Kartu pos yang memasang foto Wolfgang Lüth dan tulisan Jerman gaya Sutterlin berbunyi: "Wolfgang Lüth. Kapitänleutnant. Kommandant eines. U-Bootes"
Wolfgang Lüth dengan medali Brillanten
Batu peringatan Wolfgang Lüth di Akademi Angkatan Laut Mürwik Jerman. Foto diambil tanggal 10 September 2006 oleh Peter Godzik
Wolfgang Lüth dengan medali Brillanten
Batu peringatan Wolfgang Lüth di Akademi Angkatan Laut Mürwik Jerman. Foto diambil tanggal 10 September 2006 oleh Peter Godzik
Oleh : Alif Rafik Khan
Wolfgang August Eugen Lüth dilahirkan tanggal 15 Oktober 1913. Dia adalah keturunan Jerman Baltik yang lahir di Riga (saat itu masih menjadi wilayah Kekaisaran Rusia). Lüth lalu belajar di Naturwissenschaftliches Gymnasium, dan setelah menerima Abitur (ijazah), dia mempelajari hukum selama tiga semester di Herder-Institut (buset dah, udah kayak sekolah gogog aja namanya!).
Dia memulai karir angkatan lautnya pada tanggal 1 April 1933 di Reichsmarine setelah mendapat izin dari kedua orangtuanya, dan menjadi Offiziersanwärter (Kandidat Perwira). Sesudah menjalani pelatihan militer dasar di II. Abteilung (Departemen Kedua) dari Schiffstammdivision (Divisi Kapal Berdiri) di Laut Baltik di Stralsund (1 April 1933-29 Juni 1933), dia dipindahkan ke kapal latihan Gorch Fock. Pada musim panas 1933 dia menghabiskan waktu selama tiga bulan di kapal layar Gorch Fock (30 Juni 1933-23 September 1933) sebagai Seekadett dan dilanjutkan dengan menjalani pelatihan selama 9 bulan (24 September 1933-27 Juni 1934) mengelilingi dunia (India, Australia, Amerika Utara/Selatan, dan… Indonesia!) bersama kapal penjelajah ringan Karlsruhe, sampai pangkatnya menjadi Fähnrich zur See. Setelah setahun di kapal penjelajah ringan Königsberg (22 Maret 1936-31 Januari 1937), dia dipindahkan ke satuan U-boat bulan Februari 1937.
Pada bulan Juli 1937 dia menjadi Perwira Pengawas (WO) II di U-27 dan melakukan satu patroli di perairan Spanyol selama berlangsungnya Perang Saudara di Negara tersebut. Pada bulan Oktober 1937 dia menjadi WO I di U-38 di bawah pimpinan Kapitänleutnant Henrich Liebe, dan sedang melakukan patroli di lautan saat Perang Dunia II pecah bulan September 1939.
Setelah menjalani pelatihan lanjutan selama beberapa waktu di “kapal sekolah”, dia diberi kepercayaan untuk menjadi kapten sebuah U-boat tipe IIB yaitu U-9. Dalam enam patrol yang dijalaninya bersama kapal selam ini dia memperoleh kesuksesan pertamanya, dengan yang terutama adalah ditenggelamkannya kapal selam Doris dari Prancis bulan Mei 1940. Yang pertama menjadi korbannya adalah sebuah kapal dagang Swedia bernama Flandria, yang dia tenggelamkan bulan Januari 1940. Begitu antusiasnya para awak U-9 sehingga pada saat serangan di permukaan dilakukan, banyak yang berkumpul di menara pengawas untuk melihat langsung tenggelamnya kapal mangsa mereka! Dua orang dari mantan awak Lüth nantinya akan menerima Ritterkreuz, yaitu Leitender Ingenieur-nya (kepala mekanik) Oberleutnant zur See Karl-Heinz Wiebe (dianugerahi tahun 1944 saat menjadi kepala mekanik di U-178), dan WO I U-9 antara Januari-April 1940 Oberleutnant zur See Heinrich Schonder (dianugerahi tahun 1942 setelah menjadi kapten U-77).
