Pada tanggal 1 September 1939, 1,8 juta orang prajurit Jerman menyerbu Polandia dan mengawali pecahnya Perang Dunia II. Dua kelompok satuan darat Jerman – yang terdiri atas 35 divisi infanteri biasa, 4 divisi infanteri bermotor, 5 divisi panzer, 4 divisi infanteri ringan, dan 3 divisi gunung – dikerahkan untuk menyerang Polandia dari tiga arah. Selain divisi-divisi tradisional Angkatan Darat, Jerman juga mengerahkan tiga formasi militer yang tidak banyak dikenal pada saat itu yang dicantumkan sebagai bagian dari Wehrmacht (Angkatan Bersenjata Jerman). Mereka terdiri atas Resimen ‘Deutschland’ dan ‘Germania’ dari SS-Verfügungstruppe (Pasukan Khusus SS) dan Resimen SS ‘Leibstandarte Adolf Hitler’ (Pengawal Adolf Hitler). Sekalipun apabila digabungkan ketiga formasi tersebut tidak mencapai tingkatan sebuah divisi, formasi-formasi ini memperoleh pengalaman tempur pertama mereka, berhasil mengatasi kritikan pedas para pemimpin Angkatan Darat Jerman, dan kemudian muncul sebagai sebuah organisasi yang akhirnya berkembang menjadi “Angkatan Keempat” Wehrmacht, yang dikenal dengan nama Waffen-SS (SS Bersenjata).
Keberadaan formasi-formasi militer SS sendiri merupakan hal yang unik karena pada mulanya Hitler tidak memaksudkan mereka sebagai formasi tempur di garis depan. Sekalipun pemimpin SS Heinrich Himmler memiliki ambisi untuk menjadikan Waffen-SS sebagai kekuatan tandingan terhadap monopoli kekuatan militer Angkatan Darat Jerman, pada awalnya Hitler lebih mengutamakan tugasnya sebagai “sebuah polisi elite yang mampu menghancurkan musuh mana pun”. Kalaupun dia mengizinkan Waffen-SS untuk membuktikan dirinya di medan tempur, hal tersebut dikarenakan Sang Führer menginginkan agar pasukan politiknya itu dapat mempertahankan pamornya.
Setelah menyerahnya Polandia, sekalipun para pemimpin Wehrmacht mengkritik besarnya korban di kalangan pasukan SS karena mereka tidak memiliki pelatihan militer yang memadai, Hitler memutuskan untuk menambah kekuatan Waffen-SS. Ketika Jerman melancarkan serangannya ke Eropa Barat pada musim panas 1940, Waffen-SS telah memiliki tiga divisi dan sebuah resimen tempur dengan kekuatan sekitar 125.000 orang. Akan tetapi, untuk menenangkan para pemimpin Angkatan Darat Jerman, Hitler memutuskan bahwa unit-unit lapangan Waffen-SS ditempatkan di bawah komando Angkatan Darat. Selain itu, diktator Jerman itu juga setuju untuk tetap memegang kesepakatan dengan OKW (Oberkommando der Wehrmacht atau Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata) tentang pembagian sumber daya manusia yang menyatakan bahwa Angkatan Darat mendapatkan 66%, Angkatan Udara 25% dan Angkatan Laut 9%, sementara Waffen-SS akan mendapatkan sedikit kuota dari jatah sumber daya manusia Angkatan Darat.
Sejak awal, formasi-formasi Waffen-SS sendiri berbeda dengan rekan-rekan Wehrmacht mereka. Formasi-formasi ini dibentuk sebagai organisasi elite, dimana anggotanya memandang diri mereka sendiri secara fisik lebih fit dan termotivasi serta, secara umum, lebih baik dari rekan-rekan Angkatan Darat mereka. Sebagaimana dikenang oleh seorang bekas anggota Waffen-SS: “Kami memiliki kepercayaan diri yang sangat besar. Kami memiliki kebanggaan yang angkuh akan diri kami sendiri, suatu esprit de corps yang amat besar. Saya selalu merasa lebih hebat dari prajurit Wehrmacht mana pun. Tentu saja itu tidak benar, namun demikianlah yang saya rasakan pada saat itu.”
