Seorang
bocah perempuan Polanda berusia 10 tahun bernama Kazimiera Mika
menangis histeris sambil meratapi kakak perempuannya yang sekarat di
sebuah lapangan di Warsawa setelah terkena tembakan senapan mesin Jerman
dalam sebuah serangan udara, September 1939. Dalam kata-kata fotografer
Julien Bryan: "Saat kami sedang melewati sebuah lapangan kecil di
pinggir kota, kami ternyata beberapa menit terlambat untuk menjadi saksi
sebuah peristiwa tragis, yang paling menggetarkan dari semuanya. Tujuh
orang wanita sedang menggali kentang di lapangan. Tak ada terigu tersisa
di distrik mereka, dan mereka sangat kelaparan. Tiba-tiba dua pesawat
Jerman datang dan langsung menjatuhkan dua buah bom di atas sebuah rumah
yang berjarak tidak jauh dari situ. Dua orang wanita yang sedang berada
di rumah tersebut langsung terbunuh. Para penggali kentang di lapang
langsung bertiarap di tanah, beharap untuk tak diketahui. Setelah
pesawat pembom tersebut pergi, para wanita itu kembali bekerja. Mereka
harus makan. Tapi ternyata penerbang-penerbang Nazi tak puas dengan
hasil pekerjaan mereka. Dalam beberapa menit mereka kembali dan menukik
turun sampai sekitar seratus meter dari tanah, kali ini langsung
memberondong lapangan dengan senapan mesin. Dua dari tujuh wanita itu
terbunuh. Saat aku sedang sibuk mengabadikan mayat korban penembakan
tersebut, seorang gadis kecil berusia 10 tahun datang sambil berlari dan
langsung tertegun ketika melihat salah satu korban yang tewas, yang
ternyata adalah kakak perempuannya. Si gadis kecil tersebut tak pernah
melihat kematian dan tak dapat mengerti kenapa kakaknya diam membujur
tanpa bergerak sedikitpun... dia kelihatan shock dan langsung menangis
sambil membelai kakaknya tersayang. Aku tersentuh dan melingkarkan
tanganku di tubuhnya untuk memeluknya, mencoba menghibur dia yang telah
kehilangan. Dia terus menangis. Begitu juga aku dan dua orang perwira
Polandia yang sedang bersamaku saat itu..."
Gefreiter
Josef Schulz (juga ditulis Joseph Schultz) adalah bintara kelahiran
tahun 1909 dari 714. Infanterie-Division yang ditempatkan di wilayah
Balkan. Pada tanggal 20 Juli 1941 dia dan ketujuh orang rekannya
ditugaskan untuk melakukan misi yang dia kira hanya patroli rutin
belaka. Ternyata kali ini berbeda: mereka mendapati 16 orang warga lokal
yang ditutup matanya. Kedelapan orang dari Zug (peleton) Schulz
berhenti 10-15 meter jauhnya, dan seorang bintara lain kemudian
memerintahkan mereka untuk mengeksekusi ke-16 orang warga lokal
tersebut. Tujuh orang langsung melaksanakan tugas tanpa banyak cingcong
dan bersiap mengarahkan senapan mereka. Di keheningan yang kemudian
tercipta, dengan tenang Gefreiter Schulz melemparkan senapannya dan
kemudian berjalan ke arah 16 orang terhukum (yang hanya bisa mendengar
rumput diinjak). Dia kini berdiri sejajar dengan mereka, dan lebih
memilih untuk menjadi bagian dari terhukum mati daripada harus menembak
orang yang dia tidak tahu kesalahannya! Beberapa detik kemudian, 16
orang warga sipil dan satu tentara Jerman tergeletak tak bernyawa di
tumpukan alang-alang. Si prajurit telah dieksekusi oleh rekan-rekannya
sendiri atas perintah dari si bintara. Oberkommando der Wehrmacht (OKW)
menyebutkan kematiannya sebagai KIA (Killed in Action), tapi berita
tentang tindakannya yang "heroik" kemudian tersebar, terutama setelah
usainya Perang Dunia II. Sebuah film dibuat tentangnya, "Joseph Schultz"
(1973). Tapi kemudian kebenaran berita ini diragukan oleh para
sejarawan, terutama dari Bundesarchiv Jerman, dan salah satu foto yang
dianggap diambil pada saat itu (foto atas) dianggap berasal dari
peristiwa lain. Dalam foto tersebut Schulz disebut adalah orang tanpa
stahlhelm di tengah yang sedang berjalan ke arah para tawanan
Selama
berlangsungnya Pertempuran Perekop di semenanjung Krimea tahun 1941,
bau busuk tentara yang tewas di medan pertempuran begitu menyengatnya
sehingga membuat prajurit Jerman ini mati-matian menahannya dengan
menutupkan secarik kain basah di mukanya
"...