Sebulan kemudian Oberleutnant zur See Wolfgang Lüth menjadi komandan U-138 (U-boat tipe IID). Selama malam tanggal 20/21 September 1940, dalam patroli pertama dengan kapal barunya, dia menenggelamkan empat kapal dengan total 34.633 GRT – sebuah pencapaian luar biasa bagi kapal selam yang begitu kecilnya!
Pada bulan Oktober 1940, setelah pulang dari patroli keduanya, dimana dia menembakkan torpedo terhadap kapal dagang Norwegia Dagrun (4.562 T) tapi meleset; menenggelamkan kapal dagang Inggris Bonheur (5.327 T); dan merusak kapal tanker Inggris Glory (6.993 T), namanya disebutkan dalam Wehrmachtbericht (laporan harian dari Komando Tinggi Angkatan Bersenjata Jerman tentang situasi di front) tanggal 23 September 1940 dan dianugerahi medali Ritterkreuz tanggal 24 Oktober 1940 sehingga menjadi komandan kapal selam kecil satu-satunya yang menerima penghargaan setinggi itu!
Lüth meninggalkan U-138 bulan itu dan mengambil alih U-43 yang berukuran lebih besar. Dia melakukan lima patroli dengan kapal ini dan menenggelamkan 12 kapal dengan total 68.077 GRT. Karena pengalamannya, Lüth (seperti juga banyak jagoan U-boat ternama lainnya) ditunjuk untuk melatih para komandan U-boat yang baru. “Murid-murid” ini kadangkala ikut dalam satu patroli, yang akan menjadi tempat latihan terakhir mereka sebelum ditugaskan menjadi kapten kapalnya sendiri. Pada bulan April 1942 dia meninggalkan U-43 dan sebulan kemudian ditunjuk menjadi komandan U-181 (U-boat tipe IXD).
Pada bulan September 1942 Kapitänleutnant Lüth meninggalkan Kiel untuk patroli pertamanya dengan kapal ini. Wilayah operasionalnya meliputi Samudera Indonesia dan perairan Afrika Selatan. Dia mencapai Cape Town (Afrika Selatan) di akhir bulan Oktober, dan dalam dua minggu selanjutnya menenggelamkan empat kapal dengan total 21.987 GRT. Tanggal 16 November dia menerima pesan radio yang memberitahukan bahwa dia telah dianugerahi Eichenlaub untuk Ritterkreuz-nya. Sebelum kembali ke pangkalan, dia menenggelamkan delapan kapal tambahan dengan total 36.394 GRT. Lüth mencapai Bordeaux, Prancis, bulan Januari 1943.
Pada bulan Maret 1943 Kapitänleutnant Lüth meninggalkan Bordeaux untuk patroli lanjutan di perairan Afrika dan Samudera Indonesia. Patroli ini, di tengah kondisi yang sulit, juga berakhir dengan kesuksesan besar dengan ditenggelamkannya 10 kapal dengan total 45.331 GRT. Selama patroli ini Lüth menjadi perwira U-boat pertama yang menerima medali Brillanten (satu lagi adalah Albrecht Brandi, dan tidak ada lagi yang lainnya)!
Patroli ini begitu luar biasa dalam hal lamanya. Dia merupakan patroli kapal selam terlama kedua dalam Perang Dunia II (dan juga dalam sejarah!) yang memakan waktu 205 hari, hanya kalah dari patrolinya Eitel Friedrich Kentrat (juga kapten U-boat Jerman) yang memakan waktu 225 hari bersama dengan U-196. Dahsyat!
Selama patroli yang memakan waktu lebih dari setengah tahun ini, untuk mempertahankan moral dan menghilangkan kebosanan, Lüth mempelopori ide-ide seperti membuat newsletter (koran kecil berkala) khusus untuk para awaknya, mengadakan perlombaan yang beraneka macam, dan banyak aktivitas lainnya yang bertujuan untuk membuat para kru tetap waspada secara fisik dan mental.
