakhir tanpa perlu melibatkan senjata, dan aku merasa sangat lega karenanya.”
- Karl Dönitz, dalam buku “The Decline and Fall of Nazi Germany and Imperial Japan” -
Tanggal 4 Mei 1945, pasukan Jerman di Belanda, Denmark dan baratlaut Jerman, yang berada di bawah komando Dönitz, menyerah pada Field Marshal Bernard Montgomery di Lüneburg Heath yang berada di tenggara Hamburg, dan menandai akhir Perang Dunia II di Eropa Barat.
Sehari kemudian, Dönitz mengirimkan Generaladmiral Hans-Georg von Friedeburg (penggantinya sebagai Panglima Angkatan Laut) ke markas besar panglima Amerika Dwight D. Eisenhower di Rheims, Prancis, untuk menegosiasikan penyerahan Jerman ke tangan Sekutu. Kepala Staff OKW, Generaloberst Alfred Jodl, tiba sehari kemudian. Dönitz telah menginstruksikan mereka untuk merundingkan negosiasi perdamaian selama mungkin sehingga memungkinkan lebih banyak lagi pasukan dan pengungsi Jerman yang dapat menyerahkan diri ke tangan Sekutu Barat. Tapi kemudian, setelah Eisenhower menegaskan bahwa dia tidak akan mentoleransi setiap adanya penundaan dan alasan dari pihak Jerman, Dönitz langsung memberi izin kepada Jodl untuk menandatangani instrumen penyerahan tanpa syarat jam 1:30 subuh tanggal 7 Mei 1945. Lebih dari satu jam setelahnya, Jodl menandatangani dokumen yang di dalamnya termasuk berisi, “Semua pasukan di bawah kontrol Jerman harus menghentikan kegiatan permusuhannya paling lambat jam 23:01 Waktu Eropa Tengah tanggal 8 Mei 195.” Atas perintah dari Stalin, sebelum tengah malam tanggal 8 Mei Generalfeldmarschall Wilhelm Keitel mengulangi penandatanganan dokumen yang sama di markas besar Marsekal Georgiy K. Zhukov, bersama dengan Jenderal Carl Spaatz dari USAAF sebagai perwakilan Eisenhower. Pada waktu tersebut, Perang Dunia II di Eropa secara resmi telah berakhir.
Tanggal 23 Mei 1945, pemerintahan Dönitz dibubarkan ketika anggota-anggotanya ditangkap oleh Komisi Kontrol Sekutu di Flensburg.
Bertentangan dengan pernyataannya sesudah perang, Dönitz tampaknya merupakan seorang pendukung setia Nazisme dalam Perang Dunia II. Beberapa mantan perwira Kriegsmarine menggambarkannya sebagai “orang yang sangat dekat hubungannya dengan Hitler dan ideologi Nazi.” Dalam satu kesempatan, dia bahkan dengan bangga membicarakan tentang sifat manusiawi Hitler. Dalam kesempatan lainnya, dimana dia telah berbicara dengan para anggota Hitlerjugend dalam sebuah acara “tidak resmi”, membuatnya dijuluki sebagai “Dönitz Sang Hitlerjugend”! Dia menolak untuk membantu Albert Speer dalam usahanya untuk menghentikan kebijakan bumi hangus yang telah didiktekan oleh Hitler, dan juga tercatat sempat mengatakan: “Bila dibandingkan dengan Hitler, kita semua tidak ada apa-apanya. Setiap orang yang percaya bahwa dia dapat melakukan lebih baik dari apa yang telah dilakukan oleh Sang Führer adalah orang yang bodoh.”
Dönitz juga dikenal oleh para sejarawan sebagai anti-Yahudi melalui komentar-komentarnya. Ketika Swedia menutup wilayah perairan internasionalnya terhadap Jerman, dia menyalahkan kebijakan ini sebagai ekses dari ketakutan negara tersebut dan ketergantungannya terhadap “dana Yahudi internasional”. Pada bulan Agustus 1944 dia mendeklarasikan, “Aku lebih memilih untuk makan kotoran daripada melihat anak-cucuku tumbuh besar di lingkungan Yahudi yang cabul dan beracun.”