yang lebih baik yang tak akan kau dapatkan. Drum pertempuran
bertalu-talu. Dia berada di sampingku, dalam baris dan langkah yang
serentak. Sebuah peluru melesat datang. Apakah dia ditujukan untukku
atau temanku? Dia menerjang kameradku, dan kini dia terbaring di bawah
kakiku, seakan menjadi bagian dari diriku. Tangannya berupaya
menggapaiku saat aku mengisi senapanku. Aku tak mampu memegang tanganmu
untuk saat ini, beristirahatlah di keabadian dengan tenang, kameradku
yang baik..." ("Der Gute Kamerad", dikenal juga dengan nama "Ich Hatt
Einen Kameraden", sebuah requiem buatan tahun 1809 yang selalu
dikumandangkan pada saat upacara penguburan militer di Jerman sampai
saat ini)
Prajurit
Jerman yang terluka dari 26. Infanterie-Division membopong Zugführer
(Kepala Peleton) mereka ke tempat perawatan sementara di garis belakang,
Front Timur tahun 1941. Sang Zugführer terluka parah oleh pecahan
peluru artileri. Seragam dan celananya telah digunting untuk memudahkan
perawatan dari luka-luka yang terutama mengenai kepala, dada dan
kakinya. Korban di pihak Wehrmacht meningkat secara geometris seiring
dengan makin sengitnya perang yang terjadi antara Jerman dan Rusia.
"Trend" ini terus meningkat tanpa ampun sampai dengan hancurnya Nazi
Jerman di tahun 1945
Foto berwarna asli masa Perang Dunia II ini diambil di Front Timur pada tahun 1942 dan memperlihatkan seorang prajurit Heer (Angkatan darat Jerman) yang putus lengan kirinya oleh ledakan bom. Rekan-rekannya berusaha membantu melakukan pertolongan pertama, termasuk seorang anggota Sanitäter (medis) yang memakai pita lengan dengan lambang palang merah. Untuk mencegah infeksi di lokasi luka biasanya digunakan bubuk sulfa karena pada masa Perang Dunia II Jerman tidak memakai Penisilin (meskipun Penisilin telah ditemukan bertahun-tahun sebelumnya oleh Alexander Fleming saat bekerja di rumah sakit London). Seorang Sanitäter Wehrmacht - apalagi di Front Timur yang terkenal brutal - rata-rata dibekali dengan pistol yang akan digunakan untuk bertempur hanya dalam keadaan darurat alias kepepet. Meskipun secara resmi dilabeli sebagai "bukan prajurit tempur" oleh Konferensi Jenewa (selain dari Pendeta Militer), tapi di tengah-tengah kontak-senjata yang berkecamuk biasanya sulit dibedakan antara prajurit biasa atau prajurit medis (meski telah dilengkapi oleh pita lengan atau tanda palang merah di helm)
Foto berwarna asli masa Perang Dunia II ini diambil di Front Timur pada tahun 1942 dan memperlihatkan seorang prajurit Heer (Angkatan darat Jerman) yang putus lengan kirinya oleh ledakan bom. Rekan-rekannya berusaha membantu melakukan pertolongan pertama, termasuk seorang anggota Sanitäter (medis) yang memakai pita lengan dengan lambang palang merah. Untuk mencegah infeksi di lokasi luka biasanya digunakan bubuk sulfa karena pada masa Perang Dunia II Jerman tidak memakai Penisilin (meskipun Penisilin telah ditemukan bertahun-tahun sebelumnya oleh Alexander Fleming saat bekerja di rumah sakit London). Seorang Sanitäter Wehrmacht - apalagi di Front Timur yang terkenal brutal - rata-rata dibekali dengan pistol yang akan digunakan untuk bertempur hanya dalam keadaan darurat alias kepepet. Meskipun secara resmi dilabeli sebagai "bukan prajurit tempur" oleh Konferensi Jenewa (selain dari Pendeta Militer), tapi di tengah-tengah kontak-senjata yang berkecamuk biasanya sulit dibedakan antara prajurit biasa atau prajurit medis (meski telah dilengkapi oleh pita lengan atau tanda palang merah di helm)