Dia berpidato mengenai masalah ini selama berlangsungnya konferensi para perwira staff Angkatan Laut Jerman di Weimar tanggal 17 Desember 1943, dan mendeskripsikan dengan brilian masalah-masalah psikologis yang mungkin timbul selama berlangsungnya patroli yang berjalan dalam waktu yang sangat lama. Seluruh teks pidatonya bisa dibaca dalam buku “The U-Boat Offensive 1939-1945” karangan Tarrant.
Pada bulan Januari 1944, setelah lebih dari 5 tahun menjalani tugas di satuan U-boat tanpa henti, Korvettenkapitän Wolfgang Lüth (yang kini dipandang dengan penuh rasa kagum dan juga iri oleh koleganya karena begitu banyak penghargaan super bergengsi yang telah diraihnya!) diangkat sebagai komandan 22. Flotilla, tempat dimana para calon komandan U-boat di masa depan dilatih.
Pada bulan Juli 1944 dia menjadi komandan I. Abteilung (Departemen ke-1) dari Marineschule di Flensburg-Mürwik, yang merupakan tempat pelatihan bagi para calon perwira Kriegsmarine. Pada bulan September 1944 Lüth menjadi komandan termuda Marineschule Jerman dalam sejarah!
Karir cemerlang dari jagoan U-boat satu ini berakhir dengan tragis hanya beberapa hari setelah Perang Dunia II berakhir, dimana dia tewas karena sebuah insiden yang aneh. Kapitän zur See Wolfgang Lüth tertembak tanggal 13 Mei 1945 oleh petugas penjaga Jerman berpangkat Matrose berusia 18 tahun bernama Mathias Gottlob setelah dia gagal memberitahukan siapa dirinya atau memberikan password masuk (password untuk hari itu adalah “Tannenberg”). Tembakan asal-asalan, yang dikeluarkan oleh sang penjaga pada target yang bahkan tak dapat dia lihat di kegelapan malam, tepat mengenai Lüth di kepalanya dan membunuh dia secara instan! Setelah mengetahui bahwa yang terbunuh adalah “orang ngetop”, petugas yang berwenang segera memberitahukan hal ini kepada Großadmiral Karl Dönitz melalui ajudannya, Fregattenkapitän Walter Lüdde-Neurath. Awalnya Lüdde-Neurath menganggap informasi ini sebagai candaan yang tidak lucu, tapi kemudian dia menyampaikannya kepada saudara Lüth yaitu Joachim yang memang tinggal bersamanya. Dia lah yang kemudian memberitahukan berita duka ini kepada istri Lüth dan keempat anaknya.
Dönitz menghubungi komandan pendudukan Inggris di Flensburg, Kolonel Roberts, dan meminta izin kepadanya untuk mengadakan upacara pemakaman kenegaraan resmi. Roberts pun memberikan izin. Tidak cukup sampai disana, Dönitz memerintahkan agar dilakukan investigasi dalam bentuk mahkamah militer demi menyelidiki apa yang sesungguhnya telah terjadi. Empat perwira Angkatan Laut menjadi pengadilnya. Mathias Gottlob bersaksi bahwa dia telah mengerjakan sesuai dengan perintah yang diterimanya, yaitu menanyakan password tiga kali tanpa jawaban sama sekali dari orang yang tak dapat dia lihat dengan jelas di kegelapan malam. Tanpa mengarahkan terlebih dahulu, dia menembakkan peluru dari senapan yang di letakkan di pinggangnya. Kesaksian ini dibenarkan oleh Maschinenmaat Karl Franz, yang ikut bertugas jaga malam itu. Pengadilan akhirnya memutuskan bahwa Gottlob tidak bersalah dan membebaskannya dari semua tuduhan.