Pada Hari Pahlawan Jerman (12 Maret) tahun 1944, Dönitz mengumumkan bahwa, tanpa Adolf Hitler, Jerman akan dikepung oleh “racun Yahudi”, dan negara-negara yang hancur karena kurangnya Nasional-Sosialisme akan memberi ruang terhadap ideologi-ideologi lain yang tak bisa dikompromikan. Pada Pengadilan Nürnberg, Dönitz memberi statemen tentang “racun bangsa Yahudi” dengan mengatakan bahwa “suatu bangsa akan mempunyai ketahanan dan kekuatan yang lebih baik apabila tak ada elemen Yahudi dalam tubuh mereka.” Pada awalnya dia mengklaim, “Aku dapat membayangkan betapa sulitnya bagi populasi sebuah kota apabila mereka harus menahan ketegangan akibat dibom terus-menerus, sementara pengaruh Yahudi dibiarkan untuk bekerja.”
Penulis buku Eric Zillmer berkeyakinan bahwa, dari sudut pandang ideologi, Dönitz merupakan seorang anti-Marxis dan juga anti-Semit. Di hari kemudian, saat berlangsungnya Pengadilan Nürnberg, Dönitz mengaku bahwa dia tidak tahu apa-apa mengenai pemusnahan bangsa Yahudi dan mendeklarasikan bahwa tak ada satupun dari “orang-orangnya” yang mempunyai niat untuk melakukan kekerasan terhadap orang Yahudi.
Dönitz mengatakan kepada Leon Goldensohn, seorang psikiater Amerika di Nürnberg, “Aku tak pernah mengetahui sedikitpun berita-berita mengenai Yahudi selama berlangsungnya perang. Hitler berkata bahwa setiap orang harus fokus pada pekerjaan yang dibebankan kepadanya, dan pekerjaanku adalah U-boat dan Angkatan Laut.” Kepada Goldensohn, Dönitz juga memberitahukan tentang dukungannya terhadap Admiral Bernhard Rogge, yang merupakan keturunan Yahudi, saat Partai Nazi mulai melakukan intimidasi terhadap sang Admiral.
Setelah perang usai, Dönitz dipenjarakan oleh Sekutu. Dia didakwa atas tuduhan sebagai kriminil perang di Pengadilan Nürnberg dalam tiga hal: (1) Konspirasi untuk melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap perdamaian; (2) Merencanakan, merancang, dan melakukan perang agresi; dan (3) Kejahatan terhadap hukum perang. Keputusannya: Dönitz dinyatakan tidak bersalah atas hal (1), sementara untuk hal (2) dan (3) dia dinyatakan bersalah.
Selama berlangsungnya persidangan, Gustave Gilbert, seorang psikologis Angkatan Darat Amerika, diizinkan untuk mempelajari para pemimpin Nazi yang menjadi terdakwa. Di antara berbagai tes yang diberikan, salah satunya adalah tes IQ Wechsler-Bellevue versi Jerman. dalam tes tersebut, Dönitz memperoleh skor 138, yang merupakan tertinggi ketiga dari seluruh pemimpin Nazi yang dites.
Dönitz mempertanyakan keabsahan pengadilan yang dilakukan terhadapnya di Nürnberg, dan berkomentar terhadap tuduhan (2) dengan mengatakan, “Salah satu ‘tuduhan’ yang membuatku dinyatakan bersalah dalam persidangan tersebut dijatuhkan karena aku dianggap bertemu dengan Hitler lalu merencanakan jalannya peperangan bersamanya; sekarang aku tanya kepada mereka, bagaimanakah seorang laksamana melakukan yang selainnya dengan pemimpinnya di tengah kecamuknya peperangan?” Pandangan akan adanya ketidakadilan ini tidak hanya keluar dari Dönitz seorang: lebih dari 100 orang perwira tinggi Sekutu mengirimkan surat kepada Dönitz untuk menyatakan simpati mereka kepada sang Großadmiral, kekecewaan mereka terhadap putusan yang dijatuhkan terhadapnya, serta kejujuran dari persidangan yang dijalankan!