Bagi banyak sukarelawan yang bergabung dengan Waffen-SS, terpilih saja sudah dianggap membenarkan status elite mereka. Setiap pemuda yang diterima di Waffen-SS, demikian kenang seorang veteran lainnya, “sangat bangga dengan hasil ini. Dalam kelompok saya yang terdiri atas 500 orang pemuda yang mendaftar sebagai sukarelawan bagi pasukan elite ini, hanya 28 orang yang memenuhi syarat! Diterima saja sudah merupakan suatu kehormatan besar, karena prosedur seleksinya yang begitu ketat.”
Sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh markas besar SS, para pelamar yang berusia antara 17 hingga 22 tahun itu paling sedikit harus memiliki tinggi 174 cm, sementara untuk ‘Leibstandarte’ ketentuan minimumnya adalah 180 cm. Himmler bersikeras agar setiap anggota baru SS harus “memiliki tubuh yang proporsional; sebagai contoh, tidak boleh ada ketidakseimbangan antara kaki dan paha atau antara kaki dengan bagin tubuh, dengan kekecualian apabila ada permintaan untuk berusaha berjalan menempuh jarak yang jauh”. Pada tahun 1943, Himmler mengklaim bahwa “hingga tahun 1936, kami tidak menerima anggota dalam ‘Leibstandarte’ ataupun Verfügungstruppe apabila dia memiliki sebuah gigi yang ditambal!” Tekanan Himmler akan kesempurnaan fisik bagi anak buahnya itu sendiri sangat ironis apabila melihat penampilan canggung, mata rabun, dan kejang perut yang dideritanya sehingga dia tidak akan sanggup melewati ujian fisik SS-nya sendiri!
Akan tetapi Himmler menjalankan kriteria fisik yang sederhana, dimana dia menuntut agar para calon anggota memenuhi tuntutan rasial berdasarkan asal-usul dan penampilan Arya. Setiap prajurit SS harus menunjukkan asal-usul leluhurnya dari tahun 1800, sementara para perwira hingga tahun 1750! Seperti seorang kolektor kupu-kupu, Himmler mempelajari foto-foto para anggota baru dengan kaca pembesar untuk mencari bukti apakah terdapat darah Yahudi atau Slavia!
Apabila telah diterima dan berhasil melewati pendidikan militer dasar, setiap kandidat Waffen-SS harus mengambil sumpah ini untuk mengikat kesetiaannya kepada Adolf Hitler pribadi:
Saya bersumpah kepadamu, Adolf Hitler
Sebagai Führer dan Kanselir Reich Jerman
Kesetiaan dan keberanian.
Saya bersumpah kepadamu dan kepada para atasan
Yang akan engkau tunjuk
Kesetiaan sampai mati
Semoga Tuhan menolong saya.
Untuk memperkokoh keyakinan Nazi mereka, prajurit Waffen-SS tidak pernah dibiarkan untuk melupakan bahwa dia adalah seorang anggota elite kader Nazi. Indoktrinasi politik dan ideologi mendapatkan prioritas penting dalam pelatihan. Mereka diharuskan menerima filosofi dasar Nazi yang menyatakan bahwa kehidupan adalah suatu perjuangan rasial antara orang Arya dan ras-ras yang lebih rendah seperti orang Yahudi dan Slavia; Hitler dan Partai Nazi telah menyelamatkan Jerman dari orang Yahudi dan Komunisme; kehidupan adalah suatu perjuangan dimana yang lebih kuat akan mendominasi yang lemah; kepatuhan tanpa syarat kepada sang pemimpin; serta pengerasan mental dan fisik terhadap diri sendiri dan orang lain merupakan nilai-nilai yang baik. Bahkan, untuk memperkuat keyakinan Nazi mereka, anggota Waffen-SS juga didorong untuk meninggalkan keyakinan Kristen mereka dan bergabung dengan kepercayaan pagan Nazi!