Banyak spekulasi muncul akan penyebab mengapa dia tidak merespon permintaan penjaga untuk memberitahukan siapa dirinya. Beberapa berkesimpulan bahwa itu adalah usaha bunuh diri yang disengaja, sementara yang lain mengatakan bahwa sebenarnya Lüth telah menjawab pertanyaan si penjaga, hanya saja jawabannya tidak terdengar atau disalah artikan. Penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa pada saat itu dia dalam keadaan mabuk, lelah, atau kondisi lainnya yang membuat dia tidak langsung menjawab. Saat itu Lüth sedang dalam perjalanan di sekitar Marineschule tak lama setelah tengah malam, empat hari setelah Jerman secara resmi menyerah.
Lüth adalah salah satu komandan U-boat yang paling kontroversial. Yang pertama dan terutama adalah karena dia secara terbuka mengatakan bahwa dia adalah pemuja Hitler yang meyakini dengan sepenuhnya ajaran Nasional-Sosialis Nazi. Ini membuat dia sering sekali mendapat kecaman dari pengarang buku Barat pasca perang. Meskipun dia telah jelas-jelas menenggelamkan begitu banyak kapal dengan total ratusan ribu ton, tapi kesuksesannya terutama didapat dari perairan Afrika dan Samudera Indonesia yang dianggap sebagai “panggung sisipan”, tempat dimana mangsa mudah didapat dan sedikitnya pertahanan kapal-kapal musuh. Ini jauh berbeda dengan perairan Atlantik Utara yang menjadi “panggung utama” perang U-boat Jerman dengan kapal Sekutu. Beberapa mantan sejawatnya menganggap bahwa idenya tentang manajemen kru merupakan hal yang terlalu naif dan bahkan layak untuk ditertawakan; para komandan kapal selam yang terus-menerus dalam keadaan waspada demi menghindari begitu banyaknya ancaman dari laut (kapal pengawal) dan udara (pesawat pembom) di perairan utara tentunya tidak usah lagi dipusingkan dengan masalah “menghilangkan kejenuhan dalam patroli yang luar biasa monoton”. Buku “Das Boot” karangan Günther-Lothar Buchheim secara terang-terangan mengolok-olok makalah terkenal Lüth tentang “Masalah Kepemimpinan Dalam Kapal Selam” (meskipun faktanya makalah tersebut baru muncul dua tahun setelah peristiwa dalam buku itu diceritakan terjadi, tapi jelas sekali apa yang Buchheim maksudkan tatkala dia bercanda mengenai sebuah teks panjang yang dikutip dari “sebuah pidato dari Letnan-Komandan L”).
Sikap luar biasa melindungi Lüth terhadap anakbuahnya juga telah banyak diketahui. Tak hanya dia percaya bahwa adalah tugasnya sebagai seorang pemimpin untuk tetap memperhatikan anakbuahnya bahkan setelah mereka telah meninggalkan kapalnya, tapi dia juga mengkontrol dengan ketat kebiasaan pribadi mereka sedapat mungkin. Semua bahan bacaan yang dibawa ke dalam kapal harus mendapatkan persetujuan pribadi dari Lüth langsung, sementara poster pinup yang berisikan foto/gambar wanita seksi dilarang keras karena dikhawatirkan akan menimbulkan “masalah seksual di kapal”! Dia secara aktif mempromosikan teorinya akan cara terbaik untuk mempertahankan kesehatan fisik selama patroli, dan bertindak sedemikian jauh sampai menentukan dengan detail pakaian seperti apa yang harus dikenakan, juga mengkontrol ketat makanan/minuman juga rokok yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh para awak kapal! Bukannya merasa tertekan, sikap seperti ini malah membuat para anakbuah Lüth begitu mencintai kaptennya, dan kesetiaan mereka bertahan sepanjang zaman. Setiap kali disuruh untuk menceritakan kembali pengalaman semasa menjadi anakbuah dari seorang Wolfgang Lüth, para awak U-boat mengenang dengan penuh takzim betapa kapten mereka memperlakukan mereka layaknya anak sendiri dan bukannya sekedar seorang bawahan yang bertugas melayani. Lüth memang bersikap kebapakan, dan dia tetap mengikuti perkembangan kehidupan pribadi dan karir anakbuahnya walaupun telah berpisah dari U-181, dan membantu mereka sebisa mungkin manakala dibutuhkan. Di tengah kesibukan administrasinya yang menggunung, dia selalu menyediakan waktu untuk mengurusi keperluan orang-orang yang dulu satu kapal dengannya.