Dalam persidangan tersebut Dönitz didakwa dengan:
1. Melancarkan peperangan kapal selam tak terbatas terhadap kapal-kapal negara netral.
2. Mengizinkan Commando Order Hitler tertanggal 18 Oktober 1942 untuk terus dilanjutkan selama masa tugasnya sebagai panglima Kriegsmarine, dan karena itu dianggap bertanggungjawab atas kejahatan yang dilakukan atas namanya. Pembelaannya adalah bahwa Perintah tersebut mengecualikan orang-orang yang tertangkap dalam peperangan di laut, dan Perintah itu tidak pernah dijalankan oleh orang-orang yang berada di bawah komandonya.
3. Dianggap mengetahui tapi tidak melakukan apa-apa terhadap kenyataan adanya 12.000 orang pekerja-paksa asing yang bekerja di galangan-galangan kapal Jerman.
4. Saran yang diberikannya pada tahun 1945 ketika Hitler menanyakan apakah peraturan-peraturan Konvensi Jenewa perlu diabaikan. Maksud dari pertanyaan Hitler ada dua: yang pertama adalah dimungkinkannya pembalasan terhadap tawanan perang Sekutu Barat, dan kedua adalah hal tersebut diharapkan akan mencegah pasukan Jerman menyerahkan diri dengan mudahnya kepada Sekutu Barat (seperti yang terjadi di Front Timur dimana Konvensi Jenewa sama-sama tidak diindahkan oleh Jerman dan Rusia). Bukannya berargumen bahwa konvensi tersebut tidak seharusnya diabaikan, Dönitz lebih memilih untuk menyarankan bahwa tidaklah bijaksana untuk melakukan hal tersebut. Hal ini lalu dijadikan alasan oleh Pengadilan Nürnberg untuk mendakwanya. Tapi kemudian karena pada akhirnya Jerman tetap melaksanakan peraturan dari Konvensi Jenewa (dan para tawanan Inggris di bawah yurisdiksi Dönitz diperlakukan dengan baik), maka tuduhan ini kemudian dibatalkan. Malu tuh ongol-ongol!
Di antara tuntutan-tuntutan yang diajukan, Dönitz dituduh telah memerintahkan peperangan kapal selam tak terbatas setelah mengeluarkan Instruksi Perang No.154 pada tahun 1939, dan instruksi serupa lainnya setelah terjadinya insiden Laconia tahun 1942 dimana dia memerintahkan agar U-boat di bawah komandonya tidak mengambil tawanan dari kapal korban yang karam. Dengan mengeluarkan dua instruksi ini, Dönitz dinyatakan bersalah karena telah membuat Jerman melanggar Perjanjian Laut London Kedua tahun 1936. Tapi kemudian pengacaranya yang cerdik, Otto Kranzbühler, membawa ke hadapan hakim bukti-bukti bahwa Sekutu pun telah melakukan hal yang sama! Akhirnya tuntutan terhadap Dönitz tidak memasukkan pelanggaran terhadap hukum internasional sebagai penopangnya.