Dalam Pertempuran Stalingrad yang berlangsung dari tanggal 17 Juli 1942 sampai dengan 2 Februari 1943, lebih dari 91.000 orang prajurit Wehrmacht ditangkap oleh Tentara Merah (dengan hanya 5.000 orang yang kemudian kembali hidup-hidup!). Di antara mereka adalah anak muda yang malang ini (yang menyerah bulan Januari 1943), yang kedinginan, kelaparan, dan juga digebuki! Dari ekspresinya kita bisa mengetahui nasib apa yang akan menimpanya di depan! BTW, senjata yang dipegang oleh tentara Soviet adalah PPSh-41
Tiga orang prajurit dari SS-Panzergrenadier-Division "Leibstandarte SS Adolf Hitler" menghentikan kendaraan mereka saat melihat sebuah piano yang ditinggalkan oleh penghuninya di pinggir jalan. Salah seorang diantaranya - yang ternyata mempunyai keahlian bermain piano - kemudian melakukan konser dadakan di hadapan teman-temannya. Mereka memakai, dari kiri ke kanan: jaket parka musim dingin, baju pelapis kamuflase, dan seragam hitam panzer. Perhatikan bendera swastika yang dipasang di kap depan Kübelwagen yang dimaksudkan sebagai pengenal bagi pesawat udara Luftwaffe. Foto ini diambil di Kharkov (Ukraina) pada bulan Maret 1943 tak lama setelah pasukan Jerman berhasil merebut kota tersebut dari tangan Tentara Merah
Dengan sang gunner tampak jelas di kokpit belakang, pesawat pembom tukik
Jepang ini (kemungkinan Yokosuka D4Y Suisei atau Nakajima B5N Kate)
meluncur deras menuju ke lautan di bawah dengan asap tebal keluar dari
mesinnya. Pesawat naas ini tertembak jatuh di dekat pangkalan Jepang di
Truk, Kepulauan Caroline (Pasifik), tanggal 2 Juli 1944. Lieutenant
Commander William Janeshek, pilot pesawat US Navy PB4Y yang menembaknya,
bersaksi bahwa si gunner sebenarnya sudah bersiap-siap bail-out dengan
menggunakan parasut, tapi kemudian dia tertegun untuk kemudian diam
dengan tenang saat pesawatnya menghajar air dan hancur berantakan. Tidak
diketahui alasan kenapa dia memutuskan untuk tewas bersama pesawatnya,
tapi kemungkinan besar karena menyadari bahwa sang pilot rekannya di
kokpit depan telah gugur duluan atau tidak bisa keluar dari pesawat yang terbakar!
18 Juli 1944: Dengan
mendapat penjagaan dari seorang serdadu Kanada, seorang bintara Jerman
yang tampak depresi duduk dengan menyandarkan kepala di tangannya
setelah tertangkap di selatan Caen, Normandia, selama berlangsungnya Operasi
Goodwood. Antara D-Day sampai dengan 25 Juli 1944, pasukan Inggris dan
Kanada menggaruk 11.500 orang tawanan di pihak lawan! Foto oleh Lieutenant Ken Bell
Di
kamp konsentrasi Wöbbelin, Ludwigslust (Jerman), banyak para
penghuninya yang ditemukan oleh U.S. Ninth Army dalam kondisi
menyedihkan. Disini salah satu dari mereka jatuh dalam tangisan saat
mengetahui dirinya tidak ikut berangkat bersama grup pertama tawanan
yang meninggalkan kamp menuju rumah sakit lapangan yang didirikan tidak
jauh dari situ. Foto dramatis ini diambil tanggal 4 Mei 1945 oleh
Private Ralph Forney dari U.S. Army
Pada
tanggal 8 Mei 1945, satu hari setelah penyerahan resmi Jerman ke
tangan Sekutu, 13 orang sukarelawan Prancis dari 33.