Penyerbuan Jerman ke Uni Soviet pada tanggal 22 Juni 1941 memberikan kesempatan bagi Waffen-SS untuk membuktikan kemampuan tempurnya sekaligus keyakinan rasialnya. Mereka mengujungtombaki serangan Jerman: Divisi ‘Leibstandarte Adolf Hitler’ menerobos pertahanan Soviet di wilayah Crimea dan menyerbu Taganrog serta Rostov; Divisi ‘Wiking’ mengejar pasukan musuh hingga Laut Azov; ‘Das Reich’ berhasil mencapai pinggiran kota Moskow; ‘Totenkopf’ dan ‘Polizei’ mengepung Leningrad (sekarang bernama St. Petersburg). Kemudian, ketika Tentara Merah melancarkan serangan balasan pada akhir tahun 1941, para prajurit Waffen-SS memperlihatkan contoh kegigihan yang tiada bandingannya. Di bawah suhu musim dingin yang membeku dan di bawah serangan roket, tank, dan infanteri Uni Soviet, pasukan SS membuktikan dirinya sebagai prajurit yang tangguh dan menjadi tulang punggung pertahanan Jerman di Front Timur. Demyansk, Rzhev, Sungai Mius, Danau Ladoga, Volkhov adalah nama-nama tempat yang dihubungkan dengan prestasi militer dari sebuah pasukan yang nyaris legendaris dari kedua belah pihak, menimbulkan ketakutan yang nyaris bersifat takhayul di satu sisi sementara mendapatkan pujian yang disisipi dengan rasa cemburu di sisi lainnya. Baik kawan maupun lawan setuju bahwa Waffen-SS memiliki kualitas militer yang hanya dapat ditandingi oleh sedikit pasukan lainnya dan tidak ada yang dapat melebihinya. Kejayaan Waffen-SS telah tiba! Tidak lama kemudian, divisi-divisi utama Waffen-SS diakui sebagai unit-unit darat terbaik Nazi Jerman.
Pada musim semi 1942, Himmler akhirnya memperoleh kemenangan besar atas Angkatan Darat Jerman. Hitler, yang murka akibat kemunduran di front Rusia, telah mengambil alih komando Angkatan Bersenjata secara pribadi dan kini memberikan izin kepada Himmler untuk membentuk korps-korps SS yang bebas dari kontrol Angkatan Darat. Sejak saat itu, kekuatan Waffen-SS meningkat berlipat ganda setiap tahunnya.
Sekalipun demikian, perkembangan baru ini bukannya tidak membawa masalah. Meskipun mendapatkan dukungan Hitler, gabungan antara korban di kalangan pasukan SS yang tinggi serta perang di berbagai front yang berkepanjangan membuat Himmler mengalami masalah serius untuk merekrut cukup pemuda yang memenuhi standar fisik dan rasial yang ditetapkan Waffen-SS. Untuk menutupinya, SS-FHA (SS-Führungshauptamt atau Markas Besar SS) mengambil langkah yang luar biasa, yaitu merekrut sukarelawan asing.
Otak di balik perekrutan para sukarelawan asing ini adalah Kepala SS-FHA, SS-Brigadeführer Gottlob Berger, yang berhasil membujuk Hitler untuk menjadikan Waffen-SS sebagai sebuah tentara internasional. Seperti yang dikatakannya kemudian, “Sebagai seorang prajurit, saya seperasaan dengan para prajurit Eropa. Para sukarelawan Prancis mengenakan Eisernes Kreuz disamping Legion d’Honneur, bahkan ketika mereka memperolehnya saat memmerangi orang Jerman! Dua medali kebanggaan dari dua bangsa di dada yang sama – maka kalian memiliki sebuah Eropa yang baru.”
Kelompok sukarelawan non-Jerman pertama yang diterima berasal dari bangsa yang dalam kepercayaan Nazi disebut sebagai Jermanik, yaitu orang Skandinavia, Belanda, dan Vlam (orang Belgia yang berbahasa Belanda). Para sukarelawan yang berasal dari negara-negara di Eropa baratlaut ini pada awalnya membuktikan kemampuannya di dalam Divisi SS ‘Wiking’ pada tahun 1941. Pada bulan Juni 1941, Hitler mengizinkan Himmler untuk mengumpulkan legiun-legiun nasional dari setiap negara pendudukan Jerman di Eropa Barat untuk berperan serta dalam “peperangan melawan Komunisme”. Berger kemudian membentuk empat legiun yang direkrut dari orang-orang Denmark, Norwegia, Belanda, dan Vlam: Freikorps Danemark dan Freiwilligen Legionen ‘Norwegen’, ‘Niederlande’, serta ‘Flandern’. Pada akhir tahun 1942, legiun-legiun tersebut kemudian disatukan ke dalam 11. SS-Panzergrenadier-Division ‘Nordland’.