Untuk tuntutan kejahatan perang karena memerintahkan peperangan kapal selam tak terbatas, Dönitz dinyatakan “(tidak) bersalah atas kebijakannya dalam peperangan melawan kapal-kapal dagang Inggris bersenjata”, karena kapal-kapal semacam ini kadangkala dipersenjatai dengan kuat sekaligus dilengkapi dengan radio yang membuat mereka dapat dengan dengan mudah berhubungan dengan kapal-kapal perang Inggris yang terdekat. Tapi kemudian hakim menyatakan bahwa “Dönitz dituntut karena telah memerintahkan peperangan kapal selam tak terbatas, yang bertentangan dengan Protokol Laut tahun 1936 yang ikut ditandatangani Jerman, dan yang menguatkan peraturan peperangan kapal selam yang telah diputuskan dalam Persetujuan Laut London tahun 1930... Perintah dari Dönitz untuk menenggelamkan kapal-kapal negara netral tanpa peringatan sebelumnya, dalam pandangan pengadilan, merupakan pelanggaran serius terhadap Protokol... Perintah tersebut, karenanya, membuat Dönitz bersalah atas pelanggarannya terhadap Protokol tersebut... Tuntutan terhadap Dönitz tidak memasukkan pelanggaran yang telah dilakukannya terhadap hukum peperangan kapal selam internasional.”
Bingung? Kebanyakan nonton bokep? Inget anak-bini? Sini saya jelasin:
Vonis yang dijatuhkan terhadapnya tidak memasukkan pasal peperangan kapal selam tak terbatas, karena Sekutu pun telah melakukan hal yang sama; contohnya, Departemen Angkatan Laut Inggris pada tanggal 8 Mei 1940 telah memerintahkan agar semua kapal yang berada di Skagerrak dikaramkan tanpa kecuali; dan Laksamana Chester Nimitz, Panglima Armada Pasifik Amerika Serikat, telah menyatakan bahwa US Navy telah melancarkan peperangan kapal selam tak terbatas di Pasifik dari hari pertama Amerika memasuki perang. Jadinya, meskipun Dönitz dinyatakan bersalah karena telah memerintahkan peperangan kapal selam tak terbatas terhadap kapal-kapal negara netral yang tak bersenjata, tapi tak ada hukuman tambahan penjara atas vonis yang telah dijatuhkan oleh hakim.
Dönitz kemudian dikerangkeng selama 10 tahun di Penjara Spandau yang terletak di Berlin Barat. Dia dibebaskan tanggal 1 Oktober 1956, dan mengundurkan diri ke sebuah desa kecil bernama Aumühle di Schleswig-Holstein yang berada di bagian utara Jerman Barat. Disana dia mengerjakan dua buah buku. Otobiografinya, Zehn Jahre, Zwanzig Tage (10 Tahun, 20 Hari) terbit di Jerman tahun 1958, yang menyusul edisi bahasa Inggrisnya (Memoirs: Ten Years and Twenty Days) nongol setahun kemudian. Buku ini menceritakan pengalaman Dönitz sebagai seorang panglima U-boat (10 tahun) dan Presiden Jerman (20 hari). Disitu, dia menjelaskan bahwa rezim Nazi merupakan sebuah produk dari masanya, dan mengklaim bahwa dia bukanlah seorang politisi sehingga karenanya secara moral tidak bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari kejahatan rezim tersebut. Selain itu, Dönitz juga mengkritik kediktatoran sebagai sebuah bentuk pemerintahan yang cacat dan menyalahkannya atas sebagian besar dari kegagalan-kegagalan yang terjadi di zaman Nazi.
Buku kedua sang Laksamana Besar, Mein wechselvolles Leben (Hidupku Yang Selalu Berubah) kurang banyak dikenal, kemungkinan karena dia mengisahkan tentang pengalaman-pengalaman hidupnya yang terjadi sebelum tahun 1934. Buku ini pertama terbit tahun 1968, dan edisi terbarunya dirilis tahun 1998 dengan judul revisi Mein soldatisches Leben (Kehidupanku Sebagai Seorang Prajurit).