Waffen-Grenadier-Division der SS Charlemagne (französische Nr. 1)
dieksekusi tanpa diadili terlebih dahulu di dekat Bad Reichenhall,
Jerman, berdasarkan perintah dari Jenderal Philippe Leclerc de
Hauteclocque, komandan 2nd Armored Division Prancis. Apa yang menjadi
alasan penembakan mereka? Semata karena mereka mengenakan seragam
Jerman, musuh Prancis! Diceritakan bahwa sang Jenderal menginterogasi
para tawanan sebangsanya tersebut: "Mengapa kalian mengenakan seragam
Jerman? Kalian semuanya adalah pengkhianat karena mengenakan seragam
negara lain!" Seorang tawanan lalu menjawab: "Anda juga mengenakan
seragam negara lain, seragam Amerika." Leclerc begitu murka menerima
jawaban ini sehingga dia langsung memerintahkan eksekusi terhadap
mereka!
Januari
1946: "William The Conqueror" alias "Willie", anjing kesayangan
Jenderal George S. Patton berjenis Bull Terrier, terbaring dengan
ekspresi berduka yang kentara di samping barang-barang pribadi milik
tuannya, tak lama setelah Patton tewas dalam sebuah kecelakaan mobil di
Bad Nauheim, Jerman, tanggal 21 Desember 1945. Patton adalah seorang
pencinta anjing, dan dia begitu menyayangi anjing peliharaan yang dia
dapatkan tahun 1944 tersebut (bahkan dia membuatkan Willie sebuah pesta
ulangtahun!). Willie pun sama pula terhadap tuannya, seperti yang
dikatakan Patton sendiri dalam catatan buku harian tertanggal 15 Juli
1944: "Willie sangat tergila-gila padaku dan selalu menantikan saat
kedatanganku di markas. Dia juga ngorok saat tidur tapi tetap menjadi
teman yang menyenangkan di saat malam..." Foto di atas diambil beberapa
hari setelah Patton dimakamkan, saat barang-barang pribadinya hendak
diberangkatkan ke keluarga yang menunggu di Amerika. Willie sendiri
menghabiskan sisa hidupnya bersama istri dan anak mendiang Patton
Frankfurt,
1946 : seorang prajurit Jerman pulang ke rumahnya setelah menjalani
masa penahanan hanya untuk mendapati bahwa rumahnya telah hancur oleh
bom dan keluarganya tak ada lagi disana. Foto oleh Tony Vaccaro
Edda
Göring dan ibunya Emmy Göring menerima sebuah surat bertulisan tangan
dari ayah dan suami mereka, mantan Reichsmarschall Hermann Göring, dari
sel penjaranya di Nürnberg. Foto ini diambil dari buku "Nuremberg, the
Last Battle" karya pengarang favorit saya David Irving. Edda adalah
satu-satunya anak pasangan Hermann dan Emmy Göring. Sebelum menikah,
Emmy (lahir dengan nama Emma Johanna Henny Sonnemann) adalah seorang
artis ternama Jerman. Setelah menikah dengan sang Reichsmarschall
tanggal 10 April 1935 dia otomatis menjadi ibu negara Jerman karena
Hitler tidak beristri (dan keberadaan Eva Braun disembunyikan dari
umum). Emmy Göring adalah seorang wanita yang murah hati dengan keluguan
yang memikat. Edda sendiri lahir tanggal 2 Juni 1938 dan dibesarkan di
Berlin. Foto ini diambil di Nürnberg tanggal 26 September 1946 selama
berlangsungnya Peradilan Penjahat Perang bagi tokoh-tokoh Nazi. Hanya
berselang 19 hari kemudian Hermann Göring bunuh diri dengan menelan
kapsul sianida sehari sebelum rencana eksekusinya. Pada saat itu Edda
baru berusia delapan tahun
Sumber :
Buku "Time-Life Books World War II: Liberation" oleh Martin Blumenson
Majalah "Luftwaffe im Focus" Spezial No.1 tahun 2003
Foto koleksi NARA Archives
Foto koleksi pribadi Akira Takiguchi
www.5sswiking.tumblr.com
www.avaxnews.com
Buku "Time-Life Books World War II: Liberation" oleh Martin Blumenson
Majalah "Luftwaffe im Focus" Spezial No.1 tahun 2003
Foto koleksi NARA Archives
Foto koleksi pribadi Akira Takiguchi
www.5sswiking.tumblr.com
www.avaxnews.com
No comments:
Post a Comment