Berasal dari berbagai negara dan berbagai ideologi, banyak dari para sukarelawan asing ini yang tiba-tiba menemukan dirinya diperlakukan dengan buruk oleh para pelatih kaku yang berdisiplin yang khas totaliter. Dalam Waffen-SS, orang-orang asing ini digabungkan dengan orang-orang yang tidak memiliki pengertian terhadap kebiasaan dan cara pandang bangsa lain. Menumpuknya keluhan bahwa para perwira dan bintara Waffen-SS memperlakukan para sukarelawan asing dengan sikap yang sangat angkuh akhirnya memaksa Himmler mengeluarkan ancaman untuk menurunkan pangkat atau memecat para bintara dan perwira SS yang dianggap mengancam masa depan Jermanisme.
Selama dua tahun terakhir peperangan, jumlah rekrutan Waffen-SS dari Eropa Barat berkembang karena Himmler menerima sebanyak mungkin orang-orang non-Jermanik dan para kolaborator yang mencari tempat perlindungan dalam tentara pribadinya untuk menhindari pembalasan dari gerakan perlawanan dan Sekutu. Pada tahun 194, yang mencapai tingkat divisi adalah orang-orang Belanda di ‘Nederland’ dan ‘Landstorm Nederland’, orang-orang Vlam di ‘Langemarck’, orang-orang Walloon di ‘Wallonien’, orang-orang Prancis di ‘Charlemagne’, dan orang-orang Italia di sebuah Waffen-Grenadier der SS.
Sebanyak 137.300 orang Eropa Barat bertugas di dalam Waffen-SS dan hampir setengah di antaranya bergabung sebelum tahun 1943-1944. Kontingen nasional terbesar berasal dari Belanda, yaitu sebanyak 50.000 orang; kemudian disusul 23.000 orang Vlam; 20.000 orang Italia; 15.000 orang Walloon; 11.300 orang Denmark; 8.000 orang Prancis; dan 6.000 orang Norwegia. Para sukarelawan ini bergabung dengan Waffen-SS karena berbagai macam alasan. Kelompok terbesar bergabung karena ingin bertualang atau karena mereka tidak memiliki pekerjaan. Kelompok ini diikuti oleh orang-orang yang mempunyai ideologi yang sama dan bergabung dengan berbagai organisasi nasional yang mengharapkan Jerman memenangkan perang dan percaya bahwa dengan menjadi sukarelawan mereka akan memastikan partai dan kelompok nasional mereka diberikan hak istimewa dalam orde baru ciptaan Hitler. Beberapa di antaranya bergabung karena sangat anti Komunis. Selama 18 bulan terakhir peperangan, sebuah kelompok besar bergabung untuk menghindari dinas kerja paksa atau tuntutan kriminal!
Sumber daya manusia kedua setelah para sukarelawan Eropa Barat adalah kelompok yang disebut sebagai Volksdeutsche. Mereka ini merupakan keturunan orang Jerman yang hidup di berbagai penjuru Eropa, terutama di Eropa Tengah dan Timur. Pada akhirnya, sekitar sepertiga dari jumlah anggota keseluruhan Waffen-SS direkrut dari kelompok ini.
Perang total, kekurangan sumber daya manusia dan permusuhan kebiasaan dengan Angkatan Darat Jerman, semua itu akhirnya membantu untuk meyakinkan Himmler agar mengendurkan standarnya. Sejak tahun 1943 bahkan ras manusia rendahan hanyalah slogan untuk hari kemarin belaka, yang pantas dipilih untuk menjadi ‘orang Arya kehormatan’ – paling tidak selama masa peperangan. Pada tahun 1942, Berger meyakinkan Himmler untuk membentuk legiun Baltik SS yang direkrut dari orang-orang Estonia dan Latvia yang dipersiapkan untuk memerangi Uni Soviet guna mengamankan kemerdekaan nasional mereka. Orang Lithuania dikecualikan oleh Himmler karena mereka dianggap lebih rendah derajatnya dan tidak dapat dipercaya karena afiliasi yang kuat dengan Gereja Katolik.