Di akhir-akhir kehidupannya, Dönitz rajin berkorespondensi dan selalu bermurah hati untuk menjawab surat-surat permintaan tanda tangan atau foto yang membanjir datang ke rumahnya. Bukan hanya sekali Dönitz mengatakan bahwa dia tidak pernah menyesali apa yang telah dilakukannya selama Perang Dunia II, karena dia percaya sepenuhnya bahwa tak seorangpun akan menaruh rasa hormat terhadap siapapun yang berkompromi terhadap keyakinan serta tugasnya terhadap negara dalam bentuk apapun juga, baik “pengkhianatannya” tersebut besar ataupun kecil. Atas dasar kepercayaan ini, dia memberikan tanggapannya terhadap usaha perdamaian yang dilakukan oleh Himmler:
“Seorang pengkhianat rahasia militer layak disebut sebagai paria (sampah masyarakat), yang dipandang rendah oleh setiap orang dan setiap bangsa. Bahkan musuh yang dilayaninya tidak akan menaruh hormat terhadapnya, dan hanya akan memanfaatkannya saja. Setiap bangsa yang membiarkan hal ini berlangsung dan tidak mencelanya sama saja dengan telah menggoyahkan fondasi paling utama dari negaranya sendiri, apapun bentuk pemerintahannya tersebut.”
Dönitz menjalani sisa hidupnya sebagai orang biasa yang relatif tidak dikenal di Aumühle, dan kadang-kadang melakukan korespondensi dengan kolektor-kolektor sejarah Angkatan Laut Jerman asal Amerika. Dia meninggal disana tanggal 24 Desember 1980 setelah terkena serangan jantung. Sebagai perwira Jerman terakhir dengan pangkat Laksamana Besar, dia mendapat penghormatan dari begitu banyak veteran perang dan perwira angkatan laut asing yang datang ke upacara pemakamannya tanggal 6 Januari 1981. Meskipun begitu, selama sisa hidupnya seusai perang Dönitz hanya menerima uang pensiun untuk seorang kapten karena pemerintah Jerman Barat hanya mengakui pangkat terakhir yang dipegangnya sebelum Hitler naik ke tampuk kekuasaan! Dia dimakamkan di Pekuburan Waldfriedhof di Aumühle tanpa penghormatan militer, dan para prajurit Jerman yang datang dilarang untuk mengenakan seragamnya. Larangan yang tidak masuk akal ini benar-benar membuat muak semua orang, dan beberapa perwira Angkatan Laut Jerman terang-terangan mengabaikan peraturan ini, juga anggota-anggota Royal Navy Inggris yang ikut hadir seperti senior chaplain Pendeta Dr. John Cameron yang memakai seragam kebesaran full. Juga ikut hadir lebih dari seratus orang para peraih Ritterkreuz.
Keluarga:
Pada tanggal 27 Mei 1916 Dönitz menikah dengan seorang perawat bernama Ingeborg Weber, yang merupakan putri seorang jenderal Jerman. Pasangan ini dikaruniai tiga anak, yang mereka besarkan secara Protestan (Evangelis). Yang pertama lahir adalah seorang putri bernama Ursula (lahir tahun 1917), disusul dengan putra bernama Klaus (lahir tahun 1920) dan Peter (lahir tahun 1922). Kedua putra lelakinya terbunuh dalam Perang Dunia II. Putra termuda, Peter, bertugas sebagai Perwira Pengawas di U-954 dan terbunuh tanggal 19 Mei 1943 ketika kapal selamnya karam di Atlantik Utara beserta seluruh awaknya. Setelah kematiannya, kakaknya Klaus dilarang untuk bertugas di front dan masuk kuliah demi bisa menjadi dokter Angkatan Laut. Tragisnya, Klaus tewas tanggal 13 Mei 1944 ketika ikut ambil bagian dalam pertempuran tanpa sepengetahuan atasannya! Klaus meyakinkan kawan-kawannya untuk dapat ikut serta dalam kapal torpedo S-141 dalam serangan terhadap HMS Selsey di lepas pantai Inggris, tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-24. Kapal yang ditumpanginya malah kemudian berbalik dihancurkan dan Klaus termasuk salah seorang awak yang terbunuh, meskipun enam lainnya berhasil diselamatkan. Sebelumnya, pada tahun 1937 putri satu-satunya Karl Dönitz, Ursula, menikah dengan komandan U-boat dan peraih Ritterkreuz Günther Hessler.