Tak diragukan lagi bahwa dia adalah seorang pemimpin sejati, yang sama persis seperti halnya Großadmiral Karl Dönitz sang Panglima U-boat. Dönitz sendiri suatu waktu pernah menyatakan bahwa Lüth memang telah dipersiapkan untuk menempati posisi BdU (Befehlshaber der Unterseeboote, Panglima Kapal Selam). Sayangnya, sikap politiknya yang begitu jelas pro-Nazi membuat dia diragukan memegang posisi tersebut apabila umurnya memang tidak sependek itu. Dia pastinya akan menghabiskan waktu yang lama dalam tahanan Sekutu dan kemungkinan besar dilarang untuk beraktifitas kembali di kemiliteran setelah dilepaskan.
Dua hari setelah kematiannya, Lüth tercatat dalam sejarah sebagai orang yang menerima upacara pemakaman kenegaraan Third Reich yang terakhir. Hadir dalam pemakamannya enam orang perwira U-boat peraih Ritterkreuz yang bertindak sebagai penjaga kehormatan, sementara Dönitz memberikan ucapan terakhir. Sampai saat ini, sebuah batu peringatan didirikan sebagai pengenang akan seorang jagoan U-boat yang begitu luar biasa.
Pangkat :
1 April 1933 : Offiziersanwärter
23 September 1933 : Seekadett
1 Juli 1934 : Fähnrich zur See
1 April 1936 : Oberfähnrich zur See
1 Oktober 1936 : Leutnant zur See
1 Juni 1938 : Oberleutnant zur See
1 Januari 1941 : Kapitänleutnant
1 April 1943 : Korvettenkapitän
1 Agustus 1944 : Fregattenkapitän
1 September 1944 : Kapitän zur See
Komando U-Boat :
U-13 : 16 Desember 1939 s/d 28 Desember 1939 - Tanpa patroli
U-9 : 30 Desember 1939 s/d 10 Juni 1940 - 6 patroli (72 hari)
U-138 : 27 Juni 1940 s/d 20 Oktober 1940 - 2 patroli (29 hari)
U-43 : 21 Oktober 1940 s/d 11 April 1942 - 5 patroli (204 hari)
U-181 : 9 Mei 1942 s/d 31 Oktober 1943 - 2 patroli (335 hari)
Medali dan Penghargaan :
* Spanish Cross in Bronze (6 Juni 1939)
* The Return of Sudetenland Commemorative Medal of 1 October 1938 (16 September 1939)
* U-boat Front Clasp (12 Oktober 1944)
* U-boat War Badge with Diamonds (26 Januari 1943)
* Croce di Guerra Italiana al valor militare (1 November 1941)
* Iron Cross 2nd Class (25 Januari 1940)
* Iron Cross 1st Class (15 Mei 1940)
* Gauehrenabzeichen des Reichgaues Wartheland (24 Oktober 1943)
* Knight's Cross of the Iron Cross with Oak Leaves, Swords and Diamonds
o Knight's Cross (24 Oktober 1940) : Oberleutnant zur See dan komandan U-138
o Oak Leaves #142 (13 November 1942) : Kapitänleutnant dan komandan U-181
o Swords #29 (15 April 1943) : Kapitänleutnant dan komandan U-181
o Diamonds #7 (9 Agustus 1943) : Korvettenkapitän dan komandan U-181
* Disebutkan dua kali di Wehrmachtbericht
Sumber :
www.en.wikipedia.org
www.forum.axishistory.com
www.thirdreichcolorpictures.blogspot.com
www.uboat.net
www.wehrmacht-awards.com
No comments:
Post a Comment