Setelah orang Baltik, muncullah orang Ukraina dan akhirnya bahkan orang Rusia serta ras lainnya, yang dititikpuncaki oleh kaum Muslim dari Balkan dan Uni Soviet. Akhirnya, tidak kurang dari 200.000 orang anggota dari ras ‘manusia rendahan’ ini bertugas dalam Waffen-SS. Terpisah dari tiga divisi yang direkrut dari kalangan sukarelawan Latvia dan Estonia, divisi-divisi Eropa Timur kurang berguna. Bahkan dalam operasi-operasi anti-partisan, unit-unit seperti ini tidak terlepas dari tindakan indisipliner dan memiliki kecenderungan untuk menjarah.
Unit-unit yang dibentuk dari kalangan orang Jermanik maupun Volksdeutsche biasanya disebut sebagai SS-Freiwilligen (Sukarelawan SS), dan dalam banyak kasus mereka diberikan panji-panji nasional untuk dikenakan di lengan kanannya – sekalipun dalam prakteknya banyak di antaranya yang mengenakan lambang SS. Formasi-formasi dari Eropa timur dan tengah (serta Prancis dan Italia) disebut sebagai Waffen Divisionen der SS (Divisi Bersenjata dari SS) pada tahun 1944 guna membedakan mereka dari unit-unit Reichsdeutsche – Jerman asli – yang menggunakan sebutan SS Division saja maupun SS Freiwilligen yang secara rasial dapat diterima ideologi Nazi. Selain dari para kader Jermannya, unit-unit timur ini dilarang mengenakan lambang-lambang SS.
Para sukarelawan asing yang terbaik bertugas pada unit-unit yang dipimpin oleh para perwiranya sendiri, seperti Léon Degrelle dengan orang-orang Walloon-nya, atau dipimpin oleh para jenderal Waffen-SS seperti Felix Steiner, yang memperkenalkan konsep suatu masyarakat Eropa yang dipimpin oleh Jerman dalam perjuangan melawan Komunisme. Akan tetapi, konsep naif dan idealis Steiner kurang disukai oleh Hitler maupun Himmler, yang dengan jelas menyatakan bahwa masa depan Eropa akan didominasi oleh Jerman. Bahkan Hitler mencemooh efektifitas militer dari beberapa unit asing Waffen-SS dan mempertanyakan kesetiaan mereka terhadap Nazi Jerman. Merupakan hal yang ironis bagi Hitler bahwa sejumlah pembela terakhir di pusat Berlin pada tahun 1945 adalah orang-orang Denmark dan Norwegia dari ‘Nordland’, orang-orang Prancis dari ‘Charlemagne’ dan orang-orang Latvia dari 15. Waffen-Grenadier-Division der SS!
Terlepas dari pandangan merendahkan yang dimiliki oleh Hitler dan banyak pemimpin Nazi lainnya, kehadiran para sukarelawan asing sendiri meningkatkan jumlah anggota Waffen-SS dari 40.000 orang pada bulan Desember 1940 menjadi 830.000 orang pada bulan April 1945; dari tiga divisi dan sebuah resimen pada tahun 1939 menjadi 38 divisi dan berbagai formasi lainnya pada tahun 1945. Setelah tahun 1943, jumlah orang asing melebihi jumlah anggota Jermannya dan 19 divisi dari 38 divisi Waffen-SS boleh dikatakan diawaki oleh orang asing! Sekalipun demikian, Waffen-SS tidak pernah menjadi sebuah tentara Eropa, melainkan hanya sekedar sebuah tentara orang-orang Eropa. Mereka tidak pernah menjadi sebuah kekuatan bagi idealisme pan-Eropa dan selalu merupakan alat bagi dominasi Jerman atas Eropa.
Sumber :
Buku “Legiun Asing Waffen-SS; Kisah Sukarelawan Asing Dalam Tentara Elite Hitler” karya N. Hidayat terbitan Nilia Pustaka
www.onesixthwarriors.com
2 comments:
Kok artikelnya 80% mirip isi buku "Waffen-SS Pasukan Elite Pengawal Hitler" karya Nino Oktrino ya?
Dibaca dulu artikelnya sampai beres Om, termasuk sumbernya OK?
Post a Comment