Dekorasi dan Penghargaan:
1. 7 November 1914: Iron Cross 2nd class (EK II).
2. 5 Mei 1916: Iron Cross 1st class (EK I).
3. 18 September 1939: Spange 1939 zum EK II 1914.
4. 20 Desember 1939: Spange 1939 zum EK I 1914.
5. 27 Februari 1940: U-Bootkriegsabzeichen.
6. 21 April 1940: Knight’s Cross.
7. 6 April 1943: Knight’s Cross with Oak Leaves.
Promosi Jabatan:
1. Seekadett (Sea Cadet): 1 April 1910
2. Fähnrich zur See (Midshipman): 15 April 1911
3. Leutnant zur See (Acting Sub-Lieutenant): 27 September 1913
4. Oberleutnant zur See (Sub-Lieutenant): 22 Maret 1916
5. Kapitänleutnant (Lieutenant): 1 Januari 1921
6. Korvettenkapitän (Lieutenant Commander): 1 November 1928
7. Fregattenkapitän (Commander): 1 Oktober 1933
8. Kapitän zur See (Captain): 1 Oktober 1935
9. Kommodore (Commodore): 28 Januari 1939
10. Konteradmiral (Rear Admiral): 1 Oktober 1939
11. Vizeadmiral (Vice Admiral): 1 September 1940
12. Admiral (Admiral): 14 Maret 1942
13. Großadmiral (Grand Admiral): 30 Januari 1943
Karir:
1. April 1910 – Maret 1911: Pelatihan sebagai kadet di atas kapal SMS Hertha.
2. April 1911 – September 1912: Sekolah Angkatan Laut.
3. Oktober 1912 – September 1916: Bertugas di atas kapal SMS Breslau.
4. September – Desember 1916: Komandan lapangan udara di San Stefano dan Dardanella.
5. Desember 1916 – Januari 1917: Pelatihan U-boat.
6. Januari 1917 – Februari 1918: Perwira Pengawas di U-39.
7. Maret – September 1918: Komandan SM UC-25.
8. September – Oktober 1918: Komandan SM UB-68.
9. Oktober 1918 – Juli 1919: Ditawan oleh Inggris di Malta.
10. Juli 1919 – Maret 1920: Staff Pangkalan Angkatan Laut di Laut Baltik.
11. Maret – April 1920: Komandan Kapal Torpedo V 5.
12. April 1920 – Maret 1923: Komandan Kapal Torpedo T 157 dan G 8.
13. Maret 1923 – November 1924: Penasihat dan ajudan di bagian inspeksi torpedo dan ranjau.
14. November 1924 – Oktober 1927: Penasihat Departemen Pertahanan Laut di Komando Angkatan Laut.
15. Oktober – Desember 1927: Kursus dan informasi tambahan di SMS Nymphe.
16. Desember 1927 – September 1928: Perwira Navigasi di SMS Nymphe.
17. September 1928 – September 1930: Komandan Flotilla Setengah Kapal Torpedo ke-4.
18. September 1930 – September 1934: Perwira Staff Laksamana ke-1 di Staff Stasiun Angkatan Laut di Laut Utara.
19. September 1934 – September 1935: Komandan kapal penjelajah Jerman Emden.
20. September 1935 – Oktober 1936: Komandan Flotilla U-boat ke-1.
21. Januari 1936 – Oktober 1939: Führer der U-Boote.
22. Oktober 1939 – Januari 1943: Befehlshaber der U-Boote.
23. Januari 1943 – April 1945: Oberbefehlshaber der Marine.
24. April 1945: Panglima Wehrmacht Utara.
25. Mei 1945: Reichspräsident dan Panglima Tertinggi Wehrmacht.
Kronologi Kehidupan Karl Dönitz:
1. 1891 (16 September) lahir di Grunau, Jerman.
2. 1910 memasuki AL Kerajaan Jerman.
3. 1913 menerima pangkat Letnan II.
4. 1914 PD I mulai - Dönitz ditugaskan di kapal penjelajah SMS Breslau.
5. 1916 diangkat sebagai Letnan I - dikirimkan ke U-boat UB-68.
6. 1916 menikah dengan Ingeborg, putri seorang jenderal Jerman.
7. 1917 (3 April) putrinya lahir
8. 1918 ditangkap oleh Inggris - diinternir di kamp tawanan perang di Redmires, Inggris.
9. 1919 dibebaskan dari kamp tawanan.
10. 1920 (14 Mei) putranya Klaus lahir.
11. 1921 diangkat sebagai Letnan Kapiten II (Kapitänleutnant).
12. 1922 (20 Maret) putranya Peter lahir.
13. 1928 diangkat sebagai Komandan Letnan (Korvettenkapitän).
14. 1933 diangkat sebagai Komandan (Fregattenkapitän).
15. 1934 Letnan Kolonel kapal penjelajah Emden.
16. 1935 diangkat sebagai kapten (Kapitän zur See) dari Armada Wediggan I (U7, U8 dan U9).
17. 1939 diangkat sebagai kapten senior (Kommodore).
18. 1939 diangkat sebagai Laksamana Garis Belakang (Konteradmiral).
19. 1940 diangkat sebagai Wakil Laksamana (Vizeadmiral).
20. 1943 menggantikan Erich Raeder sebagai Panglima Tertinggi AL Reich Ketiga(Oberbefehlshaber der Kriegsmarine).
21. 1943 putranya, Peter, terbunuh dalam kapal U-954.
22. 1944 putranya yang lain, Klaus, terbunuh dalam kapal S 141.
23. 1945 (30 April) menjadi Presiden Jerman.
24. 1946 ditahan atas "konspirasi mengumumkan perang agresif" sebagai akibat Pengadilan N ürnberg.
25. 1956 dibebaskan dari penjara - kembali ke Aumühle, Jerman.
26. 1958 menerbitkan memoarnya, "Ten Years and Twenty Days".
27. 1962 (5 Mei) istrinya Ingeborg meninggal.
28. 1968 menerbitkan buku kedua, "My Ever-Changing Life".
29. 1980 (24 Desember) meninggal di Aumühle, Jerman pada usia 89.
Aktor-aktor yang memerankan Karl Dönitz dalam film, televisi dan produksi teater:
1. Gert Hänsch dalam film buatan Cekoslowakia produksi tahun 1976 berjudul Osvobození Prahy.
2. Richard Bebb dalam produksi televisi Inggris tahun 1973 berjudul The Death of Adolf Hitler.
3. Raymond Cloutier dalam produksi televisi bersama Amerika/Kanada tahun 2000 berjudul Nuremberg.
4. Peter Rühring dalam miniseri televisi Jerman tahun 2005 berjudul Speer und Er.
5. David Mitchell dalam komedi sketsa televisi Inggris tahun 2006 berjudul That Mitchell dan Webb Look.
6. Simeon Victorov dalam dokudrama televisi Inggris tahun 2006 berjudul Nuremberg: Nazis on Trial.
7. Thomas Kretschmann dalam produksi televisi bersama Inggris/Jerman tahun 2011 berjudul The Sinking of the Laconia.
Serba-Serbi:
1. Walau menerima pangkat Laksamana Besar (Großadmiral), Karl Dönitz tidak pernah bergabung dengan Partai Nazi.
2. Ia punya kakak, Friedrich yang terbunuh dalam serangan bom pada 1944 di luar Berlin.
3. Ibunya meninggal saat Dönitz berusia 3 tahun - ayahnya tak pernah menikah lagi.
4. Putranya Klaus sedang belajar kedokteran saat ia terbunuh dalam aksi S 141, "Kapal Cepat" Jerman, yang sedang mengepung kapal perang Inggris "Selsey" lepas pantai Inggris.
Sumber :
www.en.wikipedia.org
www.id.wikipedia.org
www.uboat.net
No comments:
Post a Comment